"Iya Hallo bu!" ucap Yusuf begitu telpon terhubung, rupanya yang menelpon adalah ibu Marisha, ibu nya Melinda."Iya gak papa kok, bu. Melinda sama bayi nya gak kenapa-napa," kata Yusuf lagi."Jatuh di kamar mandi karna buru-buru tadi bu," sambung Yusuf."Gak usah bu, besok juga sudah boleh pulang. Ibu mau bicara sama Melinda kah?" kata Yusuf lagi."Ibu mau bicara, ini!" bisik Yusuf seraya memberikan ponselnya kepada Melinda.Melinda menerima ponsel itu, "Hallo bu,""Kamu kenapa bisa jatuh? Kok gak hati-hati sih? Mau ngapain juga buru-buru begitu?" cecar bu Marisha diseberang telpon."Iya bu, maaf. Aku kebelet tadi jadi buru-buru,""Lain kali hati-hati, nak. Kamu itu membawa bayi loh bukan dirimu sendiri. Pokoknya ibu gak mau dengar lagi kamu jatuh begini. Ibu dan bapak akan segera kesana, ini lagi siap-siap,"Melinda menyerngit heran, "Ibu dan bapak mau kemari?""Iya lah, kan mau lihat keadaan mu. Meskipun Yusuf sudah melarang tapi ibu dan bapak ingin melihat keadaan mu secara langsun
Selagi Melinda masih memegang ponsel, dan Yuuf juga belum kembali. Melinda pun memeriksa ponsel milik Yusuf lagi. Mungkin ada yang disembunyikan Yusuf di belakang Melinda.Hal yang pertama Melinda periksa ada aplikasi hijau, karna Melinda ingin tahu dengan siapa saja suaminya berhubungan. Setelah di cek satu per satu tak ada yang mencurigakan. Hanya ada pesan dari rekan kerja nya Yusuf. Dan pesan terakhir yang dia terima memang dari Alika, rupanya Yusuf memang tidak bohong jika Alika lah yang menghubunginya untuk minta tolong. "Semoga kamu tidak menyembunyikan apapun dari aku, mas. Karna hanya kamu orang yang ku percaya saat ini," lirih Melinda.Yusuf kembali setelah setengah jam keluar. Dia menenteng dua kresek besar berisi camilan di tangan nya."Ini aku beliin camilan, biasanya kamu suka ngemilkan?" ujar Yusuf seraya meletakkan kresek itu di meja."Makasih mas,""Udah telpon mama nya?""Udah mas, tapi kata nya malam baru kesini. Atau gak besok sekalian," jawab Melinda jujur.Yusuf
Imel dan Eddy kembali ke rumah sakit setelah mendapat telpon dari Yusuf. Mereka tiba lebih dulu sebelum Kusuma dan Marisha. Dibelakang mereka ternyata ada Santi, Riko, dan juga Ami."Ini ponsel mu, Mel. Tapi bukan di atas nakas, tadi mama harus mencari dulu dikamar mu," kata Imel menyodorkan ponsel kepada Melinda."Loh kok gak di atas nakas, ma? Terus ini ketemu ponselnya dimana?""Di dalam nakas. Untung mama juga mencari ke dalam juga,"Melinda tertekun, padahal jelas sekali malam itu dia meletakkan ponselnya di atas nakas bukan di dalam nakas."Mungkin kamu lupa naruh nya, Mel," sahut Ami."Bude juga dari rumah tadi?" tanya Melinda."Iya, niatnya mau ketemu sama kamu. Tapi kata Santi kamu terjatuh di kamar mandi jadi bude langsung ikut saja saat mama dan papa mu mau kesini," jelas Ami.Melinda mangut-mangut saja, mungkin memang bude suaminya itu juga mengkhawatirkan kondisinya."Bude tahu nomor telpon ibu ku dari mana?" tanya Melinda lagi."Ada deh, Mel. Bude benar-benar berusaha bu
"Ini loh bapak dan ibu sedang mengusulkan nama untuk anak kita nanti, mas. Masa katanya kalau perempuan mau di kasih nama Yummy," ujar Melinda berbohong."Iya, Yummy singkatan dari Yusuf dan Melinda. Lagian lucu lagi kalau nama Yummy pasti comel begitu cucuku," kata Marisha terkekeh mengikuti alur kebohongan Melinda."Nama yang bagus, gak papa kok kalau ibu pengen memberikan nama untuk anak kami. Aku setuju kok," kata Yusuf tersenyum ramah. "Tuh kan Yusuf saja setuju kok. Kamu aja yang gak suka," kata Marisha lagi."Iya deh bu, nanti aku sisipin nama Yummy pada anak ku. Sekalian Yummy Yammy Lezatmy," kata Melinda sambil tertawa terbahak-bahak, diikuti oleh yang lainnya.Kusuma kemudian merangkul pundak Yusuf. Dia kemudian menanyakan tentang pembangunan rumah milik Yusuf dan Melinda. "Kira-kira kapan rumah kalian bisa di tempati?" tanya Kusuma."Aku belum bisa memastikan kapan bisanya. Tapi yang pasti tahun ini sudah selesai pembangunan rumahnya, pak," sahut Yusuf."Kenapa memang nya
