Falisha masih sibuk dengan pekerjaannya. Dibantu dengan Silvi dan Aldi mereka merancang suatu ide. Produk yang ingin dipasarkan adalah sebuah minuman ringan dalam kemasan. Mereka membagi tugas sesuai dengan bidangnya. Kerja sama dari kedua pihak memang saling menguntungkan. Semua sudah ter koordinir dengan baik. Baik Fattan dan Falisha betul-betul memperhatikan sedetail mungkin kemungkinan apa saja yang terjadi jika produk ini gagal di pasaran. Fattan semakin takjub dengan kinerja Falisha, saat menerangkan produk apa yang akan dijual dan dipasarkan nanti. Pandangan Fattan tidak terlepas dari Falisha sehingga menimbulkan kecurigaan dari karyawan mereka. Setelah insiden itu pun Falisha masih bisa fokus dengan pekerjaan bahkan tidak terlihat acuh atau cuek saat Fattan mengajukan banyak pertanyaan, dia menjawabnya dengan lugas dan bisa diterima oleh mereka.Tidak terasa waktu bergulir begitu cepat, meeting dan pekerjaan sekarang membuat Falisha harus banyak bertemu dan berkonsultasi
“Sangat menyebalkan! Aku pikir dia serius untuk pergi beramaku tapi ternyata nggak, padahal aku ... Ah kenapa aku yang marah-marah sih? Bukannya aku harus senang kan jika Mas Fattan nggak ikut denganku, tapi ... Apa ini, apa yang terjadi denganku?” batinnya kembali bingung dengan perasaannya sendiri. Falisha pun memesan ojek . Kali ini dia malas naik angkot dan memilih memesan ojek dari aplikasi di ponselnya. Tak perlu menunggu lama pesanannya pun datang dan Falisha segera meluncur ke tempat itu. Ada rasa def-degan bercampur rasa haru dan kangen karena akhirnya Falisha bisa melihat buah hatinya dari dekat. Tak ada seorang ibu pun yang tak merindukan anaknya meskipun sudah terpisah begitu lama. Enam tahun sudah cukup akhirnya Falisha bisa kembali memeluk anaknya, meskipun Falisha belum mau mengatakan siapa dia sebenarnya karena takut Fahri akan lebih menderita lagi jika mengetahuinya. Sampai dua puluh menit berlalu akhirnya Falisha sampai di rumah sakit. Hatinya semakin gelisah
Falisha tercekat. Hatinya terasa beku seakan jantung berhenti berdetak saat mendengar ucapan itu. “Ke—kenapa kamu berkata seperti itu? Di mana orang tuamu, mereka tidak datang menjagamu?” tanya Falisha kembali lembut. “A—apa boleh menyentuh Tante?” ucapnya pelan tapi tatapannya begitu dalam. “Di mana orang tuamu, Sayang?” “Mami sudah pergi duluan ke surga. Mami jahat kan Tante kenapa nggak mau membawa Fahri sekalian. Mami enak tinggal di sana. Mami nggak peduli sama Fahri buktinya Fahri ditinggal sendirian. Nggak ada yang sayang sama Fahri, Tante. Apakah Tante juga mempunyai anak?” tanyanya lagi. “Ada tapi dia juga sudah pergi duluan dan Tante sendirian. Mau menjadi anak Tante?” Wajah anak tampan itu terkejut tapi seketika berubah. Senyuman mengembang dan dengan cepat menganggukkan kepalanya. “Sayang, sebenarnya ada yang ingin Tante sampaikan sama Fahri, tapi mungkin nggak sekarang tunggu Fahri sampai rumah. Kata Dokter Fahri sudah boleh pulang dan ...“Kempa wajah Tante terlih
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Tidak terasa Fahri sudah tertidur dalam dekapan hangat seorang Falisha. Wanita cantik itu mampu membuat anak kecil itu nyaman. Baru sehari dia bersama Fahri membuat anak itu tidur dengan nyenyak.Dengan lembut mencium kening anak tampan itu yang masih dalam dekapannya. “Kenapa semua orang tidak menyukai kamu, Sayang, padahal kamu begitu manis. Mama janji akan membuatmu pintar dan dihargai oleh banyak orang. Kamu anak Mama yang pintar dan juga baik, hanya orang buta saja yang tidak bisa memahami kamu. Mama janji akan selalu ada buatmu, tapi apakah kamu akan memaafkan Mama seandainya kamu tahu siapa Mama sebenarnya? Apakah kamu masih mau memeluk Mama seperti ini, Sayang?” batin Falisha sambil menatap lekat wajah Fahri dalam tidurnya. Falisha melihat jam di pergelangan tangannya. Dia ingin kembali ke kamar dan melihat apakah Fattan sudah kembali atau tidak. Dengan sedikit perlahan turun dari tempat tidur tanpa harus menimbulkan suara agar t
