"Aku pulang ...."
Bima baru saja tiba di kontrakan tiga petaknya, saat bertemu dengan sang istri yang kini sudah berdiri di depan pintu sambil membawa sebuah koper dan tas jinjing.
Elena mengenakan dress selutut berwarna kuning dan bando hitam di rambutnya. Wajahnya yang cantik pun semakin bertambah cantik karena polesan lipstik di bibir indahnya.
"Cantik sekali istriku. Mau kemana sayang? Sini, salim dulu," ujar Bima dengan senyum membunggah.
Tak seperti yang ditunjukan oleh Bima, ekspresi Elena malah memperlihatkan yang sebaliknya. Wanita itu langsung membuang muka ketika Bima menyodorkan tangan ke arahnya.
"Mas, ada yang mau aku omongin sama kamu!" ucapnya ketus.
"Mau ngomongin apa, dek?" jawab Bima lembut dan penuh rasa cinta. Tak sedikitpun dia berfikiran buruk tentang istrinya.
Elena menarik nafas panjang dan membuangnya lagi dengan kasar. "Mas, aku mau bercerai!" ucapnya kemudian.
Mendengar hal itu, Bima langsung tak bisa berkata-kata. Tanpa hujan dan petir, istrinya tiba-tiba meminta cerai. Ini sungguh di luar dugaannya.
"Apa katamu, dek?" tanya Bima tak percaya.
"Mas pasti denger kan omonganku tadi? Gak usah aku ulangin juga mas pasti ngerti!" ketus Elena.
"Kamu ngomongin apa, sih! Kok tiba-tiba minta cerai? Kamu kenapa?"
Elena meletakan tas jinjing yang tadi ia pegang di atas koper dan langsung melipat tangannya ke depan. Wajahnya terlihat serius dan penuh perhitungan.
"Aku sudah memikirkan hal ini sejak lama, mas. Aku sudah gak tahan lagi hidup miskin. Menikah sama kamu gak membawa manfaat apapun untuk aku!"
"Apa maksud kamu, dek? Semudah itu kamu meminta untuk bercerai? Apa alasannya?!"
"Ya, karena mas miskin!" jawab Elena cepat. "Seperti yang sudah aku jelaskan tadi, mas. Aku capek hidup susah bareng kamu! Dulu kamu menjanjikan aku kehidupan yang mewah, tapi apa sekarang? Kita selalu melarat. Bahkan untuk beli skincare yang harganya cuma lima puluh ribu aja, kamu gak bisa beliin!"
"Elena, tega sekali kamu berkata seperti itu! Aku sudah berjuang habis-habisan untuk memenuhi kebutuhan hidup kita. Tapi kamu masih tidak bersyukur?"
"Apa yang harus disyukuri kalau semuanya serba kekurangan!" suara Elena meninggi. Ia sudah sangat muak dengan kehidupannya yang miskin bersama Bima.
Pasangan itu sudah menikah selama 3 tahun. Bima yang dulunya adalah seorang karyawan di perusahaan ternama terpaksa harus berhenti karena difitnah oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Semenjak itu, ia dan istrinya pun terpaksa hidup melarat karena Bima tak juga mendapatkan pekerjaan tetap. Ia kini hanyalah seorang kurir biasa yang gajinya tak lebih dari dua juta sebulan.
"Pokoknya keputusanku sudah bulat. Aku mau bercerai!" ucap Elena lagi dan langsung melangkah keluar.
"Kamu mau kemana, dek?" sergah Bima.
Tepat saat Bima ingin mengejar Elena keluar dari kontrakan seharga 600 ribu tersebut, sebuah mobil mewah berhenti di depannya. Dari mobil itu wajah yang sangat familiar muncul.
"Frans?!" desis Bima.
Selama beberapa tahun terakhir, pria itu selalu saja menjadi biang kerok di kehidupan Bima. Ia yang selalu menghasut Elena untuk meninggalkannya.
Awalnya Bima sangat percaya kepada Elena. Ia yakin bahwa istri yang dicintainya tersebut tidak akan berpaling. Namun, melihat tingkah Elena hari ini, Bima menduga bahwa laki-laki itu pasti ada hubungannya dengan semua ini.
Dengan darah yang mendidih di kepalanya, Bima berlari ke arah Frans dan segera menghadiahinya dengan sebuah tinjuan.
Buk!
