Pak Zaka membantunya berdiri, saking semangatnya Gea, tak terasa tangannya yang nakal itu tidak sengaja menyentuh dada Pak Zaka. Ya, meski itu dari luar, tetap saja Gea bisa merasakan dengan jelas dada Pak Zaka yang bidang dan at itu.
"Cabulnya, otakku!" teriaknya dalam hati.
"Maaf Pak, saya terburu-buru, tadi.. nggak sengaja juga menyentuh dada bapak yang sangat uh ini," ucapnya. "Astaga, ngomong apa aku ini!" Gea sangat gugup saat bicara.
Biasanya, gadis ini akan lancar saat ngomong dengan siapapun. Bahkan sambil teriak-teriak pun selalu lancar jaya. Apalagi melihat jakun Pak Zaka yang naik turun ketika menengok ke sana ke mari.
"Kita sudah telat kalau ikut upacara. Pasti kamu juga akan kena hukuman. Sebaiknya, kamu ikut saya!" bisik Pak Zaka sembari menarik tangan Gea.
Mereka menuju belakang sekolah yang hanya akan dipakai oleh siswa nongkrong untuk merokok di waktu pelajaran kedua. Pak Zaka tau betul tempat itu, karena dirinya sering memergoki pada siswa itu.
"Lebih baik, sementara upacara berlangsung, kita di sini saja dulu. Nggak papa, 'kan?" usul Pak Zaka dengan suara lembutnya. Memang begitu indah di telinga Gea, hingga bisa mengalihkan dunianya yang fana itu.
Tak dapat berbicara apapun, jakun yang indah itu hanya bisa membuat Gea terdiam. Tak tahu, apa yang harus ia lakukan saat ada di situasi itu. Canggung dan bingung, karena tangan kasar Gea masih di genggam oleh Pak Zaka.
"Emm Pak ... buat apa kita ngumpet disini? Dan tangan Bapak, sepertinya sangat nyaman sekali menggenggam tangan saya. Hehe, makin betah jika bolos upacara sama Pak Zaka," otak mesum Gea mulai aktif lagi.
"Biasanya, sih ... kalau saya, bolos upacaranya ngumpetnya di toilet. Kan aman security nggak masuk toilet cewek, Pak," imbuhnya dengan nada yang menggoda lagi.
"Kalau seperti ini. Apakah nanti, kita tidak akan ketahuan, Pak? Security sering keliling, loh!" tukasnya.
Meski baik hatinya, Gea ini juga gadis sedikit mesum jika sudah bersama seorang lelaki. Tetapi, bukan dalam arti, Gea ini gadis yang dengan lelaki mana pun nempel. Gea lebih suka bercanda seperti itu dengan seorang lelaki yang ia sukai saja.
"Jadi, kamu mau kita ke toilet perempuan, nih?" tanya Pak Zaka berisik sembari mengencangkan genggaman tangannya.
Suara Pak Zaka juga membuat Gea menjadi terpancing hasratnya. Bahkan, mungkin hanya berjarak. beberapa senti saja dari permukaan wajah Gea, sehingga membuatnya sangat gugup, canggung dan bahkan detak jantungnya saja sampai terdengar oleh Pak Zaka.
Sedikit melirik kearah Pak Zaka, Gea melihat guru tampannya itu tersenyum. Senyumannya mampu membuat hatinya meleleh bagaikan lilin yang sedang di bakar. Wajah Gea memerah. Tak tahan dengan nafas memburu Pak Zaka, Gea pun terpejam.
"Hahaha, saya hanya bercanda. Kita hanya akan aman di sini. Lima menit sebelum upacara selesai, kita baru keluar, ya. Sebaiknya, kita duduk dulu saja di sini," ujar Pak Zaka sambil memberikan Gea kursi.
Mereka benar-benar saling diam, Pak Zaka sibuk dengan ponselnya sendiri. Sedangkan Gea malah sedang menggambar-gambar di tanah dengan meletakkan satu telapak tangannya di wajahnya.
"Em ... Pak, boleh nanya, nggak?" Gea memecah keheningan pagi itu.
"Tanya saja!" seru Pak Zaka, seraya menatap Gea yang membuat detak jantungnya semakin berdetak kencang bagaikan lari marathon 15km.
"Em.. nggak jadi, Pak, hehehe .…" ucap Gea dengan senyum bodohnya.
Gea serasa ingin sekali kisah cintanya seperti novel yang pernah dibacanya. Jatuh cinta dengan seorang guru dan mereka merajut kasih hingga hari pernikahan dan hidup bersama. Bersama anak-anak mereka di kemudian hari.
"Betapa halunya diriku. Sadarkan dirimu, Gea. Kau hanyalah gadis miskin, sok menjadi preman pasar, dan tak memiliki asal usul yang jelas," batinnya.
