~ 9 Juli 2019
“Belum tidur, Nak?”
Silla mengintip kamar Ana yang tampak gelap dengan suhu AC yang cukup rendah ia rasakan. Ana tidur dengan membelakangi pintu masuk kamar. Silla menaiki kasur, duduk di sebelah Ana yang tampak tertidur itu tangannya memebelai kepala Putri tercintanya. Gumaman yang membentuk alunan lagu Silla suarakan sambil bernostalgia Ana-nya yang dirasa baru kemarin ia timang, sekarang sudah besar, dan memiliki pemikiran sendiri yang sangat tajam. Ana tumbuh menjadi anak yang cerdas.
“Nak, apa yang kamu tidak suka dari Mama Nita?” tanya Silla membuka suara, berbicara sendiri. Ia tidak tahu pasti Ana sudah tertidur atau tidak, ia berharap Ana mendengarnya.
“Apa Ibu boleh meminta sesuatu? Tolong jangan membenci Mama Nita. Kalau kamu mau tahu, dia wanita yang sangat baik. Ibu percaya dia bisa menjadi Ibu yang baik juga untukmu.” Silla mengatakannya dengan berbisik sangat lembut, namun dengan heningnya malam jadi terdengar jelas.
“Ibu juga tidak mengenalnya, tapi Ibu percaya padanya. Apapun yang terjadi pada Ibu, jangan salahkan dia. Semua tidakannya pasti ada alasan, dan itu yang terbaik untukmu.”
“Ibu berharap, kamu selalu mendapat kasih sayang dan cinta dari orang tua yang lengkap, Nak. Sampai kamu bertemu dengan seseorang yang benar-benar bisa mencintaimu apa adanya dengan tulus.” Kini pelupuk mata Silla sudah penuh hingga sekali kedip saja butiran air keluar tidak dapat ditahan lagi. Semua kenangan konsep keluarga bahagia impiannya sudah berlalu, ia tidak ingin kebahagiaan Ana berhenti sampai sini juga.
“Kalau kamu tanya apa ibu mencintai Ayahmu atau tidak, dan kenapa Ibu membiarkan Ayahmu menikah kedua kalinya? Tentu saja iya, Ibu sangat mencintai ayahmu, termasuk segala kekurangannya. Di mata Ibu, apa yang menjadi keputusan Ayahmu tidak ada yang salah, Ibu bahkan akan memberikan apapun untuknya. Tapi tetap, masih ada yang Ibu tidak bisa berikan, bahkan cinta Ibu tidak cukup untuk mengabulkan permintaan Ayahmu itu. Hal itu adalah rasa cinta Ayahmu itu sendiri. Ayahmu orang yang baik, namun tidak pernah sekalipun ia mencintai Ibu. Dan untuk menutupi kekurangan Ibu itu ... Ibu mengizinkan pernikahan kedua Ayahmu ini. Pernikahan kepada wanita yang Ayahmu cintai.”
“Ingat, Nak. Ayahmu sangat menyayangimu.”
“Ibu harap kamu dicintai seseorang, seperti Dewa Hymen, yang akan memberikan segalanya untukmu. Agar kamu tidak sendirian mengorbankan apapun untuk kebagaiannya termasuk kebahagiaanmu sendiri. Karena Ibu tahu, kamu anak berhati lembut yang bisa menerima semua kekurangan dari orang yang kamu cintai kelak. Ibu berharap kalian bisa saling melengkapi, bukan menutupi.”
Merasa cukup, Silla menarik selimut untuk Ana sampai menutupi tubuhnya. Lalu mengecup kening Ana dangan sayang, dan pergi dari kamar Ana perlahan. Ia berharap jika Ana sudah tertidur dan tidak akan terbagun karena ulahnya.
Di pastikan pintu kamar sudah tertutup rapat, Ana terduduk memukul-mukul dadanya yang menahan sesak sedari tadi. Hatinya sakit, sakit yang tidak bisa ia ketahui letak lukanya. Air mata Ana terus mengalir sambil mulut yang ia sumpal sendiri dengan selimutnya. Ana tidak ingin Ibunya mendengar dirinya menangis, ia membiarkan Ibunya berpikir jika dirinya sudah tertidur.
Sejak Ibu masuk ke kamar Ana, ia belum benar-benar tertidur dan mendengar semua yang dikatakan ibunya. Mati-matian Ana menahan diri untuk tetap pada posisi tidurnya agar Ibunya tidak curiga. Jika ia tidak pura-pura tertidur, mungkin Ibunya tidak akan mengatakan hal yang lebih jujur dari saat ini.
