Mereka sama-sama terdiam. Tangan Falisha masih berada di tangan Fattan. Namun, beberapa saat kemudian Falisha menjauhkan tangannya. 1“Ma—maaf,” ucap Falisha gugup.Tak ada reaksi dari pria itu. Entah kenapa sikap Fattan berubah sangat drastis. Dulu dia mengenalnya sangat ramah dan mudah tersenyum tapi sekarang wajahnya begitu suram dan dingin.Tak lama kemudian orang yang sudah ditunggu pun datang. Setelah selesai bicara dengan koleganya pria paru baya itu pun menghampiri mereka.“Oh ini calon istrimu?” tanya Hendra sedikit memicingkan matanya kearah Falisha.“Malam Om Hendra,” sahut Falisha tersenyum ramah.“Sepertinya Papi pernah melihat kamu, apakah kamu juga seorang pengusaha atau kuliah atau bekerja sebagai karyawan biasa?” tanya Hendra bersikap angkuh. “Kalau dilihat tampangnya seperti pengacara?” ledek Nadia ikut bersuara. “Sungguh kamu seorang pengacara?” Kini Sinta ikut memastikan.Hendra tersenyum tipis seakan ikut mengejeknya. Namun, Falisha tetap bersikap tenang di ha
Falisha diam tak bersuara lagi sampai Fattan mengantarnya pulang. Wanita cantik itu langsung turun dari mobil dan membanting keras pintu mobil itu sehingga menimbulkan suara nyaring. Fattan tahu jika wanita cantik itu sedang marah dengannya karena berani menyentuh tanpa seizinnya . Pria itu menatap dingin tapi setelah itu terbit sebuah senyuman kecil setelah Falisha masuk ke dalam kost.“Apa yang aku lakukan? Mencium bibir Falisha?” ucapnya masih tak percaya dia bisa melakukan hal itu.Falisha masuk dan membanting pintu kamar kost nya dan langsung menuju tempat tidur. Sesaat dia marah karena perbuatan Fattan tapi kenapa dia juga tak mengelak akan sentuhan singkat itu. Apalagi dia harus menyiapkan mental besok pagi karena harinya akan dimulai.“Mbak, besok aku akan menikah dengan suamimu? Tolong restui, aku Mbak? Aku akan mengembalikan nama baik Mbak Farah dari keluarga Widatama yang selalu merendahkan Mbak Farah dan anak itu, bagaimana dengan dia? Apakah pernikahan mendadak dan ters
Dengan susah payah Fattan menjelaskan dan berusaha untuk Falisha tenang, meskipun dia tahu sangat susah mengendalikan wanita itu jika marah. Apalagi saat itu Falisha ingin sekali pergi ke rumah sakit tapi tetap dihalangi oleh Fattan. Falisha tidak bisa tidur kembali padahal waktu sudah menunjukkan pukul dua malam. Setiap setengah jam wanita cantik itu menghubungi Fattan yang ternyata terjaga dalam tidur. Ya sebagai konsekuensinya Falisha menyuruh Fattan untuk tinggal di rumah sakit menjaga Fahri agar Falisha sedikit tenang kalau ada yang menjaganya.“Sangat menyebalkan, gara-gara masalah ini aku tidak bisa tidur padahal besok aku harus ...Ucapannya menggantung karena untuk sekian kalinya Falisha kembali menghubungi pria tampan itu. Kesal dan marah tapi mau tak mau dia harus meladeni Falisha dan mengangkat telepon itu. “Ada apa lagi? Bukannya baru setengah jam yang lalu kamu menghubungi aku, atau aku semakin curiga kalau kamu bukan mencari Fahri tapi ....“Mas, bagaimana keadaan Fa
Fattan membanting ponsel milik Yudi hingga retak membuat Yudi bingung dan juga marah dengan sikap Fattan yang berlebihan.“Apa-apaan kamu Fattan? Kenapa ponselku yang menjadi sasaran?” decak kesal Yudi menatap Fattan. “Karena kamu berisik, mengganggu orang tidur aku dan Fahri!” tegasnya. “Oh ya, baiklah aku akan menghubunginya di luar saja, kamu nggak akan terganggu. Ternyata dia juga belum tidur dan sangat asyik bicara dengannya. Sepertinya aku sangat berjodoh dengan Falisha, iya kan?” Yudi mengeluarkan ponsel yang lain dan ingin menghubungi kembali Fattan. Namun, pria tampan itu tidak tinggal diam. Dia ingin merebut ponsel Yudi dari genggamannya sehingga terjadi perkelahian yang aneh karena saling memeluk. “Cepat bawa sini ponselnya!” bentak Fattan masih berusaha merebut ponsel itu dari tangan Yudi.“Kamu sangat keterlaluan, kamu sudah melanggar privasi orang lain, terserah aku dong mau bicara dengan siapa, lagian Falisha bukan pacar atau pun istrimu, kan?” “Jangan banyak tany
