15 Oktober 2020
Kebun belakang perpustakaan, tempat paling sepi dibanding perpustakaan itu sendiri. Kebun yang lengkap dengan rumput liar dan pohon buah, namun jarang sekali berbuah. Banyak nyamuk yang menghuninya, gelap, dan juga lembab. Kebun ini juga tempat yang digosipkan angker, banyak sekali cerita berantai yang tercipta hanya dari atmosfer misterius tempat itu. Namun, ini adalah tempat favorit Ana.
Bermodal buku novel. Ana berbaring di kursi kayu panjang yang sudah lapuk, menutupi wajahnya menghalangi sinar matihari dari celah-celah daun di atas pepohonan. Tiba-tiba Ana menegakkan tubuhnya. Pendengarannya menajam menangkap gelombang suara yang familiar dan menarik rasa penasarannya.
So beautiful beautiful
geu nugu boda areumdaul neonikkaapeuji ma ulji ma neol hyanghan noraegadeullindamyeon dasi dorawaAna mencari asal suara itu, lagu yang sudah lama tidak pernah ia dengar di tempat umum.
Oh geuriwo geuriwo
geoul soge honja seoissneun moseubinaccseoreo duryeowo nega piryohaeijeya neukkineun naega neomu silheodasi dorawaLagu dari sebuah boyband Korea yang sudah bubar, Ana penasaran siapa yang masih memutar lagu ini selain dirinya. Karena Ana sangat menyukai lagu berjudul Beautiful ini, tanpa terkikis zaman.
Cukup jauh dari tempat Ana semula, dan tidak ada siapapun. Ana terus mengedarkan pandangannya mencari sumber lagu yang kian mendekat itu. Di sekitar pohon jeruk, Ana memutarinya dan yakin jika suara berasal di tempat itu. Sampai kakinya tidak sengaja menginjak sesuatu.
Ana menyesal sejadi-jadinya berjalan tanpa melihat ke bawah. Sebuah ponsel berlogo apel gigit berada di bawah telapak kakinya. Secepat mungkin Ana mengambilnya dan memeriksa apakah ada yang rusak atau tidak. Ponsel mahal itu, masih mengeluarkan lagu yang Ana dengar sampai saat ini.
"Ya ampun, ini ponsel siapa? Padahal masih bagus dibuang sembarangan." Ana menoleh ke kanan dan ke kiri, tidak ada tanda-tanda orang yang sedang mencari.
“Itu ponselku, sepertinya tertinggal.”
Dengan cepat Ana membalikkan tubuhnya, siapa sangka yang meninggalkan ponsel mahal itu adalah siswa pindahan. Ana menghampirinya dan memberikan ponsel yang ada di tangannya. “Kamu suka Wanna One?” tanya Ana yang tertarik dengan lagu yang masih berputar itu.
Shoan tampak bingung dengan pertanyaan yang tiba-tiba. “Wanna One?” Melirik layar ponselnya yang masih memutar lagu, Shoan baru menyadari. “Oh... tidak, mungkin hanya lagu ini saja. Ada apa?”
Ana kira akan masih ada yang menyukai boyband legand itu, sepertinya tidak ada alasan Ana untuk melanjutkan obrolan ini. “Tidak, aku kembali ke kelas duluan ya.” Ana pergi begitu saja, namun berjalan belum genap dua langkah, tiba-tiba terhenti mendengar pertanyaan dari Shoan.
“Bagaimana dengan I Promise You?”
Ana kembali memutar tubuhnya menghadap lelaki itu dan mengangkat sebelah alisnya. “Kamu tahu lagu itu juga?”
Shoan menggusap tekuk lehernya. “Ya ... mungkin hanya itu. Aku punya kenalan lama yang menyukai musik K-pop, dan dia sering membicarakan beberapa lagu.”
“Lagu apa aja yang kamu tahu?” Ana tidak tahu apa tujuan Shoan menahannya lebih lama, dengan mengatakan hal konyol seperti ini. Tapi Ana ingin mengetahuinya.