Frans pun jatuh ke jalan.
"Tidak! Bima, apa yang kau lakukan?!" Elena terkejut dan segera membantu Frans yang jatuh.
"Pria ini kan yang sudah menghasutmu untuk meninggalkanku?!" Bima masih dalam kondisi emosi.
"Jika itu benar, maka dia tidak akan selamat!"
Buk!
Plak!
Buk! Buk! Prakkk!
Bima secara membabi buta terus menghajar Frans sampai pria itu mengaduh kesakitan.
"Bima, cukup!" Elena berteriak dan menampar wajah Bima.
Plak!
"Ini alasan yang sebenarnya kenapa aku ingin pergi darimu! Kau begitu kasar dan tidak memiliki tata krama! Apakah kau tidak malu dengan perbuatanmu itu?!"
"A-apa maksudmu?"
"Lihat ini! Frans baru saja datang kemari untuk menjemput ku. Dia menawarkanku bantuan untuk lepas darimu. Ini sudah menandakan bahwa kau tak pantas untukku!"
Bima kehabisan kata-kata. Kasar? Tidak punya tata krama? Selama yang Bima ingat, ia tidak pernah terlibat dalam satu pertengkaran apapun selama ini.
Ia juga selalu memperlakukan Elena selembut yang dia bisa. Bima bahkan tak pernah marah, ketika Elena dengan semena-mena mempermalukan dan menghinanya di depan orang ramai.
Tapi sekarang, wanita itu yang malah ingin menceraikannya dan berkata Bima orang yang kasar dan tak punya tata krama? Sungguh tidak masuk akal!
"Semuanya sudah ku urus! Besok akan ada orang yang datang kemari untuk membahas perceraian kita," lanjut Elena.
"Elena, kumohon! Pikirkan satu kali lagi? Apakah kau benar-benar ingin bercerai?"
"Iya, mas. Aku ingin bercerai! Gak usah nanya hal yang sama berulang-ulang, deh!" bentak Elena.
Dengan suara selembut kapas, Elena kini berpaling dari Bima dan menghadap ke Frans, "Mas, kamu gak apa-apa? Mari aku bantu."
Elena memapah Frans yang sedang kesakitan dan terlihat lemah. Berbeda saat berbicara dengan Bima, suara Elena kini terdengar mesra dan penuh kasih sayang.
"Syukur kamu gak apa-apa, mas. Aku sangat khawatir kalau kamu sampai kenapa-kenapa."
"Aku gak apa-apa, Elena. Sudah kewajiban ku untuk melindungi mu," ucap Frans dengan suara yang serak.
Bima sangat muak melihat semua drama itu. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Frans, pria dengan julukan "Si tangan kuat" dapat terlihat lemah hanya dengan beberapa pukulan? Itu sangat tidak mungkin!
Saat remaja, Bima dan Frans berada dalam satu perguruan bela diri. Keduanya memang selalu bersaing untuk menempati posisi pertama. Jalan hidup yang membuat mereka memiliki kesuksesan yang berbeda. Bima yang hanyalah seorang yatim piatu, tidak akan mampu bersaing dengan seseorang dari keluarga kaya raya seperti Frans.
Tapi, meski telah memiliki semua yang dia punya. Frans masih saja iri dengan Bima dan selalu ingin mengalahkannya.
Sambil bertingkah seperti baru saja tertabrak truk, Frans pun berkata, "Kita memang dibesarkan di tempat yang sama. Tak kusangka kau malah tumbuh menjadi pria yang kasar. Jadi jangan heran, jika Elena memutuskan untuk pergi darimu!"
"Hentikan omong kosong mu, Frans! Sebagai seorang yang gemar makan uang haram, kau pasti jauh lebih hina dariku!" hardik Bima.
Frans hanya terkekeh. “Kau memang benar-benar naif! Sampai kapan kau akan bersikap seperti pecundang?”
“Kau yang pecundang karena telah menggoda istri orang!”
“Oh, ya? Jika aku yang pecundang, kenapa Elena malah lari kepelukanku? Bukankah itu sebuah bukti bahwa kau memang pecundang? Pantas saja dulu ibumu membuangmu ke panti asuhan. Kau memang tak berguna!”
“Apa katamu?!” Bima kembali naik pitam. Ia mungkin akan menerima jika dirinya yang dihina, tapi jika ada yang menyinggung ibunya. Ini sudah tak bisa dibiarkan.
