Saat Melinda berjalan menuju warung untuk membelikan pakdenya rokok. Seorang pengendara motor menjambret dompet yang dipenggang oleh Melinda.
"T-tolong!! Tolong!!" teriak Melinda repleks tersentak kaget.Tak berselang lama seorang lelaki paruh baya menghampiri Melinda. Tapi sayangnya, jambret itu lebih dulu kabur."Kamu kenapa nak?" tanya lelaki paruh baya itu membantu Melinda berdiri.Melinda menunjuk kearah pengendara motor yang sudah berhasil mengambil dompetnya, "Itu pak! A-anu, dompet saya!""Loh bukannya kamu Melinda? Putrinya pak Kusuma?" ucap lelaki paru baya itu balik bertanya.Melinda yang tadi shock malah menjadi bingung untuk mengenali lelaki paruh baya yang menolongnya. Dia mengingat-ingat apakah pernah bertemu dengan lelaki paruh baya yang ada dihadapannya, "Bapak mengenalku? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?"Lelaki paruh baya itu tersenyum simpul, "Saya Wijaya. Rekan bisnisnya bapak kamu, Kusuma. Kita bertemu waktu kamu masih SMA dulu,""Oh pantes saya lupa mungkin. Maaf ya pak," Melinda mangut-mangut tersenyum."Iya gak papa. Kamu gimana? Ada yang terluka kah? Gimana juga kabar bapak kamu?" cecar pak Wijaya."Saya gak papa kok pak, gak ada yang luka cuman dompet saya aja yang diambil. Dan bapak juga alhamdulillah baik kabarnya,""Syukurlah kalau begitu. Oiya kamu ngapain disini?""Saya sudah menikah dan sekarang ikut tinggal bersama suami juga,""Owalah Mel kamu udah nikah rupanya. Kok bapak gak diundang sama bapakmu?" goda pak Wijaya."Cuman syukuran biasa aja pak gak mewah. Yang diundang juga para kerabat dekat saja," jawab Melinda setengah malu karna bapaknya lupa mengundang pak Wijaya.Pernikahan Melinda dan Yusuf memang digelar sangat sederhana. Karna itu atas permintaan Melinda sendiri, dia tak mau terlalu membeban kepada Yusuf. Dan berusaha menyembunyikan identitasnya sendiri. Mereka juga menikah dirumah neneknya Melinda bukan dikediaman orangtuanya karna permintaan dari sang nenek."Oh iya Mel. Tapi saya salut banget sama keluarga mu. Meski kalian orang yang berada, harta dimana-mana tapi didikan bapak mu sangat mengagumkan. Kalian hidup nampak sederhana bahkan banyak yang tak tau siapa kalian sebenarnya," ucap pak Wijaya terkekeh."Hehe bisa aja bapak. Tapi memang tak ada yang perlu disombongkan pak. Semuanya hanya titipan dari yang kuasa,""Nah itu salah satu yang bikin saya kagum pada keluargamu Mel. Kalian itu selalu rendah hati dan tidak sombong. Ngomong-ngomong kamu ngapain disini? Tinggal didekat sini juga kah?""Ah gak pak. Ini kebetulan ada acara arisan keluarga dirumah bude suami saya. Jadi sebagai anggota keluarga saya ikut," balas Melinda."Memang siapa nama bude mu? Kalau masih disini mungkin saya kenal Mel,""Aku sih manggilnya bude Ami pak gak tau juga siapa nama panjang beliau. Itu loh yang rumah nya cat hijau diujung komplek sana" kekeh Melinda sambil menunjuk kearah rumah bude Ami."Bude Ami? Istrinya pak Anton itu ya? Kamu menikah dengan keponakannya kah?" Pak Wijaya menyatukan alis mencoba menerka.Melinda mengaguk, "Iya benar sekali pak!""Sebaiknya kamu hati-hati dengan keluarga Anton itu Mel. Saya gak mau anak teman saya dimanfaatkan oleh keluarga mereka," ucap pak Wijaya setengah berbisik."Maksud bapak?" Melinda agak bingung."Kamu pasti akan tau maksud saya nanti Mel. Mereka pasti akan memanfaatkan mu jika kamu tak berhati-hati nantinya. Ingat selalu pesan saya ya Mel," ujar pak Wijaya sambil menepuk bahu Melinda langsung berlalu pergi.Melinda menjadi bingung sendiri, apakah ucapan pak Wijaya tadi ada sangkutannya dengan kelakuan mereka yang memperlakukan Melinda seperti upik abu tadi? Tapi masa iya mereka memanfaatkan tenang keponakannya sendiri?