“Emm... Blueming, Solo, Love Shot, That's Okay, Kill This Love, sama apa ya... aku lupa judulnya. Lagunya seperti ini, I'm like TT, Just like TT, ireon nae mam moreugo neomuhae neomuhae!” Shoan sambil menggerakan tubuhnya sesuai yang pernah ia lihat. Badan yang meliak-liuk dan kedua tangan membentuk huruf T di sisi ketiak dengan wajah gemas.
“Hahahahaha....” Sontak tawa Ana meledak. Ditambah melihat wajah Shoan yang memerah karena malu.
“Jangan tertawakan aku seperti itu! Kamu sendiri yang mengajarkanku!” teriak Shoan tidak terima.
Seketika Shoan terdiam, menyadari apa yang baru saja ia katakan. Melihat reaksi Ana yang tidak bersahabat, Shoan merapatkan mulutnya. Ia tidak bisa membuat alasan bohong, kecuali diam atau jujur.
Ekspresi Ana seketika datar dan tidak ada jejak kerutan setelah tawanya. “Apa maksudmu aku yang mengajarnya?”
Pertanyaan sedingin es itu membuat bulu halus Shoan meremang. Kembali melirik ponselnya, Shoan mengalihkan pembicaraan. “Kita harus ke kelas sekarang, di sini tidak terdengar bell, ayo bareng.” Shoan tersenyum canggung dan keringat dingin yang sudah membasahi keningnya.
Ana menimbang berkataan Shoan. Ana bukan orang bodoh tidak tahu Shoan sedang mengganti topik pembicaraan. Namun daripada berpikir lebih panjang, dan Ana juga sedang tidak ingin ribut, setidaknya Shoan sukses membuatnya tertawa hari ini, atau Shoan lah yang akhirnya membuat Ana tertawa lagi setelah sekian lama. “Ok, ayo!”
~ 24 September 2018
“Sarapannya sudah siap ....” Silla menaruh nasi goreng keju pesanan Putrinya. Tiga piring ia sajikan, tentu bukan untuk Ana saja, tetapi juga untuk dirinya sendiri dan suami tercintanya.
“Ayah! Buruan ... kalau nggak cepet Ana habisin juga punya Ayah!” teriak Ana meramaikan suasana rumah besar keluarga kecil ini di ruang makan.
Sudah menjadi kebiasaan sehari-hari Ana teriak-teriak di pagi hari hanya untuk menyuruh Ayahnya cepat ke ruang makan. Alasannya, “Aku sudah tidak sabar makan masakan ibu pagi-pagi!” Padahal Silla tidak terlalu pandai memasak, ia hanya bisa memasak itu-itu saja yang mudah.
“Kamu ya ... nggak sabaran.” Brian datang mengelus kepala Ana dan mengecup pucuk kepalanya. Lalu menghampiri istrinya. “Sayang, aku ada rapat sekitar jam 10, jam 12 kamu ke kantor, ya? Bawakan bekalnya,” lanjutnya setelah melakukan ritual ‘kiss morning’ pada istrinya.
“Ihhh ... apa setiap malam kalian tidak cukup menghabiskan waktu berdua! Dan sekarang mencemari mata anak kalian yang polos ini!” Ana cemberut sambil menutup kedua matanya dengan tangannya sendiri. Bisa-bisanya adegan seperti itu dipertontonkan!
“Makanya kamu punya pacar laki-laki yang baik. Bukan sama poster yang kamu pajang di kamar. Masa anak Ayah nggak normal sih.” Brian terkekeh melihat wajah Ana sudah memerah akibat ledekannya.
Bagaimana tidak, setiap malam saat melewati kamar Ana, ia sering mendengar Putri tunggalnya ini berbicara sendiri sambil menyebutkan nama-nama yang sulit untuk disebutkan itu. Bahkan sampai menyatakan cinta dan mengaku jika orang yang berada di poster dinding kamar Ana itu adalah pacarnya, suaminya, mantan, gebetan 1 2 3, dan lain-lain.