Bima lalu melayangkan tinjunya sekali lagi ke arah Frans. Namun, tinjuan itu dengan cepat ditangkis oleh Frans.
"Tidak semudah itu, jagoan!" Frans tersenyum licik. Dirinya yang tadi lemah kini telah berubah menjadi sosok yang kuat. Ia mencengkram tangan Bima dan memelintirnya ke belakang.
"Sayang, tunggu di mobil. Aku akan memberikan pelajaran ulang kepada pria miskin ini!" ucap Frans meminta Elena untuk masuk ke mobil.
Elena pun menurut. Ia masuk ke mobil dan menutup pintunya.
"Pengawal!" Frans memanggil anak buahnya yang ada di mobil berbeda. "Cepat kalian urus pria ini. Buat dia menyesal telah mencari gara-gara denganku!"
"Baik, tuan." jawab para bawahan Frans. Mereka lalu memegangi tubuh Bima dan memukulinya sampai babak belur.
Buk!
Plak!
Buk! Buk! Plak!
"Rasakan itu! Sampai kapan pun kau tidak akan pernah bisa mampu melawanku, Bim! Hahahaha …." Frans tertawa dengan lebar seperti seorang penjahat yang baru saja selesai melakukan aksi jahatnya.
Brakkk!
Tinjuan terakhir mengenai kepala Bima. Pria itu pun tersungkur ke jalanan yang kasar dengan darah yang bercucuran.
Matanya berkunang-kunang. Dengung di kepalanya kian lama seakan dapat memecahkan isi kepalanya. Tak lama kemudian, ia pun tak sadarkan diri
….
Suara monitor detak jantung membuat Bima terbangun dari tidurnya. Sepertinya, sudah sangat lama semenjak insiden itu terjadi. Kini, Bima terbaring di sebuah ranjang rumah sakit. Tubuhnya penuh perban. Ia juga masih berasakan pengar di kepala akibat pukulan itu.
“Dimana aku? Siapa yang membawaku kemari?” tanya Bima. Ruangan itu begitu mewah. Semua perlengkapan disana sangat premium. Ia bahkan dapat melihat pemandangan yang indah dari ranjang tempat tidur.
Hanya orang kaya yang dapat menerima perawatan di ruangan seperti ini. Bima pesimis jika Frans yang membawanya kesana. Tapi jika itu benar, pria itu mungkin sedang mengerjai Bima agar ia terlilit hutang ke rumah sakit.
Tak lama berselang, pintu ruangan dibuka. Beberapa pria tinggi bersetelan jas rapi layaknya pengawal kelas atas, masuk keruangan dan berbaris rapi di depan Bima. Kemudian, seorang kakek tua memakai jas mahal dan memegang sebuah tongkat emas masuk ke ruangan.
"Selamat datang kembali, cucuku! Akhirnya, aku menemukanmu!" ucap kakek berambut putih itu dengan suara yang hangat.
....
Lanjut
"Apa? Cucu?"Bima mencoba untuk mengenali sosok itu. Ia merasa seperti pernah melihatnya di suatu tempat.Kakek tua itu memiliki gaya yang khas. Usia senja tak menghalanginya untuk tetap tampil modern dan eksentrik. Di saku kanan jasnya, terpasang sebuah bros kecil berwarna merah marun."Pramono ... Angkasa?" ucap Bima penuh tanda tanya.Kakek itu hanya tersenyum dan mendekat ke arah Bima, "Benar, aku adalah Pramono Angkasa. Kakekmu. Kau adalah cucuku, Bima."Bima terkejut bukan main. Apa ini? Apa ini sungguhan? Tanya Bima dalam hati. Bagaimana mungkin seseorang yang biasa ia lihat dari layar kaca kini menjadi kakeknya?Keluarga Angkasa merupakan keluarga paling elit di Negeri Tenggara. Tidak ada yang berani mencari gara-gara dengan keluarga itu. Mereka menguasai semua lini bisnis, mulai dari industri properti, makanan, sampai teknologi. Mereka kabarnya juga bermain di jaringan bisnis bawah tanah.Bisa dikatakan seluruh negeri takluk pada mereka. Mereka dapat membuat sebuah perusahaan