***Baru saja Melinda membaringkan tubuhnya dikasur, suara panggilan dari luar mengagetkannya lagi."Mel! Melll!! Tolong ambilkan buah dari dalam kulkas ya! Cuciin sekalian. Ini teman-teman ku bentar lagi mau datang loh," teriak mbak Santi dari luar kamar Melinda."Memang nya mau ada acara kah mbak?" tanya Melinda keluar dari kamarnya."Arisan bareng teman-temanku. Kamu ambil buah dalam kulkas langsung dicuci ya, setelah itu kamu susun kue-kue yang di meja dapur kamu bawa sekalian keluar sini,""Minta tolong sama bik Ramlah kan bisa mbak. Aku capek kan kita baru pulang dari rumah bude Ami," ucap Melinda berusaha menolak perintah iparnya."Loh kok kamu jawabnya begitu? Kamu gak mau bantuin aku kah?" ketus mbak Santi."Tapi kan aku memang benaran capek mbak. Lagian semua pekerjaan dirumah bude Ami tadi semuanya aku yang ngerjain, masa disini juga harus aku? Bukan kah disini ada bik Ramlah?" ujar Melinda langsung melangkah kedalam kamarnya."Astaga Melinda. Baru juga bergabung di keluarga ini kamu sudah berani membantah. Sudah keluar sifat aslinya ternyata," sindir mbak Santi. Padahal sifat aslinya yang keluar."Tapi mbak aku benaran capek banget. Kata dokter juga aku gak boleh terlalu capek bisa berpengaruh pada janin ku," balas Melinda memelas."Halah alasan aja kamu Mel! Memang nya cuci buah itu pekerjaan yang berat ya? Padahal kamu dirumah mu dulu juga bekerja begini kan, malah lebih melelahkan daripada disini. Jangan mentang-mentang kamu menikah dengan Yusuf kamu bisa seenaknya begini. Ngaca dong kalau gak kaya itu kelurga suamimu bukan kamu!"Ucapan yang terlontar dari mulut iparnya seakan menusuk ke jantung Melinda. Ingin sekali Melinda menyumpal mulut iparnya dengan segepok rupiah agar tak menjadi-jadi. Padahal jika dibandingkan dengan kekayaannya, kekayaan keluarga suaminya tak sebanding, malah hanya seujung kuku."Tapi mbak,,""Udah gak ada tapi-tapian Mel. Bentar lagi teman-teman ku datang. Cepat kamu kerjakan apa yang aku suruh. Habis itu langsung bantuin bik Ramlah masak." kekeuh mbak Santi gak mau dibantah.Melinda masih diam mematung membuat mbak Santi makin jengkel."Aduh Mel kok malah melamun? Cepatan dong. Kalau numpang itu harus sadar diri. Bantuin kalau tuan rumah ada acara," ucap mbak Santi lagi sambil mendorong tubuh Melinda.Lagi-lagi perkataan mbak Santi membuat hati Melinda tersentil. Dia memang menumpang dirumah mertuanya, tapi tak berbeda dengan mbak Santi jika bukan karna kebaikan mertuanya mbak Santi dan keluarganya juga belum punya rumah.Melinda pun lekas menuju dapur. Ia tak mau memperpanjang masalah. Sangat tidak etis jika bertengkar dengan ipar menurutnya."Mbak Melin istirahat saja. Biar saja saya yang mengerjakan semuanya. Nanti kalau terjadi sesuatu kepada mbak Melin pasti mas Yusuf akan marah besar," ujar bik Ramlah yang tak tega melihat Melinda bekerja."Udah gak papa bik. Bibi