Gea merasa sangat terpukul, ia telah di buang orang tuanya, lalu rumahnya di jual oleh Kakak angkatnya. Lalu sekarang, ia harus bisa merelakan laki-laki yang dicintanya, pergi untuk selamanya. Padahal, ia baru saja merasakan keindahan kasmaran berdua.
----------------------------------
Hari itu juga, Gea meminta Vella untuk segera membawanya pulang. Ia ingin sekali pergi ke makam Pak Zaka. Begitu sangat merindukan sosok lelaki yang ia cintainya.
Sebenarnya, Gea belum diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Namun, ia ingin menghadiri dan mengantarkan Pak Zaka ke peristirahatan terakhirnya. Mau tidak mau, Vella mengabulkan permintaannya atas izin dokter tentunya.
Di sana sudah banyak kerabat Pak Zaka, para guru dan siswa-siswi. Melihat semuanya telah datang, Gea baru percaya jika Pak Zaka memang sudah pergi jauh dan tak akan kembali kepadanya.
Leni pun mendekat dan memeluk sahabatnya itu. Ia juga berbisik, "Ge, lu yang sabar, ya. Juga semua tahu lu sangat kehilangan. Apalagi.. lu dan Pak Zaka baru aja jadian."
Gea hanya diam saja, penglihatannya tak pernah berkedip menatap jenazah Pak Zaka yang akan di kebumikan. Pandangannya sayu, tubuhnya juga sangat lemas. Bahkan, air matanya juga sudah tak lagi bisa menetes.
"Ge, kita kembali ke rumah sakit, yuk." ajak Vella dengan lembut. "Biarkan Zaka pergi dengan tenang, aku juga ingin mengenalkan kamu kepada orang tuaku," imbuhnya.
"Iya, Kak." jawab Gea singkat.
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit juga terlihat Gea hanya terdiam dengan tatapan mantan uang kosong. Vella merasa ini tidak adil bagi Gea. Akan tetapi, mau bagaimana lagi? Semuanya sudah menjadi takdir Pak Zaka kembali kepada pelukan sang Kuasa secepat itu.
Manusia bisa saja berencana. Namun nasib dan takdir hanya Tuhan yang menentukan. Vella berencana untuk memberitahu hasil tes DNA yang ia ambil semalam.
Hasil tes itu menunjukkan jika Gea ini memang adik kandung dari Vella. Bayi yang ditemukan oleh sepasang pasangan orang tua itu, bukanlah bayi buangan. Namun, bayi yang hilang dari rumah sakit.
"Pa, Ma. Perkenalkan, dia adalah Gea. Gadis yang aku ceritakan tadi pagi kepada kalian," ucap Vella memperkenalkan Gea kepada orang tuannya.
"Hallo, Gea. Perkenalkan, nama saya juga Gea Gladys. Kita memiliki nama yang sama, ya. Tapi, panggilan Ma, eh saya Gege," ucap Gege, Mamanya Vella menahan air matanya agar tidak menetes.
Mama Gege sendiri juga sudah tahu jika Gea adalah putrinya yang hilang waktu masih bayi di rumah sakit. Gea hanya tersenyum menyambut kedua orang tua Vella. Ia juga membalas salam dengan santun kepada kedua orang tuanya.
Perlahan, Vella membawa Gea masuk ke ruangannya dan meminta kedua orang tuanya untuk pulang lebih dulu. Karena keadaan Gea saat ini sedang tidak bisa di temui.
Siang itu, Gea merasa bosan di dalam kamar sendirian, sedangkan Vella sedang keluar mencari makan. Karena merasa jenuh, Gea pun berniat untuk jalan-jalan di sekitar luar kamarnya.
Ketika di depan salah satu kamar rawat inap juga, ia mendengar suara orang mengerang kesakitan. Rasa penasaran Gea meningkat karena suara itu semakin keras. Gea pun memberanikan diri untuk masuk ke ruangan itu dan melihat siapa yang ada di dalamnya.
"Seharusnya, ada yang jaga. Kenapa sampai kesakitan seperti itu tidak ada keluarganya yang menjaganya?" gumamnya.
Akhirnya Gea tahu siapa yang mengerang kesakitan itu. Seorang lelaki bertubuh bidang dan tinggi yang terbaring di sana. Semakin mendekat, Gea merasakan jantungnya berdebar dan sejak di dada. Bahkan, terasa dirinya susah akan bernafas.
"Kenapa dadaku sesak sekali, jantungku terasa sangat sakit. Aku merasa sedang patah hati yang teramat dalam," gumamnya lagi.
