Bapak Kusuma dan ibu Marisha saling pandang lalu mereka mengaguk bersamaan. Melinda pun langsung menyentuh ikon hijau pada layar ponselnya.
"Assalamualaikum mas!" ucap Melinda setelah telpon tersambung."Waalaikumsalam, dek. Em anu dek mas mau nanya apakah yang dikatakan oleh bapak tadi benar? Mbak Santi dan mas Riko menjadikan mu upik abu dirumah?" tanya Yusuf seakan ragu untuk bertanya.Melinda terdiam, sebenarnya dia ragu untuk berkata jujur. Ia takut akan membuat hubungan suami dengan kakak iparnya menjadi renggang. Tapi jika berbohong, itupun juga tak baik."Kenapa diam, dek? Apakah semua itu benar? Jangan pernah ragu untuk berkata jujur kepada mas.""Em, maaf mas bukan itu. Sebenarnya aku masih bingung dengan perlakukan mereka terhadap ku. Tapi seiring berjalannya waktu, kelakuan mereka semakin menjadi-jadi kepada ku," jawab Melinda jujur."Nanti mas akan tegur mereka, maafin mas ya sudah membuat mu tersakiti begini. Sekarang kamu dimana dek? Apakah bapak dan ibu membawamu pulang ke rumah mereka?""Hem. Kami tidak pulang ke rumah, bapak dan ibu hanya membawa ke hotel tempat mereka menginap kok mas. Jadi kamu gak usah khawatir,""Syukurlah kalau begitu. Mas akan pulang sekarang juga, gak enak rasanya kalau pikiran mas tertuju pada mu. Pasti akan gagal fokus juga dalam pekerjaan. Yaudah kamu shareloc aja ya, nanti mas akan langsung nyusul ke hotel tempat kalian menginap," ujar Yusuf lagi."Oh iya mas nanti langsung dishareloc pas sampai hotel. Maafin sikap bapak ya yang tadi marah-marah sama mas,""Ah gak papa kok dek. Mas pun akan melakukan hal serupa jika menjadi bapak, jadi wajar jika bapak melakukan hal itu. Yaudah mas langsung berangkat hari ini, jaga dirimu dan anak kita ya. Assalamualaikum yank," kata Yusuf mengakhiri panggilannya."Iya mas, kamu juga hati-hati di jalan."Begitu panggilan terputus, pak Kusuma langsung bertanya kepada putrinya, "Bagaimana? Apakah Yusuf mau menuruti permintaan bapak untuk pulang hari ini?""Iya, pak. Mas Yusuf pulang hari ini juga.""Baguslah kalau begitu, dia harus tahu bagaimana kelakuan keluarganya terhadap mu. Dan bapak marah kepadanya,""Ah bapak harusnya tak boleh marah sama mas Yusuf. Dia tak tau apa-apa karna memang Melin belum cerita tentang perlakukan keluarganya," ucap Melinda membujuk bapaknya."Loh kenapa begitu? Harusnya kamu harus cerita dan terbuka kepada Yusuf. Pantas saja saat bicara dengan nya tadi, dia nya bengong begitu,""Sebenarnya, Melin gak mau mereka sampai berantem hanya karna masalah ini pak,""Astaga Melinda, jadi orang jangan terlalu baik. Mana Melin bapak dan ibu yang tegas dulu? Kami tak pernah mengajarimu untuk menjadi wanita yang lemah. Kamu boleh bersikap baik kepada siapa yang pantas untuk dibaiki, bukan kepada manusia angkuh begitu. Coba lah untuk tegas kepada mereka Mel, agar mereka tak merendahkanmu lagi. Kamu putri kebanggaan kami, kami akan sedih melihatmu diperlakukan sebagai upik abu, nak,"***Waktu bergulir bagitu cepat saat tak berada dirumah Yusuf. Berbeda saat ada disana, menunggu satu menit pun serasa satu jam. Kebebasan, itulah yang dirasakan oleh Melinda saat ini.Tring! Dering ponsel membuyarkan lamunannya. Terpampang