dengar sendirikan tadi kata mbak Santi kalau numpang itu harus sadar diri, jadi aku harus sadar diri karna memang benar aku hanya numpang disini," jawab Melinda tersenyum kecut."Tapi kan mbak juga menantu disini. Tak sepantasnya mbak Santi memperlakukan mbak seperti ini,""Ini hanya sementara kok bik. Sampai rumah kami selesai dibangun, setelah itu kami akan segera pindah dari sini," ucap Melinda membayangkan rumah impiannya dan Yusuf selesai dibangun dengan cepat.Melinda dan bik Ramlah malah keasyikan mengobrol sampai lupa dengan pekerjaan mereka. Alhasil mbak Santi kembali marah-marah."Bagus ya ditungguin dari tadi juga. Eh tau nya malah asyik mengobrol. Bikin malu aja, tuh tamu ku udah pada datang. Cepat Mel kamu bawa buahnya dan bik Ramlah bawa kuenya," ucap mbak Santi memerintah lagi.Melinda terpaku apa alasan yang membuat kakak iparnya berlaku judes kepada. Bahkan sejak perkenalan mereka lima bulan yang lalu. Saat Yusuf dan Melinda meminta izin untuk menikah kepada keluarga suaminya."Biar saya aja mbak. Ini sudah tugas saya, mbak Melin istirahat saja," ujar bik Ramlah mengambil keranjang buah di tangan Melinda."Gak papa bik. Biar cepat selesai," kata Melinda."Sudah mbak duduk saja," kekeuh bik Ramlah tak mau dibantah.Namun karna kasian dengan bik Ramlah, Melinda pun membantu membawakan piring kue keluar. Untuk dihidangankan kepada tamu-tamunya mbak Santi."Siapa dia bestie? Upik abu baru kah?" tanya salah seorang dari tamu mbak Santi sambil melirik ke arah Melinda."Namanya Melinda. Dia istrinya Yusuf," balas mbak Santi."Duh maaf ya bestie. Aku pikir pembantu tadi, habisnya baju nya begitu sih kek baju upik abu aja," ucap teman mbak Santi lagi dengan senyum mengejek."Gak papa kok. Emang kenyataannya begono, maklum gadis ndeso!" ucap mbak Santi tersenyum sinis kearah Melinda."Yusuf kan lulusan S2 teknologi. Kok bisa punya istri kek upik abu?" timpal teman nya yang lain."Memang kenapa kalau saya istrinya mas Yusuf?" tanya Melinda mengibas-ngibaskan baju kerajaan favoritnya, yaitu daster sultan."Gak papa sih. Cuman gak nyangka aja seleranya kelas upik abi ckck," timpal temannya yang memakai gaun merah."Jangan bicara begitu dong guys. Wajah upik abu ini kalau dimodalin ke salon bakal cantik kok," ucap yang berbaju navy membuat seisi ruangan tertawa terpingkal-pingkal."Daripada buang-buang duit buat modalin dia. Lebih baik suruh Yusuf cari istri baru San," ucap perempuan dengan rambut sebahunya, dia berucap seakan Melinda tak ada diruangan itu.Saat banyak yang menghina Melinda. Tiba-tiba ada seorang perempuan cantik dengan balutan dress baby pink yang begitu ketat, membentuk bentuk tubuhnya yang langsing. Berjalan mendekati Melinda."Hai nama mu siapa?" ucapnya ramah sekali. Melinda mengira perempuan yang satu ini berbeda dengan yang lainnya."Melinda mbak," jawab Melinda agak gugup."Oh Melinda. Aku Alika, panggil saja Alika kita seumuran kok," balasnya lagi seraya menyalami Melinda.Melinda menerima uluran tangan Alika, dengan senang hati dia juga menyalami Alika. Karna dari sekian banyak teman mbak Santi, hanya Alika yang sangat ramah kepadanya."Duh Al kenapa pakai salaman sama dia segala sih? Gak etis banget mantan dekat sama istri sah," celutuk mbak Santi melirik sinis Melinda.Setelah