"Siapa laki-laki ini? Dia sangat tampan, putih, tinggi, tapi terlihat sudah berumur 30-an, siapa dia? Mengapa aku merasa kasihan kepadanya?" imbuhnya.
Semakin penasaran saja, Gea mendekati pria itu. Saat tangannya tak sengaja bersentuhan dengan tanya pria itu, Gea sedikit terkejut.
"Tak seharusnya aku di sini, sebaiknya aku pergi!" serunya.
Saat Gea hendak pergi, pria itu memegangnya dengan sangat kencang. Tubuhnya mulai bergetar, seketika Gea pun hendak meminta tolong.
"Hah kenapa dia memegangku? Tolong suster.. Dokter, tolong siapa pun yang ada diluar. Tolong aku!" teriak Gea ketakutan.
Tidak lama setelah itu, keluarga dari pria itu datang bersama dengan Dokter dan beberapa perawat. Namun, tangan pria itu seperti enggan melepas tangan Gea. Pria itu seakan tak ingin Gea pergi dari sisinya.
"Mohon mbak keluar dulu, ya. Biarkan kamu yang menangani pasien," pinta salah satu dari perawat itu.
"Iya tapi ini tanganku tidak bisa di lepas, Sus. Cengkramannya terlalu erat, bahkan ia menyakiti pergelangan tanganku," jelas Gea menunjukkan tangannya.
"Dokter, jantung pasien normal. Semuanya juga normal, ini keajaiban, Dok. Tapi, mengapa sekujur tubuhnya berkeringat dingin?" tanya perawat lain.
"Ini mustahil. Sebelumnya, dia belum bisa apa-apa. Bahkan Jatung adiknya pun ditolak oleh tubuhnya. Siapa kamu sebenarnya, dan apa hubungan kamu dengan, Ale?" tanya dokter Bams, sahabat dari pasien pria yang bernama Ale itu.
"Saya nggak kenal dia, Dok. Beneran, saya nggak kenal, Tuan Ale ini," jawab Gea.
Dokter Bams meminta para perawat melepas alat-alat yang terpasang di badan Ale. Ketika Dokter akan keluar, orang tua dari Ale masuk dengan wajah yang panik.
"Tante," sapa Bams.
"Bams, bagaimana keadaan Ale? Apakah jantung adiknya menolak lagi?" tanya Mama Seri, ibu dari Ale dan Pak Zaka.
Ya!
Ale adalah kakak dari Pak Zaka, pacar Gea yang baru saja meninggal. Jantung yang ada di tubuh Ale adalah jantung dari Pak Zaka. Mungkin, itu sebabnya tangan Ale mendapat reaksi dari jantung Pak Zaka saat Gea berada di sampingnya.
"Syukurlah, Tante. Ale, keadaannya sekarang lumayan membaik dengan cepat berkat anak kecil ini, Tante!" tunjuk Bams.
"Kamu siapa? Apa kamu pacar Ale?Tapi, sepertinya, kamu masih kecil. Siapa kamu?" tanya Mama Seri.
"Gea, kenapa kamu di sini? Kamu kan masih sakit. Kok lenganmu bisa berdarah, sih? Bagaimana bisa?" tanya Vella panik.
"Loh Nak Vella? Kamu di sini juga? Lalu, kamu juga kenal dengan anak ini?" tanya Mama Seri.
"Maaf Tante, dia adik saya. Namanya Gea. Ge, tanganmu berdarah, loh. Lukamu pasti terbuka lagi," Vella sangat khawatir kepada Gea.
"Tuan yang berbaring ini mencengkram tanganku dengan erat. Ketika aku ingin melepasnya, malah semakin erat. Aku berusaha terus, Kak. Sampai lukaku terbuka kembali," jelas Gea.
"Kamu terluka di lengan, Nak?" tanya Seri kepada Gea ikut panik. "Vella, dia...?" tanya Mama Seri curiga jika Gea adalah adik Vella yang hilang.
Gea mengangguk seraya mengedipkan matanya. Sepertinya, Vella juga sempat menceritakan siapa Gea bagi Pak Zaka di masa hidupnya. Vella menceritakan siapa Gea sebelum operasi Ale berlangsung.
Vella juga mengatakan, bahwa Gea lah yang membuat kepribadian Zaka menjadi lebih periang dan ceria dari sebelumnya.
Setelah mengetahui siapa Gea yang sebenarnya, Mama Seri memepersilahkan Gea untuk tetap di ruangan itu. Seri merasa, mungkin karena jantung Zaka-lah yang membuat Ale menggenggam erat tangan Gea. Karena bagaimanapun juga, yang ada pada tubuh Ale, milik Zaka.