“AYAH!!!!” teriak Ana yang kelewat malu dan tidak terima.
Sedangkan Silla hanya tertawa melihat interaksi antara anak dan ayahnya ini.
15 Oktober 2020
Pria berpakaian kemeja formal dengan balutan jas, berdiri di depan mobilnya menunggu kepulangan Putri tercintanya. Melihat gadis kecil menggayuh sepedahnya yang mulai mendekat, ia menegakkan tubuhnya menyambut kedatangannya.
“Ayah.” Panggilan itulah yang ia rindukan.
Pria itu, Brian, Ayah Ana. Brian menghampiri Ana dan ingin memeluknya melepas rindu. Namun Ana mengelak dengan menghindar.
“Sedang apa Anda kemari?”
~ 16 Juli 2019Ana bergantian menatap jam dinding dan luar jendela menunggu Ibunya yang tidak kunjung pulang. Kecemasannya meninggkat saat nomor telepon yang ia hubungi tidak aktif. Doa dan harapan terus terucap. Sampai wanita di belakangnya ikut cemas dengan keadaan Ana sendiri yang belum makan sejak pagi.“Nak, Ibumu pasti segera datang. Makan dulu ya? Mama juga sudah buatkan susu cokelat hangat untukmu.” Wanita yang menyebut dirinya Mama berusaha merangkul Ana.Dengan kasar Ana menepis tangan Ibu tirinya, Nita. Tatapan tajam Ana lemparkan. Ana sadar, sikapnya sekarang sangat tidak sopan, terlebih lagi ia ingat pesan Ibunya untuk menjaga sikap kepada Ibu tirinya, walau Ana tidak menyukainya.“Ma-maaf Ma ... Ana terkejut.”Nita tersenyum kecut. Ia mengetahui jika itu adalah pertahanan Ana yang belum bisa membuka diri padanya. “Tidak masalah,
16 Oktober 2020Mencatat pelajaran yang tertinggal. Ana tidak tahu siapa yang berbaik hati meminjamkan bukunya padanya. Ia hanya diberikan Shoan untuk mencatat yang ketertinggalan, karena bolos pelajaran pertama. Mungkin salah satu fans Shoan? Entahlah. Yang pasti Ana akan mengembalikan bukunya dengan cepat dan berterima kasih pada Shoan.Brak!Ana mendongak melihat siapa yang mengganggunya. Perempuan berambut panjang dengan ombre violet sudah duduk di atas mejanya."Heh! Jalang!" ketus perempuan itu.Ana yang melihat kelauan itu menegakkan dan menyenderkan punggungnya pada kursi, melipat tangannya di depan dada, menatap malas tepat pada mata perempuan itu."Berani banget ya pake catetan si culun! Oh ... Selain jalang, kamu juga tukang bully, ya?" tuduhnya.Kali ini Ana menghelakan napasnya merasa bosan dengan ocehan perempuan itu."Samalah kayak Ibumu! Sama-sama jalang!" lanjutnya.Brak!