mendengar ucapan mbak Santi, hati Melinda tiba-tiba merasakan nyeri dan sesak. "Kebenaran apa ini? Ternyata perempuan cantik yang ku kira berbeda dengan yang lainnya adalah Alika, mantan pacarnya mas Yusuf," batin Melinda."Gak papa dong mbak Sinta. Bagaimana menurut mbak? Cantikan mana aku sama dia?" tanya Alika tersenyum puas karna bisa mempermalukan Melinda.Semua tambah tertawa mendengar ucapan Alika. Ternyata Melinda salah menduga, perempuan yang dikiranya baik dan berbeda dengan yang lainnya. Malah lebih menyakiti sangat dalam."Ternyata Yusuf gak pakai kacamata saat melihat mu Melinda. Wajah kek upik abu kok dijadiin istri," ucap Alika tanpa rasa bersalah. Dia kembali ketempat duduknya.Perkataan nya mampu membuat Melinda diam mematung, hinaan dari mulutnya mampu membuat Melinda bungkam."Ngapain masih disitu Mel? Udah sana bantuin bik Ramlah ke belakang," ucap mbak Santi lagi."Lumayan ya San bisa nambah upik abu gratisan," celutuk teman mbak Santi berbaju maroon.Meski Melinda sudah melangkah ke dapur tapi suara mereka masih terdengar ditelinga Melinda."Apa semua orang memandang rendah seseorang hanya melalui penampilan saja? Padahal mereka tak tau berapa harga daster yang ku kenakan ini, dasar tak bermoral," umpat Melinda dalam hati.Bersambung...Bik Ramlah sepertinya mendengar hinaan kepada Melinda tadi. Dia pun langsung menyuruh majikan nya untuk istirahat."Mbak istirahat saja dikamar. Biar saya saja yang mengerjakan semua ini. Nanti kalau mbak Santi nanya saya tinggal bilang kalau mbak Melinda capek," ujar bik Ramlah tak tega melihat Melinda yang terlihat pucat."Iya bik. Makasih ya," balas Melinda langsung melangkah menuju kamarnya. Dia sangat lelah fisik dan batinnya. Melinda juga gak mau terjadi sesuatu kepada janin yang dikandungnnya. Melinda langsung merebahkan tubuh nya dikasur, merenggangkan otot-otot yang sudah mulai kaku. Baru ingin memejamkan mata, dering diponselnya menghentikan keinginannya. Terpampang nama ibunya di ponsel, lekas Melinda menjawab panggilan dari sang ibu."Assalamualaikum, bu," ucap Melinda ketika telpon sudah tersambung."Waalaikumsalam nak. Bagaimana kabarmu?""Alhamdulillah Melin baik bu. Ibu dan bapak juga apa kabar?""Kami juga baik Mel,""Syukurlah kalau begitu. Oh iya ibu ada apa menelp
Saat keluarga Melinda sedang asyik berbincang. Mbak Santi datang dan berucap dengan sinis, "Piring-piring kotor sudah numpuk didalam Mel. Oh iya bu sekalian bantuin anaknya ya,"Pak Kusuma seketika melotot, begitupun dengan pak Wowo mereka saling tatap."Ini ada apa Mel? Kenapa kamu menyuruh Melinda? Bukan kah kamu kakak iparnya Melin?" cecar pak Kusuma."Iya benar saya kakak iparnya. Saya juga tau kalau bapak adalah bapaknya Melinda," balas mbak Santi tanpa rasa bersalah telah memerintah iparnya."Lalu kenapa kamu menyuruh anak dan istri saya? Bukan kah disini ada pembantu?" ucap pak Kusuma lagi berusaha menahan emosinya."Ada sih, tapi dia lagi sakit. Gak tau kapan sembuhnya, jadi untuk sementara Melinda yang menggantikan tugas-tugasnya," ucap mbak Santi berlalu masuk kedalam tanpa menoleh kearah pak Kusuma yang sedang diambang kemarahan.Pak Kusuma terlihat sangat marah, dia memperlakukan putrinya seperti sultan dirumahnya. Sedangkan dirumah mertuanya, putrinya dijadikan upik abu.