“Aku cinta Ibu”
15 Oktober 2020
Mata cokelat Ana berkedip-kedip menyesuaikan cahaya di kamarnya. Kepalanya langsung mengarah pada jam dinding yang menunjukkan pukul setengah lima pagi. Dengan kepala yang masih pusing, tubuhnya yang lemas mendudukkan diri mengumpulkan kesadarannya.
Tak lama Ana bangkit menuju meja belajarnya, membuka laptop dan buku catatan. Daftar panggilan telepon, beserta isi percapakan tersusun rapih untuk hal yang dikerjakan anak SMA. Satu nomer anonim, yang sulit dilacak dan diketahui pemiliki nomornya. Namun, isi percakapan itu berhasil membangkitkan kecurigaan Ana yang ada sangat dalam.
“Satu minggu lagi.” Ana menandai tanggal 22 Okterober 2020, “Ternyata selama ini Ayah hanya menumpang tinggal pada Ibu. Perusahaan yang Ayah pimpin pun adalah salah satu cabang perusahaan milik keluarga Ibu. Lalu hak waris itu ... Aku harus mencari tahu lebih dulu sebelum dibodohi mereka. Ini bukan masalah hartanya, tapi mereka terlihat sangat bahagia setelah kepergian Ibu? Hahaha ... indah sekali hidup mereka.”
Ana sangat marah melihat drama happy ending sebuah keluarga yang bahkan hidup menumpang di atas papan nisan seseorang. Hanya Ana yang masih merasakan kehilangan, dan mereka sudah menciptakan keluarga kecil bahagia seperti di negeri dongeng.
Ana tidak bisa membiarkan satu persen pun harta warisan Ibunya melengkapi kebahagiaan keluaga yang sudah berbahagia itu. Keluarga lain dari Ayah Ana yang mengkhianati Ibunya.
Bermodal ponsel mendiang Ibunya, Ana mencoba mencari titik terang kejadian yang Ana tidak ketahui sebelum Ibunya menginggal. Ana menduga jika Nita memiliki hubungan dengan penyakit Ibunya yang disembunyikan. Dan semua drama pengobatan Ibu Ana di German juga termasuk rencana Nita, tentu saja untuk menjauhkan Ibu Ana dari Ana dan Suaminya.
Asumsi itu bukan hanya tuduhan tidak berdasar. Ana pernah mendengar sendiri percakapan Nita di sebuah telepon saat hari pemakaman Ibunya.
"Selalu ...." Ana meremas kerah baju tidur yang dikenakannya, mengingat hari itu membuat hatinya menjadi sakit. "Ibu ...."
~ 4 September 2019
Ana tidak bisa mengungkapkan rasa penyesalannya yang sangat mendalam. Perlakuannya pada Ibunya terakhir, sangatlah tidak mengenakkan. Ana terlalu sibuk menentang pernikahan kedua Ayahnya hingga melupakan perhatian sang Ibu.
Ana menangis sejadi-jadinya dengan isakan yang keras menambah rasa sakit di dadanya. Kesedihannya bertambah melihat tubuh yang sudah berbaring kaku menunggu waktu pemakaman. Ia sudah tidak kuat, kakinya terasa lemas dengan kepala yang mulai berkunang-kunang.
Ana pergi ke suatu ruangan berusaha menenangkan diri, walau itu hanya membuang waktu di hari terakhir ia bisa melihat wajah Ibunya yang sudah tidak bernyawa. Bagaimanapun Ana hanyalah gadis berusia 17 tahun. Di tengah kesedihannya, amarah dan penyesalan terus berkecamuk dalam hati kecilnya.
”Iya atas nama Silla Hanida.”
Deg! Suara ini ....
Suara Ibu tirinya, istri kedua Ayahnya, Nita.
Bersembunyi di sudut ruangan yang tidak mungkin ada orang yang mengetahuinya. Ana jadi terdiam di tempat yang tertutup tumpukan kardus. Dan tidak sengaja ia mendengar sesuatu yang mengejutkan. Ibu tirinya mengaku sebagai Ibu kandung Ana.
Mendengar sesuatu yang membuatnya penasaran, karena bersangkutan dengan Ibunya. Ana berusaha membekap mulutnya sendiri agar tidak mengeluarkan suara sedikitpun.
“Saya sudah melakukan yang terbaik, tapi wanita itu yang memilih untuk mengakhiri hidupnya.”
.........
“Anak itu sedikit keras kepala, tapi jika seperti ini sulit untuk mengalihkan hak waris. Apa tidak ada cara lain?”
.........
“Belum waktunya. Anak itu bahkan belum di usia dewasa, kita akan mendapatkan tanda tangannya jika dapat merebut hatinya.”
..........
“Kita pertahankan seperti ini dulu, selama mungkin dan sebisa mungkin.”
.........
