"Nggak ngapain-ngapain, bu. Orang nya tidak ada dirumah," jawab Melinda bohong.Marisha menyerngit bingung, "Orang siapa Mel? Riska itu?""Iya bu,""Ngapain kamu nyamperin kesana? Buat apa sih? Tidak penting juga kan, jelas-jelas Yusuf yang salah ngasih alamat rumah ke kamu. Ayo kita pulang sekarang, udah sore nih," ajak Marisha seraya menggandeng lengan Melinda.Dalam perjalanan pulang itu, Melinda lebih banyak diam membuat Marisha bingung. Di dalam pikiran Melinda tertuju pada kebohongan Yusuf, ia berpikir keras bagaimana caranya membalas perbuatan Yusuf yang begitu menyakitkan itu. Jika hanya bercerai itu terlalu mudah untuk Yusuf. Melinda ingin Yusuf mendapatkan balasan yang setimpal dengan perbuatannya."Kenapa diam saja, Mel?" tanya Marisha memecah keheningan."Gak papa kok, bu. Aku hanya kecapean saja," sahut Melinda."Tuh kan apa ibu bilang tadi kamu pasti akan kecapean. Nggak nurut sih sama ibu," "Nggak papa kok, bu. Aku mau istirahat langsung setelah sampai rumah nanti,""I
"Entahlah bu, firasatku mengatakan begitu. Tapi semoga saja bukan sih, jika memang benar begitu sungguh ini hal yang sangat menyakitkan untukku," ucap Melinda sambil menerawang jauh kesana.Marisha hanya mangut-mangut, dia mengelus lembut bahu Melinda, "Sabar ya, nak. Kita pasti bisa memecahkan misteri ini satu persatu. Bisa jadi misteri kamar mandi ada hubungannya dengan pernikahan Yusuf yang baru saja kamu ketahui,""Bu, apakah menurut ibu bik Ramlah orang yang baik?" tanya Melinda membuat Marisha menghentikan tangannya mengelus bahu putrinya."Kenapa? Apakah kamu juga mencurigai pembantu itu?"Melinda mengaguk, "Keponakan bik Ramlah seumuran dengan mas Yusuf, namanya Putri. Aku jadi curiga jika mas Yusuf menikahi anak angkatnya bik Ramlah itu,"Marisha menyatukan kedua alisnya, "Masa sih, nak? Ibu gak percaya loh, masa Yusuf menikah pembantu? Masa iya kamu anak sultan dimadu dengan anak pembantu?""Apanya yang tidak mungkin, bu? Bukan kah cinta tak memandang kasta?""Kenapa kamu ja
"Cuma pengen tahu saja bik,""Putri Kemala Sari, mbak," sahut Ramlah membuat Melinda menyunggingkan senyum."Nama yang bagus bik," ucap Melinda tersenyum manis. Ternyata dugaan nya salah, istrinya Yusuf bukan keponakan Ramlah. Hanya mereka memiliki nama nya yang sama tapi orangnya berbeda.Melinda kembali ke meja makan dengan perasaan lega. Mereka makan dengan hikmat. Tapi tiba-tiba ponsel Eddy berdering, dia buru-buru menjawab panggilan itu."Hallo!" kata Eddy menjawab panggilan itu."Apa? Innalillahi wainnalillahirajiun," kata Eddy lagi membuat semua orang yang ada di meja makan menatap kearahnya."Ya Allah. Ya sudah, kami akan segera kesana,""Tunggu aku tiba disana," lanjut Eddy lagi.Panggilan terputus bersamaan dengan menetesnya air mata Eddy. Imel memeluk suaminya, mencoba memberikan kekuatan. Semua yang ada diruangan juga sudah mengerti tentang apa yang terjadi."Kita harus segera berangkat kesana, ma," kata Eddy dalam isak tangisnya.Imelnya mengaguk menyetujui permintaan su
