"Mas Yusuf dikirim ke Kalimantan untuk mengurus sesuatu pak," jawab Melinda.
"Astaga istri lagi hamil muda kok ditinggalin begitu aja. Tapi bagus deh kalau dia mau tetap pulang itu artinya dia lelaki yang bertanggung jawab dan cekatan," ucap bapak Kusuma kemudian.***Setelah dua jam berlalu, ponsel Melinda kembali berdering. Terpampang jelas nama Mas Yusuf dilayar.Dia hanya mengirim pesan untuk menanyakan alamat tempat Melinda dan keluarganya menginap.Gegas Melinda menjawab dan menshareloc kepada suaminya. Tak perlu menunggu lama, hanya setengah jam Yusuf telah tiba dihotel karna memang jarak antara bandara dan hotel cukup dekat.Yusuf langsung menemui keluarga Melinda. Dia juga minta maaf kepada istri dan mertuanya untuk perihal perlakukan keluarganya."Sudah lah gak papa kok, Suf. Bukan salah kamu juga. Hanya saja bapak ingin mengingatkan janji mu dulu saat meminta Melin menjadi istrimu, kamu tak akan pernah lupa dengan janjimu itukan?" jawab pak Kusuma mencoba mengingatkan peran Yusuf sebagai suami.Yusuf mengaguk pasti, "Aku akan selalu ingat janji ku pak. Aku akan selalu membahagiakan Melinda, nanti juga akan menegur mbak Santi dan mas Riko agar tak bersikap begitu lagi kepada istriku,""Memang harusnya begitu. Mereka tak boleh berlaku seenaknya kepada putri kami," timpal ibu Marisha."Kalau begitu bagaimana kalau kita pulang kerumah orangtua saya saja, pak, bu? Biar menginap dirumah sekalian menunggu mama dan papa pulang umrah," ucap Yusuf lagi."Bagaimana dengan kakak mu itu?" sindir pak Kusuma."Kalau masalah mereka ada saya pak. Saya akan selalu menjadi garda terdepan untuk Melinda," balas Yusuf mencoba meyakinkan."Hm baiklah kalau begitu. Yaudah kita pulang sekarang saja," jawab bapak Kusuma.Karna Yusuf tak membawa mobil jadi mereka pulang bersama di sopirkan oleh pak Wowo."Boleh saya bertanya sesuatu mas?" tanya pak Wowo kepada Yusuf saat diperjalanan pulang."Tanya apa pak?" ucap Yusuf. Meski Yusuf baru menjadi anggota keluarga Melinda tapi Yusuf dan pak Wowo sudah lama kenal, karna sering bertemu di kampus saat mengantar jemput Melinda."Ahh gak jadi deh mas,""Loh kok begitu pak? Tanya aja apa yang mengganjal dipikiran pak Wowo,"Karna tak enak pak Wowo tak jadi bertanya kepada Yusuf. Dan tepat saat itu mereka juga tiba di kediaman keluarga Yusuf. Pak Wowo langsung memarkirkan mobil mereka di halaman rumah. Kebetulan pagar rumah juga sudah terbuka.Yusuf langsung mengajak keluarga Melinda masuk ke dalam. Baru saja menginjak teras, sudah ada mbak Santi berdiri didepan pintu sambil tangan bersilang didada."Loh kenapa balik lagi kemari? Katanya tadi mau menginap dihotel? Gak mampu buat sewa kamar hotel ya?" sindir mbak Santi."Jaga ucapan mu ya mbak!" jawab Yusuf saat telah selesai menerima telponnya. Tadi dia pamit sebentar untuk menjawab panggilan dari bosnya."Loh Yusuf? Kapan kamu pulang? Kenapa sudah ada dirumah?" tanya mbak Santi gelagapan."Kenapa jika aku sudah pulang mbak? Bukan kah ini rumah ku juga? Kenapa jadi gugup begitu?" geram Yusuf melihat tingkah kakaknya.Mbak Santi menarik nafas panjang, ia mencoba menutupi kegugupannya, "Hmm, ya gak papa sih. Hanya saja kok kamu jadi begini, biasanya kan kamu sangat disiplin dengan pekerjaanmu. Apakah Melinda yang telah menyuruhmu pulang?""Mamangnya kenapa kamu Melinda yang menyuruhku pulang? Bukan kah dia istriku?" tanya Yusuf memicingkan matanya kepada mbak Santi.Mbak Santi mengaguk, "Tuh kan sudah bisa ditebak kalau dia yang menyuruhmu untuk pulang. Jadi istri kok bisa nya cuman nyusahin saja,""Jaga