"Kenapa kau meminta lebih kepada Tuhan dengan menginginkan lelaki seperti Pak Zaka? Sadarlah wahai wanita!" imbuhnya dengan mencubit pipinya sendiri.
Di sampingnya, Pak Zaka masih saja menatap Gea dengan mengerutkan alisnya. Tak lama setelah itu, ia pun tiba-tiba tertawa, dan mengetuk jidat Gea yang lebar seperti lapangan sepak bola itu.
"Aduh, sakit tau, Pak!" teriak Gea dengan suara manja yang membuat Pak Zaka menjadi tergoda.
Karena terpancing dengan godaan suara Gea, Pak. Zaka langsung memegang kedua tangan muridnya itu dengan kencang. Lagi-lagi, jantung Gea tidak bisa di ajak kompromi dan berdegup sangat kencang.
"Hey, kalau seperti ini sakit, nggak?" bisik Pak Zaka dengan mendekatkan wajahnya lagi ke wajah Gea.
Krek ....
Suara ranting patah. Sepertinya ada orang mendekat. Rupanya, security yang sedang tugas. Biasanya, jika sedang upacara, security dan petugas lain mengechek setiap ruangan di sekolah. Karena sering banyak siswa atau siswi yang sering bolos saat upacara.
Langkah kaki security semakin dekat. Semakin terdengar sangat jelas dan mulai mendekati tempat mereka sembunyi. Tempat persembunyian mereka juga tidak besar.
Terpaksa, dengan sigap tiba-tiba Pak Zaka memeluk Gea dengan erat. Lagi-lagi jantung Gea berdetak tambah cepat, seakan hampir lepas dari tempatnya. Itu juga membuat Pak Zaka menjadi tidak nyaman. Namun, hanya cara itu agar mereka tidak ketahuan.
Kepala Gea tepat di dada Pak Zaka. Dengan mudahnya, Gea juga bisa mendengar detak jantung Pak Zaka yang berdetak sangat kencang.
Tangannya mulai berkeringat, aroma tubuhnya sangat harum, entah parfum atau pewangi almari ditubuh Pak Zaka. Gea juga tidak tau wangi dari bagian tubuh mana yang muncul di badan Pak Zaka.
Akan tetapi, wanginya sangat menenangkan pikiran Gea yang mesum itu, seakan-akan Gea hendak terbang sampai atas awan karena merasa nyaman. Juga pelukan Pak Zaka sangat hangat sekali.
"Pak, tak apalah kita seperti ini?" bisik Gea.
"Stt ... jangan keras-keras. Nanti kita bisa ketahuan, Gea bisa diam, 'kan?" bisik Pak Zaka sambil memeluk Gea dengan lebih erat, bahkan lebih erat dari yang sebelumnya.
"Tapi Pak ... saya seperti tidak bisa bernafas. Pelukanmu terlalu erat, dan iya, saya sampai ti ...." Belum juga Gea meneruskan ucapannya, Pak Zaka tiba-tiba langsung melumat bibir Gea yang mungil itu.
Sontak membuat Gea terkejut. Ia takut dan ingin marah. Namun, dirinya sendiri juga tidak tahu, kenapa malah membalas ciuman Pak Zaka dengan kembali melumat bibir Pak Zaka dengan bergairah. Sedangkan dirinya bukanlah pacar maupun istrinya. Ingin sekali Gea melepaskan ciuman dan pelukannya yang menyesatkan pikirannya itu.
Melihat Pak Zaka memejamkan matanya, Gea sangat yakin jika Pak Zaka menikmati ciuman itu juga. Tak sadar pelukan mereka juga semakin erat, tak sempat berpikir lagi kapan ciuman itu akan berakhir.
Bibirnya sudah letih, tangannya juga tidak tahan merangkul Pak Zaka yang lebih tinggi darinya itu. Ia juga sudah tidak bisa menahan nafas lagi, akhirnya ciuman itu telah usai, bibir Pak Zaka yang tipis telah berdansa dengan bibir Gea dengan bergairah.
"Aahhn... mimpi apa aku semalam? Kenapa aku jadi begini, sih? Ciuman pertamaku ... hilang begitu saja?" batin Gea.
"Nah, aman, 'kan? Kalau tadi nggak saya cium, kamu masih ngoceh aja ... hah ... hah...," ucap Pak Zaka dengan nafas terengah-engah. Kerena ini juga kali pertama bagi Pak Zaka berciuman.
"Kok masih diam? Maaf ya ciuman tadi, saya sengaja nglakuin itu, agar security tidak kesini dan menemukan kita. Yang ada malah malu nanti kita," lanjutnya.
