"Mas Yusuf dikirim ke Kalimantan untuk mengurus sesuatu pak," jawab Melinda.
"Astaga istri lagi hamil muda kok ditinggalin begitu aja. Tapi bagus deh kalau dia mau tetap pulang itu artinya dia lelaki yang bertanggung jawab dan cekatan," ucap bapak Kusuma kemudian.***Setelah dua jam berlalu, ponsel Melinda kembali berdering. Terpampang jelas nama Mas Yusuf dilayar.Dia hanya mengirim pesan untuk menanyakan alamat tempat Melinda dan keluarganya menginap.Gegas Melinda menjawab dan menshareloc kepada suaminya. Tak perlu menunggu lama, hanya setengah jam Yusuf telah tiba dihotel karna memang jarak antara bandara dan hotel cukup dekat.Yusuf langsung menemui keluarga Melinda. Dia juga minta maaf kepada istri dan mertuanya untuk perihal perlakukan keluarganya."Sudah lah gak papa kok, Suf. Bukan salah kamu juga. Hanya saja bapak ingin mengingatkan janji mu dulu saat meminta Melin menjadi istrimu, kamu tak akan pernah lupa dengan janjimu itukan?" jawab pak Kusuma mencoba mengingatkan peran Yusuf sebagai suami.Yusuf mengaguk pasti, "Aku akan selalu ingat janji ku pak. Aku akan selalu membahagiakan Melinda, nanti juga akan menegur mbak Santi dan mas Riko agar tak bersikap begitu lagi kepada istriku,""Memang harusnya begitu. Mereka tak boleh berlaku seenaknya kepada putri kami," timpal ibu Marisha."Kalau begitu bagaimana kalau kita pulang kerumah orangtua saya saja, pak, bu? Biar menginap dirumah sekalian menunggu mama dan papa pulang umrah," ucap Yusuf lagi."Bagaimana dengan kakak mu itu?" sindir pak Kusuma."Kalau masalah mereka ada saya pak. Saya akan selalu menjadi garda terdepan untuk Melinda," balas Yusuf mencoba meyakinkan."Hm baiklah kalau begitu. Yaudah kita pulang sekarang saja," jawab bapak Kusuma.Karna Yusuf tak membawa mobil jadi mereka pulang bersama di sopirkan oleh pak Wowo."Boleh saya bertanya sesuatu mas?" tanya pak Wowo kepada Yusuf saat diperjalanan pulang."Tanya apa pak?" ucap Yusuf. Meski Yusuf baru menjadi anggota keluarga Melinda tapi Yusuf dan pak Wowo sudah lama kenal, karna sering bertemu di kampus saat mengantar jemput Melinda."Ahh gak jadi deh mas,""Loh kok begitu pak? Tanya aja apa yang mengganjal dipikiran pak Wowo,"Karna tak enak pak Wowo tak jadi bertanya kepada Yusuf. Dan tepat saat itu mereka juga tiba di kediaman keluarga Yusuf. Pak Wowo langsung memarkirkan mobil mereka di halaman rumah. Kebetulan pagar rumah juga sudah terbuka.Yusuf langsung mengajak keluarga Melinda masuk ke dalam. Baru saja menginjak teras, sudah ada mbak Santi berdiri didepan pintu sambil tangan bersilang didada."Loh kenapa balik lagi kemari? Katanya tadi mau menginap dihotel? Gak mampu buat sewa kamar hotel ya?" sindir mbak Santi."Jaga ucapan mu ya mbak!" jawab Yusuf saat telah selesai menerima telponnya. Tadi dia pamit sebentar untuk menjawab panggilan dari bosnya."Loh Yusuf? Kapan kamu pulang? Kenapa sudah ada dirumah?" tanya mbak Santi gelagapan."Kenapa jika aku sudah pulang mbak? Bukan kah ini rumah ku juga? Kenapa jadi gugup begitu?" geram Yusuf melihat tingkah kakaknya.Mbak Santi menarik nafas panjang, ia mencoba menutupi kegugupannya, "Hmm, ya gak papa sih. Hanya saja kok kamu jadi begini, biasanya kan kamu sangat disiplin dengan pekerjaanmu. Apakah