“Tenang saja, tidak ada yang tahu. Hanya Silla yang memiliki nomer itu. Kita bahas lagi lain kali.”
15 Oktober 2020Kebun belakang perpustakaan, tempat paling sepi dibanding perpustakaan itu sendiri. Kebun yang lengkap dengan rumput liar dan pohon buah, namun jarang sekali berbuah. Banyak nyamuk yang menghuninya, gelap, dan juga lembab. Kebun ini juga tempat yang digosipkan angker, banyak sekali cerita berantai yang tercipta hanya dari atmosfer misterius tempat itu. Namun, ini adalah tempat favorit Ana.Bermodal buku novel. Ana berbaring di kursi kayu panjang yang sudah lapuk, menutupi wajahnya menghalangi sinar matihari dari celah-celah daun di atas pepohonan. Tiba-tiba Ana menegakkan tubuhnya. Pendengarannya menajam menangkap gelombang suara yang familiar dan menarik rasa penasarannya.So beautiful beautifulgeu nugu boda areumdaul neonikkaapeuji ma ulji ma neol hyanghan noraegadeullindamyeon dasi dorawaAna mencari asal suara itu, lagu yang sudah lama tidak pernah ia dengar di tempat umum.
~ 16 Juli 2019Ana bergantian menatap jam dinding dan luar jendela menunggu Ibunya yang tidak kunjung pulang. Kecemasannya meninggkat saat nomor telepon yang ia hubungi tidak aktif. Doa dan harapan terus terucap. Sampai wanita di belakangnya ikut cemas dengan keadaan Ana sendiri yang belum makan sejak pagi.“Nak, Ibumu pasti segera datang. Makan dulu ya? Mama juga sudah buatkan susu cokelat hangat untukmu.” Wanita yang menyebut dirinya Mama berusaha merangkul Ana.Dengan kasar Ana menepis tangan Ibu tirinya, Nita. Tatapan tajam Ana lemparkan. Ana sadar, sikapnya sekarang sangat tidak sopan, terlebih lagi ia ingat pesan Ibunya untuk menjaga sikap kepada Ibu tirinya, walau Ana tidak menyukainya.“Ma-maaf Ma ... Ana terkejut.”Nita tersenyum kecut. Ia mengetahui jika itu adalah pertahanan Ana yang belum bisa membuka diri padanya. “Tidak masalah,
16 Oktober 2020Mencatat pelajaran yang tertinggal. Ana tidak tahu siapa yang berbaik hati meminjamkan bukunya padanya. Ia hanya diberikan Shoan untuk mencatat yang ketertinggalan, karena bolos pelajaran pertama. Mungkin salah satu fans Shoan? Entahlah. Yang pasti Ana akan mengembalikan bukunya dengan cepat dan berterima kasih pada Shoan.Brak!Ana mendongak melihat siapa yang mengganggunya. Perempuan berambut panjang dengan ombre violet sudah duduk di atas mejanya."Heh! Jalang!" ketus perempuan itu.Ana yang melihat kelauan itu menegakkan dan menyenderkan punggungnya pada kursi, melipat tangannya di depan dada, menatap malas tepat pada mata perempuan itu."Berani banget ya pake catetan si culun! Oh ... Selain jalang, kamu juga tukang bully, ya?" tuduhnya.Kali ini Ana menghelakan napasnya merasa bosan dengan ocehan perempuan itu."Samalah kayak Ibumu! Sama-sama jalang!" lanjutnya.Brak!