dilayar "Mamer" nama untuk nomor ponsel mama mertuanya. Melinda pun langsung menjawab panggilan itu."Hallo Assalamualaikum ma," kata Melinda membuka perkacapan saat telpon tehubung."Waalaikumsalam, Mel. Kamu apa kabar nak?""Baik ma. Mama sama papa juga apa kabar disana?""Alhamdulillah baik Mel. Bagaimana juga dengan kandungan mu, sehat juga kan?" pertanyaan dari mertuanya mampu membuat hati Melinda tersentuh, mama mertuanya memang berbeda dengan keluar Yusuf yang lainnya. Dia selalu memperlakukan Melinda selayaknya anak kandung nya sendiri, padahal baru dua bulan mereka menjadi keluarga."Sehat juga ma. Oiya ma bagaimana disana? Apakah semuanya lancar?""Alhamdulillah lancar, nak. Mama menghubungimu karna kangen padamu. Kan selama mama berangkat belum pernah menghubungimu, maaf kan mama ya Mel,""Ahh tidak papa kok ma. Melin paham kok, kan mama sama papa harus fokus beribah selama disana. Yang terpenting kalian sehat disana,""Tetap aja mama merasa gak enak sama kamu. Tapi besok kami sudah selesai kok dan segera pulang kerumah. Duh jadi gak sabar rasanya, Mel,""Besok ma?""Iya besok Mel. Jangan bilang kamu lupa kamu besok kami sudah pulang?""Hehe, maafin Melin ya ma. Melin memang lupa," ucap Melinda kikuk menahan malu kepada mertuanya karna melupakan hari kepulangannya."Ahh gak papa kok Mel. Wajar bumil emang sering pelupa. Mama dulu juga begitu saat mengandung Yusuf. Oh iya Yusuf juga pulang kan besok dari luar kota?""Iya ma, mas Yusuf pulang kok,""Syukurlah kalau begitu. Mama tutup dulu ya telpon nya. Jaga diri dan kandungan mu ya Mel. Assalamualaikum!""Waalaikumsalam. Pasti ma,"Panggilan dengan mertuanya terputus. Melinda pun memutuskan untuk pergi ke kamar orangtuanya.***Melinda mengetuk pintu kamar orangtuanya tapi tak ada sahutan. Jadi ia memutuskan untuk segera masuk. Melinda mengedarkan pandangan tapi tak melihat orangtuanya disana tapi pintu balkon tebuka. Karna penasaran Melinda pun melangkah ke arah balkon."Pantas gak ada sahutan, ternyata ibu sama bapak sedang bersantai disini rupa," ucap Melinda mengagetkan orangtuanya."Astaga Mel, kalau masuk itu kasih salam bukan ngagetin begini,""Hehe maaf bu. Abisnya dari tadi ketuk pintu gak ada yang bukain. Saat masuk ke kamar juga gak ada orang. Eh gak tau nya lagi berduaan disini," kekeh Melinda menggoda orangtuanya.Bu Marisha jadi salah tingkah digoda sama putrinya sendiri, "Udah ah masa orangtua di godain begitu, gak baik Mel. Oh iya kamu ngapai kemari?""Cie-cie muka ibu merah tuh."Bu Marisha mendelik menatap purtinya."Ahh iya maaf bu sultan. Melin mau ngasih tau kalau besok mertua Melin pulang umrah," ucap Melinda duduk disamping bu Marisha sambil bergelanjut manja dipaha perempuan paruh baya itu. Meski tak bisa dikatakan muda lagi, tapi tetap bu Marisha tetap di usianya yang sekarang."Kenapa baru cerita sekarang Mel?" tanya bapak Kusuma menimpali."Hehe abisnya Melin lupa kalau besok tanggal 20 pak," ucap Melin sambil menggaruk rambutnya yang tak gatal."Kalau tanggal satu aja kamu ingat mulu," sindir ibu Marisha."Tau aja ibu nih. Mungkin karna mertua ku lagi gak ada dirumah makanya mbak Santi dan yang lainnya memperlakukan