"Ini loh bapak dan ibu sedang mengusulkan nama untuk anak kita nanti, mas. Masa katanya kalau perempuan mau di kasih nama Yummy," ujar Melinda berbohong."Iya, Yummy singkatan dari Yusuf dan Melinda. Lagian lucu lagi kalau nama Yummy pasti comel begitu cucuku," kata Marisha terkekeh mengikuti alur kebohongan Melinda."Nama yang bagus, gak papa kok kalau ibu pengen memberikan nama untuk anak kami. Aku setuju kok," kata Yusuf tersenyum ramah. "Tuh kan Yusuf saja setuju kok. Kamu aja yang gak suka," kata Marisha lagi."Iya deh bu, nanti aku sisipin nama Yummy pada anak ku. Sekalian Yummy Yammy Lezatmy," kata Melinda sambil tertawa terbahak-bahak, diikuti oleh yang lainnya.Kusuma kemudian merangkul pundak Yusuf. Dia kemudian menanyakan tentang pembangunan rumah milik Yusuf dan Melinda. "Kira-kira kapan rumah kalian bisa di tempati?" tanya Kusuma."Aku belum bisa memastikan kapan bisanya. Tapi yang pasti tahun ini sudah selesai pembangunan rumahnya, pak," sahut Yusuf."Kenapa memang nya
"Siapa Mel?" tanya Imel."Oh anu, ini klien mas Yusuf, ma," jawab Melinda bohong.Imel terlihat sangat panik, "Aduh gimana ini? Coba kamu jawab aja telponya, bilang kalau ponselnya ketinggalan. Suruh menghubungi lewat email saja, Yusuf bawa laptop kan?""Iya bawa, ma,"Melinda langsung menjawab panggilan telpon tersebut. Namun dia memutuskan untuk diam, memilih untuk mendengarkan apa yang akan orang itu katakan. Meski Melinda sangat berharap jika Yusuf hanya salah menamai nomor telpon tersebut."Hallo! Kamu jadi berangkat hari ini? Kenapa tidak pamit sama ibu?" terdengar suara perempuan diseberang telpon sana.Deg!!! Jantung Melinda seakan berhenti berdetak."Ibu? Apakah mas Yusuf benar-benar mempunyai dua ibu mertua?" batin Melinda bertanya-tanya."Kok diam saja? Kamu dengar ibu bicara kan?" kata perempuan itu lagi.Melinda menghembuskan nafas kasar, ia kemudian memberanikan diri untuk menyahut, "Iya saya dengar kok," Ternyata benar dugaan Melinda, perempuan itu langsung mematikan p
"Gak papa kok, bik. Mau ambil piring aja," sahut Melinda."Oh masih kurang ya piring nya, mbak? Yaudah biar saya ambilkan piringnya," ujar Ramlah seraya mengambil piring yang sudah tertata rapi di raknya."Makasih, bik. Sini biar saya bawa sendiri piring," "Sama-sama, mbak. Biar saya saja yang bawain piring nya kedepan. Ini sudah menjadi tugas saya,mbak," kata Ramlah. Namun Melinda dapat melihat raut wajah bik Ramlah yang berbeda kali ini. Pembantunya itu seperti ketakutan saat bertatapan dengan Melinda."Nggak papa, bik. Biar ku bawa sendiri saja piring nya. Bibik silakan teruskan perkerjaan bibik saja," ucap Melinda langsung mengambil piring dari tangan Ramlah. Dia kemudian kembali ke meja makan. Meninggalkan Ramlah yang masih terlihat gugup."Ini piringnya, bu," kata Melinda menyerahkan satu buah piring untuk ibunya."Terimakasih, nak," sahut Marisha."Lagi ngapain bik Ramlah di dalam? Kenapa dia tidak mendengar panggilan ku?" tanya Santi."Masih sibuk membersihkan peralatan masak