"Hahaha bodyguard sekaligus sopir pribadi katanya, yank. Nih bodyguard tu harus nya badan nya ideal kayak saya, bukan kayak kamu kurus kering gitu," ucap Riko memamerkan ototnya sambil terkekeh."Dan untuk anda, anda, dan kamu terutama Mel! Masih untung keluarga ku mau menampung mu tinggal dirumah mewah ini. Kalau gak kamu pasti masih tinggal di gubuk orangtua mu atau mungkin di kolong jembatan. Kamu juga dikasih makan secara gratis disini. Jadi wajar dong jika Melinda menbantu pekejaan rumah ini. He to llo jangan sok mengaku sebagai sultan ya kalau aslinya hanya upik abu! Nih barang bawaan nya juga pakai kardus, mana ada sultan bawa kardus!" sinis mbak Santi menunjuk kearah pak Kusuma, Ibu Marisha dan Melinda secara bergantian dengan senyum mengejek."Hey anak kemarin sore! Jangan berani-berani tangan kamu menunjuk ke wajah saya, gak sopan! Saya pastikan kalian akan menyesal melakukan hal ini kepada kami! Ayo Mel kita pergi dari sini, kita akan menginap di hotel selama menunggu suami
Bapak Kusuma dan ibu Marisha saling pandang lalu mereka mengaguk bersamaan. Melinda pun langsung menyentuh ikon hijau pada layar ponselnya."Assalamualaikum mas!" ucap Melinda setelah telpon tersambung."Waalaikumsalam, dek. Em anu dek mas mau nanya apakah yang dikatakan oleh bapak tadi benar? Mbak Santi dan mas Riko menjadikan mu upik abu dirumah?" tanya Yusuf seakan ragu untuk bertanya.Melinda terdiam, sebenarnya dia ragu untuk berkata jujur. Ia takut akan membuat hubungan suami dengan kakak iparnya menjadi renggang. Tapi jika berbohong, itupun juga tak baik."Kenapa diam, dek? Apakah semua itu benar? Jangan pernah ragu untuk berkata jujur kepada mas.""Em, maaf mas bukan itu. Sebenarnya aku masih bingung dengan perlakukan mereka terhadap ku. Tapi seiring berjalannya waktu, kelakuan mereka semakin menjadi-jadi kepada ku," jawab Melinda jujur."Nanti mas akan tegur mereka, maafin mas ya sudah membuat mu tersakiti begini. Sekarang kamu dimana dek? Apakah bapak dan ibu membawamu pulan
"Mas Yusuf dikirim ke Kalimantan untuk mengurus sesuatu pak," jawab Melinda."Astaga istri lagi hamil muda kok ditinggalin begitu aja. Tapi bagus deh kalau dia mau tetap pulang itu artinya dia lelaki yang bertanggung jawab dan cekatan," ucap bapak Kusuma kemudian.***Setelah dua jam berlalu, ponsel Melinda kembali berdering. Terpampang jelas nama Mas Yusuf dilayar.Dia hanya mengirim pesan untuk menanyakan alamat tempat Melinda dan keluarganya menginap.Gegas Melinda menjawab dan menshareloc kepada suaminya. Tak perlu menunggu lama, hanya setengah jam Yusuf telah tiba dihotel karna memang jarak antara bandara dan hotel cukup dekat.Yusuf langsung menemui keluarga Melinda. Dia juga minta maaf kepada istri dan mertuanya untuk perihal perlakukan keluarganya."Sudah lah gak papa kok, Suf. Bukan salah kamu juga. Hanya saja bapak ingin mengingatkan janji mu dulu saat meminta Melin menjadi istrimu, kamu tak akan pernah lupa dengan janjimu itukan?" jawab pak Kusuma mencoba mengingatkan peran
Yusuf, pak Kusuma dan pak Wowo sedang bermain catur di teras. Sedangkan bu Marisha sedang bercengkrama dengan Melinda.Silau sorot lampu mobil memasuki pekarangan membuat obrolan Yusuf dan mertuanya terhenti.Dari arah mobil keluar lah Yuda, adik bungsu Yusuf. Diikuti dengan Dina, istrinya Yuda. Mereka ada pasangan dibanggakan oleh Santi. Mereka menyapa Yusuf dengan alakadarnya dan langsung masuk ke dalam rumah."Eh ini dia yang ditunggu dari tadi, kok baru datang sih? Udah makan apa belum?" ucap Santi ramah keluar dari kamarnya. Dia memeluk dan menciumi pipi kiri dan kanan Dina."Dia adik ipar mu, Mel?" bisik bu Marisha kepada Melinda."Iya bu. Itu Yuda, adiknya mas Yusuf," jawab Melinda."Hai mbak Melin!" sapa Dina saat melihat kearah Melinda, "Apa kabar mbak?""Baik Din. Kamu juga apa kabar?"Meskipun Yusuf lebih tua daripada Yuda, tapi Yuda menikah lebih dari dulu dari Yusuf. Sedangkan Yusuf memilih melanjutkan sekolah S2 nya terlebih dahulu. Tapi Yuda dan Dina belum memiliki ketur