"Kamu duduk saja di sini, biarkan Ale memegang tanganmu sebentar, lukamu biarkan perawat yang mengurusnya," pinta Mama Sari.
"Siapa nama Taun ini, Nyonya?" tanya Gea.
"Panggil saja Tante, sama seperti kakakmu memanggil tante. Namanya Ale, kenapa?" jawab Mama Seri.
"Tuan Ale, aku mohon lepaskan tanganku. Aku kesakitan karena lukaku terbuka lagi. Bolehkan, kamu melepaskan aku sebentar saja?" bisik Gea.
Keajaiban, Ale melepas genggamannya. Secepatnya Gea berlari dengan menahan rasa sakit karena lukanya terbuka. Ia heran, kenapa pria itu memegang erat tangannya. Vella menyusulnya ke kamar, ia menceritakan tentang siapa pria itu. Namun, Vella tak sampai hati,
"Ge, kamu duduk dulu, ya. Aku akan panggil suster untuk membalut lukamu," ucap Vella.
Rupanya, di dalam sudah ada Mama Gege dan Pak Yoga. Mereka sudah menunggu Gea beberapa waktu yang lalu. Vella menyuruh Mama Gege untuk merawat Gea sebentar sampai dirinya kembali bersama suster.
"Tante, dan Om di sini juga? Ada hal apa? Oh, kan calon menantu kalian ada di samping, kenapa aku masih bertanya, ya. Maaf ya, Om, Tante ...." celetuk Gea sembari mengetuk kepalanya sendiri.
"Sus, tolong perban ulang lengan dik saya, ya. Kemungkinan, lukanya terbuka lagi, deh!" punya Vella.
Gea terkejut dengan sebutan 'adik' dari Vella. "Kak Vella panggil aku, adik?" tanya Gea.
Vella menatap kedua orang tuanya. Mereka mengangguk pelan. Lalu, Vella mengatakan jika dirinya memang kakaknya, dan kedua orang tuanya juga orang tua Gea.
"Kak … Kak Vella memang menganggapku sebagai adik. Ok, masih bisa diterima. Tapi, mereka ini orang tua kakak, bukan orang tuaku. Kakak jangan berlebihan, deb. Aku kan jadi nggak enak hati," ujar Gea.
"Kamu memang adik kandungku, mereka orang tua kandungmu. Coba baca hasil tes DNA ini. Semua sudah terbukti dengan jelas kalau kamu adikku yang hilang di rumah sakit, Gea!" seru Vella sembari memberikan kertas hasil tes itu.
"Ge, selama ini kami telah mencarimu kemana-mana. Mama, Papa dan aku menghabiskan separuh waktu kami untuk mencarimu," imbuhnya.
Gea menatap Mama Gege dan Yoga. Mereka meneteskan butiran air matanya. Nampak sekali dari raut wajah mereka, jika memang mereka kehilangan Gea, bukan sengaja membuang.
Tak mempu lagi menahan air matanya lagi. Gea masih tidak percaya jika dirinya bisa bertemu dengan keluarga kandungnya yang telah ia cari juga selama ini. Mereka semua berpelukan melepas rindu yang selama ini mereka pendam.
Disisi lain, ada Nenek mereka, ibu dari Yoga yang akan sulit menerima kehadiran Gea. Pada kenyataannya, sejak awal yang tidak pernah menginginkan Gea, adalah Neneknya. Ia menginginkan cucu laki-laki, maka dari itu Gea di buang oleh Neneknya sendiri di samping tempat sampah. Lalu, ada seorang wanita gila yang membawa bayi Gea dan menaruhnya di depan toko.
"Percayalah, kita tidak pernah membuangmu, Nak. Kamu hilang, saat Mama kembali dari rumah sakit ... kami sudah tidak ada lagi di box," ucap Mama Gege.
"Papa juga sudah mencari kesana-kemari. Tapi, hasilnya nihil, Nak.. Maafkan Papa, ya ...." imbuh Yoga.
"Besok Gea sudah pulang. Sebaiknya, Papa dan Mama bujuk Nenek. Jangan biarkan Nenek tidak menyetujui kembalinya Gea," ucap Vella kepada orang tuanya.
"Iya, Papa janji akan membuat Nenekmu menerima Gea," janji Yoga.
"Kami pulang dulu, ya. Sampai bertemu lagi besok, Gea ...." pamit Mama Gege.
