"Lelucon apa sih maksudmu Din? Aku beneran tidak mengerti," ungkap Yusuf serius."Masa kamu gak ngerti sih mas? Coba tanya disini apa ada yang percaya kalau perempuan yang menjadi istrimu itu memiliki pembantu dirumahnya? Gak kan?" balas Dina sambil terkekeh geli.Santi dan Yuda yang mendengar perkataan Dina ikut tertawa."Loh kok kalian tertawa? Ada yang lucu kah dari ucapanku?" "Gak ada yang lucu sih. Hanya saja kami tidak mempercayai halusinasi mu itu saja. Bagaimana bisa kamu bilang kalau Melinda memiliki pembantu sedangkan dia saja berasal dari keluarga upik abu yang tak sengaja kamu pungut dan berubah menjadi sultan. Ingat gak waktu resepsi pernikahan mu dulu, sumpah deh gak banget. Nikahan kok sepi kayak kuburan," kata Santi mengibas-ngibaskan anak rambutnya."Jadi mbak Santi dapat menyimpulkan kalau Melinda itu dari keluarga tak mampu hanya karna acara resepsi kami digelar sederhana, begitu kah?" tanya Yusuf lagi."Iya dong, kan kalau sultan mah acaranya mewah bisa sampai tuj
"Iya pak Wijaya, Mel. Tetangga dekat rumah bude, dia bilang kalau bapak mu itu adalah rekan bisnisnya. Ya kali rekan bisnisnya orang susah, secara kan pak Wijaya itu terkenal kaya raya disini, bisnisnya dimana-mana juga." kata bude Ami lagi."Oh jadi bude Ami menghubungiku karna sudah mengetahui siapa bapak sebenarnya?" batin Melinda."Hallo Mel! Kamu masih disana kan?" ucap bude Ami lagi karna tak terdengar suara Melinda dari tadi."Ah iya bude, Melin masih disini kok. Pak Wijaya itu memang rekan bisnis bapak sekaligus teman main golf," jawab Melinda sekenanya."Jadi benar dong dia rekan bisnis bapak mu. Oh iya soal uang yang bude mau pinjam tadi gak papa kok kalau gak ada sekarang, besok atau lusa juga gak papa. Nanti bude kirim aja nomor rekening bude biar kamu bisa langsung transfer kalau uang nya sudah ada. Udah dulu ya Mel, bude sedang ada urusan. Terimakasih sebelumnya," ucap bude Ami mengakhiri panggilan tapi masih mengingatkan perihal peminjaman uang.Bude Ami langsung memati
Dina terlihat sangat kesal. Dia pergi meninggalkan Melinda dan bik Ramlah begitu saja. "Bibik kok senang ya melihat mbak Melin berani melawan perintah mbak Dina," ucap bik Ramlah sambil memotong sayuran."Benarkah bik? Ah pokoknya mulai sekarang aku akan melawan orang yang sudah berani menghinaku dan orang tua ku. Aku tidak mau lagi menjadi perusuh mereka,""Iya benar mbak. Bibik dukung 100 persen deh buat mbak Melin," ucap bik Ramlah mengacungkan kedua jempolnya."Benar kan bik? Masa ada orang yang mau harga dirinya diinjak-injak? Mungkin hanya ada di sinetron ikan terbang ya bik ckck," kekeh Melinda."Benar sekali mbak Melin ini. Bibik juga sebenarnya risih melihat perlakuan mereka ke mbak, tapi bibik mah bisa apa. Hanya seorang pembantu tak berhak untuk mengeluarkan pendapat. Oh iya mbak mau makan kah? Biar sekalian saya buatkan?" kata bik Ramlah ketika melihat Melinda mengambil tahu dan tempe dari dalam kulkas."Ah gak usah bik. Biar aku masak sendiri saja, kan buat mas Yusuf. Bi
Mama Imelda dan papa Eddy tiba dikediaman mereka tepat pukul sebelas pagi. Semua anggota keluarga menyambut dengan suka cita. "Akhirnya kita pulang dengan selamat dan bisa menjalankan ibadah dengan hikmat ya, pa," ujar mama Imel saat mereka sedang makan bersama."Iya, ma. Kami harap setelah ini kalian juga bisa berangkat kesana ya!" balas pak Eddy.Semua anak menantu mereka menjawab dengan anggukan, karna memang setiap umat Muslim menginginkan berkunjung ke tanah suci. Hanya menunggu panggilan dari yang kuasa saja lagi."Melinda bagaimana kondisi kandungan mu, nak?" tanya mama Imel."Alhamdulillah baik ma," jawab Melinda tersenyum simpul. Sungguh dia merasa sangat beruntung karna memiliki mertua yang sangat perhatian kepadanya."Syukurlah kalau begitu, Mel. Berarti sekarang mau jalan dua bulan kan?" tanya mama Imel memastikan."Iya ma,"Mendengar percakapan mama Imel dan Melinda, Dina terlihat tidak suka, seperti nya dia cemburu akan kedekatan mertua dan iparnya itu."Tuh Din kamu li