"Tapi menikmati, 'kan?" tanya Gea baru marah setelah usai ciuman panas beberapa detik yang lalu.
Tentu saja Gea sangat marah. Harusnya Pak Zaka tanya lebih dulu jika ingin menciumnya. Apalagi, mereka juga tidak dekat satu sama lain. Ada juga cara lain yang bisa membungkam bibir Gea menggunakan tangannya. Tidak langsung asal mencium dan malah bercumbu seperti itu.
"Tapi dia pujaan hatiku, gimana, dong. Ah cinta ink membuatku nggak waras!" batinnya.
"Maaf ya. Lain kali enggak lagi, dan suatu saat nanti, saya akan menebus kesalahan saya ini," sesal Pak Zaka.
"Sudahlah, sebaiknya sekarang kita cepat pergi. Upacara sebentar lagi selesai. Oh iya, jangan lupa makan siang nanti akan saya traktir kamu. Oke?" kata Pak Zaka langsung berlari menuju ruang guru.
"Tapi Pak .…" Gea menahan tangan Pak Zaka.
Bagaimana Gea tidak ragu. Apa tanggapan semua murid dan guru nanti saat melihat dirinya makan berdua dengan Pak Zaka di kantin sekolah. Pasti akan menjadi rumor di sekolah, bahkan mungkin akan ada yang di keluarkan salah satu dari sekolah juga.
"Kenapa? Kamu tidak mau saya traktir? Lalu harus pakai cara apa agar bisa menebus kesalahan saya tadi? Atau mau saya cium lagi, sebagai bentuk pengembalian ciuman tadi?" ucapan Pak Zaka membuat Gea terkejut.
Sontak membuat Gea kaget, dan seketika tangannya mendorong keras dada Pak Zaka. Karena Gea tidak ingin ciuman itu terulang lagi.
"Jangan lupa, ya .…"ucap Pak Zaka mengelap bibirnya.
Ada apa dengan Gea? Dirinya merasa tidak berdaya di depan Pak Zaka. Sejak kecil ia selalu di cap jagoan dan preman di kampungnya. Kenapa dekat dengan guru tampannya sudah membuatnya seperti orang bodoh, Ahh cinta itu benar-benar membuat Gea hilang akal.
Beberapa saat kemudian, Gea menoleh kebelakang dan melihat Pak Zaka tersenyum kepadanya. Senyumannya sangat manis,hingga membuat Gea harus cek gula darah takut diabetes. Lalu dia pergi ke arah yang berlawanan dengan Gea. Gea ke kelas, sedangkan Pak Zaka ke ruang guru.
-----------------------------
Kelas sudah dimulai, Gea terus saja mengingat kejadian dimana Pak Zaka mencium bibirnya. Dengan sangat lembut guru tampannya mencium bibir mungilnya. Saat itu, ia juga semakin menyiksa jantungnya.
"Ah ... bibirku sudah tidak perawan lagi. Maafkan aku Tuhan, maafkan aku Kakek, Nenek. Aku melakukan dosa …." gumamnya.
"Gea ... Gea Gladys. Gea! Kenapa kamu melamun? Segitu bosannya kau dengan pelajaran Bapak, Gea?" bentak guru pelajaran matematika memecah imajinasi indahnya.
"Maaf Bu, saya hanya kurang sehat saja, makanya tidak fokus. Maafkan saya," jawaban Gea membuat semua murid memandangnya.
Konsentrasi Gea sungguh tidak bisa fokus pagi itu. Ia menyalahkan Pak Zaka yang terus mengacaukan pikirannya. Harapnya, andai saja dia tidak meninggalkan kenangan dengan ciuman yang menggairahkan itu, pasti ia tidak akan di marahi oleh Guru.
Kriiiiiiinggggg .....
Bel kedua, tanda istirahat pertama. Gea benar-benar gugup untuk menemui Pak Zaka lagi. Tapi, ia harus tetap datang, ini kesempatannya untuk mendapat perhatian dari Guru kesayangannya itu.
"Gea, kamu mau kemana?" tanya Leni sahabat Gea dari sejak sekolah dasar.
"Kantin," jawab Gea.
"Ikut ...." ucap Azka, teman lelaki Gea.
Gea ini memiliki dua sahabat. Namanya Leni dan Azka, mereka anak orang berada. Akan tetapi, mereka mau berteman dengan Gea yang sederhana tanpa berkeliling harta.
Kedua sahabatnya memaksa ingin ikut dengannya ke kantin. Tentu saja membuat Gea kebingungan, bagaimana cara untuk menolak kedua sahabatnya, ia takut jika mereka akan mengetahui apa yang terjadi diantara Pak Zaka dan dirinya.