Melinda yang telah menyuruhmu pulang?""Mamangnya kenapa kamu Melinda yang menyuruhku pulang? Bukan kah dia istriku?" tanya Yusuf memicingkan matanya kepada mbak Santi.Mbak Santi mengaguk, "Tuh kan sudah bisa ditebak kalau dia yang menyuruhmu untuk pulang. Jadi istri kok bisa nya cuman nyusahin saja,""Jaga ucapan mu Santi. Kami memang terlihat kampungan begini, tapi soal tata krama kami lebih baik dari dirimu. Kamu sudah keterlaluan!" ucap bu Marisha geram menunjuk wajah mbak Santi."Sudah ya bu gak usah diladeni. Lebih baik bapak dan ibu istirahat saja. Mel antarin ibu dan bapak ke kamar tamu ya," ucap Yusuf menengahi.Melinda hanya mengaguk, dia kemudian menuntun kedua orangtua untuk beristirahat ke kamar tamu. Sedangkan Santi dan Yusuf terlibat cekcok dirumah tengah."Kamu itu jangan mau diperlakukan seenaknya sama perempuan kampungan itu. Dia hanya berpura-pura baik sama kamu. Dia dan keluarganya itu akan menjadi parasit untuk mu kelak. Tuh lihat baju mereka kampungan betul, masa di kota hanya mengenakan daster. Sangat tak selevel dengan keluarga kita. Kita beda kasta, Yusuf!" teriak Santi kepada adiknya."Apaan sih mbak? Apanya juga yabg tak selevel dan beda kasta?" Yusuf menyerngit heran mendengar ocehan Santi."Ya jelas sangat berbeda lah Suf. Dia itu hanya perempuan upik abu yang kamu pungut menjadi sultan, tuh lihat dasternya warnya kusam banget. Mbak yakin dia hanya akan memanfaatkan mu kelak. Harusnya kamu cari istri seperti Dina, dia itu perempuan karier. Tampilan juga bikin segar mata gak kayak istrimu burik amat. Sungguh beruntung si Yuda bisa punya istri seperti Dina,""CUKUP MBAK! Jangan hina istriku lagi, dia pilihan ku jadi mbak gak usah ikut campur!" bentak Yusuf kepada Santi."Halah kamu ini dibilangin makin nyolot aja. Cantikan juga Alika mantan pacar mu dulu kok bisanya kepincut sama si Melin upik abu itu? Kamu itu seorang maneger perusahaan besar juga lulusan sarjana bisa kepincut upik abu yang hobby nya cuman dasteran gak bisa dandan!""Aku bilang berhenti mbak! Jangan menghina istriku lagi. Melinda juga cantik dan cerdas. Aku ingatkan jangan lagi berlaku seenaknya kepada istriku!" ancam Yusuf kepada Santi.Santi melongos menatap Yusuf, "Mbak hanya minta tolong sama dia buat bantu-bantu dirumah karna bik Ramlah lagi sakit. Emang dianya aja gak tau diri, udah numpang manja lagi. Begiu lah orang kaya baru, dari upik abu dipungut jadi sultan. Jadi ngelunjakkan dianya,"Sakit, sungguh sakit yang dirasakan oleh Melinda saat mendengar hinaan kakak iparnya. Tapi ia mencoba menerima segalanya karna cintanya yang begitu besar kepada Yusuf. Niat nya tadi Melinda ingin kembali ke kamarnya tapi ketika sampai di ambang pintu ia mendengar pertengkaran antara kakak ipar dengan suaminya."Gak usah memburukkan Melinda didepan ku mbak. Karna aku lebih percaya sama dia ketimbang mbak. Emang Melin punya salah apa sih sama mbak?" suara Yusuf terdengar sangat geram.Bersambung...Yusuf, pak Kusuma dan pak Wowo sedang bermain catur di teras. Sedangkan bu Marisha sedang bercengkrama dengan Melinda.Silau sorot lampu mobil memasuki pekarangan membuat obrolan Yusuf dan mertuanya terhenti.Dari arah mobil keluar lah Yuda, adik bungsu Yusuf. Diikuti dengan Dina, istrinya