Saat keluarga Melinda sedang asyik berbincang. Mbak Santi datang dan berucap dengan sinis, "Piring-piring kotor sudah numpuk didalam Mel. Oh iya bu sekalian bantuin anaknya ya,"
Pak Kusuma seketika melotot, begitupun dengan pak Wowo mereka saling tatap."Ini ada apa Mel? Kenapa kamu menyuruh Melinda? Bukan kah kamu kakak iparnya Melin?" cecar pak Kusuma."Iya benar saya kakak iparnya. Saya juga tau kalau bapak adalah bapaknya Melinda," balas mbak Santi tanpa rasa bersalah telah memerintah iparnya."Lalu kenapa kamu menyuruh anak dan istri saya? Bukan kah disini ada pembantu?" ucap pak Kusuma lagi berusaha menahan emosinya."Ada sih, tapi dia lagi sakit. Gak tau kapan sembuhnya, jadi untuk sementara Melinda yang menggantikan tugas-tugasnya," ucap mbak Santi berlalu masuk kedalam tanpa menoleh kearah pak Kusuma yang sedang diambang kemarahan.Pak Kusuma terlihat sangat marah, dia memperlakukan putrinya seperti sultan dirumahnya. Sedangkan dirumah mertuanya, putrinya dijadikan upik abu."Apakah kamu diperlakukan seperti ini setiap hari Mel?" tanya pak Kusuma meminta penjelasan.Melinda terdiam, dia bingung harus menjawab bagaimana. Jika berkata jujur takut membuat kedua orangtuanya kecewa, dan jika berbohong takut perlakuan mereka makin menjadi."Kenapa diam? Dimana Yusuf? Apakah dia sudah berangkat bekerja sepagi ini?" Ucap pak Kusuma. Mungkin pak Kusuma akan meminta penjelasan kepada menantunya.Melinda masih diam, dia tak tau harus berbuat apa. Karna dia belum menceritakan semuanya kepada suaminya, Yusuf. Yusuf belum mengetahui perangai keluarganya."Mel!!! Buruan dong. Sarapan juga belum ada nih!!" teriak mbak Santi lagi dari dalam."Jangan masuk Mel. Biar bapak yang urus. Enak saja minta dilayani. Apakah mereka tidak tau siapa kita?" ucap pak Kusuma sudah tak bisa membendung amarahnya.Sorot mata pak Kusuma sudah bisa menjelaskan bagaimana kemarahannya sekarang. Suasana halaman rumah menjadi tegang, pak Kusuma merogoh ponsel dari saku celananya. Tapi saat menghubungi Yusuf berkali-kali tak bisa terhubung."Dimana suami mu Mel? Kenapa ponselnya tidak bisa dihubungi?" tanya pak Kusuma kepada putrinya."Mel, bapak tanya suamimu dimana? Kenapa tidak dijawab?" tanya pak Kusuma lagi berusaha meredam amarahnya."L-lagi dinas, keluar kota pak!" jawab Melinda setengah ketakutan.Pak Kusuma berdecak pelan, "Awas saja jika Yusuf sengaja mengabaikan telpon bapak!""Pak mungkin saja mas Yusuf sedang bekerja. Makanya tak menjawab telpon dari bapak. Lebih baik ibu dan bapak masuk kedalam dulu, biar Melin buatkan minum," bujuk Melinda kepada bapak dan ibunya."Gak Mel. Bapak gak akan masuk sebelum bicara dengan suami mu!" kekueh pak Kusuma.Melinda melirik kearah ibunya, meminta bantuan agar ibunya membantu untuk meredam amarah bapaknya. Tapi sang ibu tak mengerti, ibunya malah menyuruh bapaknya menghubungi Yusuf terus-menerus."Mungkin Yusuf gak dengar pak. Coba telpon lagi," titah ibu Marisha.Pak Kusuma langsung menghubungi Yusuf lagi karna perintah istrinya. Sedangkan Melinda hanya bisa menghembuskan nafas kasar."Nah sudah tersambung!" ujar pak Kusuma memberitahu istrinya."Hallo Yusuf! Kemana saja kamu? Sengaja ya mau menghindar