ucapan mu Santi. Kami memang terlihat kampungan begini, tapi soal tata krama kami lebih baik dari dirimu. Kamu sudah keterlaluan!" ucap bu Marisha geram menunjuk wajah mbak Santi."Sudah ya bu gak usah diladeni. Lebih baik bapak dan ibu istirahat saja. Mel antarin ibu dan bapak ke kamar tamu ya," ucap Yusuf menengahi.Melinda hanya mengaguk, dia kemudian menuntun kedua orangtua untuk beristirahat ke kamar tamu. Sedangkan Santi dan Yusuf terlibat cekcok dirumah tengah."Kamu itu jangan mau diperlakukan seenaknya sama perempuan kampungan itu. Dia hanya berpura-pura baik sama kamu. Dia dan keluarganya itu akan menjadi parasit untuk mu kelak. Tuh lihat baju mereka kampungan betul, masa di kota hanya mengenakan daster. Sangat tak selevel dengan keluarga kita. Kita beda kasta, Yusuf!" teriak Santi kepada adiknya."Apaan sih mbak? Apanya juga yabg tak selevel dan beda kasta?" Yusuf menyerngit heran mendengar ocehan Santi."Ya jelas sangat berbeda lah Suf. Dia itu hanya perempuan upik abu yang kamu pungut menjadi sultan, tuh lihat dasternya warnya kusam banget. Mbak yakin dia hanya akan memanfaatkan mu kelak. Harusnya kamu cari istri seperti Dina, dia itu perempuan karier. Tampilan juga bikin segar mata gak kayak istrimu burik amat. Sungguh beruntung si Yuda bisa punya istri seperti Dina,""CUKUP MBAK! Jangan hina istriku lagi, dia pilihan ku jadi mbak gak usah ikut campur!" bentak Yusuf kepada Santi."Halah kamu ini dibilangin makin nyolot aja. Cantikan juga Alika mantan pacar mu dulu kok bisanya kepincut sama si Melin upik abu itu? Kamu itu seorang maneger perusahaan besar juga lulusan sarjana bisa kepincut upik abu yang hobby nya cuman dasteran gak bisa dandan!""Aku bilang berhenti mbak! Jangan menghina istriku lagi. Melinda juga cantik dan cerdas. Aku ingatkan jangan lagi berlaku seenaknya kepada istriku!" ancam Yusuf kepada Santi.Santi melongos menatap Yusuf, "Mbak hanya minta tolong sama dia buat bantu-bantu dirumah karna bik Ramlah lagi sakit. Emang dianya aja gak tau diri, udah numpang manja lagi. Begiu lah orang kaya baru, dari upik abu dipungut jadi sultan. Jadi ngelunjakkan dianya,"Sakit, sungguh sakit yang dirasakan oleh Melinda saat mendengar hinaan kakak iparnya. Tapi ia mencoba menerima segalanya karna cintanya yang begitu besar kepada Yusuf. Niat nya tadi Melinda ingin kembali ke kamarnya tapi ketika sampai di ambang pintu ia mendengar pertengkaran antara kakak ipar dengan suaminya."Gak usah memburukkan Melinda didepan ku mbak. Karna aku lebih percaya sama dia ketimbang mbak. Emang Melin punya salah apa sih sama mbak?" suara Yusuf terdengar sangat geram.Bersambung...Yusuf, pak Kusuma dan pak Wowo sedang bermain catur di teras. Sedangkan bu Marisha sedang bercengkrama dengan Melinda.Silau sorot lampu mobil memasuki pekarangan membuat obrolan Yusuf dan mertuanya terhenti.Dari arah mobil keluar lah Yuda, adik bungsu Yusuf. Diikuti dengan Dina, istrinya Yuda. Mereka ada pasangan dibanggakan oleh Santi. Mereka menyapa Yusuf dengan alakadarnya dan langsung masuk ke dalam rumah."Eh ini dia yang ditunggu dari tadi, kok baru datang sih? Udah makan apa belum?" ucap Santi ramah keluar dari kamarnya. Dia memeluk dan menciumi pipi kiri dan kanan Dina."Dia adik ipar mu, Mel?" bisik bu Marisha kepada Melinda."Iya bu. Itu Yuda, adiknya mas Yusuf," jawab Melinda."Hai mbak Melin!" sapa Dina saat melihat kearah Melinda, "Apa kabar mbak?""Baik Din. Kamu juga apa kabar?"Meskipun Yusuf lebih tua daripada Yuda, tapi Yuda menikah lebih dari dulu dari Yusuf. Sedangkan Yusuf memilih melanjutkan sekolah S2 nya terlebih dahulu. Tapi Yuda dan Dina belum memiliki ketur