Yuda. Mereka ada pasangan dibanggakan oleh Santi. Mereka menyapa Yusuf dengan alakadarnya dan langsung masuk ke dalam rumah."Eh ini dia yang ditunggu dari tadi, kok baru datang sih? Udah makan apa belum?" ucap Santi ramah keluar dari kamarnya. Dia memeluk dan menciumi pipi kiri dan kanan Dina."Dia adik ipar mu, Mel?" bisik bu Marisha kepada Melinda."Iya bu. Itu Yuda, adiknya mas Yusuf," jawab Melinda."Hai mbak Melin!" sapa Dina saat melihat kearah Melinda, "Apa kabar mbak?""Baik Din. Kamu juga apa kabar?"Meskipun Yusuf lebih tua daripada Yuda, tapi Yuda menikah lebih dari dulu dari Yusuf. Sedangkan Yusuf memilih melanjutkan sekolah S2 nya terlebih dahulu. Tapi Yuda dan Dina belum memiliki ketur
"Lelucon apa sih maksudmu Din? Aku beneran tidak mengerti," ungkap Yusuf serius."Masa kamu gak ngerti sih mas? Coba tanya disini apa ada yang percaya kalau perempuan yang menjadi istrimu itu memiliki pembantu dirumahnya? Gak kan?" balas Dina sambil terkekeh geli.Santi dan Yuda yang mendengar perkataan Dina ikut tertawa."Loh kok kalian tertawa? Ada yang lucu kah dari ucapanku?" "Gak ada yang lucu sih. Hanya saja kami tidak mempercayai halusinasi mu itu saja. Bagaimana bisa kamu bilang kalau Melinda memiliki pembantu sedangkan dia saja berasal dari keluarga upik abu yang tak sengaja kamu pungut dan berubah menjadi sultan. Ingat gak waktu resepsi pernikahan mu dulu, sumpah deh gak banget. Nikahan kok sepi kayak kuburan," kata Santi mengibas-ngibaskan anak rambutnya."Jadi mbak Santi dapat menyimpulkan kalau Melinda itu dari keluarga tak mampu hanya karna acara resepsi kami digelar sederhana, begitu kah?" tanya Yusuf lagi."Iya dong, kan kalau sultan mah acaranya mewah bisa sampai tuj
"Iya pak Wijaya, Mel. Tetangga dekat rumah bude, dia bilang kalau bapak mu itu adalah rekan bisnisnya. Ya kali rekan bisnisnya orang susah, secara kan pak Wijaya itu terkenal kaya raya disini, bisnisnya dimana-mana juga." kata bude Ami lagi."Oh jadi bude Ami menghubungiku karna sudah mengetahui siapa bapak sebenarnya?" batin Melinda."Hallo Mel! Kamu masih disana kan?" ucap bude Ami lagi karna tak terdengar suara Melinda dari tadi."Ah iya bude, Melin masih disini kok. Pak Wijaya itu memang rekan bisnis bapak sekaligus teman main golf," jawab Melinda sekenanya."Jadi benar dong dia rekan bisnis bapak mu. Oh iya soal uang yang bude mau pinjam tadi gak papa kok kalau gak ada sekarang, besok atau lusa juga gak papa. Nanti bude kirim aja nomor rekening bude biar kamu bisa langsung transfer kalau uang nya sudah ada. Udah dulu ya Mel, bude sedang ada urusan. Terimakasih sebelumnya," ucap bude Ami mengakhiri panggilan tapi masih mengingatkan perihal peminjaman uang.Bude Ami langsung memati
Dina terlihat sangat kesal. Dia pergi meninggalkan Melinda dan bik Ramlah begitu saja. "Bibik kok senang ya melihat mbak Melin berani melawan perintah mbak Dina," ucap bik Ramlah sambil memotong sayuran."Benarkah bik? Ah pokoknya mulai sekarang aku akan melawan orang yang sudah berani menghinaku dan orang tua ku. Aku tidak mau lagi menjadi perusuh mereka,""Iya benar mbak. Bibik dukung 100 persen deh buat mbak Melin," ucap bik Ramlah mengacungkan kedua jempolnya."Benar kan bik? Masa ada orang yang mau harga dirinya diinjak-injak? Mungkin hanya ada di sinetron ikan terbang ya bik ckck," kekeh Melinda."Benar sekali mbak Melin ini. Bibik juga sebenarnya risih melihat perlakuan mereka ke mbak, tapi bibik mah bisa apa. Hanya seorang pembantu tak berhak untuk mengeluarkan pendapat. Oh iya mbak mau makan kah? Biar sekalian saya buatkan?" kata bik Ramlah ketika melihat Melinda mengambil tahu dan tempe dari dalam kulkas."Ah gak usah bik. Biar aku masak sendiri saja, kan buat mas Yusuf. Bi