dari bapak?" cecar pak Kusuma begitu telpon tersambung.Melinda tak dapat mendengar jawaban apa yang dikatakan oleh Yusuf. Karna pak Kusuma tak mengaktifkan loudspeaker ponselnya."Halah! Tak usah mengada-ngada kamu. Bapak sudah melihat sendiri kalau kakak kamu memperlakukan Melinda seperti pembantu. Ada ibu dan pak Wowo juga disini!"Pak Kusuma terus mencecar menantunya. Sedangkan ibu Marisha menyentuh lengan Melinda. Sepertinya ada sesuatu yang ingin dibicarakannya."Kenapa kamu tidak bilang kepada bapak dan ibu kalau keluarga suamimu memperlakukan mu seperti pembantu Mel?" tanya ibu Marisha meminta penjelasan kepada putrinya, "Kamu putri satu-satu nya yang kami miliki. Kamu kami besarkan penuh kasih sayang, kenapa kamu mau diperlakukan begitu sama keluarga suamimu? Apakah kamu ingin membuat bapak dan ibu sedih Mel?"Saat Melinda ingin menceritakan semuanya kepada ibunya. Tapi terhenti karna teriakan mbak Santi, "MELINDA!!! LAMA BANGET!! KAMU BUDEG KAH?""Nah kamu bisa dengar sendirikan? Pokoknya bapak gak mau tau, besok kamu harus pulang," Kekeuh pak Kusuma tak mau dibantah lagi."Kamu tuli ya Mel? Dari tadi ku suruh masak buatku dan mas Riko tapi sampai sekarang belum dikerjain," bentak mbak Santi didepan kedua orangtua Melinda."Kamu cacat? Atau kedua tangan mu patah? Sampai gak bisa masak sendiri?" ucap bu Marisha buka suara, "Kok enak banget nyuruh anak kami masak? Itukan suamimu, jadi kamu sebagai istri harusnya yang memasak untuknya, bukan Melinda,""Karna pembantu sedang sakit makanya nyuruh Melinda!""TAPI ANAK KAMI BUKAN PEMBANTU!!!" bentak ibu Marisha tak kalah keras dengan mbak Santi, "Jangan kurang ajar kamu ya! Anak kami bukan pembantu! Kecuali jika kamu dan suamimu itu cacat, baru kami bisa maklum,""Melinda disini menumpang dengan suami. Jadi wajar dong jika saya minta bantuan untuk memasak dan beres-beres disini. Toh dia juga tinggal disini. Jika bapak dan ibu merasa keberatan, sekalian aja bapak dan ibu bantuin Melinda," ucap mbak Santi mengejek.Ibu Marisha tambah geram dibuatnya, "Saya mau tanya kepada kamu, apa salah Melinda kepadamu? Kenapa kamu melakukan ini kepadanya?""Karna memang Melinda pantas diperlakukan begitu, lihat saja dasternya. Sangat sesuai dengan pembantu. Dia hanya beruntung karna dinikahi oleh adikku Yusuf. Dari upik abu diangkat jadi sultan, jangan mimpi. Sekali upik abu tetap aja upik abu," ucap Mas Riko menimpali karna baru muncul diambang pintu.Perkataan mas Riko menambah situasi semakin panas, pak Kusuma dan bu Marisha hanya dapat mengelus dada."Kalian manusia atau setan?" kecam ibu Marisha menunjuk kewajah mbak Santi dan mas Riko."Loh kok marah? Emang kenyataan nya kalian itu upik abu kan? Tuh lihat saja, ibu dari kampung pergi ke kota hanya memakai daster saja. Gak punya baju bagus kah? Sudah lah kalau memang kenyataannya begitu gak usah marah, kami maklum kok. Buktinya saja saat pernikahaan Yusuf dan Melinda aja dilangsungkan sangat sederhana. Padahal kalian minta mahar yang gede, dikemanain mahar nya itu?" tawa mas Riko mengejek, "Jadi jangan salahkan kami begini. Sudah untung kami mau menampung Melinda disini,""Maaf mas, jadi mas dan mbak menyimpulkan