“Nona sangat cantik sekali, padahal hanya sedikit saja polesan sudah terlihat cetar, tidak salah kalau Tuan Fattan memilih Nona menjadi pendampingnya. Saya doakan kalian langgeng sampai maut memisahkan kalian berdua,” ucap Jenny perias MUA yang disewa oleh keluarga pria.Falisha hanya tersenyum mendengarkan ocehan perias itu. Meskipun di dalam hatinya begitu gugup dan gelisah, padahal pernikahan ini bukan yang pertama kali untuknya tapi tetap saja pernikahan ini membuatnya takut. “Mbak, sebentar lagi aku akan menjadi bagian keluarga Widatama meskipun dulu pernah tapi hanya pernikahan siri sekarang aku akan menikah lagi dengan Mas Fattan, tolong restuin aku Mbak,” ucapnya dalam hati sambil mengatur napasnya. “Jangan gugup begitu, rileks saja,” ucap perias itu lagi yang kembali memperhatikan riasan wajah Falisha untuk terakhir kalinya. “Iya Mbak, saya nggak apa-apa kok,” sahut Falisha berusaha tersenyum renyah. “Tuan Fattan sangat tahu selera Nona, buktinya Nona tidak protes dengan
Falisha merasakan kehadiran Farah saat cincin itu disematkan di jari manisnya. Cantik dan elegan lagi-lagi kata itu yang mengusik hatinya. Dari mana pria itu tahu semuanya sedangkan sudah enam tahun berlalu, bahkan saat bersamanya pun saat masih menjadi istri siri, mereka tidak begitu dekat karena mereka sama-sama menghindar akan sebuah perasaan. Semua keluarga menyalaminya dan di sambut antusias oleh Falisha. Untuk pertama kalinya Falisha melihat wanita paru baya itu tersenyum teduh. Entah kenapa hatinya begitu hangat saat melihat tersenyum. “Senyumnya sangat indah, Sayang, berbahagialah selalu. Apa pun masalahnya tetaplah tersenyum,” ucap wanita paru baya itu setelah Falisha mencium punggung tangan wanita itu. “Terima kasih Tante, tapi ...“Nama saya Sarah, kakak kandung Hendra papa mertua kamu. Saya baru saja datang dari luar negeri, tapi kamu jangan khawatir saya akan lama tinggal di sini,” sahutnya kembali tersenyum.“Oh begitu, makasih ya Tante sudah datang,” ucapnya sediki
“Selamat pagi?” sapa Falisha saat berada di dapur. “Nyonya Falisha? Kenapa Anda kemari? Jika perlu sesuatu tinggal panggil saja,” sahut seorang wanita paru baya itu sedikit membungkukkan badannya.“Aku sudah kebiasaan bangun pagi, dengan Mbok?”“Saya Mbok Ijah, kepala dapur di sini, yang ini namanya Mira dan yang itu namanya Sumi, mereka yang membantu saya, maklum saya sudah sedikit lambat karena sudah tua, mau pensiun juga nggak enak, bisa capek badan kalau nggak kerja. Jelasnya dengan ramah dan disambut senyuman manis dari Falisha.“Panggil saya Feli atau Lisha saja Mbok, kalau Nyonya seperti orang tua saja,” sahutnya lagi sambil melihat apa yang mereka kerjakan. “Jangan nanti kami yang dimarahi oleh Tuan Fattan. Oh ya jika ada yang dinginkan ...“Aku mau masak Mbok, apa boleh?” potongnya dengan cepat dan bersemangat. Mbok Ijah dan dua wanita lainnya saling berpandangan, karena selama ini tidak ada majikan yang turun tangan ke dapur dan memasak sendiri. “Waduh nggak Nyonya, ini
“Nasi goreng?” Shinta menyengitkan dahinya sambil menatap menu itu yang hampir tidak pernah tersaji di atas meja makan karena kurang menyukai makanan itu. Nadia pun menghampiri wadah mangkuk itu yang sengaja ditaruh di tengah meja makan itu dan ikut melihat isinya.“Kenapa Mbok membuat nasi goreng, bukannya kita nggak bisa makan seperti ini? Siapa yang menyuruhmu untuk membuat makanan sampah ini? Kenapa diubah? Siapa yang berani melakukannya, kalian sudah bosan untuk kerja di sini hah?” teriak Nadia dengan mata melotot. Semua anggota keluarga pun sudah berkumpul di meja makan termasuk Fattan yang baru saja keluar dari kamar. Bahkan dia tidak bisa menemukan Falisha di kamar. “Lihat Falisha, Mbok?” tanya Fattan dengan suara rendah tapi terkesan tegas.Mbok Ijah masih diam, dia bingung untuk mengatakan yang sebenarnya karena Falisha sedang ke depan halaman untuk memberikan dua piring nasi goreng hasil buatannya kepada kedua satpam di depan gerbang. Mata Fattan menatap tajam ke arah m