"Lelucon apa sih maksudmu Din? Aku beneran tidak mengerti," ungkap Yusuf serius."Masa kamu gak ngerti sih mas? Coba tanya disini apa ada yang percaya kalau perempuan yang menjadi istrimu itu memiliki pembantu dirumahnya? Gak kan?" balas Dina sambil terkekeh geli.Santi dan Yuda yang mendengar perkataan Dina ikut tertawa."Loh kok kalian tertawa? Ada yang lucu kah dari ucapanku?" "Gak ada yang lucu sih. Hanya saja kami tidak mempercayai halusinasi mu itu saja. Bagaimana bisa kamu bilang kalau Melinda memiliki pembantu sedangkan dia saja berasal dari keluarga upik abu yang tak sengaja kamu pungut dan berubah menjadi sultan. Ingat gak waktu resepsi pernikahan mu dulu, sumpah deh gak banget. Nikahan kok sepi kayak kuburan," kata Santi mengibas-ngibaskan anak rambutnya."Jadi mbak Santi dapat menyimpulkan kalau Melinda itu dari keluarga tak mampu hanya karna acara resepsi kami digelar sederhana, begitu kah?" tanya Yusuf lagi."Iya dong, kan kalau sultan mah acaranya mewah bisa sampai tuj
"Iya pak Wijaya, Mel. Tetangga dekat rumah bude, dia bilang kalau bapak mu itu adalah rekan bisnisnya. Ya kali rekan bisnisnya orang susah, secara kan pak Wijaya itu terkenal kaya raya disini, bisnisnya dimana-mana juga." kata bude Ami lagi."Oh jadi bude Ami menghubungiku karna sudah mengetahui siapa bapak sebenarnya?" batin Melinda."Hallo Mel! Kamu masih disana kan?" ucap bude Ami lagi karna tak terdengar suara Melinda dari tadi."Ah iya bude, Melin masih disini kok. Pak Wijaya itu memang rekan bisnis bapak sekaligus teman main golf," jawab Melinda sekenanya."Jadi benar dong dia rekan bisnis bapak mu. Oh iya soal uang yang bude mau pinjam tadi gak papa kok kalau gak ada sekarang, besok atau lusa juga gak papa. Nanti bude kirim aja nomor rekening bude biar kamu bisa langsung transfer kalau uang nya sudah ada. Udah dulu ya Mel, bude sedang ada urusan. Terimakasih sebelumnya," ucap bude Ami mengakhiri panggilan tapi masih mengingatkan perihal peminjaman uang.Bude Ami langsung memati
Keluarga Yusuf turun dari mobil. Mereka berdecak kagum saat melihat dekorasi pernikahan Melinda kali ini. Sangat berbeda saat pernikahannya dengan Yusuf.Hati Santi berdenyut nyeri kembali, ketika awal mula dia merendahkan Melinda. Hanya karna memakai daster dan menggelar pernikahan dengan sederhana. Dia lalu memperlakukan Melinda seperti Upik Abu yang ternyata adalah seorang Sultan.Mereka langsung mengisi buku tamu, bahkan terpampang banyak papan ucapan dan buket bunga membuat mereka semakin kagum.Saat melihat dekorasi yang begitu bagus, kepala Dina langsung travelling. Dia menduga-duga berapa biaya yang sudah dihabiskan oleh Rio dan Melinda untuk dekorasi ini. Sungguh dia merasa lucu karna sempat ingin bersaing kekayaan dengan Melinda dulu.Mata Yusuf melirik ke sebuah foto besar yang di sebut foto prewedding. Foto itu sepertinya diambil di sebuah pantai. Tiba-tiba Yusuf teringat saat dia menelantarkan mantan istrinya itu."Lihat itu!" bisik Dina pada Yuda. Yuda langsung melirik k
Kolega dan rekan bisnis juga datang berganti, mereka tak sabar ingin mengucapkan selamat kepada Melinda dan Rio.Sakti juga menjadi tamu terhormat disana, sebab dia salah satu pengusaha muda yang sukses. Banyak kaum hawa yang ingin mendekatinya."Samperin! Lamar!" ucap Rio kepada Sakti, sedangkan Melinda sedang berganti pakaian untuk melanjutkan sesi resepsi."Kamu ngomong sama aku?" tanya Sakti seraya menunjuk ke arah hidungnya."Bukan! Sama bujang tua yang gak laku!" ketus Rio membuat Sakti semakin melotot."Mentang-mentang sudah laku. Hemm, ingat! Apa yang kamu dapat sekarang juga ikut andil diriku!" angkuh Sakti seraya menyilangkan kedua tangannya di dada."Haha, sumpah idemu gak guna, Bro! Yang ada, aku seperti ABG labil!" kekeh Rio membuat Sakti menyatukan kedua alisnya."Aku berhasil karna cara ku sendiri, Sakti. Perempuan itu susah di tebak maunya. Makanya ku paksa saja!" ucap Rio masih tertawa bangga."Dipaksa? Yang ada dia ilfeel!""Jangan banyak mikir, sana buruan samperin!