"Kalau itu sih ibu gak akan nolak, Mel. Mau kamu ajak keliling Jakarta ibu mau kok. Tapi ibu takut kamu kecapean," sahut Marisha."Nggak akan capek, bu. Aku juga udah bosan dirumah,""Yaudah kalau gitu. Ibu siap-siap dulu," kata Marisha bangkit dari duduknya. Kemudian mengeluarkan pakaian ganti dari koper kecilnya.Tok.. tokk... tokkk...Suara pintu kamar diketuk dari luar. Melinda langsung membukakan pintu. Terlihat Imel sudah rapi dengan baju bagus dan tas di tangannya berdiri diambang pintu."Ada apa, ma?" tanya Melinda bingung."Hari ini mama ada arisan dengan dengan teman-teman. Mama tinggal gak papa kan?" tanya Imel agak ragu."Ah iya gak papa kok. Lagian aku udah baikkan juga. Ini juga mau jalan-jalan bareng ibu,""Oh begitu. Apa benar udah baikkan, Mel?" tanya Imel memastikan."Sudah, ma. Nih mama lihat sendiri tangan dan kaki ku sudah baikan," sahut Melinda sambil menggerakkan kaki dan tangannya."Ya sudah jika kondisimu sudah membaik. Kalian hati-hati di jalan ya,""Iya ma,"
Melinda masih syok dengan kenyataan ini. Dia berharap ini semua hanya mimpi. Berharap akan menghilang ketika ia bangun nanti. Namun itu semua bukan mimpi. Melainkan sebuah kenyataan pahit yang harus ia hadapi. "Mel! Mel kok bengong? Mau kemana lagi setelah ini?" seru Marisha mengagetkan Melinda."Gimana kalau kita lihat rumah ku bu? Aku ingin melihat progress pembangunan nya sudah sampai mana," sahut Melinda dengan tatapan lurus kedepan.Marisha mangut-mangut, "Boleh. Tapi kamu gak mau belanja dulu kah? Kan sudah lama gak belanja juga,""Gak ah, barang ku masih layak pakai. Sayang uang nya,"Marisha memberengut, "Selalu saja begitu, persis sama bapakmu,""Kalau ibu masih mau belanja lagi, ayo aku temani," kata Melinda tersenyum simpul."Gak ah, udah gak mood. Ayo kita lihat pembangunan rumah mu saja. Ibu juga penasaran udah sampai mana progressnya," sahut Marisha sambil menarik lengan Melinda keluar mall."Sambil nunggu taksi, ayo kita selfie dulu bu. Satu dua cess," kata Melinda men
"Nggak ngapain-ngapain, bu. Orang nya tidak ada dirumah," jawab Melinda bohong.Marisha menyerngit bingung, "Orang siapa Mel? Riska itu?""Iya bu,""Ngapain kamu nyamperin kesana? Buat apa sih? Tidak penting juga kan, jelas-jelas Yusuf yang salah ngasih alamat rumah ke kamu. Ayo kita pulang sekarang, udah sore nih," ajak Marisha seraya menggandeng lengan Melinda.Dalam perjalanan pulang itu, Melinda lebih banyak diam membuat Marisha bingung. Di dalam pikiran Melinda tertuju pada kebohongan Yusuf, ia berpikir keras bagaimana caranya membalas perbuatan Yusuf yang begitu menyakitkan itu. Jika hanya bercerai itu terlalu mudah untuk Yusuf. Melinda ingin Yusuf mendapatkan balasan yang setimpal dengan perbuatannya."Kenapa diam saja, Mel?" tanya Marisha memecah keheningan."Gak papa kok, bu. Aku hanya kecapean saja," sahut Melinda."Tuh kan apa ibu bilang tadi kamu pasti akan kecapean. Nggak nurut sih sama ibu," "Nggak papa kok, bu. Aku mau istirahat langsung setelah sampai rumah nanti,""I
"Entahlah bu, firasatku mengatakan begitu. Tapi semoga saja bukan sih, jika memang benar begitu sungguh ini hal yang sangat menyakitkan untukku," ucap Melinda sambil menerawang jauh kesana.Marisha hanya mangut-mangut, dia mengelus lembut bahu Melinda, "Sabar ya, nak. Kita pasti bisa memecahkan misteri ini satu persatu. Bisa jadi misteri kamar mandi ada hubungannya dengan pernikahan Yusuf yang baru saja kamu ketahui,""Bu, apakah menurut ibu bik Ramlah orang yang baik?" tanya Melinda membuat Marisha menghentikan tangannya mengelus bahu putrinya."Kenapa? Apakah kamu juga mencurigai pembantu itu?"Melinda mengaguk, "Keponakan bik Ramlah seumuran dengan mas Yusuf, namanya Putri. Aku jadi curiga jika mas Yusuf menikahi anak angkatnya bik Ramlah itu,"Marisha menyatukan kedua alisnya, "Masa sih, nak? Ibu gak percaya loh, masa Yusuf menikah pembantu? Masa iya kamu anak sultan dimadu dengan anak pembantu?""Apanya yang tidak mungkin, bu? Bukan kah cinta tak memandang kasta?""Kenapa kamu ja