begitu ya bu?"Ibu Marisha mengangkat kedua bahunya, "Maybe so Mel. Mereka itu aneh loh menurut ibu, Santi dan Yusuf berbeda 180 derajat.""Si ibu sok-sokan pakai bahasa Inggris segala. Wong tinggalnya di kampung juga. Yang sifat manusia kan memang berbeda bu, gak ada yang sama,""Kamu lupa Mel, ibu kan blasteran. Hanya karna cinta sama bapakmu jadi ibu mau tinggal di kampung,""Sultan mah bebas," kekeh Melinda."Udah ah jangan ribut! Tapi bapak setuju loh Melinda, manusia itu tak ada yang sama sifatnya meskipun mengalir darah yang sama dinadi nya. Wong Tasya dan Nasya aja beda, padahal mereka kembar loh," ucap pak Kusuma membicarakan keponakannya, Tasya sangat lemah lembut sedangkan Nasya Masyaallah angkuhnya tak ketulungan.Ibu Marisha mengaguk membenarkan ucapan suaminya. Baru Melinda mau ikut menimpali, dering ponsel menghentikan nya.Ternyata Yusuf suaminya lah yang menelpon."Dek kamu shareloc ya. Sebentar lagi mas menuju bandara." ucap Yusuf saat telpon terhubung."Oke mas. Apa pekerjaanmu bisa langsung ditinggalkan?""Disini juga mas gak akan fokus bekerja. Udah dulu ya dek, mas mau check in dulu. Nanti mas hubungi lagi begitu sampai di Jakarta,""Iya mas, hati-hati dijalan,"Begitu telpon terputus, ibu Marisha langsung bertanya, "Bagaimana Mel, apakah Yusuf akan pulang hari ini juga?"Melinda mengaguk, "Iya bu. Mas Yusuf berhasil mendapatkan penerbangan sore ini,"Bapak Kusuma menyerngit heran, "Loh kok pakai pesawat, memangnya Yusuf bekerja dimana?"Bersambang..."Mas Yusuf dikirim ke Kalimantan untuk mengurus sesuatu pak," jawab Melinda."Astaga istri lagi hamil muda kok ditinggalin begitu aja. Tapi bagus deh kalau dia mau tetap pulang itu artinya dia lelaki yang bertanggung jawab dan cekatan," ucap bapak Kusuma kemudian.***Setelah dua jam berlalu, ponsel Melinda kembali berdering. Terpampang jelas nama Mas Yusuf dilayar.Dia hanya mengirim pesan untuk menanyakan alamat tempat Melinda dan keluarganya menginap.Gegas Melinda menjawab dan menshareloc kepada suaminya. Tak perlu menunggu lama, hanya setengah jam Yusuf telah tiba dihotel karna memang jarak antara bandara dan hotel cukup dekat.Yusuf langsung menemui keluarga Melinda. Dia juga minta maaf kepada istri dan mertuanya untuk perihal perlakukan keluarganya."Sudah lah gak papa kok, Suf. Bukan salah kamu juga. Hanya saja bapak ingin mengingatkan janji mu dulu saat meminta Melin menjadi istrimu, kamu tak akan pernah lupa dengan janjimu itukan?" jawab pak Kusuma mencoba mengingatkan peran
Yusuf, pak Kusuma dan pak Wowo sedang bermain catur di teras. Sedangkan bu Marisha sedang bercengkrama dengan Melinda.Silau sorot lampu mobil memasuki pekarangan membuat obrolan Yusuf dan mertuanya terhenti.Dari arah mobil keluar lah Yuda, adik bungsu Yusuf. Diikuti dengan Dina, istrinya Yuda. Mereka ada pasangan dibanggakan oleh Santi. Mereka menyapa Yusuf dengan alakadarnya dan langsung masuk ke dalam rumah."Eh ini dia yang ditunggu dari tadi, kok baru datang sih? Udah makan apa belum?" ucap Santi ramah keluar dari kamarnya. Dia memeluk dan menciumi pipi kiri dan kanan Dina."Dia adik ipar mu, Mel?" bisik bu Marisha kepada Melinda."Iya bu. Itu Yuda, adiknya mas Yusuf," jawab Melinda."Hai mbak Melin!" sapa Dina saat melihat kearah Melinda, "Apa kabar mbak?""Baik Din. Kamu juga apa kabar?"Meskipun Yusuf lebih tua daripada Yuda, tapi Yuda menikah lebih dari dulu dari Yusuf. Sedangkan Yusuf memilih melanjutkan sekolah S2 nya terlebih dahulu. Tapi Yuda dan Dina belum memiliki ketur