"Siapa Mel?" tanya Imel."Oh anu, ini klien mas Yusuf, ma," jawab Melinda bohong.Imel terlihat sangat panik, "Aduh gimana ini? Coba kamu jawab aja telponya, bilang kalau ponselnya ketinggalan. Suruh menghubungi lewat email saja, Yusuf bawa laptop kan?""Iya bawa, ma,"Melinda langsung menjawab panggilan telpon tersebut. Namun dia memutuskan untuk diam, memilih untuk mendengarkan apa yang akan orang itu katakan. Meski Melinda sangat berharap jika Yusuf hanya salah menamai nomor telpon tersebut."Hallo! Kamu jadi berangkat hari ini? Kenapa tidak pamit sama ibu?" terdengar suara perempuan diseberang telpon sana.Deg!!! Jantung Melinda seakan berhenti berdetak."Ibu? Apakah mas Yusuf benar-benar mempunyai dua ibu mertua?" batin Melinda bertanya-tanya."Kok diam saja? Kamu dengar ibu bicara kan?" kata perempuan itu lagi.Melinda menghembuskan nafas kasar, ia kemudian memberanikan diri untuk menyahut, "Iya saya dengar kok," Ternyata benar dugaan Melinda, perempuan itu langsung mematikan p
"Gak papa kok, bik. Mau ambil piring aja," sahut Melinda."Oh masih kurang ya piring nya, mbak? Yaudah biar saya ambilkan piringnya," ujar Ramlah seraya mengambil piring yang sudah tertata rapi di raknya."Makasih, bik. Sini biar saya bawa sendiri piring," "Sama-sama, mbak. Biar saya saja yang bawain piring nya kedepan. Ini sudah menjadi tugas saya,mbak," kata Ramlah. Namun Melinda dapat melihat raut wajah bik Ramlah yang berbeda kali ini. Pembantunya itu seperti ketakutan saat bertatapan dengan Melinda."Nggak papa, bik. Biar ku bawa sendiri saja piring nya. Bibik silakan teruskan perkerjaan bibik saja," ucap Melinda langsung mengambil piring dari tangan Ramlah. Dia kemudian kembali ke meja makan. Meninggalkan Ramlah yang masih terlihat gugup."Ini piringnya, bu," kata Melinda menyerahkan satu buah piring untuk ibunya."Terimakasih, nak," sahut Marisha."Lagi ngapain bik Ramlah di dalam? Kenapa dia tidak mendengar panggilan ku?" tanya Santi."Masih sibuk membersihkan peralatan masak
"Kalau itu sih ibu gak akan nolak, Mel. Mau kamu ajak keliling Jakarta ibu mau kok. Tapi ibu takut kamu kecapean," sahut Marisha."Nggak akan capek, bu. Aku juga udah bosan dirumah,""Yaudah kalau gitu. Ibu siap-siap dulu," kata Marisha bangkit dari duduknya. Kemudian mengeluarkan pakaian ganti dari koper kecilnya.Tok.. tokk... tokkk...Suara pintu kamar diketuk dari luar. Melinda langsung membukakan pintu. Terlihat Imel sudah rapi dengan baju bagus dan tas di tangannya berdiri diambang pintu."Ada apa, ma?" tanya Melinda bingung."Hari ini mama ada arisan dengan dengan teman-teman. Mama tinggal gak papa kan?" tanya Imel agak ragu."Ah iya gak papa kok. Lagian aku udah baikkan juga. Ini juga mau jalan-jalan bareng ibu,""Oh begitu. Apa benar udah baikkan, Mel?" tanya Imel memastikan."Sudah, ma. Nih mama lihat sendiri tangan dan kaki ku sudah baikan," sahut Melinda sambil menggerakkan kaki dan tangannya."Ya sudah jika kondisimu sudah membaik. Kalian hati-hati di jalan ya,""Iya ma,"
Melinda masih syok dengan kenyataan ini. Dia berharap ini semua hanya mimpi. Berharap akan menghilang ketika ia bangun nanti. Namun itu semua bukan mimpi. Melainkan sebuah kenyataan pahit yang harus ia hadapi. "Mel! Mel kok bengong? Mau kemana lagi setelah ini?" seru Marisha mengagetkan Melinda."Gimana kalau kita lihat rumah ku bu? Aku ingin melihat progress pembangunan nya sudah sampai mana," sahut Melinda dengan tatapan lurus kedepan.Marisha mangut-mangut, "Boleh. Tapi kamu gak mau belanja dulu kah? Kan sudah lama gak belanja juga,""Gak ah, barang ku masih layak pakai. Sayang uang nya,"Marisha memberengut, "Selalu saja begitu, persis sama bapakmu,""Kalau ibu masih mau belanja lagi, ayo aku temani," kata Melinda tersenyum simpul."Gak ah, udah gak mood. Ayo kita lihat pembangunan rumah mu saja. Ibu juga penasaran udah sampai mana progressnya," sahut Marisha sambil menarik lengan Melinda keluar mall."Sambil nunggu taksi, ayo kita selfie dulu bu. Satu dua cess," kata Melinda men