"Cuma pengen tahu saja bik,""Putri Kemala Sari, mbak," sahut Ramlah membuat Melinda menyunggingkan senyum."Nama yang bagus bik," ucap Melinda tersenyum manis. Ternyata dugaan nya salah, istrinya Yusuf bukan keponakan Ramlah. Hanya mereka memiliki nama nya yang sama tapi orangnya berbeda.Melinda kembali ke meja makan dengan perasaan lega. Mereka makan dengan hikmat. Tapi tiba-tiba ponsel Eddy berdering, dia buru-buru menjawab panggilan itu."Hallo!" kata Eddy menjawab panggilan itu."Apa? Innalillahi wainnalillahirajiun," kata Eddy lagi membuat semua orang yang ada di meja makan menatap kearahnya."Ya Allah. Ya sudah, kami akan segera kesana,""Tunggu aku tiba disana," lanjut Eddy lagi.Panggilan terputus bersamaan dengan menetesnya air mata Eddy. Imel memeluk suaminya, mencoba memberikan kekuatan. Semua yang ada diruangan juga sudah mengerti tentang apa yang terjadi."Kita harus segera berangkat kesana, ma," kata Eddy dalam isak tangisnya.Imelnya mengaguk menyetujui permintaan su
Keluarga Yusuf turun dari mobil. Mereka berdecak kagum saat melihat dekorasi pernikahan Melinda kali ini. Sangat berbeda saat pernikahannya dengan Yusuf.Hati Santi berdenyut nyeri kembali, ketika awal mula dia merendahkan Melinda. Hanya karna memakai daster dan menggelar pernikahan dengan sederhana. Dia lalu memperlakukan Melinda seperti Upik Abu yang ternyata adalah seorang Sultan.Mereka langsung mengisi buku tamu, bahkan terpampang banyak papan ucapan dan buket bunga membuat mereka semakin kagum.Saat melihat dekorasi yang begitu bagus, kepala Dina langsung travelling. Dia menduga-duga berapa biaya yang sudah dihabiskan oleh Rio dan Melinda untuk dekorasi ini. Sungguh dia merasa lucu karna sempat ingin bersaing kekayaan dengan Melinda dulu.Mata Yusuf melirik ke sebuah foto besar yang di sebut foto prewedding. Foto itu sepertinya diambil di sebuah pantai. Tiba-tiba Yusuf teringat saat dia menelantarkan mantan istrinya itu."Lihat itu!" bisik Dina pada Yuda. Yuda langsung melirik k
Kolega dan rekan bisnis juga datang berganti, mereka tak sabar ingin mengucapkan selamat kepada Melinda dan Rio.Sakti juga menjadi tamu terhormat disana, sebab dia salah satu pengusaha muda yang sukses. Banyak kaum hawa yang ingin mendekatinya."Samperin! Lamar!" ucap Rio kepada Sakti, sedangkan Melinda sedang berganti pakaian untuk melanjutkan sesi resepsi."Kamu ngomong sama aku?" tanya Sakti seraya menunjuk ke arah hidungnya."Bukan! Sama bujang tua yang gak laku!" ketus Rio membuat Sakti semakin melotot."Mentang-mentang sudah laku. Hemm, ingat! Apa yang kamu dapat sekarang juga ikut andil diriku!" angkuh Sakti seraya menyilangkan kedua tangannya di dada."Haha, sumpah idemu gak guna, Bro! Yang ada, aku seperti ABG labil!" kekeh Rio membuat Sakti menyatukan kedua alisnya."Aku berhasil karna cara ku sendiri, Sakti. Perempuan itu susah di tebak maunya. Makanya ku paksa saja!" ucap Rio masih tertawa bangga."Dipaksa? Yang ada dia ilfeel!""Jangan banyak mikir, sana buruan samperin!