mbak Melinda ini seorang upik abu hanya karna daster yang ia kenakan? Begitukah?" tanya pak Wowo angkat bicara karna kesal mendengar majikannya direndahkan."Ya begitulah. Apakah kamu gak dengar dari tadi? Atau mungkin kamu juga budeg sama seperti Melinda? Memangnya kamu ini siapa sih?" tanya mas Riko tak suka melihat kehadiran pak Wowo."Saya sopir pribadinya keluarga pak Kusuma. Jika mas dan mbak menyimpulkan kalau mbak Melinda itu keturunan upik abu, maka saya tegaskan mbak dan mas salah besar. Karna kekayaan yang dimiliki kekuarga Kusuma jauh lebih besar dari kekayaan yang keluarga mbak dan mas miliki. Rumah ini hanya seujung kuku dari harta mereka," tegas pak Wowo."Haha, apa aku gak salah dengar mas? Dia bilang sopir pribadinya keluarga Melinda? Hello kalau menghalu jangan disini pak," ejek mbak Santi tertawa keras."Palingan dia hanya sopir rental yank. Mana ada sejarahnya upik abi menjadi sultan," ucap mas Riko."Gak sopan banget mulut kalian! Apa perlu saya bungkam mulut mereka pak?" tanya pak Wowo meminta persetujuan kepada majikannya."Halah upik abu sok-sokan mau bungkam mulut orang. Ini nih kebanyakan halunya, upik abu menghalu menjadi sultan. Pakai mau bungkam mulut orang segala," ledek Riko lagi."Benar-benar ya kalian! Kalian gak tau siapa pak Wowo apa? Saya sudah terlatih dan bersertifikat resmi. Saya sopir sekaligus bodyguard keluarga Kusuma. Untuk membungkam mulut kalian sangat mudah bagi saya," ucap pak Wowo menatap sengit kearah mas Riko dan mbak Santi.Bersambung..."Hahaha bodyguard sekaligus sopir pribadi katanya, yank. Nih bodyguard tu harus nya badan nya ideal kayak saya, bukan kayak kamu kurus kering gitu," ucap Riko memamerkan ototnya sambil terkekeh."Dan untuk anda, anda, dan kamu terutama Mel! Masih untung keluarga ku mau menampung mu tinggal dirumah mewah ini. Kalau gak kamu pasti masih tinggal di gubuk orangtua mu atau mungkin di kolong jembatan. Kamu juga dikasih makan secara gratis disini. Jadi wajar dong jika Melinda menbantu pekejaan rumah ini. He to llo jangan sok mengaku sebagai sultan ya kalau aslinya hanya upik abu! Nih barang bawaan nya juga pakai kardus, mana ada sultan bawa kardus!" sinis mbak Santi menunjuk kearah pak Kusuma, Ibu Marisha dan Melinda secara bergantian dengan senyum mengejek."Hey anak kemarin sore! Jangan berani-berani tangan kamu menunjuk ke wajah saya, gak sopan! Saya pastikan kalian akan menyesal melakukan hal ini kepada kami! Ayo Mel kita pergi dari sini, kita akan menginap di hotel selama menunggu suami
Bapak Kusuma dan ibu Marisha saling pandang lalu mereka mengaguk bersamaan. Melinda pun langsung menyentuh ikon hijau pada layar ponselnya."Assalamualaikum mas!" ucap Melinda setelah telpon tersambung."Waalaikumsalam, dek. Em anu dek mas mau nanya apakah yang dikatakan oleh bapak tadi benar? Mbak Santi dan mas Riko menjadikan mu upik abu dirumah?" tanya Yusuf seakan ragu untuk bertanya.Melinda terdiam, sebenarnya dia ragu untuk berkata jujur. Ia takut akan membuat hubungan suami dengan kakak iparnya menjadi renggang. Tapi jika berbohong, itupun juga tak baik."Kenapa diam, dek? Apakah semua itu benar? Jangan pernah ragu untuk berkata jujur kepada mas.""Em, maaf mas bukan itu. Sebenarnya aku masih bingung dengan perlakukan mereka terhadap ku. Tapi seiring berjalannya waktu, kelakuan mereka semakin menjadi-jadi kepada ku," jawab Melinda jujur."Nanti mas akan tegur mereka, maafin mas ya sudah membuat mu tersakiti begini. Sekarang kamu dimana dek? Apakah bapak dan ibu membawamu pulan
