Fattan membanting ponsel milik Yudi hingga retak membuat Yudi bingung dan juga marah dengan sikap Fattan yang berlebihan.“Apa-apaan kamu Fattan? Kenapa ponselku yang menjadi sasaran?” decak kesal Yudi menatap Fattan. “Karena kamu berisik, mengganggu orang tidur aku dan Fahri!” tegasnya. “Oh ya, baiklah aku akan menghubunginya di luar saja, kamu nggak akan terganggu. Ternyata dia juga belum tidur dan sangat asyik bicara dengannya. Sepertinya aku sangat berjodoh dengan Falisha, iya kan?” Yudi mengeluarkan ponsel yang lain dan ingin menghubungi kembali Fattan. Namun, pria tampan itu tidak tinggal diam. Dia ingin merebut ponsel Yudi dari genggamannya sehingga terjadi perkelahian yang aneh karena saling memeluk. “Cepat bawa sini ponselnya!” bentak Fattan masih berusaha merebut ponsel itu dari tangan Yudi.“Kamu sangat keterlaluan, kamu sudah melanggar privasi orang lain, terserah aku dong mau bicara dengan siapa, lagian Falisha bukan pacar atau pun istrimu, kan?” “Jangan banyak tany
“Nona sangat cantik sekali, padahal hanya sedikit saja polesan sudah terlihat cetar, tidak salah kalau Tuan Fattan memilih Nona menjadi pendampingnya. Saya doakan kalian langgeng sampai maut memisahkan kalian berdua,” ucap Jenny perias MUA yang disewa oleh keluarga pria.Falisha hanya tersenyum mendengarkan ocehan perias itu. Meskipun di dalam hatinya begitu gugup dan gelisah, padahal pernikahan ini bukan yang pertama kali untuknya tapi tetap saja pernikahan ini membuatnya takut. “Mbak, sebentar lagi aku akan menjadi bagian keluarga Widatama meskipun dulu pernah tapi hanya pernikahan siri sekarang aku akan menikah lagi dengan Mas Fattan, tolong restuin aku Mbak,” ucapnya dalam hati sambil mengatur napasnya. “Jangan gugup begitu, rileks saja,” ucap perias itu lagi yang kembali memperhatikan riasan wajah Falisha untuk terakhir kalinya. “Iya Mbak, saya nggak apa-apa kok,” sahut Falisha berusaha tersenyum renyah. “Tuan Fattan sangat tahu selera Nona, buktinya Nona tidak protes dengan
Falisha merasakan kehadiran Farah saat cincin itu disematkan di jari manisnya. Cantik dan elegan lagi-lagi kata itu yang mengusik hatinya. Dari mana pria itu tahu semuanya sedangkan sudah enam tahun berlalu, bahkan saat bersamanya pun saat masih menjadi istri siri, mereka tidak begitu dekat karena mereka sama-sama menghindar akan sebuah perasaan. Semua keluarga menyalaminya dan di sambut antusias oleh Falisha. Untuk pertama kalinya Falisha melihat wanita paru baya itu tersenyum teduh. Entah kenapa hatinya begitu hangat saat melihat tersenyum. “Senyumnya sangat indah, Sayang, berbahagialah selalu. Apa pun masalahnya tetaplah tersenyum,” ucap wanita paru baya itu setelah Falisha mencium punggung tangan wanita itu. “Terima kasih Tante, tapi ...“Nama saya Sarah, kakak kandung Hendra papa mertua kamu. Saya baru saja datang dari luar negeri, tapi kamu jangan khawatir saya akan lama tinggal di sini,” sahutnya kembali tersenyum.“Oh begitu, makasih ya Tante sudah datang,” ucapnya sediki
“Selamat pagi?” sapa Falisha saat berada di dapur. “Nyonya Falisha? Kenapa Anda kemari? Jika perlu sesuatu tinggal panggil saja,” sahut seorang wanita paru baya itu sedikit membungkukkan badannya.“Aku sudah kebiasaan bangun pagi, dengan Mbok?”“Saya Mbok Ijah, kepala dapur di sini, yang ini namanya Mira dan yang itu namanya Sumi, mereka yang membantu saya, maklum saya sudah sedikit lambat karena sudah tua, mau pensiun juga nggak enak, bisa capek badan kalau nggak kerja. Jelasnya dengan ramah dan disambut senyuman manis dari Falisha.“Panggil saya Feli atau Lisha saja Mbok, kalau Nyonya seperti orang tua saja,” sahutnya lagi sambil melihat apa yang mereka kerjakan. “Jangan nanti kami yang dimarahi oleh Tuan Fattan. Oh ya jika ada yang dinginkan ...“Aku mau masak Mbok, apa boleh?” potongnya dengan cepat dan bersemangat. Mbok Ijah dan dua wanita lainnya saling berpandangan, karena selama ini tidak ada majikan yang turun tangan ke dapur dan memasak sendiri. “Waduh nggak Nyonya, ini