"Lelucon apa sih maksudmu Din? Aku beneran tidak mengerti," ungkap Yusuf serius."Masa kamu gak ngerti sih mas? Coba tanya disini apa ada yang percaya kalau perempuan yang menjadi istrimu itu memiliki pembantu dirumahnya? Gak kan?" balas Dina sambil terkekeh geli.Santi dan Yuda yang mendengar perkataan Dina ikut tertawa."Loh kok kalian tertawa? Ada yang lucu kah dari ucapanku?" "Gak ada yang lucu sih. Hanya saja kami tidak mempercayai halusinasi mu itu saja. Bagaimana bisa kamu bilang kalau Melinda memiliki pembantu sedangkan dia saja berasal dari keluarga upik abu yang tak sengaja kamu pungut dan berubah menjadi sultan. Ingat gak waktu resepsi pernikahan mu dulu, sumpah deh gak banget. Nikahan kok sepi kayak kuburan," kata Santi mengibas-ngibaskan anak rambutnya."Jadi mbak Santi dapat menyimpulkan kalau Melinda itu dari keluarga tak mampu hanya karna acara resepsi kami digelar sederhana, begitu kah?" tanya Yusuf lagi."Iya dong, kan kalau sultan mah acaranya mewah bisa sampai tuj
"Iya pak Wijaya, Mel. Tetangga dekat rumah bude, dia bilang kalau bapak mu itu adalah rekan bisnisnya. Ya kali rekan bisnisnya orang susah, secara kan pak Wijaya itu terkenal kaya raya disini, bisnisnya dimana-mana juga." kata bude Ami lagi."Oh jadi bude Ami menghubungiku karna sudah mengetahui siapa bapak sebenarnya?" batin Melinda."Hallo Mel! Kamu masih disana kan?" ucap bude Ami lagi karna tak terdengar suara Melinda dari tadi."Ah iya bude, Melin masih disini kok. Pak Wijaya itu memang rekan bisnis bapak sekaligus teman main golf," jawab Melinda sekenanya."Jadi benar dong dia rekan bisnis bapak mu. Oh iya soal uang yang bude mau pinjam tadi gak papa kok kalau gak ada sekarang, besok atau lusa juga gak papa. Nanti bude kirim aja nomor rekening bude biar kamu bisa langsung transfer kalau uang nya sudah ada. Udah dulu ya Mel, bude sedang ada urusan. Terimakasih sebelumnya," ucap bude Ami mengakhiri panggilan tapi masih mengingatkan perihal peminjaman uang.Bude Ami langsung memati
Dina terlihat sangat kesal. Dia pergi meninggalkan Melinda dan bik Ramlah begitu saja. "Bibik kok senang ya melihat mbak Melin berani melawan perintah mbak Dina," ucap bik Ramlah sambil memotong sayuran."Benarkah bik? Ah pokoknya mulai sekarang aku akan melawan orang yang sudah berani menghinaku dan orang tua ku. Aku tidak mau lagi menjadi perusuh mereka,""Iya benar mbak. Bibik dukung 100 persen deh buat mbak Melin," ucap bik Ramlah mengacungkan kedua jempolnya."Benar kan bik? Masa ada orang yang mau harga dirinya diinjak-injak? Mungkin hanya ada di sinetron ikan terbang ya bik ckck," kekeh Melinda."Benar sekali mbak Melin ini. Bibik juga sebenarnya risih melihat perlakuan mereka ke mbak, tapi bibik mah bisa apa. Hanya seorang pembantu tak berhak untuk mengeluarkan pendapat. Oh iya mbak mau makan kah? Biar sekalian saya buatkan?" kata bik Ramlah ketika melihat Melinda mengambil tahu dan tempe dari dalam kulkas."Ah gak usah bik. Biar aku masak sendiri saja, kan buat mas Yusuf. Bi