"Aku Bima, dar. Kamu lupa siapa aku? Kita kan dulu teman akrab?""Bima ...." Darma memicingkan matanya. "Ah, iya ... Aku ingat. Bima si anak panti itu kan? Maaf, aku gak ngenalin kamu karena penampilanmu yang kayak gembel!"Bima terhenyak mendengar ucapan mantan sahabatnya itu. Ia tak menyangka bahwa jarak waktu 12 tahun, telah mampu mengubah orang sedemikian parah.Ralat! Bukan waktu yang mengubahnya, tapi uang. Uanglah yang telah mengubah sifat Darma menjadi angkuh seperti itu."Mau ada apa kamu kemari?" nada bicara Darma yang angkuh masih belum berubah."Oh, aku ada urusan disini. Aku ada janji dengan seseorang.”"Bidang apa?"Belum sempat Bima menjawabnya, pak sekuriti yang tadi langsung menjawab. "Dia lagi mau ngelamar jadi OB pak. Office boy!""Oh, office boy?" Darma tertawa mengejek. Sekuriti berwajah masam yang tadi juga ikut tertawa."Iya, pak. Dia kesini mau ngelamar jadi office boy. Saya tadi udah nyuruh dia untuk lewat belakang. Tapi orangnya ngeyel pak, malah masih ngotot
Bima hanya tersenyum geli. Ia menertawakan kebodohan Darma yang menurutnya terlalu konyol. "Pria itu masih belum berubah," ucap Bima sambil tertawa. "Kau sudah gila ya? Kenapa kau tertawa seperti itu?!" "Hahahaha ... Tidak apa-apa, aku hanya tak mampu untuk menahan rasa geli di perutku. Tadinya aku pikir kau telah berubah. Tapi ternyata, sikap polos dan pengecutmu masih tetap sama seperti 12 tahun yang lalu!" "Kau!!" Darma semakin marah. Ia sebenarnya ingin menonjok wajah Bima menggunakan tinjunya. Tapi, ia sadar diri untuk tak melakukan itu karena ia tahu kekuatan bela diri Bima. Ia pasti tak akan menang melawan Bima yang sudah mencapai level tertinggi di empat cabang bela diri sekaligus yaitu taekwondo, silat, karate dan judo. Akan menjadi sangat konyol jika ia nekad melakukan semua itu tanpa perhitungan yang jelas. "Tunggu kau! Pak Ilyas sebentar lagi akan datang. Kau akan menyesal telah berbuat seperti itu kepadaku!" ancam Darma. Tak begitu lama, seorang pria paruh baya kel
"Cukup, Darma! Hentikan omong kosong mu dan segera memberi hormat kepadanya! Pria yang kau sebut gembel itu adalah pewaris tunggal Angkasa grup!" Kedua bola mata Darma seakan mau terlepas dari tempatnya. "Tidak mungkin! Itu tidak mungkin!" Darma berteriak tak percaya. Baru tadi pagi ia membaca berita di koran bahwa Surya Express telah diakuisisi oleh Angkasa grup dan sekarang perusahaan itu juga sudah diubah menjadi Angkasa Express. Apakah itu berarti Bima adalah atasannya sekarang? Darma tanpa malu tiba-tiba bersujud di kaki Bima. Wajahnya sangat ketakutan. Ia begitu takut jika Bima akan melakukan hal buruk padanya. "Tuan muda ... tuan muda, maafkan aku?" ucapnya ketakutan. Ia bukan takut karena Bima jago bela diri. Tapi ia takut, jika jabatannya di perusahaan akan terancam. Dia telah menghabiskan ratusan juta untuk menyuap berbagai pihak untuk mencapai posisinya yang sekarang. Apapun akan dia lakukan untuk menyelamatkan posisinya, termasuk menjilat ludahnya sendiri. Bima hanya
“Aku membutuhkan uang sebesar 50 juta sore ini. Kau harus segera mengirimnya jika ingin ibumu bahagia,” ucap seseorang dari seberang telepon. Nadya hanya terdiam. Dibalik suaranya yang sok keras, sebenarnya ia sedang menyembunyikan ketakutannya. Pria yang menelponnya tersebut tak lain dan tak bukan adalah pacar ibunya sendiri. Selama lima tahun ini pria itu selalu saja meneror Nadya dan memintanya untuk mengirimkan sejumlah uang.Ibunya pun tak kalah tidak tahu dirinya. Sudah tahu bahwa anak perempuannya itu hanya sendiri merantau di kota besar, tapi dia terus saja membiarkan kekasihnya untuk meminta uang kepada Nadya.Karir Nadya sebagai seorang sekertaris memang bagus, namun ia tidak selalu memiliki uang yang banyak di rekeningnya. Jika Nadya telat mengirimkan uang, sepasang kekasih tidak tahu diri itu akan terus-menerus meneror Nadya bahkan sampai mempermalukan Nadya di depan orang-orang kantor.“Cantik, kumohon? Aku dan ibumu sudah kehabisan uang. Jika kami tak mendapatnya sore i