"Lelucon apa sih maksudmu Din? Aku beneran tidak mengerti," ungkap Yusuf serius."Masa kamu gak ngerti sih mas? Coba tanya disini apa ada yang percaya kalau perempuan yang menjadi istrimu itu memiliki pembantu dirumahnya? Gak kan?" balas Dina sambil terkekeh geli.Santi dan Yuda yang mendengar perkataan Dina ikut tertawa."Loh kok kalian tertawa? Ada yang lucu kah dari ucapanku?" "Gak ada yang lucu sih. Hanya saja kami tidak mempercayai halusinasi mu itu saja. Bagaimana bisa kamu bilang kalau Melinda memiliki pembantu sedangkan dia saja berasal dari keluarga upik abu yang tak sengaja kamu pungut dan berubah menjadi sultan. Ingat gak waktu resepsi pernikahan mu dulu, sumpah deh gak banget. Nikahan kok sepi kayak kuburan," kata Santi mengibas-ngibaskan anak rambutnya."Jadi mbak Santi dapat menyimpulkan kalau Melinda itu dari keluarga tak mampu hanya karna acara resepsi kami digelar sederhana, begitu kah?" tanya Yusuf lagi."Iya dong, kan kalau sultan mah acaranya mewah bisa sampai tuj
"Iya pak Wijaya, Mel. Tetangga dekat rumah bude, dia bilang kalau bapak mu itu adalah rekan bisnisnya. Ya kali rekan bisnisnya orang susah, secara kan pak Wijaya itu terkenal kaya raya disini, bisnisnya dimana-mana juga." kata bude Ami lagi."Oh jadi bude Ami menghubungiku karna sudah mengetahui siapa bapak sebenarnya?" batin Melinda."Hallo Mel! Kamu masih disana kan?" ucap bude Ami lagi karna tak terdengar suara Melinda dari tadi."Ah iya bude, Melin masih disini kok. Pak Wijaya itu memang rekan bisnis bapak sekaligus teman main golf," jawab Melinda sekenanya."Jadi benar dong dia rekan bisnis bapak mu. Oh iya soal uang yang bude mau pinjam tadi gak papa kok kalau gak ada sekarang, besok atau lusa juga gak papa. Nanti bude kirim aja nomor rekening bude biar kamu bisa langsung transfer kalau uang nya sudah ada. Udah dulu ya Mel, bude sedang ada urusan. Terimakasih sebelumnya," ucap bude Ami mengakhiri panggilan tapi masih mengingatkan perihal peminjaman uang.Bude Ami langsung memati
Dina terlihat sangat kesal. Dia pergi meninggalkan Melinda dan bik Ramlah begitu saja. "Bibik kok senang ya melihat mbak Melin berani melawan perintah mbak Dina," ucap bik Ramlah sambil memotong sayuran."Benarkah bik? Ah pokoknya mulai sekarang aku akan melawan orang yang sudah berani menghinaku dan orang tua ku. Aku tidak mau lagi menjadi perusuh mereka,""Iya benar mbak. Bibik dukung 100 persen deh buat mbak Melin," ucap bik Ramlah mengacungkan kedua jempolnya."Benar kan bik? Masa ada orang yang mau harga dirinya diinjak-injak? Mungkin hanya ada di sinetron ikan terbang ya bik ckck," kekeh Melinda."Benar sekali mbak Melin ini. Bibik juga sebenarnya risih melihat perlakuan mereka ke mbak, tapi bibik mah bisa apa. Hanya seorang pembantu tak berhak untuk mengeluarkan pendapat. Oh iya mbak mau makan kah? Biar sekalian saya buatkan?" kata bik Ramlah ketika melihat Melinda mengambil tahu dan tempe dari dalam kulkas."Ah gak usah bik. Biar aku masak sendiri saja, kan buat mas Yusuf. Bi