Mama Imelda dan papa Eddy tiba dikediaman mereka tepat pukul sebelas pagi. Semua anggota keluarga menyambut dengan suka cita. "Akhirnya kita pulang dengan selamat dan bisa menjalankan ibadah dengan hikmat ya, pa," ujar mama Imel saat mereka sedang makan bersama."Iya, ma. Kami harap setelah ini kalian juga bisa berangkat kesana ya!" balas pak Eddy.Semua anak menantu mereka menjawab dengan anggukan, karna memang setiap umat Muslim menginginkan berkunjung ke tanah suci. Hanya menunggu panggilan dari yang kuasa saja lagi."Melinda bagaimana kondisi kandungan mu, nak?" tanya mama Imel."Alhamdulillah baik ma," jawab Melinda tersenyum simpul. Sungguh dia merasa sangat beruntung karna memiliki mertua yang sangat perhatian kepadanya."Syukurlah kalau begitu, Mel. Berarti sekarang mau jalan dua bulan kan?" tanya mama Imel memastikan."Iya ma,"Mendengar percakapan mama Imel dan Melinda, Dina terlihat tidak suka, seperti nya dia cemburu akan kedekatan mertua dan iparnya itu."Tuh Din kamu li
Mama Imel melotot tajam kearah Santi, "Siapa bilang mama gak adil? Mama juga membelikan Dina oleh-oleh. Hanya belum mama berikan aja kok,""Tuh dengar, jangan asal nuduh! Jadi malu sendirikan," sahut Melinda membuat Dina dan Santi terdiam."Jadi mama juga beliin oleh-oleh buat Dina, ma?" kata Dina tanpa malu bertanya kepada mertuanya."Iya dong, bahkan buat Santi juga. Kan kalian sama-sama anak mama. Bentar ya mama ambilin dikamar," kata mama Imel melenggeng pergi ke kamarnya."Makanya jangan asal bicara aja. Jangan suka ngiri juga sama orang, gak baik itu," lirih Melinda tapi masih bisa didengar oleh Dina. Dina seperti menahan amarah nya kepada Melinda."Jaga ucapanmu ya, Mel. Dina tidak salah, dia hanya mengatakan apa yang telah ia lihat!" ketus Santi membuat Melinda langsung terdiam. Karna jika membalas ucapan iparnya, masalah tidak akan pernah selesai.Tak lama mama Imel keluar dari kamarnya sambil membawa dua buah paperbag warna hitam. Dan langsung diberikan kepada Santi dan Dina
Setelah pakde Anton pergi, Melinda langsung masuk ke kamarnya. Ia ingin meletakkan barang pemberian mama Imel, yang seharusnya menjadi milik bude Ami."Sayang kamu lagi ngapain?" kata Yusuf yang tiba-tiba datang."Sudah pulang, mas?""Iya, baru aja yank,""Ibu dan bapak sudah pulang?""Iya, yank. Mereka baru aja berangkat tadi. Sepertinya mereka memang tidak mau datang kemari," balas Yusuf."Udah gak papa mas. Biarkan mereka tenang dulu, cepat atau lambat mereka akan baik lagi. Mereka pemaaf kok," "Semoga saja ya, yank. Oh iya di luar kayaknya ada mobilnya bude Ami?"Melinda mengaguk, "Iya, memang kamu belum ketemu sama mereka diluar, mas?"Yusuf menggaruk rambutnya yang tak gatal, sambil tersenyum, "Belum hehe. Malas rasanya ketemu sama keluarga mama, apalagi bude Ami. Sangat menjengkelkan, gak suka aku,""Menjengkelkan bagaimana, mas?""Ya gitu deh yank. Dia kayaknya gak suka sama aku, apalagi saat tau aku melanjutkan S2. Wajahnya di tekuk mulut tiap ketemu, gak ada ramahnya. Mungk