“Oh, ini bukan apa-apa. Kami bertaruh apakah kau masih tetap akan datang menemuiku setelah semua yang terjadi. Dan dugaanku tak pernah salah, ternyata kau masih tetap sama seperti dulu,” ucap Elena dengan mimik yang dibuat-buat.“Aku, Raya dan Eva bertaruh 100 dolar jika kau tidak akan datang. Tapi tebakan kami salah, kau benar-benar datang kemari. Dengan begini, maka Elena lah yang menang, ” ucap Diana sambil tertawa mengejek. Keempat sahabat itu benar-benar menikmati waktu mereka menertawakan Bima sampai puas.“Karena kau sudah sampai disini. Bagaimana jika kau kutraktir segelas martini? Apakah kau tertarik?” Tawar Raya.“Ups! Tidak. Biar aku saja yang traktir. Jarang-jarang kita bisa minum ditemani pria tampan. Kau tidak keberatan kan Elena?” Sahut Eva dengan tatapan nakal. Elena hanya mengangguk penuh kesombongan. Di pikirannya, ia masih menganggap bahwa itu adalah Bima yang dulu. Bima yang miskin, penurut dan juga penakut.“Terserah kalian. Aku tidak perduli lagi dengan pria itu,
“Cukup Elena! Kedatanganku kemari sebenarnya hanya untuk mempertegas hubungan kita. Ini!” Bima melemparkan sebuah map berisikan akta perceraian mereka.“Aku sudah mengurus semuanya. Aku sudah mencetak akta perceraian tersebut. Mulai hari ini, tolong jangan menelponku lagi!” Bima berkata dengan dingin dan langsung keluar.Semua orang yang berada di ruangan itu nampak terkejut. Mereka seperti tidak mengenali sosok Bima yang barusan. Selama ini mereka hanya mengenal sosok Bima yang penurut. Ia tak pernah sekalipun membantah ucapan Elena.Saat akan keluar restoran, Bima dihadang oleh tiga sekuriti restoran berpakaian serba hitam, “Hey, tunggu. Kamu mau kemana? Kamu tidak boleh pergi sebelum membayar semua tagihan hari ini,” ucap salah-satu dari mereka.Bima pun menepuk jidatnya. Ia hampir lupa akan hal itu. Ia lalu merogoh koceknya dan mencari sesuatu di sela-sela dompet kulitnya yang lusuh.“Ini,” kata Bima sambil menyerahkan kartu berwarna hitam itu kepada pegawai kasir yang ada disana.
“Cukup Elena! Kedatanganku kemari sebenarnya hanya untuk mempertegas hubungan kita. Ini!” Bima melemparkan sebuah map berisikan akta perceraian mereka.“Aku sudah mengurus semuanya. Aku sudah mencetak akta perceraian tersebut. Mulai hari ini, tolong jangan menelponku lagi!” Bima berkata dengan dingin dan langsung keluar.Semua orang yang berada di ruangan itu nampak terkejut. Mereka seperti tidak mengenali sosok Bima yang barusan. Selama ini mereka hanya mengenal sosok Bima yang penurut. Ia tak pernah sekalipun membantah ucapan Elena.Saat akan keluar restoran, Bima dihadang oleh tiga sekuriti restoran berpakaian serba hitam, “Hey, tunggu. Kamu mau kemana? Kamu tidak boleh pergi sebelum membayar semua tagihan hari ini,” ucap salah-satu dari mereka.Bima pun menepuk jidatnya. Ia hampir lupa akan hal itu. Ia lalu merogoh koceknya dan mencari sesuatu di sela-sela dompet kulitnya yang lusuh.“Ini,” kata Bima sambil menyerahkan kartu berwarna hitam itu kepada pegawai kasir yang ada disana.