16 Oktober 2020 “Kita bisa menggunakan waktu itu untuk ke rumah Om ku sebagai alibi, kamu mengertikan maksudku?” Alfin melingkari tanggal di kalender buku harian barunya. Waktu yang tidak lagi banyak dengan kesempatan yang besar, namun peluang mereka untuk mendapatkan hasil yang diinginkan sangat sedikit. “Acara puncaknya kapan?” “Tanggal 26.” Ana memikirkan apa saja yang mungkin terjadi nantinya. Dengan adanya acara ini, ia bisa bergerak bebas dan fokus untuk penyelidikan. Bahkan sampai tanggal yang harus dipersiapkan itu tiba ... setelahnya tidak akan berpengaruh besar pada dirinya, apapun yang terjadi nanti. Alfin menutup buku merasa pembicaraan sudah selesai. Di tempat yang banyak makanan dan minuman ini bisa mengotori benda pentingnya itu sewaktu-waktu. “Nanti akan ada perwakilan OSIS yang mengumumkan event tahunan SMA Horizon, jadi pastikan kamu bisa bergerak bebas selama waktu yang aku berikan,” lanjut perjelas
17 Oktober 2020Bukan Ana yang terlalu sabar, tapi ia sudah mati rasa dan terbiasa dengan omongan-omongan yang dilewatinya. Masa paling sulit sudah Ana lalui, hanya sebatas dirinya dipanggil wanita murahan dan penjilat bukan apa-apa untuknya.Kabar mengenai Ana yang akan menjadi pemeran utama dalam pertunjukan kelasnya menyebar sangat cepat. Benar saja perhitungan ketua kelas, hal itu menarik perhatian seluruh warga SMA Horizon karena mengetahui pemeran utama lainnya adalah Shoan. Sampai-sampai jendela kelas tidak sepi hanya untuk mempertontonkan Ana dan Shoan yang menjadi teman sebangku.“Kamu tidak risih?” tanya Shoan berbisik pada Ana. Ia merasa ngeri mendapat tatapan lapar dari fansnya.“Untuk apa?” Ana merespon tanpa beralih dan masih fokus dengan buku yang sedang ia baca.“Ini lebih menakutkan dari yang kubayangkan. Ada yang menatap sinis dan juga berbinar secara bersamaan, apa akan berbahaya ked
17 Oktober 2020 “Berekspresi Ana! Berekspresi ... Ulang-ulang-ulang!” Bagian Ana terus diulang. Gadis itu sudah menghafal naskah dengan sangat baik, lebih cepat dibanding yang lain. Yang diperankannya pun tidak membutuhkan akting berlebih, karena karakter Christine Day adalah gadis polos apa adanya, penuh dengan kesederhanaan, namun menawan. Ana mengucapkan dialog dengan ekspresinya yang datar, lagu yang di-dubbling-nya sudah pas dengan gerak bibir, lagi-lagi tidak ada emosi yang terkesan. "Apa kamu robot Ana!" bentak ketua kelas tidak tahan lagi. “Ketua kelas! Sampai kapan kita seperti ini. Aku harus segera pulang karena ada urusan lain.” “Benar! Aku pun harus kerja paruh waktu.” “Kita juga sudah terlalu lama di sekolah, perjanjiannyakan tidak selama ini!” Protes dari pemeran lain yang sudah bosan menunggu giliran perannya. “Ah! Iya-iya.” Ketua kelas mengusap kepalanya sendiri dengan k
28 Februari 2019“ALFIN DI SANA! ADEKMU NANTI NYEBUR!”Teriakan Ana sontak membuat yang dipanggil menoleh dan langsung berlari ke kolam ikan tempat adiknya berada. Bahkan Ana tidak tinggal diam dan ikut berlari.Silla yang baru keluar membawa nampan berisi minuman melihat Ana dan Alfin berlari. Saat melihat ke arah yang dituju, adik Alfin bermain air di kolam ikan yang begitu menepi. “Ana! Itu cepet nanti Rizki jatuh!”Keadaan menjadi tegang saat Ana yang ceroboh tersandung kakinya sendiri hingga tersungkur. Sedangkan Rizki yang menoleh ke belakang melihat Ana terjatuh, membuat balita itu melangkah mundur dan satu kakinya sudah menapak pada permukaan kaki yang tidak dapat menopang tubuh kecil itu.Semua mata terbelalak melihat Rizki terjatuh kalau saja Alfin tidak menukar posisinya. Alfin terjebur ke dalam kolam ikan yang hanya sedalam pergelangan kaki dengan