"Ayolah …." desak Leni dan Azka.
"Baiklah … tapi jangan heboh, ya .…" pesan Gea.
"Memang kenapa?" tanya Leni.
"Ada deh,"
Benar saja, di kantin sudah ada Pak Zaka yang duduk duduk santai. Seperti biasa mata para siswi yang melotot melihat Pak Zaka, itu membuat Gea tidak nyaman. Seakan ia tidak rela jika harus berbagai kekasih pujaannya.
Tanpa aba-aba, Pak Zaka memanggil nama Gea dengan keras. Sontak kedua sahabatnya langsung menatapnya dengan tatapan yang tidak ia sukai. Apa lagi dengan gadis yang memusuhinya sejak lama.
Yakni, Aurel. Aurel sangat membencinya, dia selalu menjadikan Gea sebagai saingan hidupnya. Ia juga menyukai Pak Zaka. Mendengar nama Gea dipanggil oleh Pak Zaka membuatnya sangat marah.
Apa boleh buat, itu kesempatan bagi Gea agar bisa pamer kepada Aurel. Ia mendekat ke meja yang sudah di tempati Pak Zaka, dan kedua sahabatnya di larang duduk bersama dengan mereka oleh Pak Zaka.
"Kalian duduk di sana saja, ya ... saat ini saya mau ngobrol berdua dengan Gea, bisa?" pinta Pak Zaka.
"Oh, gitu ya. Em, ya sudah tidak masalah kok, Pak. Nikmati saja waktu kalian berdua, permisi Pak, fighting, Ge!" seru Leni.
"Apa-apaan, sih, mereka. Kenapa juga Pak Zaka ngomong gitu? Seakan kita memiliki hubungan berdua, yang ada malah pada salah paham. Ihh, ada apa dengan Pak Zaka? Ta-tapi, di sisi lain aku bahagia, oh pujaan hatiku.…" ucap Gea dalam hati.
Jantungnya berdebar cepat sekali lagi, seakan-akan lepas dari porosnya. Hingga membuat Gea tidak nyaman berada di sana.
"Kapan aku bisa bersandingan dengan Pak Zaka, ya? Ya minimal ... aku menjadi pacarnya saja sudah bahagia sekali." harap Gea dalam hati.
Tapi itu mustahil menutut Gea. Semua aku juga tahu jika Gea ini gadis miskin yang tidak memiliki apapun. Dari yang ia dengar, Pak Zaka lahir dari kalangan orang mampu. Kakaknya memiliki banyak bisnis, dan mereka hanya dua bersaudara.
Sedangkan ia hanya gadis biasa yang tidak diingankan oleh orang tuannya. Yang makan harus mencari sendiri. Sekolah saja dengan beasisiwa, mau jajan juga harus kerja dulu, mimpi bisa memiliki pasangan pangeran seperti Pak Zaka membuatnya semakin down.
-----------------
FLASHBACK
2 Bulan yang lalun ....
Gea memang sudah biasa terlambat, ketika di gerbang ia melihat seorang laki-laki mengenakan pakaian yang rapi, kira-kira umurnya 25 tahunan.
Lelaki itu membawa tas kotak hitam dan banyak buku tebal. Gea perhatikan terus wajahnya yang lumayan tampan.
Beberapa menit kemudian dia kerampokan, lalu dengan sigap, Gea ini pahlawan menjadi pahlawan kesiangan. Ia kejar rampok itu sampai batas ujung sekolahan (dekat). Dengan melempari kakinya menggunakan krikil (batu kecil) menggunakan ketapel, otomatis berhenti perampoknya. Gea juga memukul tubuh perampok dari belakang, ditarik tangannya ke belakang dan ia kunci.
"Astaga, kamu bau sekali. Nggak mandi, kah? Nafasnya pun juga bau. Hueek. Tak gosok gigi berapa kali?" umpat Gea.
Beberapa orang mengambil alih pekerjaan Gea yang seperti pahlawan itu. Lalu ia mengambil tas laki-laki tampan itu, dan mengembalikannya.
"Terima kasih, ya. Apakah, kamu siswi di SMA ini?" tanya lelaki itu.
"Yo,i!" jawab Gea.
"Siapa, namamu?" tanya lelaki itu.
"Aku Gea Gladys. Lihat name tag-ku Kakak ... Aku kelas 3 hehehe udah, ya, Kakak, aku udah telat, nih, dadah .…" Gea terburu-buru masuk karena security sudah mau menutup gerbang.
Waktu itu Gea melihat lelaki itu sedang mengobrol dengan security, mungkin dia mempertanyakan perihal Gea waktu itu. Hari itu ada guru magang baru, katanya sih masih muda. Semua siswa di kelas menebak-nebak, seperti apa tampang guru magang baru mereka.