“Oh, ini bukan apa-apa. Kami bertaruh apakah kau masih tetap akan datang menemuiku setelah semua yang terjadi. Dan dugaanku tak pernah salah, ternyata kau masih tetap sama seperti dulu,” ucap Elena dengan mimik yang dibuat-buat.“Aku, Raya dan Eva bertaruh 100 dolar jika kau tidak akan datang. Tapi tebakan kami salah, kau benar-benar datang kemari. Dengan begini, maka Elena lah yang menang, ” ucap Diana sambil tertawa mengejek. Keempat sahabat itu benar-benar menikmati waktu mereka menertawakan Bima sampai puas.“Karena kau sudah sampai disini. Bagaimana jika kau kutraktir segelas martini? Apakah kau tertarik?” Tawar Raya.“Ups! Tidak. Biar aku saja yang traktir. Jarang-jarang kita bisa minum ditemani pria tampan. Kau tidak keberatan kan Elena?” Sahut Eva dengan tatapan nakal. Elena hanya mengangguk penuh kesombongan. Di pikirannya, ia masih menganggap bahwa itu adalah Bima yang dulu. Bima yang miskin, penurut dan juga penakut.“Terserah kalian. Aku tidak perduli lagi dengan pria itu,
“Aku membutuhkan uang sebesar 50 juta sore ini. Kau harus segera mengirimnya jika ingin ibumu bahagia,” ucap seseorang dari seberang telepon. Nadya hanya terdiam. Dibalik suaranya yang sok keras, sebenarnya ia sedang menyembunyikan ketakutannya. Pria yang menelponnya tersebut tak lain dan tak bukan adalah pacar ibunya sendiri. Selama lima tahun ini pria itu selalu saja meneror Nadya dan memintanya untuk mengirimkan sejumlah uang.Ibunya pun tak kalah tidak tahu dirinya. Sudah tahu bahwa anak perempuannya itu hanya sendiri merantau di kota besar, tapi dia terus saja membiarkan kekasihnya untuk meminta uang kepada Nadya.Karir Nadya sebagai seorang sekertaris memang bagus, namun ia tidak selalu memiliki uang yang banyak di rekeningnya. Jika Nadya telat mengirimkan uang, sepasang kekasih tidak tahu diri itu akan terus-menerus meneror Nadya bahkan sampai mempermalukan Nadya di depan orang-orang kantor.“Cantik, kumohon? Aku dan ibumu sudah kehabisan uang. Jika kami tak mendapatnya sore i
"Cukup, Darma! Hentikan omong kosong mu dan segera memberi hormat kepadanya! Pria yang kau sebut gembel itu adalah pewaris tunggal Angkasa grup!" Kedua bola mata Darma seakan mau terlepas dari tempatnya. "Tidak mungkin! Itu tidak mungkin!" Darma berteriak tak percaya. Baru tadi pagi ia membaca berita di koran bahwa Surya Express telah diakuisisi oleh Angkasa grup dan sekarang perusahaan itu juga sudah diubah menjadi Angkasa Express. Apakah itu berarti Bima adalah atasannya sekarang? Darma tanpa malu tiba-tiba bersujud di kaki Bima. Wajahnya sangat ketakutan. Ia begitu takut jika Bima akan melakukan hal buruk padanya. "Tuan muda ... tuan muda, maafkan aku?" ucapnya ketakutan. Ia bukan takut karena Bima jago bela diri. Tapi ia takut, jika jabatannya di perusahaan akan terancam. Dia telah menghabiskan ratusan juta untuk menyuap berbagai pihak untuk mencapai posisinya yang sekarang. Apapun akan dia lakukan untuk menyelamatkan posisinya, termasuk menjilat ludahnya sendiri. Bima hanya