"Hmm gak papa sih, hanya ingin tahu saja hehe," jawab Melinda tersenyum simpul menampilkan deretan gigi putihnya."Teman Yusuf ya? Emm, ada sih kayaknya," sahut Gina mangut-mangut, sepertinya dia sedang mengingat sesuatu, "Ada sih, teman masa kecilnya tapi perempuan sih," lanjut Gina sambil terkekeh menggoda Melinda."Teman masa kecil?""Iya hanya teman masa kecil. Kayak nya mereka juga udah gak berhubungan lagi, jadi kamu tenang saja. Lagian Riska juga sudah menikah kok," jelas Gina membuat Melinda terperangah.Melinda mencoba mengendalikan diri agar tidak terbawa emosi, "Oh, jadi teman nya mas Yusuf itu sudah bersuami ya?""Iya, setahu ku begitu. Hanya saja yang ku dengar katanya dia dan suaminya hanya menikah siri saja," jelas Gina lagi semakin membuat Melinda yakin jika Riska teman masa kecilnya Yusuf itu adalah madunya sendiri."Apa dia sudah lama menikahnya?""Setahu ku sudah hampir satu tahun lebih, bahkan dia sudah punya anak. Tapi aku nggak tahu kebenarannya sih. Ah kenapa ki
Melinda mengikuti Yusuf dari belakang. Meskipun merasa jijik sekali tidur seranjang dengan lelaki yang sudah pernah berbagi peluh dengan perempuan lain. Melinda tetap mengikuti langkah kaki Yusuf menuju kamar belakang."Oh iya yank, tadi kamu benaran jalan-jalan sama ibu hanya ke mall saja?" tanya Yusuf seakan memastikan sesuatu.Melinda mengaguk, "Iya lah, kenapa memangnya?"Yusuf mangut-mangut, "Gak papa sih, hanya bertanya saja. Gimana jalan-jalan nya? Seru kah?""Iya lumayan sih," jawab Melinda singkat. Karna sejujurnya dia sangat malas meladeni Yusuf."Em, oh iya yank aku sampai lupa buat ngasih tahu kamu jika aku salah memberikan alamat rumah kita waktu itu loh," Melinda pura-pura bingung, dia menyatukan kedua alisnya nampak sedang mencerna ucapan Yusuf, "Maksudnya?""Iya. Jadi gini loh yank, alamat yang pernah ku berikan dulu itu sebenarnya hanya alamat random yang tak sengaja ku tulis. Aku memang sengaja tidak memberikan alamat ruamah kita yang sebenarnya. Karna aku yakin kam
Merasa sudah terpojok, Yusuf pun akhirnya mengalah, "Em iya penting dong, yank. Tapi jika mau ponsel yang ini, nanti deh aku kasih ke kamu,""Kenapa harus nanti sih, mas? Sekarang aja gimana? Sama aja kan, gak ada bedanya juga. Yaudah sini ponselnya!" desak Melinda lagi."T-tapi yank, ini bekas aku loh,""Udah gak papa, kok. Bekas tapi masih baru, belum juga sampai sehari kamu pakainya," kata Melinda langsung mengambil ponsel itu dari tangan Yusuf. Yusuf hanya melongo dibuatnya, keringat mulai membanjiri wajahnya."T-tapi sayang?"Melinda melotot tajam, "Tapi apa? Apa ada yang kamu sembunyikan dibelakang ku?""E-enggak ada kok yank," jawab Yusuf kikuk."Ya udah kalau gitu. Makasih ya ponsel barunya," ujar Melinda langsung berbaring membelakangi Yusuf."Loh tadi katanya mau ke toilet? Gak jadi kah?""Gak jadi mas. Udah gak mau keluar lagi dianya," jawab Melinda asal.Melinda tertawa senang dalam hatinya, akhirnya dia punya bukti untuk mengungkapkan kebohongan Yusuf dengan gundiknya itu
"Iya itu Putri, baru aja di omongin udah nongol aja dia. Panjang umur banget dia," sahut Baim seraya melambaikan tangannya ke arah Putri. Putri menghampir mereka seraya menyapa mereka satu per satu."Hai semua nya. Hai juga Mel!" ujar Putri berusaha untuk mengakrabkan diri."Hello Put. Kamu tahu juga kalau nenek meninggal?" kata Yusuf memulai sandiwaranya."Iya tahu, paman ku yang memberitahunya tadi." sahut Putri tak kalah bagus akting dari Yusuf."Oh iya, bagaimana kabar paman Radit? Dia sehat?""Dia sakit, makanya aku datang kemari untuk menjenguknya," ucap Putri sendu.Melinda nampak mangut-mangut saja. Sebenarnya dia sedang tertawa dalam hatinya. Karna dia tahu tujuan Yusuf dan Putri bersandiwara ini untuk mengelabui Melinda. Tapi justru mereka sendiri yang tertipu oleh kepolosan Melinda."Sakit? Sakit apa?""Demam katanya, makanya aku kesini. Kan kasian paman hanya tinggal sendirian disini,"Setelah mengobrol beberapa saat, Putri kemudian dia memperkenalkan lelaki yang datang b