Gea masih belum mengerti mengapa mereka harus menyakinkan Neneknya. Dengan sabar Vella menceritakan sifat Neneknya itu kepada Gea. Sisi baik dan buruk semua Vella ungkap, agar Gea tidak kaget saat bertemu dengan Neneknya.
------------------
Malamnya, Gea teringat akan pria yang berada di sebelah kamarnya. Ia masih bingung kenapa dirinya bisa di genggam erat oleh pria itu. Lalu, kenapa juga pria itu melepaskan dengan mudah ketika ia memintanya.
"Pak Zaka ... aku sangat merindukanmu." hembus Gea mulai memejamkan matanya.
Sinar mentari pagi sudah menyambut Gea dengan hangat. Vella juga sudah mengurus semua barang-barang milik Gea. Terlihat seorang pria lagi di samping Vella yang membuat Gea harus bertanya.
"Kak, dia siapa?" tanya Gea.
"Oh, dia ... pa-pacar aku, Ge," jawab Vella gugup.
"Tapi, bagaimana dengan pria yang ada di sebelah, jika dia ini pacaran kakak?" tanya Gea sedikit terkejut.
Tiba-tiba, Vella menangis tersendu-sendu. Entah apa alasannya, tapi melihat kakaknya menangis, Gea menjadi merasa bersalah. Dan mungkin tak seharusnya, Gea menanyakan urusan pribadi kakaknya.
"Kak, aku minta maaf jika pertanyaanku menyinggung perasaan, Kak Vella," sesal Gea.
"Kenapa kamu minta maaf? Kamu nggak salah, kok. Kami sudah pacaran sejak kuliah. Perjodohan dengan Ale hanya perjodohan keluarga saja, dan aku ingin lepas dari perjodohan itu." jelas Vella.
Gea terdiam. Memang tak seharusnya ia ikut campur masalah Vella. Karena pria yang katanya pacaran Vella ini mengatakan sudah mengurus administrasi, jadi Gea sudah bisa pulang saat itu juga.
"Aku udah urus semua administrasinya. Sekarang, Gea sudah bisa dibawa pulang." ujar pria itu.
Namanya, Aldi. Teman kuliah Vella sekaligus pacarnya. Vella pun memapah Gea secara perlahan keluar. Sementara, semua barang Gea dibawa oleh Aldi. Sampai di depan kamar Ale, Gea berhenti sejenak. Ia masih penasaran dengan siapa Ale itu. Mengapa Ale menggenggam tangannya.
"Ada apa, Ge? Ada yang ketinggalan?" tanya Vella.
"Kak, aku boleh lihat pria itu lagi, nggak? Dia kakaknya, Pak Zaka, 'kan? Aku masih penasarannya dengan dia, Kak. Sebentar saja," pinta Gea.
"Emm … sebentar saja, ya. Takutnya, keluarga Kak Ale datang dan tahu Kak Aldi ada di sini," ucap Vella.
Gea mengangguk dan segera masuk ke kamar Ale. Ia masih penasaran, kenapa. perasaannya begitu sakit melihat Ale terbaring seperti itu. Karena, sampai sekarang, Gea belum tahu jika Pak Zaka mendonorkan jantungnya untuk Ale, kakaknya.
"Ge, Gea. Tolong, Ge. Jangan pergi, Ge ... jangan pergi ...." gumamnya.
" .... "
"Heh, kok Kakaknya Pak Zaka tau namaku, sih?"
Terlihat tangan Ale bergerak, dan matanya terbuka. Ale langsung melihat ke kanan kiri. Melihat ruangan itu, ia merasa sudah tidak asing lagi barunya. Ia pun melihat Gea ada si sisinya. Ale terkejut, melihat wanita yang ada dalam mimpinya sudah ada di sampingnya.
"Siapa kamu?" tanya Ale.
"Aku Gea, Om," jawab Gea.
"Gea siapa? Kenapa wajahmu sama dengan wajah wanita yang ada di mimpiku?" tanya Ale lagi.
"Kak Ale, memimpikan aku?"
"Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu datang dalam mimpiku!" teriak Ale.
"Hey, Om tuh lagi sakit. Kenapa harus ngotot sih ngomongnya? Maaf ya, Om … tapi aku benar-benar tidak mengenal siapa Om ini, permisi!" ketua Gea pergi meninggalkan Ale.
"Dasar bocah!" teriak Ale.
"Bodo amat!" Gea pun tak mau kalah.
Gea bergumam dalam langkahnya, Vella pun bertanya kenapa ia membuat Ale marah, dan satu jawaban yang Gea berikan. "Bodo amat!" Melihat adiknya sedang matahari membuat Vella hanya tersenyum, karena baginya, itu sangat lucu.