"Mas Yusuf dikirim ke Kalimantan untuk mengurus sesuatu pak," jawab Melinda."Astaga istri lagi hamil muda kok ditinggalin begitu aja. Tapi bagus deh kalau dia mau tetap pulang itu artinya dia lelaki yang bertanggung jawab dan cekatan," ucap bapak Kusuma kemudian.***Setelah dua jam berlalu, ponsel Melinda kembali berdering. Terpampang jelas nama Mas Yusuf dilayar.Dia hanya mengirim pesan untuk menanyakan alamat tempat Melinda dan keluarganya menginap.Gegas Melinda menjawab dan menshareloc kepada suaminya. Tak perlu menunggu lama, hanya setengah jam Yusuf telah tiba dihotel karna memang jarak antara bandara dan hotel cukup dekat.Yusuf langsung menemui keluarga Melinda. Dia juga minta maaf kepada istri dan mertuanya untuk perihal perlakukan keluarganya."Sudah lah gak papa kok, Suf. Bukan salah kamu juga. Hanya saja bapak ingin mengingatkan janji mu dulu saat meminta Melin menjadi istrimu, kamu tak akan pernah lupa dengan janjimu itukan?" jawab pak Kusuma mencoba mengingatkan peran
Yusuf, pak Kusuma dan pak Wowo sedang bermain catur di teras. Sedangkan bu Marisha sedang bercengkrama dengan Melinda.Silau sorot lampu mobil memasuki pekarangan membuat obrolan Yusuf dan mertuanya terhenti.Dari arah mobil keluar lah Yuda, adik bungsu Yusuf. Diikuti dengan Dina, istrinya Yuda. Mereka ada pasangan dibanggakan oleh Santi. Mereka menyapa Yusuf dengan alakadarnya dan langsung masuk ke dalam rumah."Eh ini dia yang ditunggu dari tadi, kok baru datang sih? Udah makan apa belum?" ucap Santi ramah keluar dari kamarnya. Dia memeluk dan menciumi pipi kiri dan kanan Dina."Dia adik ipar mu, Mel?" bisik bu Marisha kepada Melinda."Iya bu. Itu Yuda, adiknya mas Yusuf," jawab Melinda."Hai mbak Melin!" sapa Dina saat melihat kearah Melinda, "Apa kabar mbak?""Baik Din. Kamu juga apa kabar?"Meskipun Yusuf lebih tua daripada Yuda, tapi Yuda menikah lebih dari dulu dari Yusuf. Sedangkan Yusuf memilih melanjutkan sekolah S2 nya terlebih dahulu. Tapi Yuda dan Dina belum memiliki ketur
"Lelucon apa sih maksudmu Din? Aku beneran tidak mengerti," ungkap Yusuf serius."Masa kamu gak ngerti sih mas? Coba tanya disini apa ada yang percaya kalau perempuan yang menjadi istrimu itu memiliki pembantu dirumahnya? Gak kan?" balas Dina sambil terkekeh geli.Santi dan Yuda yang mendengar perkataan Dina ikut tertawa."Loh kok kalian tertawa? Ada yang lucu kah dari ucapanku?" "Gak ada yang lucu sih. Hanya saja kami tidak mempercayai halusinasi mu itu saja. Bagaimana bisa kamu bilang kalau Melinda memiliki pembantu sedangkan dia saja berasal dari keluarga upik abu yang tak sengaja kamu pungut dan berubah menjadi sultan. Ingat gak waktu resepsi pernikahan mu dulu, sumpah deh gak banget. Nikahan kok sepi kayak kuburan," kata Santi mengibas-ngibaskan anak rambutnya."Jadi mbak Santi dapat menyimpulkan kalau Melinda itu dari keluarga tak mampu hanya karna acara resepsi kami digelar sederhana, begitu kah?" tanya Yusuf lagi."Iya dong, kan kalau sultan mah acaranya mewah bisa sampai tuj