18 Oktober 2020 Menatap layar ponsel tertera nama ‘Ana’ beserta nomor teleponnya. Ada tiga pilihan fitur dari kontak tersebut, pesan, panggilan vidio, atau telepon. Pilihan terakhir yang ingin sekali jembol Shoan tekan, namun ia ragu- apa lagi Ana sudah mengatakan dirinya akan sibuk hari ini. Matanya beralih pada naskah drama yang akan mereka mainkan, membuatnya mengambil dan membaca kembali keseluruhan naskah. Sebuah kisah perjuangan cinta yang bertepuk sebelah tangan, pengorbanan, kepedihan, kehampaan, dan kekejaman. Cinta dalam arti yang gelap dan berbeda dari happy ending kisah cinta yang sering didengar. The Panthom of the Opera. “Dari sudut pandang Christine Day dan Viscount Raoul, ini memang kisah cinta yang sempurna bagaikan di negeri dongeng.” Di lain sisi. “Bagaimanapun Panthom lah pemeran utama The Panthom of the Opera yang sebenarnya.” Ana menitikan air matanya,
~ 7 Juli 2019Sinar matahari senja menghalangi pandangan gadis bermata cokelat gelap yang sedang menatap jenuh ke luar jendela mobil. Sudah 5 jam waktu tempuh perjalanan dari Bandung ke Jakarta, adanya pembangunan proyek jalan membuat kemacetan tidak dapat dihindari. Terdengar hanya pada telinga gadis itu yang terselip earphone mengalun musik favorite-nya.“Na…”“Ana!”Samar mendengar namanya dipanggil, Ana melepas sebelah earphone yang ia kenakan. “Kenapa, Bu?” tanya Ana dingin, matanya masih setia memandang luar jendela.“Besok kamu sudah mulai masuk sekolah, Ibu harap kamu sudah bisa berinteraksi normal dengan teman-temanmu.” Wanita dewasa yang dipanggil Ibu itu menyetir sambil mengamati Ana dari kaca spion dalam.“Ibu pikir selama ini aku tidak normal?” celetuk Ana tajam.“Ah
18 Oktober 2020 Menatap layar ponsel tertera nama ‘Ana’ beserta nomor teleponnya. Ada tiga pilihan fitur dari kontak tersebut, pesan, panggilan vidio, atau telepon. Pilihan terakhir yang ingin sekali jembol Shoan tekan, namun ia ragu- apa lagi Ana sudah mengatakan dirinya akan sibuk hari ini. Matanya beralih pada naskah drama yang akan mereka mainkan, membuatnya mengambil dan membaca kembali keseluruhan naskah. Sebuah kisah perjuangan cinta yang bertepuk sebelah tangan, pengorbanan, kepedihan, kehampaan, dan kekejaman. Cinta dalam arti yang gelap dan berbeda dari happy ending kisah cinta yang sering didengar. The Panthom of the Opera. “Dari sudut pandang Christine Day dan Viscount Raoul, ini memang kisah cinta yang sempurna bagaikan di negeri dongeng.” Di lain sisi. “Bagaimanapun Panthom lah pemeran utama The Panthom of the Opera yang sebenarnya.” Ana menitikan air matanya,
28 Februari 2019“ALFIN DI SANA! ADEKMU NANTI NYEBUR!”Teriakan Ana sontak membuat yang dipanggil menoleh dan langsung berlari ke kolam ikan tempat adiknya berada. Bahkan Ana tidak tinggal diam dan ikut berlari.Silla yang baru keluar membawa nampan berisi minuman melihat Ana dan Alfin berlari. Saat melihat ke arah yang dituju, adik Alfin bermain air di kolam ikan yang begitu menepi. “Ana! Itu cepet nanti Rizki jatuh!”Keadaan menjadi tegang saat Ana yang ceroboh tersandung kakinya sendiri hingga tersungkur. Sedangkan Rizki yang menoleh ke belakang melihat Ana terjatuh, membuat balita itu melangkah mundur dan satu kakinya sudah menapak pada permukaan kaki yang tidak dapat menopang tubuh kecil itu.Semua mata terbelalak melihat Rizki terjatuh kalau saja Alfin tidak menukar posisinya. Alfin terjebur ke dalam kolam ikan yang hanya sedalam pergelangan kaki dengan