Yusuf menghembuskan nafas kasar, "Bukan nya gak boleh, sayang. Hanya saja untuk saat ini belum bisa deh. Aku masih banyak keperluan soalnya. Nanti jika kamu yang pegang dan aku minta terus sama kamu, kamu pasti akan berpikir macam-macam. Aku boros lah, aku gak bisa ngatur uang lah. Pokoknya aku gak mau kalau sampai itu itu terjadi nantinya,""Nggak lah, mas. Aku percaya kok sama kamu. Aku juga tahu kamu orang yang jujur. Jadi aku tak akan berpikir macam-macam tentang kamu, mas," "Tetap saja, sayang,,.""Yaudah deh, berarti apa yang kamu katakan tadi ku anggap bohong," ucap Melinda memotong kalimat Yusuf."Bohong bagaimana? Aku benar-benar mencintai kamu, sayang," Melinda memberengut sebel, "Tapi kamu tidak ingit menuruti permintaan ku. Padahal itu bukan sesuatu yang susah untuk mu. Apa kamu takut jika aku akan mengambil lebih dari jatah yang kamu berikan, mas? Percaya deh sama aku, mas. Aku gak akan mengambil lebih dari jatah ku,"Mendengar ucapan Melinda, Yusuf makin terlihat sanga
Keluarga Yusuf turun dari mobil. Mereka berdecak kagum saat melihat dekorasi pernikahan Melinda kali ini. Sangat berbeda saat pernikahannya dengan Yusuf.Hati Santi berdenyut nyeri kembali, ketika awal mula dia merendahkan Melinda. Hanya karna memakai daster dan menggelar pernikahan dengan sederhana. Dia lalu memperlakukan Melinda seperti Upik Abu yang ternyata adalah seorang Sultan.Mereka langsung mengisi buku tamu, bahkan terpampang banyak papan ucapan dan buket bunga membuat mereka semakin kagum.Saat melihat dekorasi yang begitu bagus, kepala Dina langsung travelling. Dia menduga-duga berapa biaya yang sudah dihabiskan oleh Rio dan Melinda untuk dekorasi ini. Sungguh dia merasa lucu karna sempat ingin bersaing kekayaan dengan Melinda dulu.Mata Yusuf melirik ke sebuah foto besar yang di sebut foto prewedding. Foto itu sepertinya diambil di sebuah pantai. Tiba-tiba Yusuf teringat saat dia menelantarkan mantan istrinya itu."Lihat itu!" bisik Dina pada Yuda. Yuda langsung melirik k
Kolega dan rekan bisnis juga datang berganti, mereka tak sabar ingin mengucapkan selamat kepada Melinda dan Rio.Sakti juga menjadi tamu terhormat disana, sebab dia salah satu pengusaha muda yang sukses. Banyak kaum hawa yang ingin mendekatinya."Samperin! Lamar!" ucap Rio kepada Sakti, sedangkan Melinda sedang berganti pakaian untuk melanjutkan sesi resepsi."Kamu ngomong sama aku?" tanya Sakti seraya menunjuk ke arah hidungnya."Bukan! Sama bujang tua yang gak laku!" ketus Rio membuat Sakti semakin melotot."Mentang-mentang sudah laku. Hemm, ingat! Apa yang kamu dapat sekarang juga ikut andil diriku!" angkuh Sakti seraya menyilangkan kedua tangannya di dada."Haha, sumpah idemu gak guna, Bro! Yang ada, aku seperti ABG labil!" kekeh Rio membuat Sakti menyatukan kedua alisnya."Aku berhasil karna cara ku sendiri, Sakti. Perempuan itu susah di tebak maunya. Makanya ku paksa saja!" ucap Rio masih tertawa bangga."Dipaksa? Yang ada dia ilfeel!""Jangan banyak mikir, sana buruan samperin!