Sesampainya di rumah, Vella segera membantu Gea membawa barang-barangnya. Sementara Aldi sudah turun lebih dulu di jalan, karena hubungan antara Aldi dan Nenek Vella sedang tidak baik-baik saja.Nampak di depan rumah sudah ada beberapa orang di sana. Yang Gea kenali hanyalah orang tuannya. Di sampingnya ada seorang wanita yang sudah terlihat sepuh, tapi masih terlihat sangat besar.Perawakannya juga terlihat menakutkan, seperti orang yang galak. Namun, beliau sangat anggun di balut kebaya jawa. Lalu, beberapa orang di belakangnya mungkin asisten rumah tangga, supir dan tukang kebun, nampak sekali dari penampilan mereka."Gea sayang, sini Mama bantu bawa barang-barang kamu, ya …." terlihat Mama Gege sangat senang akan kehadiran Gea."Aku sudah baik-baik saja kok, Tante," tolak Gea dengan senyuman."Lho, kok, masih tante saja, sih manggilnya. Panggil Mama, dong. Kami ini kan keluarga kandung kamu, Ge …." ucap Papa Gea dengan ramah.Gea m
Malam itu pertama kalinya bagi Gea tidur di kasur yang sangat empuk dan nyaman. Ruangan ber-AC dan sangatlah nyaman dari kamar sebelumnya. Ia terus menatap ke seluruh ruangan. Setiap sudut ia pandangi dengan jelas. Begitu indah dan cantik kamar miliknya.Di sisi lain, Ale juga masih terus kepikiran dengan Gea. Ia selalu memikirkan Gea setelah acara usai, namanya mungkin masih asing baginya. Namun, tidak dengan jantungnya yang terus berdebat dj kala ia memikirkan Gea.Tok ... tok ... tok....Suara pintu diketuk, ialah Mama Ale yang mengetuk. Ia hendak menanyakan bagaimana kondisi Ale yang sekarang setelah melakukan operasi jantung."Bagaimana jantung kamu?""Kenapa harus Zaka, sih, Ma? Ak memang tidak menyukai keberadaannya. Tapi, aku juga tidak tega jika jantungnya di donorin untukku!" desis Ale."Itu permintaannya yang terakhir, Ale. Lihatlah, ini ponsel
"Kak Aldi? Apa yang dia lakukan? Kenapa bisa lompat dari kamar, Kak Vella? Apa peduliku, itu bukan urusanku. Mending aku sambung tidur saja, aku sangat lelah untuk malam ini, huaamm …." ucap Gea.Gea menyambung tidurnya kembali. Ia harus sekolah besok pagi. Keesokan harinya, Gea sudah bangun sangat pagi dan membantu Si Mbok di dapur menyiapkan sarapan untuk semua orang.Ketika di meja makan, Gea masih asing dengan suasana itu, ia melihat Neneknya makan dengan sangat anggun. Kedua orang tuanya juga makan tanpa bicara sepatah apapun. Akan tetapi, Gea belum melihat Vella pagi itu."Mbak? Panggil Vella untuk sarapan," perintah Nenek."Baik, Nyonya besar." jawab Mbak Ning (Asisten pribadi Nenek).Tak lama setelah itu, Vella keluar dari kamarnya. Anehnya ia menggunakan syal pagi itu, bahkan cuaca pun juga tidaklah dingin. Gea sebenarnya sudah menduga jika Vella menutupi cupang di lehernya, sebab ia melihat Aldi melompat dari kamarnya semalam. Tida
Ale melanjutkan perjalananya. Sampailah mereka kesebuah rumah yang sangat indah nan asri. Rumah sederhana dengan di penuhi tanaman bunga yang cantik."Wah, Om … ini rumah siapa?" tanya Gea memandang keseluruhan tempat."Mulai saat ini kau harus memanggilku dengan namaku. Aku tidak suka dipanggil dengan sebutan itu, Ge," kesal Ale."Memangnya kenapa jika aku memanggilmu dengan sebutan, Om?" ledek Gea."Setiap kali kau memanggilku dengan sebutan itu. Hawanya … inginku mentransfer mulu ke rekeningmu!"Ale kembali menarik tangan Gea dan memasukkannya ke dalam kamar di rumah itu. Lagi-lagi Ale berbuat kasar kepada Gea. Entah kenapa Gea merasa jika ada yang aneh dengan Ale.Tak ada hal membahayakan lainnya yang dilakukan Ale. Dia hanya mengurung Gea di kamar tanpa melakukan apapun."Woy!"