Mama Imel melotot tajam kearah Santi, "Siapa bilang mama gak adil? Mama juga membelikan Dina oleh-oleh. Hanya belum mama berikan aja kok,""Tuh dengar, jangan asal nuduh! Jadi malu sendirikan," sahut Melinda membuat Dina dan Santi terdiam."Jadi mama juga beliin oleh-oleh buat Dina, ma?" kata Dina tanpa malu bertanya kepada mertuanya."Iya dong, bahkan buat Santi juga. Kan kalian sama-sama anak mama. Bentar ya mama ambilin dikamar," kata mama Imel melenggeng pergi ke kamarnya."Makanya jangan asal bicara aja. Jangan suka ngiri juga sama orang, gak baik itu," lirih Melinda tapi masih bisa didengar oleh Dina. Dina seperti menahan amarah nya kepada Melinda."Jaga ucapanmu ya, Mel. Dina tidak salah, dia hanya mengatakan apa yang telah ia lihat!" ketus Santi membuat Melinda langsung terdiam. Karna jika membalas ucapan iparnya, masalah tidak akan pernah selesai.Tak lama mama Imel keluar dari kamarnya sambil membawa dua buah paperbag warna hitam. Dan langsung diberikan kepada Santi dan Dina
Setelah pakde Anton pergi, Melinda langsung masuk ke kamarnya. Ia ingin meletakkan barang pemberian mama Imel, yang seharusnya menjadi milik bude Ami."Sayang kamu lagi ngapain?" kata Yusuf yang tiba-tiba datang."Sudah pulang, mas?""Iya, baru aja yank,""Ibu dan bapak sudah pulang?""Iya, yank. Mereka baru aja berangkat tadi. Sepertinya mereka memang tidak mau datang kemari," balas Yusuf."Udah gak papa mas. Biarkan mereka tenang dulu, cepat atau lambat mereka akan baik lagi. Mereka pemaaf kok," "Semoga saja ya, yank. Oh iya di luar kayaknya ada mobilnya bude Ami?"Melinda mengaguk, "Iya, memang kamu belum ketemu sama mereka diluar, mas?"Yusuf menggaruk rambutnya yang tak gatal, sambil tersenyum, "Belum hehe. Malas rasanya ketemu sama keluarga mama, apalagi bude Ami. Sangat menjengkelkan, gak suka aku,""Menjengkelkan bagaimana, mas?""Ya gitu deh yank. Dia kayaknya gak suka sama aku, apalagi saat tau aku melanjutkan S2. Wajahnya di tekuk mulut tiap ketemu, gak ada ramahnya. Mungk
Dina langsung menatap sinis ke arah bude Ami begitu pun dengan Santi dan Yuda. "Sikap bude beda sekali ini? Ada apa sih bude?" tanya Santi berani mengutarakan kejengkelan nya."Beda bagaimana sih San? Perasaan bude memang begini biasanya," kilah bude Ami."Beda, bude. Biasanya bude sangat sayang dan perhatian sama Dina. Kenapa tiba-tiba jadi cuek kayak tadi?" selidik Santi."Cuek bagaimana lagi? Itu kan Dina dekat dengan keranjang buahnya, jadi dia bisa ambil sendiri," ucap bude Ami tanpa mau mengalah."Tuh kan bude berubah!" kekueh Santi membela adik iparnya.Dina terlihat sendu, "Sudahlah mbak, aku bisa kok ambil sendiri,""Nah itu, Dina bisa ambil sendiri kan?"Hari ini bude Ami memang bersikap berbeda, dia terlihat acuh sama Dina dan Santi. Tapi sangat perhatian kepada Melinda."Ini ikan buat kamu, Mel. Wanita hamil itu bagus kalau makan ikan," kata bude Ami menaruh ikan ke piring Melinda."Aku bisa ambil sendiri, bude,""Jangan di tolak, Mel. Kamu pasti susah geraknya jadi bude
"Kamu sudah melihat sendirikan bagaimana watak bude dan pakde, yank?" tanya Yusuf ketika mereka sudah berada di kamar."Iya, mas. Aku gak nyangka loh mereka sejahat itu." balas Melinda duduk ditepi ranjang."Makanya jangan mudah percaya sama mereka, yank. Aku tau sekarang mereka bersikap baik pada mu karna kamu lah yang menjadi incaran mereka sekarang," kata Yusuf sambil mengusap rambut istrinya."Iya mas aku tau kok. Aku akan lebih berhati-hati sama mereka.""Syukurlah kalau kamu sudah mengerti, yank."Yusuf merangkuh tubuh mungil Melinda dalam dekapannya. Dia mengelus dan mencium puncak rambut istrinya."Mas boleh aku bertanya?"Yusuf tersenyum kecil, "Boleh dong. Mau nanya apa yank?""Soal Alika, mas,"Perkataan Melinda langsung menghilangkan senyuman di wajah Yusuf."Kamu tahu tentang Alika?" tanya Yusuf agak gugup.Melinda menatap intens suaminya, "Dia mantan kamu kan?"Yusuf menghembukan nafas kasar, "Tahu dari mana kamu?""Kemarin saat mbak Santi mengadakan acara disini," kata