17 Oktober 2020 “Berekspresi Ana! Berekspresi ... Ulang-ulang-ulang!” Bagian Ana terus diulang. Gadis itu sudah menghafal naskah dengan sangat baik, lebih cepat dibanding yang lain. Yang diperankannya pun tidak membutuhkan akting berlebih, karena karakter Christine Day adalah gadis polos apa adanya, penuh dengan kesederhanaan, namun menawan. Ana mengucapkan dialog dengan ekspresinya yang datar, lagu yang di-dubbling-nya sudah pas dengan gerak bibir, lagi-lagi tidak ada emosi yang terkesan. "Apa kamu robot Ana!" bentak ketua kelas tidak tahan lagi. “Ketua kelas! Sampai kapan kita seperti ini. Aku harus segera pulang karena ada urusan lain.” “Benar! Aku pun harus kerja paruh waktu.” “Kita juga sudah terlalu lama di sekolah, perjanjiannyakan tidak selama ini!” Protes dari pemeran lain yang sudah bosan menunggu giliran perannya. “Ah! Iya-iya.” Ketua kelas mengusap kepalanya sendiri dengan k
17 Oktober 2020Bukan Ana yang terlalu sabar, tapi ia sudah mati rasa dan terbiasa dengan omongan-omongan yang dilewatinya. Masa paling sulit sudah Ana lalui, hanya sebatas dirinya dipanggil wanita murahan dan penjilat bukan apa-apa untuknya.Kabar mengenai Ana yang akan menjadi pemeran utama dalam pertunjukan kelasnya menyebar sangat cepat. Benar saja perhitungan ketua kelas, hal itu menarik perhatian seluruh warga SMA Horizon karena mengetahui pemeran utama lainnya adalah Shoan. Sampai-sampai jendela kelas tidak sepi hanya untuk mempertontonkan Ana dan Shoan yang menjadi teman sebangku.“Kamu tidak risih?” tanya Shoan berbisik pada Ana. Ia merasa ngeri mendapat tatapan lapar dari fansnya.“Untuk apa?” Ana merespon tanpa beralih dan masih fokus dengan buku yang sedang ia baca.“Ini lebih menakutkan dari yang kubayangkan. Ada yang menatap sinis dan juga berbinar secara bersamaan, apa akan berbahaya ked
16 Oktober 2020 “Kita bisa menggunakan waktu itu untuk ke rumah Om ku sebagai alibi, kamu mengertikan maksudku?” Alfin melingkari tanggal di kalender buku harian barunya. Waktu yang tidak lagi banyak dengan kesempatan yang besar, namun peluang mereka untuk mendapatkan hasil yang diinginkan sangat sedikit. “Acara puncaknya kapan?” “Tanggal 26.” Ana memikirkan apa saja yang mungkin terjadi nantinya. Dengan adanya acara ini, ia bisa bergerak bebas dan fokus untuk penyelidikan. Bahkan sampai tanggal yang harus dipersiapkan itu tiba ... setelahnya tidak akan berpengaruh besar pada dirinya, apapun yang terjadi nanti. Alfin menutup buku merasa pembicaraan sudah selesai. Di tempat yang banyak makanan dan minuman ini bisa mengotori benda pentingnya itu sewaktu-waktu. “Nanti akan ada perwakilan OSIS yang mengumumkan event tahunan SMA Horizon, jadi pastikan kamu bisa bergerak bebas selama waktu yang aku berikan,” lanjut perjelas
16 Oktober 2020Mencatat pelajaran yang tertinggal. Ana tidak tahu siapa yang berbaik hati meminjamkan bukunya padanya. Ia hanya diberikan Shoan untuk mencatat yang ketertinggalan, karena bolos pelajaran pertama. Mungkin salah satu fans Shoan? Entahlah. Yang pasti Ana akan mengembalikan bukunya dengan cepat dan berterima kasih pada Shoan.Brak!Ana mendongak melihat siapa yang mengganggunya. Perempuan berambut panjang dengan ombre violet sudah duduk di atas mejanya."Heh! Jalang!" ketus perempuan itu.Ana yang melihat kelauan itu menegakkan dan menyenderkan punggungnya pada kursi, melipat tangannya di depan dada, menatap malas tepat pada mata perempuan itu."Berani banget ya pake catetan si culun! Oh ... Selain jalang, kamu juga tukang bully, ya?" tuduhnya.Kali ini Ana menghelakan napasnya merasa bosan dengan ocehan perempuan itu."Samalah kayak Ibumu! Sama-sama jalang!" lanjutnya.Brak!