"Iya pak Wijaya, Mel. Tetangga dekat rumah bude, dia bilang kalau bapak mu itu adalah rekan bisnisnya. Ya kali rekan bisnisnya orang susah, secara kan pak Wijaya itu terkenal kaya raya disini, bisnisnya dimana-mana juga." kata bude Ami lagi."Oh jadi bude Ami menghubungiku karna sudah mengetahui siapa bapak sebenarnya?" batin Melinda."Hallo Mel! Kamu masih disana kan?" ucap bude Ami lagi karna tak terdengar suara Melinda dari tadi."Ah iya bude, Melin masih disini kok. Pak Wijaya itu memang rekan bisnis bapak sekaligus teman main golf," jawab Melinda sekenanya."Jadi benar dong dia rekan bisnis bapak mu. Oh iya soal uang yang bude mau pinjam tadi gak papa kok kalau gak ada sekarang, besok atau lusa juga gak papa. Nanti bude kirim aja nomor rekening bude biar kamu bisa langsung transfer kalau uang nya sudah ada. Udah dulu ya Mel, bude sedang ada urusan. Terimakasih sebelumnya," ucap bude Ami mengakhiri panggilan tapi masih mengingatkan perihal peminjaman uang.Bude Ami langsung memati
Dina terlihat sangat kesal. Dia pergi meninggalkan Melinda dan bik Ramlah begitu saja. "Bibik kok senang ya melihat mbak Melin berani melawan perintah mbak Dina," ucap bik Ramlah sambil memotong sayuran."Benarkah bik? Ah pokoknya mulai sekarang aku akan melawan orang yang sudah berani menghinaku dan orang tua ku. Aku tidak mau lagi menjadi perusuh mereka,""Iya benar mbak. Bibik dukung 100 persen deh buat mbak Melin," ucap bik Ramlah mengacungkan kedua jempolnya."Benar kan bik? Masa ada orang yang mau harga dirinya diinjak-injak? Mungkin hanya ada di sinetron ikan terbang ya bik ckck," kekeh Melinda."Benar sekali mbak Melin ini. Bibik juga sebenarnya risih melihat perlakuan mereka ke mbak, tapi bibik mah bisa apa. Hanya seorang pembantu tak berhak untuk mengeluarkan pendapat. Oh iya mbak mau makan kah? Biar sekalian saya buatkan?" kata bik Ramlah ketika melihat Melinda mengambil tahu dan tempe dari dalam kulkas."Ah gak usah bik. Biar aku masak sendiri saja, kan buat mas Yusuf. Bi
Mama Imelda dan papa Eddy tiba dikediaman mereka tepat pukul sebelas pagi. Semua anggota keluarga menyambut dengan suka cita. "Akhirnya kita pulang dengan selamat dan bisa menjalankan ibadah dengan hikmat ya, pa," ujar mama Imel saat mereka sedang makan bersama."Iya, ma. Kami harap setelah ini kalian juga bisa berangkat kesana ya!" balas pak Eddy.Semua anak menantu mereka menjawab dengan anggukan, karna memang setiap umat Muslim menginginkan berkunjung ke tanah suci. Hanya menunggu panggilan dari yang kuasa saja lagi."Melinda bagaimana kondisi kandungan mu, nak?" tanya mama Imel."Alhamdulillah baik ma," jawab Melinda tersenyum simpul. Sungguh dia merasa sangat beruntung karna memiliki mertua yang sangat perhatian kepadanya."Syukurlah kalau begitu, Mel. Berarti sekarang mau jalan dua bulan kan?" tanya mama Imel memastikan."Iya ma,"Mendengar percakapan mama Imel dan Melinda, Dina terlihat tidak suka, seperti nya dia cemburu akan kedekatan mertua dan iparnya itu."Tuh Din kamu li