Vella menolak mengugurkan bayinya. Menurutnya, itu adalah lambang cinta dengan Aldi, lelaki yang sangat ia cintai."Kamu nggak mau? Kalau begitu kamu pergi dari sini!" usir Nenek."Ibu, ibu kenapa jadi begini, sih?" Rendra ingin menengahi permasalahan itu. "Saat ini, Vella itu butuh dukungan dari kita, bukan malah kita menambah beban hidupnya lagi dengan mengusirnya dari rumah, Bu ...." imbuhnya.Nenek menepis tangan Rendra."Apa? Dukungan? Rendra! Anakmu ini hamil sebelum menikah! Malah suruh mendukung, kamu sudah gila?" sulut Nenek."Vella tetap harus di rumah ini!" hardik Rendra."Vella ... masuk ke kamar! Kita akan bicarakan ini nanti," lanjutnya."Rendra!" bentak Nenek."Aku berusaha menjadi ayah yang bijak, Buk. Aku lelah sekali hari ini, jadi biarkan aku istirahat dulu dan kita bicarakan hal ini esok hari," jelas Rendra.Rendra pergi dari ruangan itu dan menyendir
"Kak Ale ….""Jangan seperti ini, dong? Aku kan jadi takut," lirih Gea.Alih-alih memelas, Gea malah membuat Ale semakin bergairah. Tubuh Ale seperti bergetar melihat posisi menggairahkan tubuh Gea. Seperti kucing yang menggeliat ingin di elus-elus."Kamu yang harus menanggung, siapa suruh kamu mancing-mancing nafsuku," goda Ale."Aku nggak mau, Kak!" Gea mendorong tubuh Ale dengan sekuat tenaga."Aku ini masih sekolah tau. Lepasin aku, Kak …." suara Gea semakin mengecil dan akhirnya hanya memejamkan matanya.Tangannya tidak memberontak lagi. Ale pun mencium pipi Gea dengan lembut. Gea menangis lirih, air matanya mulai mengalir membasahi pipinya. Ale yang menyadari gadis kecilnya menangis, langsung melepas tangannya dan meminta maaf. Ia tak menyangka jika candaannya membuat Gea ketakutan."Hey,
Bruak!Pintu di tutup oleh Ale sangat keras. Ia sangat marah karena Gea tidak mau menurut dengannya. Ale hanya ingin, Gea mau bersamanya sementara waktu. Agar ia bisa dengan mudah menjaga Gea sesuai dengan wasiat Zaka."Sakit, Kak!" rintih Gea. "Bisa nggak, sih, Kak Ale itu lebih lembut memperlakukanku?" Kesal Gea."Lebih lembut? Memangnya yang lebih lembut itu yang bagaimana?" goda Ale. Ale sangat suka menggoda Gea, karena Gea selalu terlihat lucu ketika dirinya menggodanya."Ya, jangan ... em jangan tarik-tarik gitu, dorong-dorong itu juga janganlah!" ucap Gea merasa gugup, karena Ale mulai mendekatinya lagi."Kak, jangan kayak gini, dong …," Gea mulai takut, saat Ale menyentuh bahunya.Bukan hanya di bahu, Ale juga menyentuh pinggang Gea dengan lembut. Tentu saja membuat Gea menggeliat, namun Ale malah men
Cahaya mentari pagi menerobos masuk melalui celah ventilasi dan menembus gorden tipis kamar pribadi di hotel milik Ale. Saat ini, posisi tidur Gea berada di zona bahaya, tangannya masuk kedalam celana Ale saat itu.Jarum jam terus saja berputar, Ale sudah tak tahan lagi dengan posisi alat tempurnya yang tegak, siap siaga akan kerang masuk ke dalam lubang. Sudah beberapa kali juga ia membangunkan Gea, tetapi tetap saja gadis kecilnya tidak bangun juga. Tangannya terus saja memegangi adik kecil milik Ale sembari di cubit-cubit di bagian kepalanya."Astaga, semakin mengeras. Kenapa juga bisa begitu, sih? Sadar diri kalau nih anak masih bocil!" kesal Ale dalam hati.Kembali Ale terus berusaha membangunkan Gea. Namun, Gea masih saja enggan untuk bangun. Bahkan seorang malah menggesek-gesekkan pipinya di lengan Ale. Perlahan, Gea membuka matanya, melihat sekeliling kamar yang indah, rapi nan bersih.