Dina langsung menatap sinis ke arah bude Ami begitu pun dengan Santi dan Yuda. "Sikap bude beda sekali ini? Ada apa sih bude?" tanya Santi berani mengutarakan kejengkelan nya."Beda bagaimana sih San? Perasaan bude memang begini biasanya," kilah bude Ami."Beda, bude. Biasanya bude sangat sayang dan perhatian sama Dina. Kenapa tiba-tiba jadi cuek kayak tadi?" selidik Santi."Cuek bagaimana lagi? Itu kan Dina dekat dengan keranjang buahnya, jadi dia bisa ambil sendiri," ucap bude Ami tanpa mau mengalah."Tuh kan bude berubah!" kekueh Santi membela adik iparnya.Dina terlihat sendu, "Sudahlah mbak, aku bisa kok ambil sendiri,""Nah itu, Dina bisa ambil sendiri kan?"Hari ini bude Ami memang bersikap berbeda, dia terlihat acuh sama Dina dan Santi. Tapi sangat perhatian kepada Melinda."Ini ikan buat kamu, Mel. Wanita hamil itu bagus kalau makan ikan," kata bude Ami menaruh ikan ke piring Melinda."Aku bisa ambil sendiri, bude,""Jangan di tolak, Mel. Kamu pasti susah geraknya jadi bude
Keluarga Yusuf turun dari mobil. Mereka berdecak kagum saat melihat dekorasi pernikahan Melinda kali ini. Sangat berbeda saat pernikahannya dengan Yusuf.Hati Santi berdenyut nyeri kembali, ketika awal mula dia merendahkan Melinda. Hanya karna memakai daster dan menggelar pernikahan dengan sederhana. Dia lalu memperlakukan Melinda seperti Upik Abu yang ternyata adalah seorang Sultan.Mereka langsung mengisi buku tamu, bahkan terpampang banyak papan ucapan dan buket bunga membuat mereka semakin kagum.Saat melihat dekorasi yang begitu bagus, kepala Dina langsung travelling. Dia menduga-duga berapa biaya yang sudah dihabiskan oleh Rio dan Melinda untuk dekorasi ini. Sungguh dia merasa lucu karna sempat ingin bersaing kekayaan dengan Melinda dulu.Mata Yusuf melirik ke sebuah foto besar yang di sebut foto prewedding. Foto itu sepertinya diambil di sebuah pantai. Tiba-tiba Yusuf teringat saat dia menelantarkan mantan istrinya itu."Lihat itu!" bisik Dina pada Yuda. Yuda langsung melirik k
Kolega dan rekan bisnis juga datang berganti, mereka tak sabar ingin mengucapkan selamat kepada Melinda dan Rio.Sakti juga menjadi tamu terhormat disana, sebab dia salah satu pengusaha muda yang sukses. Banyak kaum hawa yang ingin mendekatinya."Samperin! Lamar!" ucap Rio kepada Sakti, sedangkan Melinda sedang berganti pakaian untuk melanjutkan sesi resepsi."Kamu ngomong sama aku?" tanya Sakti seraya menunjuk ke arah hidungnya."Bukan! Sama bujang tua yang gak laku!" ketus Rio membuat Sakti semakin melotot."Mentang-mentang sudah laku. Hemm, ingat! Apa yang kamu dapat sekarang juga ikut andil diriku!" angkuh Sakti seraya menyilangkan kedua tangannya di dada."Haha, sumpah idemu gak guna, Bro! Yang ada, aku seperti ABG labil!" kekeh Rio membuat Sakti menyatukan kedua alisnya."Aku berhasil karna cara ku sendiri, Sakti. Perempuan itu susah di tebak maunya. Makanya ku paksa saja!" ucap Rio masih tertawa bangga."Dipaksa? Yang ada dia ilfeel!""Jangan banyak mikir, sana buruan samperin!