Melinda sedang di rias oleh tim MUA, Marisha dan Maida pun begitu. Di bagian dapur juga hidangan sudah siap. Dan di depan meja sudah tertata rapi. Hampir sembilan puluh persen semuanya selesai, hanya menunggu kedatangan pengantin laki-lakinya saja lagi."Done!" ucap Sesea yang merias wajah Melinda."Cantik sekali kamu!" kata Sesea tersenyum bangga dengan hasil karyanya menyulap wajah Melinda menjadi makin cantik.Asistennya pun ikut tersenyum melihat bos nya sudah selesai berkarya.Maida juga tersenyum puas saat melihat Melinda yang memang benaran sangat cantik sekali. Riasan Melinda memang sangat berbeda dari biasanya. Dia terlihat sangat natural dan cantik. Maklum saja yang meriasnya adalah perias para kalangan artis. Tarif jasa untuk merekuitnya pun cukup mahal. Tapi tidak untuk Melinda dan Rio. Mereka hanya menggunakan uang saku sehari saja untuk meminta jasa Sesea.Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, dan Melinda sudah siap dengan kebaya putih dengan dandanan adat Sunda. Ba
Resa keluar kamarnya setelah selesai mandi, dia menuju kamar Rio. Perlahan tangan nya mengetuk pintu, namun hingga ketukan pintu yang kesekian kali tak ada jawaban juga.Resa meraih hendle pintu dan membuka pintu kamar. Nampak di dalam kamar masih gelap dan tidak ada aktivitas apapun. Itu menandakan sang penghuni kamar masih terlelap.Sebuah selimut tebal masih teronggok di atas kasur. Resa meraba selimut itu dan menyingkapnya sedikit.Sang cucu tercinta yang akan melaksanakan akad nikah hari ini, ternyata masih terbuai dalam alam mimpi. Resa tersenyum seraya menatap wajah tenang Rio yang masih menutup mata dengan sempurna."Hari ini kamu mau menikah, padahal baru kemarin rasanya Oma menggendongmu," ucapnya pelan seraya tangan Resa membelai wajah Rio.Rio tiba-tiba membuka mata dan terkejut saat mendapati neneknya sudah duduk di sampingnya."Oma?" ucap Rio seraya mengerjapkan mata, terlihat Resa tersenyum ke arahnya. Sejak dulu, Rio memang jarang menyusahkannya. Berbeda dengan Reza.
Hari ini Rio dan Melinda melakukan foto prewedding di pantai. Mereka sudah menginap sejak semalam. Dan pagi ini sebelum matahari menampakkan sinarnya. Melinda sudah siap di dandani oleh tim MUA.Sesi foto pertama, Melinda mengenakan dress berwarna maron hingga menyentuh mata kakinya. Dengan meneteng topi e di tangannya. Sedangkan Rio mengenakan baju dan celena pendek yang senada dengan baju Melinda. Mereka menggunakan latar hamparan laut yang luas. Dan berpose menghadap ke arah matahari terbit.Kemudian di sesi berikutnya, Melinda mengenakan gaun pernikahan warna gold dan Rio mengenakan kemeja putih dibalut dengan toxido hitam. Kesan mewah dari baju mereka begitu terlihat.Fotografer yang mereka sewa juga berkerja keras dengan totalitas. Berbagai pose dilakukan, bahkan sang fotografer harus tiduran untuk mendapatkan foto terbaik.Pose terbaik adalah saat Melinda dan Rio berada di balik karang yang di hantam oleh ombak, dan airnya menyiprat seperti air terjun. Mereka berpose sangat bag