"Aku iri denganmu, Mut," kata Bella mengemudi sedikit pelan."Iri kenapa?" tanya Mutiara."Kamu begitu menyayangi adikmu, begitu juga sebaliknya. Persaudaraan kalian juga begitu dekat. Aku, mana ada saudara, punya saudara satu aja di jauhkan dariku," ungkap Bella menatap Mutiara."Aku kan ada di sini sekarang. Jangan sedih lagi ya, masih ada kesempatan buat kita main, kok, hehehe …." Mutiara sangat berhati besar. Ia mampu menerima Bella sebagai saudaranya dengan mudah.Sesampainya di kampus, Mutiara sudah ditunggu oleh sahabatnya. Mereka seperti tak bisa dipisahkan. Jesica menyapanya dan melambaikan tangan juga kepada Bella."Pagi, sista ... tumben nggak bawa kendaraan sendiri, siapa dia?" sapa Jesica sekaligus bertanya.
Hal mengejutkan terjadi ketika mereka bertiga kembali ke rumah. Bendera kuning, tenda yang sudah berdiri dan tetangga rumah semua datang dengan baju hitam-hitam. Mutiara langsung melepas genggaman tangan Ale, begitu juga Ivan yang melepaskan rangkulannya."Papa!"Baik Mutiara maupun Ivan sudah tahu tentang keadaan Tuan Nathan akhir-akhir itu. Tuan Nathan sering merasakan sakit, merasa dingin dan juga wajahnya selalu terlihat pucat ketika mereka bersama. Mutiara dan Ivan langsung berlari masuk ke rumah.Benar saja, Tuan Nathan sudah terbaring kaku di selimuti kain jarik. Di sampingnya, Gea terlihat sedang menangis dan berusaha tenang atas kepergian Tuan Nathan. Penyakit Tuan Nathan kembali kambuh saat Ale mengajak anak-anak pergi jalan-jalan."Papa!""Papa
Malam bertabur bintang. Ale sedang mengajak Mutiara, sang putri berjalan-jalan mengitari kota hanya berdua saja. Dengan tenang, Gea dan Tuan Nathan mengizinkan anak dan Ayah itu menghabiskan waktu bersama."Jadi, pacar baruku … Malam ini kita mau makan apa?" canda Mutiara."Hello Tuan putri. Terserah Tuan putri mau makan apa malam ini. Semuanya, akan aku Ayah turuti apa maumu," jawab Ale."Ayah, bisakah kita terus menghabiskan waktu bersama?" tanya Mutiara."Tentu saja!""Lalu bagaimana dengan Bella? Bukankah dia juga anak Ayah selama ini?""Aku bertemu dengan Bella hanya setahun sekali. Lagi pula, dia sudah menemukan Ayahnya. Kenapa pula harus repot?"Sejak hari itu, pulang pergi ke kampus, Mutiara dan Ivan selalu bersama dengan Ale. Mereka juga menghabiskan waktu bertiga bak Ayah dengan sepasang anak
Dikarenakan mobil Ale sedang mogok, terpaksa Ale bersama dengan Gea dan Ivan pulang naik taksi. Ketika dalam perjalanan, sengaja Ivan duduk di depan, agar Gea dan Ale leluasa mengobrol.Tetap saja, Gea hanya diam saja, bahkan mengalihkan pandangannya dari Ale. Hal itu membuat Ivan sedih, karena terlihat sangat jelas jika Mamanya masih menyimpan rasa dendam terhadap Ayah dari kakaknya itu."Kita sudah sampai, biarkan barangnya aku yang bawa. Mama bisa mengajak Ayah Ale masuk lebih dulu." ujar Ivan turun lebih dulu.Awalnya, Ale sangat canggung jika harus mampir di rumah mantan istrinya. Terlebih, ia masih sangat mencintai mantan istrinya itu.Namun, demi bisa bertemu dengan Mutiara, ia harus menghilangkan rasa gengsi yang selalu tertanam dalam hatinya."Ini kesempatanku. Supaya aku bisa minta maaf kepada putriku, atas selama ini … aku tidak pernah menjenguknya." gumam
"Sakit? Tangan ini kan yang kau gunakan untuk menamparku?" tanya Mutiara dengan santai. Beberapa temannya mulai membantu lagi. Lelaki itu dilepas olehnya. Mutiara kembali menarik tangan teman dari lelaki itu sebagai jaminan supaya lelaki yang menamparnya mau meminta maaf kepadanya. "Apa kau tidak tau? Dia ini adalah Anggara, anak dari kepala yayasan kampus ini. Apakah kau ingin mencari ribut dengannya?" ucap salah satu temannya. "Aku nggak mau tau siapa dia. Jika dia anak kepala yayasan, lantas … aku harus gimana?" sahut Mutiara masih santai. Anggara membantu melepaskan temannya dari cengkraman Mutiara. Dengan sengaja Mutiara melepaskan dan membuat cowok mesum tadi tersungkur ke tanah. "Segini doang?" tanya Mutiara meremehkan mereka. "Otak kalian berdua kosong, gaya sok preman, berani sentuh sahabatku pula. Beruntung kalian nggak masuk rumah sakit hari ini. Ayo