Semakin dekat dan semakin dekat dilihat, Gea mulai sadar bahwa ia mengenali laki-laki itu. Gea terus saja mengamatinya dan sesekali mengucek matanya.
Tak salah dengan matanya, lelaki itu adalah Pak Zaka. Lelaki yang beberapa menit lalu ia tolong dan Gea merasa bicara tak sopan dengannya.
"Pagi semua, perkenalkan ini guru magang kita, ayo Pak perkenalkan nama anda!" kata Bu Ratih, wali kelas Gea.
Itu awal kisah pertemuan Pak Zaka dengan Gea dua bulan lalu. Dan saat itu juga, masing-masing juga saling jatuh cinta pada pandangan pertama.
"Pagi semua ...," salam lelaki yang dibantu oleh Gea beberapa menit lalu."Pagi ....""Aih, aku tau dia tampan nan rupawan. Tak heran jika semua siswi dikelas langsung bersemangat. Apa lagi sainganku itu, si Aurel.""Dia memang modis, tapi sayang dia kesepian jadi hidupnya penuh dengan drama!" batinnya.Herannya, semua murid perempuan terlihat lebih bersemangat setelah kehadiran Pak Zaka ke kelas. Padahal sebelumya, mereka sangat enggan dan tak semangat untuk belajar."Perkenalkan nama saya Zaka. Kalian bisa panggil saja dengan sebutan Kakak atau Pak juga bisa." ucapnya."Saya di sini guru magang, usia saya 25 tahun bulan ini, dan saya juga suka bercanda. Mohon kerja samanya ya adik-adik, supaya saya bisa menyelesaikan magang saya ini. Terima kasih." tugas Pak Zaka.Kelas Gea ini memang tidak banyak muridnya. Hanya ada 36 siswa, karena
Mereka berhenti di alun-alun Kota. Tidak terasa sudah menjelang malam sampai di sana. Maklum, sore hari jalanan macet sekali. Tak lihat malam selasa atau malam minggu tetap saja suasana kota masih ramai di jam segitu. Pak Zaka masih diam beribu bahasa, tentu saja membuat Gea semakin canggung."Ge, kamu tunggu disini dulu, ya.. sebentar saja. Saya mau ke butik yang di pinggir itu. Sebentar ya...." ucap Ia Zaka yang memberhentikan mobilnya tepat di depan butik yang kira-kira berkelas tinggi."Jangan lama-lama ya, Pak." ucap Gea dengan lirih. Seakan-akan seperti anak itu yang takut kehilangan induknya."Takut kangen?" goda Pak Zaka."Ti-tidak, kok. Hanya saja.. saya kan jadi nggak enak kalau sendirian menunggu lama." jawab Gea gugup.Sebelum ke luar, Pak Zaka menyentuh kepala Gea dengan lembut. Dengan senyuman yang membuat hati Gea lelah, Pak Zaka pergi
Bagaimanapun juga, Gea berniat ingin segera menghubungi Dita, agar Dita tidak menggunakan kesempatan itu untuk mencuri dan menjual sertifikat rumah, tanpa sepengetahuannya. Karena setalah Nenek meninggal, Dita terlihat selalu curi-curi waktu untuk mengambil surat-surat penting rumah yang mereka tinggali.Tar....Suara gelas jatuh tersenggol lengan Gea. Karena suara pecahan gelas yang lumayan keras, Pak Zaka dan Vella terbangun dari tidurnya. Gea yang panik langsung pura-pura melanjutkan tidurnya lagi. Sayang, Pak Zaka dan Vella sudah memergoki Gea sadar."Masih mau pura-pura tidur? Bangun!" ucap Pak Zaka sedikit agak tegas. "Em, apakah pacarku ini, menginginkan vitamin ciuman dariku?" goda Pak Zaka mencubit hidung Gea."Saya bangun. Haha iya, saya sudah bangun kok, Kak. Ada apa? Gimana?" kata Gea langsung bangkit ketika mendengar bahwa dirinya hendak di cium.Sedangkan, di ru
Gea merasa sangat terpukul, ia telah di buang orang tuanya, lalu rumahnya di jual oleh Kakak angkatnya. Lalu sekarang, ia harus bisa merelakan laki-laki yang dicintanya, pergi untuk selamanya. Padahal, ia baru saja merasakan keindahan kasmaran berdua.----------------------------------Hari itu juga, Gea meminta Vella untuk segera membawanya pulang. Ia ingin sekali pergi ke makam Pak Zaka. Begitu sangat merindukan sosok lelaki yang ia cintainya.Sebenarnya, Gea belum diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Namun, ia ingin menghadiri dan mengantarkan Pak Zaka ke peristirahatan terakhirnya. Mau tidak mau, Vella mengabulkan permintaannya atas izin dokter tentunya.Di sana sudah banyak kerabat Pak Zaka, para guru dan siswa-siswi. Melihat semuanya telah datang, Gea baru percaya jika Pak Zaka memang sudah pergi jauh dan tak akan kembali kepadanya.Leni pun mendekat dan me