Bima hanya tersenyum geli. Ia menertawakan kebodohan Darma yang menurutnya terlalu konyol. "Pria itu masih belum berubah," ucap Bima sambil tertawa. "Kau sudah gila ya? Kenapa kau tertawa seperti itu?!" "Hahahaha ... Tidak apa-apa, aku hanya tak mampu untuk menahan rasa geli di perutku. Tadinya aku pikir kau telah berubah. Tapi ternyata, sikap polos dan pengecutmu masih tetap sama seperti 12 tahun yang lalu!" "Kau!!" Darma semakin marah. Ia sebenarnya ingin menonjok wajah Bima menggunakan tinjunya. Tapi, ia sadar diri untuk tak melakukan itu karena ia tahu kekuatan bela diri Bima. Ia pasti tak akan menang melawan Bima yang sudah mencapai level tertinggi di empat cabang bela diri sekaligus yaitu taekwondo, silat, karate dan judo. Akan menjadi sangat konyol jika ia nekad melakukan semua itu tanpa perhitungan yang jelas. "Tunggu kau! Pak Ilyas sebentar lagi akan datang. Kau akan menyesal telah berbuat seperti itu kepadaku!" ancam Darma. Tak begitu lama, seorang pria paruh baya kel
"Aku Bima, dar. Kamu lupa siapa aku? Kita kan dulu teman akrab?""Bima ...." Darma memicingkan matanya. "Ah, iya ... Aku ingat. Bima si anak panti itu kan? Maaf, aku gak ngenalin kamu karena penampilanmu yang kayak gembel!"Bima terhenyak mendengar ucapan mantan sahabatnya itu. Ia tak menyangka bahwa jarak waktu 12 tahun, telah mampu mengubah orang sedemikian parah.Ralat! Bukan waktu yang mengubahnya, tapi uang. Uanglah yang telah mengubah sifat Darma menjadi angkuh seperti itu."Mau ada apa kamu kemari?" nada bicara Darma yang angkuh masih belum berubah."Oh, aku ada urusan disini. Aku ada janji dengan seseorang.”"Bidang apa?"Belum sempat Bima menjawabnya, pak sekuriti yang tadi langsung menjawab. "Dia lagi mau ngelamar jadi OB pak. Office boy!""Oh, office boy?" Darma tertawa mengejek. Sekuriti berwajah masam yang tadi juga ikut tertawa."Iya, pak. Dia kesini mau ngelamar jadi office boy. Saya tadi udah nyuruh dia untuk lewat belakang. Tapi orangnya ngeyel pak, malah masih ngotot
"Apa? Cucu?"Bima mencoba untuk mengenali sosok itu. Ia merasa seperti pernah melihatnya di suatu tempat.Kakek tua itu memiliki gaya yang khas. Usia senja tak menghalanginya untuk tetap tampil modern dan eksentrik. Di saku kanan jasnya, terpasang sebuah bros kecil berwarna merah marun."Pramono ... Angkasa?" ucap Bima penuh tanda tanya.Kakek itu hanya tersenyum dan mendekat ke arah Bima, "Benar, aku adalah Pramono Angkasa. Kakekmu. Kau adalah cucuku, Bima."Bima terkejut bukan main. Apa ini? Apa ini sungguhan? Tanya Bima dalam hati. Bagaimana mungkin seseorang yang biasa ia lihat dari layar kaca kini menjadi kakeknya?Keluarga Angkasa merupakan keluarga paling elit di Negeri Tenggara. Tidak ada yang berani mencari gara-gara dengan keluarga itu. Mereka menguasai semua lini bisnis, mulai dari industri properti, makanan, sampai teknologi. Mereka kabarnya juga bermain di jaringan bisnis bawah tanah.Bisa dikatakan seluruh negeri takluk pada mereka. Mereka dapat membuat sebuah perusahaan
"Aku pulang ...." Bima baru saja tiba di kontrakan tiga petaknya, saat bertemu dengan sang istri yang kini sudah berdiri di depan pintu sambil membawa sebuah koper dan tas jinjing.Elena mengenakan dress selutut berwarna kuning dan bando hitam di rambutnya. Wajahnya yang cantik pun semakin bertambah cantik karena polesan lipstik di bibir indahnya."Cantik sekali istriku. Mau kemana sayang? Sini, salim dulu," ujar Bima dengan senyum membunggah.Tak seperti yang ditunjukan oleh Bima, ekspresi Elena malah memperlihatkan yang sebaliknya. Wanita itu langsung membuang muka ketika Bima menyodorkan tangan ke arahnya."Mas, ada yang mau aku omongin sama kamu!" ucapnya ketus."Mau ngomongin apa, dek?" jawab Bima lembut dan penuh rasa cinta. Tak sedikitpun dia berfikiran buruk tentang istrinya.Elena menarik nafas panjang dan membuangnya lagi dengan kasar. "Mas, aku mau bercerai!" ucapnya kemudian.Mendengar hal itu, Bima langsung tak bisa berkata-kata. Tanpa hujan dan petir, istrinya ti