"Selamat pagi Tante," sapa Jesica pagi itu."Eh, Jesi, ya? Pagi, sayang. Kuliah di sini juga?" tanya Gea dengan ramah."Iya, dong. Kan aku sama Muti udah klop banget, susah mau jauh, Tante!" seru Jesica memulai celoteh tak berfaedahnya.Jesica adalah sahabat satu-satunya Mutiara sejak duduk di bangku taman kanak-kanak. Di kampus, mereka juga akan menjadi teman seperjuangan lagi dalam menganyam pendidikan."Kamu datang sendirian?" lanjut Gea."Sama Mama tadi. Cuma, langsung ke butik," jawab Jesica. "Anaknya di tinggal saja, Tante. Akan aman bersamaku, percayalah!" imbuhnya dengan senyum konyolnya.Gea menatap putrinya. Ia tidak menyangka jika putrinya sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik
Pertemuan antara anak dan ayah ini juga sangat mengharukan. Dalam sekejap, Bella berubah menjadi gadis yang baik. Perihal racun itu, Tuan Nathan dan juga Gea sudah memaafkannya, Gea memberikan kesempatan Bella supaya bisa berubah."Kenapa kalian tidak marah kepadaku?" tanya Bella dengan wajah bersalah.Gea tersenyum, kemudian membelai rambutnya dengan lembut. Ia berkata, "Sudahlah, kamu membenci kami juga karena kamu berpikir kami akan memisahkanmu dari Papa Ale-mu, bukan?""Tenang saja, kakakku, dan kedua orang tuaku tidak mungkin menghancurkan kebahagiaanmu, Kak Bella," imbuh Ivan memberikan makanan baru yang ia bawa bersama dengan pelayan.Bella benar-benar merasa malu dengan Gea. Ia membenci Gea tanpa alasan yang belum tentu terjadi. Malam itu, Bella tak perlu ke hotel untuk istirahat. Aldi de
Sebelum Mutiara masuk ke mobil, ia menghampiri Rico dan meminta maaf jika dirinya selalu mengacuhkannya. Kejadian malam itu, membuat Mutiara sadar, jika dirinya memang jatuh cinta kepada pria yang beberapa minggu terakhir dekat dengan dirinya itu."Selamat tinggal, Rico. Jika aku ada salah, aku mohon maafkan kesalahanku, baik di sengaja atau tidak," ucap Mutiara tanpa menatap menatap mata Rico."Jangan pernah mengucapkan kata selamat tinggal jika di hati kita masih berharap pertemuan. Maafkan aku karena waktu itu aku sudah mengecewakanmu, Mutia. Aku benar-benar menyesal. Maafkan aku." Rico memberikan sesuatu di tangan Mutiara.Kali ini, tatapan Mutiara penuh dengan arti untuk Rico. Ia hanya berharap, jika rasa sukanya hanya sekadar angin lalu saja. Tapi masa-masa SMA tidak akan datang untuk yang kedua kalinya, masa-masa indah y
"Sial! Apa yang sudah aku lakukan?" umpat Rico menyalahkan dirinya sendir. "Sekarang, apa yang akan Mutia pikirkan tentangku? Kenapa aku sangat gegabah?"Rico terus menyalahkan dirinya sendiri. Sementara itu, Mutiara tengah kesulitan mengatur debaran jantung yang tak seperti biasanya. Jantungnya berdebar hebat, apalagi ketika Rico menyentuh kulit dada miliknya."Kenapa jantungku berdegup cepat begini?" gumamnya. "Sebenarnya … rasa apa yang kurasakan saat ini. Lalu, kenapa ketika Rico menciumku, aku hanya bisa diam dan tidak menolak?" ujarnya menyentuh tanda merah yang diukir oleh Rico."Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta? Apa aku jatuh cinta kepadanya? Tapi apa yang membuatku jatuh cinta dengannya?"Pertanyaan-pertanyaan kecil selalu muncul dalam pikirannya. Mutiara tak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini, yang ia rasakan hanyalah debaran jantung yang cepat dan juga rasa kegelisah