Sesampainya di rumah, Vella segera membantu Gea membawa barang-barangnya. Sementara Aldi sudah turun lebih dulu di jalan, karena hubungan antara Aldi dan Nenek Vella sedang tidak baik-baik saja.Nampak di depan rumah sudah ada beberapa orang di sana. Yang Gea kenali hanyalah orang tuannya. Di sampingnya ada seorang wanita yang sudah terlihat sepuh, tapi masih terlihat sangat besar.Perawakannya juga terlihat menakutkan, seperti orang yang galak. Namun, beliau sangat anggun di balut kebaya jawa. Lalu, beberapa orang di belakangnya mungkin asisten rumah tangga, supir dan tukang kebun, nampak sekali dari penampilan mereka."Gea sayang, sini Mama bantu bawa barang-barang kamu, ya …." terlihat Mama Gege sangat senang akan kehadiran Gea."Aku sudah baik-baik saja kok, Tante," tolak Gea dengan senyuman."Lho, kok, masih tante saja, sih manggilnya. Panggil Mama, dong. Kami ini kan keluarga kandung kamu, Ge …." ucap Papa Gea dengan ramah.Gea m
Malam itu pertama kalinya bagi Gea tidur di kasur yang sangat empuk dan nyaman. Ruangan ber-AC dan sangatlah nyaman dari kamar sebelumnya. Ia terus menatap ke seluruh ruangan. Setiap sudut ia pandangi dengan jelas. Begitu indah dan cantik kamar miliknya.Di sisi lain, Ale juga masih terus kepikiran dengan Gea. Ia selalu memikirkan Gea setelah acara usai, namanya mungkin masih asing baginya. Namun, tidak dengan jantungnya yang terus berdebat dj kala ia memikirkan Gea.Tok ... tok ... tok....Suara pintu diketuk, ialah Mama Ale yang mengetuk. Ia hendak menanyakan bagaimana kondisi Ale yang sekarang setelah melakukan operasi jantung."Bagaimana jantung kamu?""Kenapa harus Zaka, sih, Ma? Ak memang tidak menyukai keberadaannya. Tapi, aku juga tidak tega jika jantungnya di donorin untukku!" desis Ale."Itu permintaannya yang terakhir, Ale. Lihatlah, ini ponsel
"Kak Aldi? Apa yang dia lakukan? Kenapa bisa lompat dari kamar, Kak Vella? Apa peduliku, itu bukan urusanku. Mending aku sambung tidur saja, aku sangat lelah untuk malam ini, huaamm …." ucap Gea.Gea menyambung tidurnya kembali. Ia harus sekolah besok pagi. Keesokan harinya, Gea sudah bangun sangat pagi dan membantu Si Mbok di dapur menyiapkan sarapan untuk semua orang.Ketika di meja makan, Gea masih asing dengan suasana itu, ia melihat Neneknya makan dengan sangat anggun. Kedua orang tuanya juga makan tanpa bicara sepatah apapun. Akan tetapi, Gea belum melihat Vella pagi itu."Mbak? Panggil Vella untuk sarapan," perintah Nenek."Baik, Nyonya besar." jawab Mbak Ning (Asisten pribadi Nenek).Tak lama setelah itu, Vella keluar dari kamarnya. Anehnya ia menggunakan syal pagi itu, bahkan cuaca pun juga tidaklah dingin. Gea sebenarnya sudah menduga jika Vella menutupi cupang di lehernya, sebab ia melihat Aldi melompat dari kamarnya semalam. Tida
Ale melanjutkan perjalananya. Sampailah mereka kesebuah rumah yang sangat indah nan asri. Rumah sederhana dengan di penuhi tanaman bunga yang cantik."Wah, Om … ini rumah siapa?" tanya Gea memandang keseluruhan tempat."Mulai saat ini kau harus memanggilku dengan namaku. Aku tidak suka dipanggil dengan sebutan itu, Ge," kesal Ale."Memangnya kenapa jika aku memanggilmu dengan sebutan, Om?" ledek Gea."Setiap kali kau memanggilku dengan sebutan itu. Hawanya … inginku mentransfer mulu ke rekeningmu!"Ale kembali menarik tangan Gea dan memasukkannya ke dalam kamar di rumah itu. Lagi-lagi Ale berbuat kasar kepada Gea. Entah kenapa Gea merasa jika ada yang aneh dengan Ale.Tak ada hal membahayakan lainnya yang dilakukan Ale. Dia hanya mengurung Gea di kamar tanpa melakukan apapun."Woy!"