Fattan terbangun seketika entah dari jam berapa tertidur pulas di apartemen. Namun, dia terkejut saat mendapati dirinya sudah tidak memakai sehelai benang pun di tubuhnya. Bahkan di samping ada seorang wanita yang ikut tertidur dengan kondisi yang sama dengannya. “Ah sial, apa yang aku lakukan di sini? Dan aku sudah? Dasar bajingan kamu Fattan!” umpatnya dalam hati dan bergegas turun dari ranjang dan bergegas ke kamar mandi. Sepuluh menit kemudian Fattan keluar dari kamar mandi, segera memakai pakaian ganti dan pergi meninggalkan wanita itu yang masih di dalam alam mimpinya. Fattan bergegas pulang ke rumah. Di dalam perjalanan Fattan merutuk dirinya sendiri, kenapa sampai ada di sana padahal dia ingin menjemput Fahri di rumah sakit. Sampai di rumah, Fattan berlari mencari Falisha atau pun Fahri, berpikir mungkin ada yang membawa pulang anak itu dari rumah sakit. “Selamat pagi Pi,” sambut Fattan saat melihat mereka sudah duduk manis di meja makan.“Selamat lagi Fattan, biar Papi te
“Falisha!” teriak Fattan beberapa kali memanggil nama itu. Sampai akhirnya dia menemukan wanita cantik itu sedang berada di dapur bersama Fahri dan Mbok Ijah. Wajah Fattan terlihat merah, ada rasa amarah yang dia tahan sedari tadi dan kini dia ingin meluapkannya tanpa berpikir panjang kalau tindakannya membuat anak tampan itu semakin membencinya. Fattan mendekati Falisha, mereka saling beradu tatap. Seketika sebuah tamparan berhasil mendarat di pipi Falisha. Baik Mbok Ijah dan Fahri menyaksikan tindakan kejam itu. Mata Fahri melotot tajam dan mulut menganga menyaksikan peristiwa itu. Rasa panas dan kebas langsung dirasakan oleh wanita cantik itu. Napas Fattan naik turun dengan tatapan nyalang seperti ingin melenyapkan mangsanya seketika..“Berani sekali kamu membawa Fahri tanpa seizinku! Kamu pikir siapa dirimu, hah! Kenapa tidak mengabari aku, kamu di sini hanyalah seorang pembantu bukan istri sungguhan, meskipun kita sudah sepakat, bukan berarti kamu seenaknya bertindak!” cerca F
“Kamu sangat keterlaluan, cepat kembalikan!” teriaknya dengan kesal.Fattan diam saja dan membiarkan Falisha kembali berjinjit. “Apa susahnya kamu melakukan itu?” sungut Fattan kesal. Falisha menghentikan aksinya dan menatap lebih dalam wajah Fattan. Dia pun mendekati wajah Fattan sehingga deru napas mereka pun terasa menerpa mereka masing-masing. Wanita cantik itu membiarkan hidungnya menyentuh hidup Fattan yang sama-sama terlihat mancung. Godaan Falisha membuat Fattan tak sanggup untuk berlama-lama untuk meraup bibir Falisha yang seakan-akan memanggilnya untuk dicium. Namun, belum juga terlaksana niat itu tiba-tiba saja Falisha memukul bagian bawah Fattan dengan kuat. Seketika Fattan mengerang kesakitan sehingga Falisha langsung menjauh dari Fattan. Ponsel di tangan Fattan pun bisa dia ambil sebelum terjatuh ke lantai. “Sudah aku bilang Mas, jangan membuatku kesal, kamu sudah menamparku dan kamu dengan gampangnya melakukan hal ini? Seharusnya kamu sadar Mas, apa yang kamu laku
Falisha mengamati dari jauh di mana anak-anak yang lebih besar itu sedang mengganggu Fahri. Tampak anak kecil itu hanya dia saat beberapa anak iru mulai menertawakan Fahri, bahkan terlihat juga beberapa orang dewasa yang bicara seakan ikut menertawakan anak kecil itu. Tangan Falisha mengepal kuat dan tangan satunya masih menggenggam ponselnya untuk mereka semua kejadian itu. Mungkin saja video rekaman itu sangat berguna untuk dijadikan bukti. Falisha terkejut saat kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh mereka sangat tidak pantas. Apalagi orang tua yang ikut membenarkan dan mengejek Fahri. Tak ada perlawanan dalam diri anak itu hanya diam mendengarkan ocehan mereka. Apakah ini sering terjadi di sekolah? Bahkan pihak sekolah seakan menutup mata dan telinga saat melihat seperti ini. Atau mungkin mereka menganggapnya hanya sebagai bahan candaan saja, sehingga bukan pelanggan yang berat. Padahal dari kalimat-kalimat yang tidak pantas di dengar oleh anak sekecil Fahri membuat kesehatan me