Melinda sedang di rias oleh tim MUA, Marisha dan Maida pun begitu. Di bagian dapur juga hidangan sudah siap. Dan di depan meja sudah tertata rapi. Hampir sembilan puluh persen semuanya selesai, hanya menunggu kedatangan pengantin laki-lakinya saja lagi."Done!" ucap Sesea yang merias wajah Melinda."Cantik sekali kamu!" kata Sesea tersenyum bangga dengan hasil karyanya menyulap wajah Melinda menjadi makin cantik.Asistennya pun ikut tersenyum melihat bos nya sudah selesai berkarya.Maida juga tersenyum puas saat melihat Melinda yang memang benaran sangat cantik sekali. Riasan Melinda memang sangat berbeda dari biasanya. Dia terlihat sangat natural dan cantik. Maklum saja yang meriasnya adalah perias para kalangan artis. Tarif jasa untuk merekuitnya pun cukup mahal. Tapi tidak untuk Melinda dan Rio. Mereka hanya menggunakan uang saku sehari saja untuk meminta jasa Sesea.Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, dan Melinda sudah siap dengan kebaya putih dengan dandanan adat Sunda. Ba
Resa keluar kamarnya setelah selesai mandi, dia menuju kamar Rio. Perlahan tangan nya mengetuk pintu, namun hingga ketukan pintu yang kesekian kali tak ada jawaban juga.Resa meraih hendle pintu dan membuka pintu kamar. Nampak di dalam kamar masih gelap dan tidak ada aktivitas apapun. Itu menandakan sang penghuni kamar masih terlelap.Sebuah selimut tebal masih teronggok di atas kasur. Resa meraba selimut itu dan menyingkapnya sedikit.Sang cucu tercinta yang akan melaksanakan akad nikah hari ini, ternyata masih terbuai dalam alam mimpi. Resa tersenyum seraya menatap wajah tenang Rio yang masih menutup mata dengan sempurna."Hari ini kamu mau menikah, padahal baru kemarin rasanya Oma menggendongmu," ucapnya pelan seraya tangan Resa membelai wajah Rio.Rio tiba-tiba membuka mata dan terkejut saat mendapati neneknya sudah duduk di sampingnya."Oma?" ucap Rio seraya mengerjapkan mata, terlihat Resa tersenyum ke arahnya. Sejak dulu, Rio memang jarang menyusahkannya. Berbeda dengan Reza.
Hari ini Rio dan Melinda melakukan foto prewedding di pantai. Mereka sudah menginap sejak semalam. Dan pagi ini sebelum matahari menampakkan sinarnya. Melinda sudah siap di dandani oleh tim MUA.Sesi foto pertama, Melinda mengenakan dress berwarna maron hingga menyentuh mata kakinya. Dengan meneteng topi e di tangannya. Sedangkan Rio mengenakan baju dan celena pendek yang senada dengan baju Melinda. Mereka menggunakan latar hamparan laut yang luas. Dan berpose menghadap ke arah matahari terbit.Kemudian di sesi berikutnya, Melinda mengenakan gaun pernikahan warna gold dan Rio mengenakan kemeja putih dibalut dengan toxido hitam. Kesan mewah dari baju mereka begitu terlihat.Fotografer yang mereka sewa juga berkerja keras dengan totalitas. Berbagai pose dilakukan, bahkan sang fotografer harus tiduran untuk mendapatkan foto terbaik.Pose terbaik adalah saat Melinda dan Rio berada di balik karang yang di hantam oleh ombak, dan airnya menyiprat seperti air terjun. Mereka berpose sangat bag