Melinda sedang di rias oleh tim MUA, Marisha dan Maida pun begitu. Di bagian dapur juga hidangan sudah siap. Dan di depan meja sudah tertata rapi. Hampir sembilan puluh persen semuanya selesai, hanya menunggu kedatangan pengantin laki-lakinya saja lagi."Done!" ucap Sesea yang merias wajah Melinda."Cantik sekali kamu!" kata Sesea tersenyum bangga dengan hasil karyanya menyulap wajah Melinda menjadi makin cantik.Asistennya pun ikut tersenyum melihat bos nya sudah selesai berkarya.Maida juga tersenyum puas saat melihat Melinda yang memang benaran sangat cantik sekali. Riasan Melinda memang sangat berbeda dari biasanya. Dia terlihat sangat natural dan cantik. Maklum saja yang meriasnya adalah perias para kalangan artis. Tarif jasa untuk merekuitnya pun cukup mahal. Tapi tidak untuk Melinda dan Rio. Mereka hanya menggunakan uang saku sehari saja untuk meminta jasa Sesea.Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, dan Melinda sudah siap dengan kebaya putih dengan dandanan adat Sunda. Ba
Resa keluar kamarnya setelah selesai mandi, dia menuju kamar Rio. Perlahan tangan nya mengetuk pintu, namun hingga ketukan pintu yang kesekian kali tak ada jawaban juga.Resa meraih hendle pintu dan membuka pintu kamar. Nampak di dalam kamar masih gelap dan tidak ada aktivitas apapun. Itu menandakan sang penghuni kamar masih terlelap.Sebuah selimut tebal masih teronggok di atas kasur. Resa meraba selimut itu dan menyingkapnya sedikit.Sang cucu tercinta yang akan melaksanakan akad nikah hari ini, ternyata masih terbuai dalam alam mimpi. Resa tersenyum seraya menatap wajah tenang Rio yang masih menutup mata dengan sempurna."Hari ini kamu mau menikah, padahal baru kemarin rasanya Oma menggendongmu," ucapnya pelan seraya tangan Resa membelai wajah Rio.Rio tiba-tiba membuka mata dan terkejut saat mendapati neneknya sudah duduk di sampingnya."Oma?" ucap Rio seraya mengerjapkan mata, terlihat Resa tersenyum ke arahnya. Sejak dulu, Rio memang jarang menyusahkannya. Berbeda dengan Reza.
Hari ini Rio dan Melinda melakukan foto prewedding di pantai. Mereka sudah menginap sejak semalam. Dan pagi ini sebelum matahari menampakkan sinarnya. Melinda sudah siap di dandani oleh tim MUA.Sesi foto pertama, Melinda mengenakan dress berwarna maron hingga menyentuh mata kakinya. Dengan meneteng topi e di tangannya. Sedangkan Rio mengenakan baju dan celena pendek yang senada dengan baju Melinda. Mereka menggunakan latar hamparan laut yang luas. Dan berpose menghadap ke arah matahari terbit.Kemudian di sesi berikutnya, Melinda mengenakan gaun pernikahan warna gold dan Rio mengenakan kemeja putih dibalut dengan toxido hitam. Kesan mewah dari baju mereka begitu terlihat.Fotografer yang mereka sewa juga berkerja keras dengan totalitas. Berbagai pose dilakukan, bahkan sang fotografer harus tiduran untuk mendapatkan foto terbaik.Pose terbaik adalah saat Melinda dan Rio berada di balik karang yang di hantam oleh ombak, dan airnya menyiprat seperti air terjun. Mereka berpose sangat bag