Melinda sedang di rias oleh tim MUA, Marisha dan Maida pun begitu. Di bagian dapur juga hidangan sudah siap. Dan di depan meja sudah tertata rapi. Hampir sembilan puluh persen semuanya selesai, hanya menunggu kedatangan pengantin laki-lakinya saja lagi."Done!" ucap Sesea yang merias wajah Melinda."Cantik sekali kamu!" kata Sesea tersenyum bangga dengan hasil karyanya menyulap wajah Melinda menjadi makin cantik.Asistennya pun ikut tersenyum melihat bos nya sudah selesai berkarya.Maida juga tersenyum puas saat melihat Melinda yang memang benaran sangat cantik sekali. Riasan Melinda memang sangat berbeda dari biasanya. Dia terlihat sangat natural dan cantik. Maklum saja yang meriasnya adalah perias para kalangan artis. Tarif jasa untuk merekuitnya pun cukup mahal. Tapi tidak untuk Melinda dan Rio. Mereka hanya menggunakan uang saku sehari saja untuk meminta jasa Sesea.Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, dan Melinda sudah siap dengan kebaya putih dengan dandanan adat Sunda. Ba
Resa keluar kamarnya setelah selesai mandi, dia menuju kamar Rio. Perlahan tangan nya mengetuk pintu, namun hingga ketukan pintu yang kesekian kali tak ada jawaban juga.Resa meraih hendle pintu dan membuka pintu kamar. Nampak di dalam kamar masih gelap dan tidak ada aktivitas apapun. Itu menandakan sang penghuni kamar masih terlelap.Sebuah selimut tebal masih teronggok di atas kasur. Resa meraba selimut itu dan menyingkapnya sedikit.Sang cucu tercinta yang akan melaksanakan akad nikah hari ini, ternyata masih terbuai dalam alam mimpi. Resa tersenyum seraya menatap wajah tenang Rio yang masih menutup mata dengan sempurna."Hari ini kamu mau menikah, padahal baru kemarin rasanya Oma menggendongmu," ucapnya pelan seraya tangan Resa membelai wajah Rio.Rio tiba-tiba membuka mata dan terkejut saat mendapati neneknya sudah duduk di sampingnya."Oma?" ucap Rio seraya mengerjapkan mata, terlihat Resa tersenyum ke arahnya. Sejak dulu, Rio memang jarang menyusahkannya. Berbeda dengan Reza.
Hari ini Rio dan Melinda melakukan foto prewedding di pantai. Mereka sudah menginap sejak semalam. Dan pagi ini sebelum matahari menampakkan sinarnya. Melinda sudah siap di dandani oleh tim MUA.Sesi foto pertama, Melinda mengenakan dress berwarna maron hingga menyentuh mata kakinya. Dengan meneteng topi e di tangannya. Sedangkan Rio mengenakan baju dan celena pendek yang senada dengan baju Melinda. Mereka menggunakan latar hamparan laut yang luas. Dan berpose menghadap ke arah matahari terbit.Kemudian di sesi berikutnya, Melinda mengenakan gaun pernikahan warna gold dan Rio mengenakan kemeja putih dibalut dengan toxido hitam. Kesan mewah dari baju mereka begitu terlihat.Fotografer yang mereka sewa juga berkerja keras dengan totalitas. Berbagai pose dilakukan, bahkan sang fotografer harus tiduran untuk mendapatkan foto terbaik.Pose terbaik adalah saat Melinda dan Rio berada di balik karang yang di hantam oleh ombak, dan airnya menyiprat seperti air terjun. Mereka berpose sangat bag