Rio berjalan sembari berkari dari parkiran. Sebab sempat terkena macet tadi saat di jalan menuju rumah sakit. Kini dia terlembat sepuluh menit.Lobby rumah sakit yang ramai juga membuat moodnya berantakan. Karna menghalangi jalan menuju ruangannya. Sesampainya di ruangan, Rio menghembuskan nafas kasar. Karna sudah banyak pasien yang menunggu kedatangannya. Dia langsung mengerjakan tugasnya untuk menangani berbagai keluhan pasiennya. Hingga tiba waktu istirahat, dia melangkah ke kantin rumah sakit untuk mencari secangkir kopi. Dia butuh kafien untuk mengembalikan moodnya.Baru saja melangkah beberapa langkah, tangan nya di cekal oleh seseorang."Yo!""Jelita? Ngapain kamu kesini?" tanya Rio seraya melirik ke arah tangannya yang di cekal oleh Jelita. Perempuan yang menjadi sahabat Rio sejak SMA, dia pernah menyatakan perasaannya pada Rio. Namun Rio tak pernah membalas perasaan Jelita."Aku sengaja kesini!" kata Jelita seraya menatap lekat ke arah Rio."Ngapain? Aku mau ke kantin! Mau
Argadana menemui Resa setelah Rio dan Melinda pulang."Bu!" panggil Argadana menghampiri Resa yang masih duduk di ranjang, sama saat Melinda menemuinya tadi."Mau minum jus?" tanya Argadana basa-basi."Nggak! Kamu kesini mau menawari jus atau ada maksud lain?" tanya Resa sudah tahu maksud kedatangan anaknya."Aku eh, au,.." ucap Argadana tergagap."Kamu kalah sama Rio dan Melinda, Arga! Keduanya tidak ada yang takutnya saat bicara dengan ku," ledek Resa."Jadi kapan Rio akan melamar perempuan itu?"Argadana langsung shock ketika mendengar pertanyaan Resa. Dia bahkan tak bisa berkata apa-apa lagi."Kamu kenapa?" tanya Resa menatap heran ke arah anaknya."Aku terkejut karna pertanyaan ibu tadi," jujur Argadana."Kok bisa?"Argadana menggeleng, "Ibu yakin mau menerima Melinda?""Bukankah sudah aku katakan barusan? Apakah harus aku tarik kembali kata-kataku?" sahut Resa kesal."Ti-tidak seperti itu, Bu! Ya, kalau sudah pas, biar Riana yang mengurus semuanya. Aku akan segera bilang padanya
Semua orang memuji masakan Melinda. Mereka makan dengan lahap, termasuk Resa. Tapi dia tidak mencibir atau memuji masakan Melinda. Riana yang melihat itu, bersorak gembira sebab calon mantunya selangkah lebih maju. Biasanya Resa selalu mengkritik masakannya dan Gendis jika tidak enak, walaupun hanya kurang tingkat kematangannya sedikit. Namun sekarang, mertuanya itu makan dengan lahap tanpa protes sedikit pun.Setelah makan, semua anggota keluarga Argadana kembali berkumpul di ruang tamu, termasuk Resa. Dia ingin menunjukkan kepada Melinda siapa dirinya."Hmm, Ma, Pa, Oma, dan Tante. Sebenarnya kedatangan Rio membawa Melinda kesini, ingin meminta restu. Agar hubungan ini bukan hanya untuk jalan bersama. Rio minta izin untuk melamar Melinda secepatnya," ucap Rio tegas hanya dengan satu helaan nafas."Kamu itu! Baru aja kenal beberapa hari, sudah sok sokan mau lamaran. Mbok harus di kenali dulu bibit, bebet, dan bobotnya dulu. Kamu kan tahu kita ini siapa, Rio?" sela Resa, dia memotong
"Wah ada yang dapat cincin nih! Coba ibu lihat!" celutuk Marisha sudah berdiri di ambang pintu kamar Melinda. Dia langsung masuk untuk memastikan.Melinda menutup wajah dengan sebelah tangan yang tersemat cincin pemberian Rio."Sebentar ibu foto ya!" ujar Marisha mengeluarkan ponsel dari saku dasternya. Dia langsung mengunggah di story Whatshapp nya dengan caption 'Semoga ini pertanda baik' tulisnya.Marisha mengulas pucuk kepala putrinya."Istirahat, Mel. Udah malam ini, jangan liatin cincin itu mulu. Nanti ibu beliin yang lebih banyak kalau mau!" goda Marisha membuat Melinda melongo. Marisha langsung keluar dan menutup pintu kamar anaknya. Melinda melanjutkan mengoles skincare malamnya.***Rio sudah berganti baju dan bersiap untuk tidur. Namun dia lupa menyalakan alrm untuk besok pagi, karna masuk jadwal pagi. Dia membuka whatshapp nya terlebih dahulu. Siapa tahu ada pesan dari Melinda. Rio mendesah pelan karna harapan tak sesuai keinginan.Tapi matanya terpaku pada unggahan story