Rio berjalan sembari berkari dari parkiran. Sebab sempat terkena macet tadi saat di jalan menuju rumah sakit. Kini dia terlembat sepuluh menit.Lobby rumah sakit yang ramai juga membuat moodnya berantakan. Karna menghalangi jalan menuju ruangannya. Sesampainya di ruangan, Rio menghembuskan nafas kasar. Karna sudah banyak pasien yang menunggu kedatangannya. Dia langsung mengerjakan tugasnya untuk menangani berbagai keluhan pasiennya. Hingga tiba waktu istirahat, dia melangkah ke kantin rumah sakit untuk mencari secangkir kopi. Dia butuh kafien untuk mengembalikan moodnya.Baru saja melangkah beberapa langkah, tangan nya di cekal oleh seseorang."Yo!""Jelita? Ngapain kamu kesini?" tanya Rio seraya melirik ke arah tangannya yang di cekal oleh Jelita. Perempuan yang menjadi sahabat Rio sejak SMA, dia pernah menyatakan perasaannya pada Rio. Namun Rio tak pernah membalas perasaan Jelita."Aku sengaja kesini!" kata Jelita seraya menatap lekat ke arah Rio."Ngapain? Aku mau ke kantin! Mau
Argadana menemui Resa setelah Rio dan Melinda pulang."Bu!" panggil Argadana menghampiri Resa yang masih duduk di ranjang, sama saat Melinda menemuinya tadi."Mau minum jus?" tanya Argadana basa-basi."Nggak! Kamu kesini mau menawari jus atau ada maksud lain?" tanya Resa sudah tahu maksud kedatangan anaknya."Aku eh, au,.." ucap Argadana tergagap."Kamu kalah sama Rio dan Melinda, Arga! Keduanya tidak ada yang takutnya saat bicara dengan ku," ledek Resa."Jadi kapan Rio akan melamar perempuan itu?"Argadana langsung shock ketika mendengar pertanyaan Resa. Dia bahkan tak bisa berkata apa-apa lagi."Kamu kenapa?" tanya Resa menatap heran ke arah anaknya."Aku terkejut karna pertanyaan ibu tadi," jujur Argadana."Kok bisa?"Argadana menggeleng, "Ibu yakin mau menerima Melinda?""Bukankah sudah aku katakan barusan? Apakah harus aku tarik kembali kata-kataku?" sahut Resa kesal."Ti-tidak seperti itu, Bu! Ya, kalau sudah pas, biar Riana yang mengurus semuanya. Aku akan segera bilang padanya
Semua orang memuji masakan Melinda. Mereka makan dengan lahap, termasuk Resa. Tapi dia tidak mencibir atau memuji masakan Melinda. Riana yang melihat itu, bersorak gembira sebab calon mantunya selangkah lebih maju. Biasanya Resa selalu mengkritik masakannya dan Gendis jika tidak enak, walaupun hanya kurang tingkat kematangannya sedikit. Namun sekarang, mertuanya itu makan dengan lahap tanpa protes sedikit pun.Setelah makan, semua anggota keluarga Argadana kembali berkumpul di ruang tamu, termasuk Resa. Dia ingin menunjukkan kepada Melinda siapa dirinya."Hmm, Ma, Pa, Oma, dan Tante. Sebenarnya kedatangan Rio membawa Melinda kesini, ingin meminta restu. Agar hubungan ini bukan hanya untuk jalan bersama. Rio minta izin untuk melamar Melinda secepatnya," ucap Rio tegas hanya dengan satu helaan nafas."Kamu itu! Baru aja kenal beberapa hari, sudah sok sokan mau lamaran. Mbok harus di kenali dulu bibit, bebet, dan bobotnya dulu. Kamu kan tahu kita ini siapa, Rio?" sela Resa, dia memotong
"Wah ada yang dapat cincin nih! Coba ibu lihat!" celutuk Marisha sudah berdiri di ambang pintu kamar Melinda. Dia langsung masuk untuk memastikan.Melinda menutup wajah dengan sebelah tangan yang tersemat cincin pemberian Rio."Sebentar ibu foto ya!" ujar Marisha mengeluarkan ponsel dari saku dasternya. Dia langsung mengunggah di story Whatshapp nya dengan caption 'Semoga ini pertanda baik' tulisnya.Marisha mengulas pucuk kepala putrinya."Istirahat, Mel. Udah malam ini, jangan liatin cincin itu mulu. Nanti ibu beliin yang lebih banyak kalau mau!" goda Marisha membuat Melinda melongo. Marisha langsung keluar dan menutup pintu kamar anaknya. Melinda melanjutkan mengoles skincare malamnya.***Rio sudah berganti baju dan bersiap untuk tidur. Namun dia lupa menyalakan alrm untuk besok pagi, karna masuk jadwal pagi. Dia membuka whatshapp nya terlebih dahulu. Siapa tahu ada pesan dari Melinda. Rio mendesah pelan karna harapan tak sesuai keinginan.Tapi matanya terpaku pada unggahan story