Rio berjalan sembari berkari dari parkiran. Sebab sempat terkena macet tadi saat di jalan menuju rumah sakit. Kini dia terlembat sepuluh menit.Lobby rumah sakit yang ramai juga membuat moodnya berantakan. Karna menghalangi jalan menuju ruangannya. Sesampainya di ruangan, Rio menghembuskan nafas kasar. Karna sudah banyak pasien yang menunggu kedatangannya. Dia langsung mengerjakan tugasnya untuk menangani berbagai keluhan pasiennya. Hingga tiba waktu istirahat, dia melangkah ke kantin rumah sakit untuk mencari secangkir kopi. Dia butuh kafien untuk mengembalikan moodnya.Baru saja melangkah beberapa langkah, tangan nya di cekal oleh seseorang."Yo!""Jelita? Ngapain kamu kesini?" tanya Rio seraya melirik ke arah tangannya yang di cekal oleh Jelita. Perempuan yang menjadi sahabat Rio sejak SMA, dia pernah menyatakan perasaannya pada Rio. Namun Rio tak pernah membalas perasaan Jelita."Aku sengaja kesini!" kata Jelita seraya menatap lekat ke arah Rio."Ngapain? Aku mau ke kantin! Mau
Argadana menemui Resa setelah Rio dan Melinda pulang."Bu!" panggil Argadana menghampiri Resa yang masih duduk di ranjang, sama saat Melinda menemuinya tadi."Mau minum jus?" tanya Argadana basa-basi."Nggak! Kamu kesini mau menawari jus atau ada maksud lain?" tanya Resa sudah tahu maksud kedatangan anaknya."Aku eh, au,.." ucap Argadana tergagap."Kamu kalah sama Rio dan Melinda, Arga! Keduanya tidak ada yang takutnya saat bicara dengan ku," ledek Resa."Jadi kapan Rio akan melamar perempuan itu?"Argadana langsung shock ketika mendengar pertanyaan Resa. Dia bahkan tak bisa berkata apa-apa lagi."Kamu kenapa?" tanya Resa menatap heran ke arah anaknya."Aku terkejut karna pertanyaan ibu tadi," jujur Argadana."Kok bisa?"Argadana menggeleng, "Ibu yakin mau menerima Melinda?""Bukankah sudah aku katakan barusan? Apakah harus aku tarik kembali kata-kataku?" sahut Resa kesal."Ti-tidak seperti itu, Bu! Ya, kalau sudah pas, biar Riana yang mengurus semuanya. Aku akan segera bilang padanya
Semua orang memuji masakan Melinda. Mereka makan dengan lahap, termasuk Resa. Tapi dia tidak mencibir atau memuji masakan Melinda. Riana yang melihat itu, bersorak gembira sebab calon mantunya selangkah lebih maju. Biasanya Resa selalu mengkritik masakannya dan Gendis jika tidak enak, walaupun hanya kurang tingkat kematangannya sedikit. Namun sekarang, mertuanya itu makan dengan lahap tanpa protes sedikit pun.Setelah makan, semua anggota keluarga Argadana kembali berkumpul di ruang tamu, termasuk Resa. Dia ingin menunjukkan kepada Melinda siapa dirinya."Hmm, Ma, Pa, Oma, dan Tante. Sebenarnya kedatangan Rio membawa Melinda kesini, ingin meminta restu. Agar hubungan ini bukan hanya untuk jalan bersama. Rio minta izin untuk melamar Melinda secepatnya," ucap Rio tegas hanya dengan satu helaan nafas."Kamu itu! Baru aja kenal beberapa hari, sudah sok sokan mau lamaran. Mbok harus di kenali dulu bibit, bebet, dan bobotnya dulu. Kamu kan tahu kita ini siapa, Rio?" sela Resa, dia memotong
"Wah ada yang dapat cincin nih! Coba ibu lihat!" celutuk Marisha sudah berdiri di ambang pintu kamar Melinda. Dia langsung masuk untuk memastikan.Melinda menutup wajah dengan sebelah tangan yang tersemat cincin pemberian Rio."Sebentar ibu foto ya!" ujar Marisha mengeluarkan ponsel dari saku dasternya. Dia langsung mengunggah di story Whatshapp nya dengan caption 'Semoga ini pertanda baik' tulisnya.Marisha mengulas pucuk kepala putrinya."Istirahat, Mel. Udah malam ini, jangan liatin cincin itu mulu. Nanti ibu beliin yang lebih banyak kalau mau!" goda Marisha membuat Melinda melongo. Marisha langsung keluar dan menutup pintu kamar anaknya. Melinda melanjutkan mengoles skincare malamnya.***Rio sudah berganti baju dan bersiap untuk tidur. Namun dia lupa menyalakan alrm untuk besok pagi, karna masuk jadwal pagi. Dia membuka whatshapp nya terlebih dahulu. Siapa tahu ada pesan dari Melinda. Rio mendesah pelan karna harapan tak sesuai keinginan.Tapi matanya terpaku pada unggahan story