Rio berjalan sembari berkari dari parkiran. Sebab sempat terkena macet tadi saat di jalan menuju rumah sakit. Kini dia terlembat sepuluh menit.Lobby rumah sakit yang ramai juga membuat moodnya berantakan. Karna menghalangi jalan menuju ruangannya. Sesampainya di ruangan, Rio menghembuskan nafas kasar. Karna sudah banyak pasien yang menunggu kedatangannya. Dia langsung mengerjakan tugasnya untuk menangani berbagai keluhan pasiennya. Hingga tiba waktu istirahat, dia melangkah ke kantin rumah sakit untuk mencari secangkir kopi. Dia butuh kafien untuk mengembalikan moodnya.Baru saja melangkah beberapa langkah, tangan nya di cekal oleh seseorang."Yo!""Jelita? Ngapain kamu kesini?" tanya Rio seraya melirik ke arah tangannya yang di cekal oleh Jelita. Perempuan yang menjadi sahabat Rio sejak SMA, dia pernah menyatakan perasaannya pada Rio. Namun Rio tak pernah membalas perasaan Jelita."Aku sengaja kesini!" kata Jelita seraya menatap lekat ke arah Rio."Ngapain? Aku mau ke kantin! Mau
Argadana menemui Resa setelah Rio dan Melinda pulang."Bu!" panggil Argadana menghampiri Resa yang masih duduk di ranjang, sama saat Melinda menemuinya tadi."Mau minum jus?" tanya Argadana basa-basi."Nggak! Kamu kesini mau menawari jus atau ada maksud lain?" tanya Resa sudah tahu maksud kedatangan anaknya."Aku eh, au,.." ucap Argadana tergagap."Kamu kalah sama Rio dan Melinda, Arga! Keduanya tidak ada yang takutnya saat bicara dengan ku," ledek Resa."Jadi kapan Rio akan melamar perempuan itu?"Argadana langsung shock ketika mendengar pertanyaan Resa. Dia bahkan tak bisa berkata apa-apa lagi."Kamu kenapa?" tanya Resa menatap heran ke arah anaknya."Aku terkejut karna pertanyaan ibu tadi," jujur Argadana."Kok bisa?"Argadana menggeleng, "Ibu yakin mau menerima Melinda?""Bukankah sudah aku katakan barusan? Apakah harus aku tarik kembali kata-kataku?" sahut Resa kesal."Ti-tidak seperti itu, Bu! Ya, kalau sudah pas, biar Riana yang mengurus semuanya. Aku akan segera bilang padanya
Semua orang memuji masakan Melinda. Mereka makan dengan lahap, termasuk Resa. Tapi dia tidak mencibir atau memuji masakan Melinda. Riana yang melihat itu, bersorak gembira sebab calon mantunya selangkah lebih maju. Biasanya Resa selalu mengkritik masakannya dan Gendis jika tidak enak, walaupun hanya kurang tingkat kematangannya sedikit. Namun sekarang, mertuanya itu makan dengan lahap tanpa protes sedikit pun.Setelah makan, semua anggota keluarga Argadana kembali berkumpul di ruang tamu, termasuk Resa. Dia ingin menunjukkan kepada Melinda siapa dirinya."Hmm, Ma, Pa, Oma, dan Tante. Sebenarnya kedatangan Rio membawa Melinda kesini, ingin meminta restu. Agar hubungan ini bukan hanya untuk jalan bersama. Rio minta izin untuk melamar Melinda secepatnya," ucap Rio tegas hanya dengan satu helaan nafas."Kamu itu! Baru aja kenal beberapa hari, sudah sok sokan mau lamaran. Mbok harus di kenali dulu bibit, bebet, dan bobotnya dulu. Kamu kan tahu kita ini siapa, Rio?" sela Resa, dia memotong
"Wah ada yang dapat cincin nih! Coba ibu lihat!" celutuk Marisha sudah berdiri di ambang pintu kamar Melinda. Dia langsung masuk untuk memastikan.Melinda menutup wajah dengan sebelah tangan yang tersemat cincin pemberian Rio."Sebentar ibu foto ya!" ujar Marisha mengeluarkan ponsel dari saku dasternya. Dia langsung mengunggah di story Whatshapp nya dengan caption 'Semoga ini pertanda baik' tulisnya.Marisha mengulas pucuk kepala putrinya."Istirahat, Mel. Udah malam ini, jangan liatin cincin itu mulu. Nanti ibu beliin yang lebih banyak kalau mau!" goda Marisha membuat Melinda melongo. Marisha langsung keluar dan menutup pintu kamar anaknya. Melinda melanjutkan mengoles skincare malamnya.***Rio sudah berganti baju dan bersiap untuk tidur. Namun dia lupa menyalakan alrm untuk besok pagi, karna masuk jadwal pagi. Dia membuka whatshapp nya terlebih dahulu. Siapa tahu ada pesan dari Melinda. Rio mendesah pelan karna harapan tak sesuai keinginan.Tapi matanya terpaku pada unggahan story