"Aku iri denganmu, Mut," kata Bella mengemudi sedikit pelan."Iri kenapa?" tanya Mutiara."Kamu begitu menyayangi adikmu, begitu juga sebaliknya. Persaudaraan kalian juga begitu dekat. Aku, mana ada saudara, punya saudara satu aja di jauhkan dariku," ungkap Bella menatap Mutiara."Aku kan ada di sini sekarang. Jangan sedih lagi ya, masih ada kesempatan buat kita main, kok, hehehe …." Mutiara sangat berhati besar. Ia mampu menerima Bella sebagai saudaranya dengan mudah.Sesampainya di kampus, Mutiara sudah ditunggu oleh sahabatnya. Mereka seperti tak bisa dipisahkan. Jesica menyapanya dan melambaikan tangan juga kepada Bella."Pagi, sista ... tumben nggak bawa kendaraan sendiri, siapa dia?" sapa Jesica sekaligus bertanya.
Hal mengejutkan terjadi ketika mereka bertiga kembali ke rumah. Bendera kuning, tenda yang sudah berdiri dan tetangga rumah semua datang dengan baju hitam-hitam. Mutiara langsung melepas genggaman tangan Ale, begitu juga Ivan yang melepaskan rangkulannya."Papa!"Baik Mutiara maupun Ivan sudah tahu tentang keadaan Tuan Nathan akhir-akhir itu. Tuan Nathan sering merasakan sakit, merasa dingin dan juga wajahnya selalu terlihat pucat ketika mereka bersama. Mutiara dan Ivan langsung berlari masuk ke rumah.Benar saja, Tuan Nathan sudah terbaring kaku di selimuti kain jarik. Di sampingnya, Gea terlihat sedang menangis dan berusaha tenang atas kepergian Tuan Nathan. Penyakit Tuan Nathan kembali kambuh saat Ale mengajak anak-anak pergi jalan-jalan."Papa!""Papa
Malam bertabur bintang. Ale sedang mengajak Mutiara, sang putri berjalan-jalan mengitari kota hanya berdua saja. Dengan tenang, Gea dan Tuan Nathan mengizinkan anak dan Ayah itu menghabiskan waktu bersama."Jadi, pacar baruku … Malam ini kita mau makan apa?" canda Mutiara."Hello Tuan putri. Terserah Tuan putri mau makan apa malam ini. Semuanya, akan aku Ayah turuti apa maumu," jawab Ale."Ayah, bisakah kita terus menghabiskan waktu bersama?" tanya Mutiara."Tentu saja!""Lalu bagaimana dengan Bella? Bukankah dia juga anak Ayah selama ini?""Aku bertemu dengan Bella hanya setahun sekali. Lagi pula, dia sudah menemukan Ayahnya. Kenapa pula harus repot?"Sejak hari itu, pulang pergi ke kampus, Mutiara dan Ivan selalu bersama dengan Ale. Mereka juga menghabiskan waktu bertiga bak Ayah dengan sepasang anak
Dikarenakan mobil Ale sedang mogok, terpaksa Ale bersama dengan Gea dan Ivan pulang naik taksi. Ketika dalam perjalanan, sengaja Ivan duduk di depan, agar Gea dan Ale leluasa mengobrol.Tetap saja, Gea hanya diam saja, bahkan mengalihkan pandangannya dari Ale. Hal itu membuat Ivan sedih, karena terlihat sangat jelas jika Mamanya masih menyimpan rasa dendam terhadap Ayah dari kakaknya itu."Kita sudah sampai, biarkan barangnya aku yang bawa. Mama bisa mengajak Ayah Ale masuk lebih dulu." ujar Ivan turun lebih dulu.Awalnya, Ale sangat canggung jika harus mampir di rumah mantan istrinya. Terlebih, ia masih sangat mencintai mantan istrinya itu.Namun, demi bisa bertemu dengan Mutiara, ia harus menghilangkan rasa gengsi yang selalu tertanam dalam hatinya."Ini kesempatanku. Supaya aku bisa minta maaf kepada putriku, atas selama ini … aku tidak pernah menjenguknya." gumam
"Sakit? Tangan ini kan yang kau gunakan untuk menamparku?" tanya Mutiara dengan santai. Beberapa temannya mulai membantu lagi. Lelaki itu dilepas olehnya. Mutiara kembali menarik tangan teman dari lelaki itu sebagai jaminan supaya lelaki yang menamparnya mau meminta maaf kepadanya. "Apa kau tidak tau? Dia ini adalah Anggara, anak dari kepala yayasan kampus ini. Apakah kau ingin mencari ribut dengannya?" ucap salah satu temannya. "Aku nggak mau tau siapa dia. Jika dia anak kepala yayasan, lantas … aku harus gimana?" sahut Mutiara masih santai. Anggara membantu melepaskan temannya dari cengkraman Mutiara. Dengan sengaja Mutiara melepaskan dan membuat cowok mesum tadi tersungkur ke tanah. "Segini doang?" tanya Mutiara meremehkan mereka. "Otak kalian berdua kosong, gaya sok preman, berani sentuh sahabatku pula. Beruntung kalian nggak masuk rumah sakit hari ini. Ayo