Mama Imelda dan papa Eddy tiba dikediaman mereka tepat pukul sebelas pagi. Semua anggota keluarga menyambut dengan suka cita. "Akhirnya kita pulang dengan selamat dan bisa menjalankan ibadah dengan hikmat ya, pa," ujar mama Imel saat mereka sedang makan bersama."Iya, ma. Kami harap setelah ini kalian juga bisa berangkat kesana ya!" balas pak Eddy.Semua anak menantu mereka menjawab dengan anggukan, karna memang setiap umat Muslim menginginkan berkunjung ke tanah suci. Hanya menunggu panggilan dari yang kuasa saja lagi."Melinda bagaimana kondisi kandungan mu, nak?" tanya mama Imel."Alhamdulillah baik ma," jawab Melinda tersenyum simpul. Sungguh dia merasa sangat beruntung karna memiliki mertua yang sangat perhatian kepadanya."Syukurlah kalau begitu, Mel. Berarti sekarang mau jalan dua bulan kan?" tanya mama Imel memastikan."Iya ma,"Mendengar percakapan mama Imel dan Melinda, Dina terlihat tidak suka, seperti nya dia cemburu akan kedekatan mertua dan iparnya itu."Tuh Din kamu li
Mama Imel melotot tajam kearah Santi, "Siapa bilang mama gak adil? Mama juga membelikan Dina oleh-oleh. Hanya belum mama berikan aja kok,""Tuh dengar, jangan asal nuduh! Jadi malu sendirikan," sahut Melinda membuat Dina dan Santi terdiam."Jadi mama juga beliin oleh-oleh buat Dina, ma?" kata Dina tanpa malu bertanya kepada mertuanya."Iya dong, bahkan buat Santi juga. Kan kalian sama-sama anak mama. Bentar ya mama ambilin dikamar," kata mama Imel melenggeng pergi ke kamarnya."Makanya jangan asal bicara aja. Jangan suka ngiri juga sama orang, gak baik itu," lirih Melinda tapi masih bisa didengar oleh Dina. Dina seperti menahan amarah nya kepada Melinda."Jaga ucapanmu ya, Mel. Dina tidak salah, dia hanya mengatakan apa yang telah ia lihat!" ketus Santi membuat Melinda langsung terdiam. Karna jika membalas ucapan iparnya, masalah tidak akan pernah selesai.Tak lama mama Imel keluar dari kamarnya sambil membawa dua buah paperbag warna hitam. Dan langsung diberikan kepada Santi dan Dina
Setelah pakde Anton pergi, Melinda langsung masuk ke kamarnya. Ia ingin meletakkan barang pemberian mama Imel, yang seharusnya menjadi milik bude Ami."Sayang kamu lagi ngapain?" kata Yusuf yang tiba-tiba datang."Sudah pulang, mas?""Iya, baru aja yank,""Ibu dan bapak sudah pulang?""Iya, yank. Mereka baru aja berangkat tadi. Sepertinya mereka memang tidak mau datang kemari," balas Yusuf."Udah gak papa mas. Biarkan mereka tenang dulu, cepat atau lambat mereka akan baik lagi. Mereka pemaaf kok," "Semoga saja ya, yank. Oh iya di luar kayaknya ada mobilnya bude Ami?"Melinda mengaguk, "Iya, memang kamu belum ketemu sama mereka diluar, mas?"Yusuf menggaruk rambutnya yang tak gatal, sambil tersenyum, "Belum hehe. Malas rasanya ketemu sama keluarga mama, apalagi bude Ami. Sangat menjengkelkan, gak suka aku,""Menjengkelkan bagaimana, mas?""Ya gitu deh yank. Dia kayaknya gak suka sama aku, apalagi saat tau aku melanjutkan S2. Wajahnya di tekuk mulut tiap ketemu, gak ada ramahnya. Mungk
Dina langsung menatap sinis ke arah bude Ami begitu pun dengan Santi dan Yuda. "Sikap bude beda sekali ini? Ada apa sih bude?" tanya Santi berani mengutarakan kejengkelan nya."Beda bagaimana sih San? Perasaan bude memang begini biasanya," kilah bude Ami."Beda, bude. Biasanya bude sangat sayang dan perhatian sama Dina. Kenapa tiba-tiba jadi cuek kayak tadi?" selidik Santi."Cuek bagaimana lagi? Itu kan Dina dekat dengan keranjang buahnya, jadi dia bisa ambil sendiri," ucap bude Ami tanpa mau mengalah."Tuh kan bude berubah!" kekueh Santi membela adik iparnya.Dina terlihat sendu, "Sudahlah mbak, aku bisa kok ambil sendiri,""Nah itu, Dina bisa ambil sendiri kan?"Hari ini bude Ami memang bersikap berbeda, dia terlihat acuh sama Dina dan Santi. Tapi sangat perhatian kepada Melinda."Ini ikan buat kamu, Mel. Wanita hamil itu bagus kalau makan ikan," kata bude Ami menaruh ikan ke piring Melinda."Aku bisa ambil sendiri, bude,""Jangan di tolak, Mel. Kamu pasti susah geraknya jadi bude