~ 16 Juli 2019Ana bergantian menatap jam dinding dan luar jendela menunggu Ibunya yang tidak kunjung pulang. Kecemasannya meninggkat saat nomor telepon yang ia hubungi tidak aktif. Doa dan harapan terus terucap. Sampai wanita di belakangnya ikut cemas dengan keadaan Ana sendiri yang belum makan sejak pagi.“Nak, Ibumu pasti segera datang. Makan dulu ya? Mama juga sudah buatkan susu cokelat hangat untukmu.” Wanita yang menyebut dirinya Mama berusaha merangkul Ana.Dengan kasar Ana menepis tangan Ibu tirinya, Nita. Tatapan tajam Ana lemparkan. Ana sadar, sikapnya sekarang sangat tidak sopan, terlebih lagi ia ingat pesan Ibunya untuk menjaga sikap kepada Ibu tirinya, walau Ana tidak menyukainya.“Ma-maaf Ma ... Ana terkejut.”Nita tersenyum kecut. Ia mengetahui jika itu adalah pertahanan Ana yang belum bisa membuka diri padanya. “Tidak masalah,
15 Oktober 2020Kebun belakang perpustakaan, tempat paling sepi dibanding perpustakaan itu sendiri. Kebun yang lengkap dengan rumput liar dan pohon buah, namun jarang sekali berbuah. Banyak nyamuk yang menghuninya, gelap, dan juga lembab. Kebun ini juga tempat yang digosipkan angker, banyak sekali cerita berantai yang tercipta hanya dari atmosfer misterius tempat itu. Namun, ini adalah tempat favorit Ana.Bermodal buku novel. Ana berbaring di kursi kayu panjang yang sudah lapuk, menutupi wajahnya menghalangi sinar matihari dari celah-celah daun di atas pepohonan. Tiba-tiba Ana menegakkan tubuhnya. Pendengarannya menajam menangkap gelombang suara yang familiar dan menarik rasa penasarannya.So beautiful beautifulgeu nugu boda areumdaul neonikkaapeuji ma ulji ma neol hyanghan noraegadeullindamyeon dasi dorawaAna mencari asal suara itu, lagu yang sudah lama tidak pernah ia dengar di tempat umum.
~ 9 Juli 2019“Belum tidur, Nak?”Silla mengintip kamar Ana yang tampak gelap dengan suhu AC yang cukup rendah ia rasakan. Ana tidur dengan membelakangi pintu masuk kamar. Silla menaiki kasur, duduk di sebelah Ana yang tampak tertidur itu tangannya memebelai kepala Putri tercintanya. Gumaman yang membentuk alunan lagu Silla suarakan sambil bernostalgia Ana-nya yang dirasa baru kemarin ia timang, sekarang sudah besar, dan memiliki pemikiran sendiri yang sangat tajam. Ana tumbuh menjadi anak yang cerdas.“Nak, apa yang kamu tidak suka dari Mama Nita?” tanya Silla membuka suara, berbicara sendiri. Ia tidak tahu pasti Ana sudah tertidur atau tidak, ia berharap Ana mendengarnya.“Apa Ibu boleh meminta sesuatu? Tolong jangan membenci Mama Nita. Kalau kamu mau tahu, dia wanita yang sangat baik. Ibu percaya dia bisa menjadi Ibu yang baik juga untukmu.” Silla mengatakannya