"Selamat pagi Tante," sapa Jesica pagi itu."Eh, Jesi, ya? Pagi, sayang. Kuliah di sini juga?" tanya Gea dengan ramah."Iya, dong. Kan aku sama Muti udah klop banget, susah mau jauh, Tante!" seru Jesica memulai celoteh tak berfaedahnya.Jesica adalah sahabat satu-satunya Mutiara sejak duduk di bangku taman kanak-kanak. Di kampus, mereka juga akan menjadi teman seperjuangan lagi dalam menganyam pendidikan."Kamu datang sendirian?" lanjut Gea."Sama Mama tadi. Cuma, langsung ke butik," jawab Jesica. "Anaknya di tinggal saja, Tante. Akan aman bersamaku, percayalah!" imbuhnya dengan senyum konyolnya.Gea menatap putrinya. Ia tidak menyangka jika putrinya sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik
Pertemuan antara anak dan ayah ini juga sangat mengharukan. Dalam sekejap, Bella berubah menjadi gadis yang baik. Perihal racun itu, Tuan Nathan dan juga Gea sudah memaafkannya, Gea memberikan kesempatan Bella supaya bisa berubah."Kenapa kalian tidak marah kepadaku?" tanya Bella dengan wajah bersalah.Gea tersenyum, kemudian membelai rambutnya dengan lembut. Ia berkata, "Sudahlah, kamu membenci kami juga karena kamu berpikir kami akan memisahkanmu dari Papa Ale-mu, bukan?""Tenang saja, kakakku, dan kedua orang tuaku tidak mungkin menghancurkan kebahagiaanmu, Kak Bella," imbuh Ivan memberikan makanan baru yang ia bawa bersama dengan pelayan.Bella benar-benar merasa malu dengan Gea. Ia membenci Gea tanpa alasan yang belum tentu terjadi. Malam itu, Bella tak perlu ke hotel untuk istirahat. Aldi de
Sebelum Mutiara masuk ke mobil, ia menghampiri Rico dan meminta maaf jika dirinya selalu mengacuhkannya. Kejadian malam itu, membuat Mutiara sadar, jika dirinya memang jatuh cinta kepada pria yang beberapa minggu terakhir dekat dengan dirinya itu."Selamat tinggal, Rico. Jika aku ada salah, aku mohon maafkan kesalahanku, baik di sengaja atau tidak," ucap Mutiara tanpa menatap menatap mata Rico."Jangan pernah mengucapkan kata selamat tinggal jika di hati kita masih berharap pertemuan. Maafkan aku karena waktu itu aku sudah mengecewakanmu, Mutia. Aku benar-benar menyesal. Maafkan aku." Rico memberikan sesuatu di tangan Mutiara.Kali ini, tatapan Mutiara penuh dengan arti untuk Rico. Ia hanya berharap, jika rasa sukanya hanya sekadar angin lalu saja. Tapi masa-masa SMA tidak akan datang untuk yang kedua kalinya, masa-masa indah y
"Sial! Apa yang sudah aku lakukan?" umpat Rico menyalahkan dirinya sendir. "Sekarang, apa yang akan Mutia pikirkan tentangku? Kenapa aku sangat gegabah?"Rico terus menyalahkan dirinya sendiri. Sementara itu, Mutiara tengah kesulitan mengatur debaran jantung yang tak seperti biasanya. Jantungnya berdebar hebat, apalagi ketika Rico menyentuh kulit dada miliknya."Kenapa jantungku berdegup cepat begini?" gumamnya. "Sebenarnya … rasa apa yang kurasakan saat ini. Lalu, kenapa ketika Rico menciumku, aku hanya bisa diam dan tidak menolak?" ujarnya menyentuh tanda merah yang diukir oleh Rico."Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta? Apa aku jatuh cinta kepadanya? Tapi apa yang membuatku jatuh cinta dengannya?"Pertanyaan-pertanyaan kecil selalu muncul dalam pikirannya. Mutiara tak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini, yang ia rasakan hanyalah debaran jantung yang cepat dan juga rasa kegelisah