Mama Imelda dan papa Eddy tiba dikediaman mereka tepat pukul sebelas pagi. Semua anggota keluarga menyambut dengan suka cita. "Akhirnya kita pulang dengan selamat dan bisa menjalankan ibadah dengan hikmat ya, pa," ujar mama Imel saat mereka sedang makan bersama."Iya, ma. Kami harap setelah ini kalian juga bisa berangkat kesana ya!" balas pak Eddy.Semua anak menantu mereka menjawab dengan anggukan, karna memang setiap umat Muslim menginginkan berkunjung ke tanah suci. Hanya menunggu panggilan dari yang kuasa saja lagi."Melinda bagaimana kondisi kandungan mu, nak?" tanya mama Imel."Alhamdulillah baik ma," jawab Melinda tersenyum simpul. Sungguh dia merasa sangat beruntung karna memiliki mertua yang sangat perhatian kepadanya."Syukurlah kalau begitu, Mel. Berarti sekarang mau jalan dua bulan kan?" tanya mama Imel memastikan."Iya ma,"Mendengar percakapan mama Imel dan Melinda, Dina terlihat tidak suka, seperti nya dia cemburu akan kedekatan mertua dan iparnya itu."Tuh Din kamu li
Mama Imel melotot tajam kearah Santi, "Siapa bilang mama gak adil? Mama juga membelikan Dina oleh-oleh. Hanya belum mama berikan aja kok,""Tuh dengar, jangan asal nuduh! Jadi malu sendirikan," sahut Melinda membuat Dina dan Santi terdiam."Jadi mama juga beliin oleh-oleh buat Dina, ma?" kata Dina tanpa malu bertanya kepada mertuanya."Iya dong, bahkan buat Santi juga. Kan kalian sama-sama anak mama. Bentar ya mama ambilin dikamar," kata mama Imel melenggeng pergi ke kamarnya."Makanya jangan asal bicara aja. Jangan suka ngiri juga sama orang, gak baik itu," lirih Melinda tapi masih bisa didengar oleh Dina. Dina seperti menahan amarah nya kepada Melinda."Jaga ucapanmu ya, Mel. Dina tidak salah, dia hanya mengatakan apa yang telah ia lihat!" ketus Santi membuat Melinda langsung terdiam. Karna jika membalas ucapan iparnya, masalah tidak akan pernah selesai.Tak lama mama Imel keluar dari kamarnya sambil membawa dua buah paperbag warna hitam. Dan langsung diberikan kepada Santi dan Dina
Setelah pakde Anton pergi, Melinda langsung masuk ke kamarnya. Ia ingin meletakkan barang pemberian mama Imel, yang seharusnya menjadi milik bude Ami."Sayang kamu lagi ngapain?" kata Yusuf yang tiba-tiba datang."Sudah pulang, mas?""Iya, baru aja yank,""Ibu dan bapak sudah pulang?""Iya, yank. Mereka baru aja berangkat tadi. Sepertinya mereka memang tidak mau datang kemari," balas Yusuf."Udah gak papa mas. Biarkan mereka tenang dulu, cepat atau lambat mereka akan baik lagi. Mereka pemaaf kok," "Semoga saja ya, yank. Oh iya di luar kayaknya ada mobilnya bude Ami?"Melinda mengaguk, "Iya, memang kamu belum ketemu sama mereka diluar, mas?"Yusuf menggaruk rambutnya yang tak gatal, sambil tersenyum, "Belum hehe. Malas rasanya ketemu sama keluarga mama, apalagi bude Ami. Sangat menjengkelkan, gak suka aku,""Menjengkelkan bagaimana, mas?""Ya gitu deh yank. Dia kayaknya gak suka sama aku, apalagi saat tau aku melanjutkan S2. Wajahnya di tekuk mulut tiap ketemu, gak ada ramahnya. Mungk