“Nasi goreng?” Shinta menyengitkan dahinya sambil menatap menu itu yang hampir tidak pernah tersaji di atas meja makan karena kurang menyukai makanan itu. Nadia pun menghampiri wadah mangkuk itu yang sengaja ditaruh di tengah meja makan itu dan ikut melihat isinya.“Kenapa Mbok membuat nasi goreng, bukannya kita nggak bisa makan seperti ini? Siapa yang menyuruhmu untuk membuat makanan sampah ini? Kenapa diubah? Siapa yang berani melakukannya, kalian sudah bosan untuk kerja di sini hah?” teriak Nadia dengan mata melotot. Semua anggota keluarga pun sudah berkumpul di meja makan termasuk Fattan yang baru saja keluar dari kamar. Bahkan dia tidak bisa menemukan Falisha di kamar. “Lihat Falisha, Mbok?” tanya Fattan dengan suara rendah tapi terkesan tegas.Mbok Ijah masih diam, dia bingung untuk mengatakan yang sebenarnya karena Falisha sedang ke depan halaman untuk memberikan dua piring nasi goreng hasil buatannya kepada kedua satpam di depan gerbang. Mata Fattan menatap tajam ke arah m
Fattan mengamati Falisha yang buru-buru mencari angkot tapi tidak ada satu pun yang memberikan tumpangan. “Bodoh sekali Fali, kenapa juga mencari angkot, di sana pasti desak-desakan kenapa nggak pesan saja sih, katanya ada uang, ini malah cari yang lebih murah,” geram Fattan melihat dari jauh apa yang dilakukan oleh Falisha. Beruntung di saat itu juga ada sebuah angkot yang berhenti di depannya, tapi sedikit sesak karena sudah banyak yang duduk di sana. Tinggal di bagian kursi samping yang panjang tapi di sampingannya sudah ada seorang pria paru baya yang duduk. Sebenarnya Falisha enggan tapi mau tak mau dia harus masuk ke angkot itu karena tidak ingin terlambat apalagi kantornya tidak terlalu jauh dari tempat Fattan menurunkannya.Falisha akhirnya pun masuk ke angkot itu. Wajah pria paru baya itu menyeringai, apalagi tatapan maranya membuat Falisha risih. Falisha pun menaruh waspada kepadanya mungkin saja orang itu berniat jahat. Fattan beberapa kali mengumpat kasar di dalam mob
Falisha masih berdiri mematung di tempatnya. Melihat dua insan itu sedang berbuat tidak senonoh. Entah kenapa hatinya ada sedikit sakit melihat aksi mereka apalagi Fattan begitu dominan dan menikmati apa yang dilakukan oleh Syakira.“Kenapa kalian melakukan hal ini di kantor? Kenapa tidak di hotel atau rumah kalian saja? Sangat tidak bermoral!” celetuk Falisha dengan suara lantang mengagetkan mereka. Terutama bagi Fattan yang sangat terkejut dengan kedatangan Falisha secara tiba-tiba. “Fa—Falisha?” panggil Fattan dengan suara pelan. Fattan pun kembali membetulkan pakaiannya yang sedikit berantakan akibat ulah Syakira dan wanita itu pun turun dari pangkuan Fattan dengan wajah cemberut dan menghampirinya. “Eh, kamu siapa? Berani sekali kamu bicara seperti itu dengan Bos kamu, atau kamu salah satu pacar Mas Fattan, jadi kamu cemburu dengan apa yang kami lakukan, hah?” teriak Syakira menatap nyalang.Falisha tersenyum sinis. “ Maaf saya tidak masalah dengan apa yang kalian lakukan, mau
Falisha masih sibuk dengan pekerjaannya. Dibantu dengan Silvi dan Aldi mereka merancang suatu ide. Produk yang ingin dipasarkan adalah sebuah minuman ringan dalam kemasan. Mereka membagi tugas sesuai dengan bidangnya. Kerja sama dari kedua pihak memang saling menguntungkan. Semua sudah ter koordinir dengan baik. Baik Fattan dan Falisha betul-betul memperhatikan sedetail mungkin kemungkinan apa saja yang terjadi jika produk ini gagal di pasaran. Fattan semakin takjub dengan kinerja Falisha, saat menerangkan produk apa yang akan dijual dan dipasarkan nanti. Pandangan Fattan tidak terlepas dari Falisha sehingga menimbulkan kecurigaan dari karyawan mereka. Setelah insiden itu pun Falisha masih bisa fokus dengan pekerjaan bahkan tidak terlihat acuh atau cuek saat Fattan mengajukan banyak pertanyaan, dia menjawabnya dengan lugas dan bisa diterima oleh mereka.Tidak terasa waktu bergulir begitu cepat, meeting dan pekerjaan sekarang membuat Falisha harus banyak bertemu dan berkonsultasi