16 Oktober 2020 “Kita bisa menggunakan waktu itu untuk ke rumah Om ku sebagai alibi, kamu mengertikan maksudku?” Alfin melingkari tanggal di kalender buku harian barunya. Waktu yang tidak lagi banyak dengan kesempatan yang besar, namun peluang mereka untuk mendapatkan hasil yang diinginkan sangat sedikit. “Acara puncaknya kapan?” “Tanggal 26.” Ana memikirkan apa saja yang mungkin terjadi nantinya. Dengan adanya acara ini, ia bisa bergerak bebas dan fokus untuk penyelidikan. Bahkan sampai tanggal yang harus dipersiapkan itu tiba ... setelahnya tidak akan berpengaruh besar pada dirinya, apapun yang terjadi nanti. Alfin menutup buku merasa pembicaraan sudah selesai. Di tempat yang banyak makanan dan minuman ini bisa mengotori benda pentingnya itu sewaktu-waktu. “Nanti akan ada perwakilan OSIS yang mengumumkan event tahunan SMA Horizon, jadi pastikan kamu bisa bergerak bebas selama waktu yang aku berikan,” lanjut perjelas
17 Oktober 2020Bukan Ana yang terlalu sabar, tapi ia sudah mati rasa dan terbiasa dengan omongan-omongan yang dilewatinya. Masa paling sulit sudah Ana lalui, hanya sebatas dirinya dipanggil wanita murahan dan penjilat bukan apa-apa untuknya.Kabar mengenai Ana yang akan menjadi pemeran utama dalam pertunjukan kelasnya menyebar sangat cepat. Benar saja perhitungan ketua kelas, hal itu menarik perhatian seluruh warga SMA Horizon karena mengetahui pemeran utama lainnya adalah Shoan. Sampai-sampai jendela kelas tidak sepi hanya untuk mempertontonkan Ana dan Shoan yang menjadi teman sebangku.“Kamu tidak risih?” tanya Shoan berbisik pada Ana. Ia merasa ngeri mendapat tatapan lapar dari fansnya.“Untuk apa?” Ana merespon tanpa beralih dan masih fokus dengan buku yang sedang ia baca.“Ini lebih menakutkan dari yang kubayangkan. Ada yang menatap sinis dan juga berbinar secara bersamaan, apa akan berbahaya ked
17 Oktober 2020 “Berekspresi Ana! Berekspresi ... Ulang-ulang-ulang!” Bagian Ana terus diulang. Gadis itu sudah menghafal naskah dengan sangat baik, lebih cepat dibanding yang lain. Yang diperankannya pun tidak membutuhkan akting berlebih, karena karakter Christine Day adalah gadis polos apa adanya, penuh dengan kesederhanaan, namun menawan. Ana mengucapkan dialog dengan ekspresinya yang datar, lagu yang di-dubbling-nya sudah pas dengan gerak bibir, lagi-lagi tidak ada emosi yang terkesan. "Apa kamu robot Ana!" bentak ketua kelas tidak tahan lagi. “Ketua kelas! Sampai kapan kita seperti ini. Aku harus segera pulang karena ada urusan lain.” “Benar! Aku pun harus kerja paruh waktu.” “Kita juga sudah terlalu lama di sekolah, perjanjiannyakan tidak selama ini!” Protes dari pemeran lain yang sudah bosan menunggu giliran perannya. “Ah! Iya-iya.” Ketua kelas mengusap kepalanya sendiri dengan k
28 Februari 2019“ALFIN DI SANA! ADEKMU NANTI NYEBUR!”Teriakan Ana sontak membuat yang dipanggil menoleh dan langsung berlari ke kolam ikan tempat adiknya berada. Bahkan Ana tidak tinggal diam dan ikut berlari.Silla yang baru keluar membawa nampan berisi minuman melihat Ana dan Alfin berlari. Saat melihat ke arah yang dituju, adik Alfin bermain air di kolam ikan yang begitu menepi. “Ana! Itu cepet nanti Rizki jatuh!”Keadaan menjadi tegang saat Ana yang ceroboh tersandung kakinya sendiri hingga tersungkur. Sedangkan Rizki yang menoleh ke belakang melihat Ana terjatuh, membuat balita itu melangkah mundur dan satu kakinya sudah menapak pada permukaan kaki yang tidak dapat menopang tubuh kecil itu.Semua mata terbelalak melihat Rizki terjatuh kalau saja Alfin tidak menukar posisinya. Alfin terjebur ke dalam kolam ikan yang hanya sedalam pergelangan kaki dengan
18 Oktober 2020 Menatap layar ponsel tertera nama ‘Ana’ beserta nomor teleponnya. Ada tiga pilihan fitur dari kontak tersebut, pesan, panggilan vidio, atau telepon. Pilihan terakhir yang ingin sekali jembol Shoan tekan, namun ia ragu- apa lagi Ana sudah mengatakan dirinya akan sibuk hari ini. Matanya beralih pada naskah drama yang akan mereka mainkan, membuatnya mengambil dan membaca kembali keseluruhan naskah. Sebuah kisah perjuangan cinta yang bertepuk sebelah tangan, pengorbanan, kepedihan, kehampaan, dan kekejaman. Cinta dalam arti yang gelap dan berbeda dari happy ending kisah cinta yang sering didengar. The Panthom of the Opera. “Dari sudut pandang Christine Day dan Viscount Raoul, ini memang kisah cinta yang sempurna bagaikan di negeri dongeng.” Di lain sisi. “Bagaimanapun Panthom lah pemeran utama The Panthom of the Opera yang sebenarnya.” Ana menitikan air matanya,
18 Oktober 2020 Menatap layar ponsel tertera nama ‘Ana’ beserta nomor teleponnya. Ada tiga pilihan fitur dari kontak tersebut, pesan, panggilan vidio, atau telepon. Pilihan terakhir yang ingin sekali jembol Shoan tekan, namun ia ragu- apa lagi Ana sudah mengatakan dirinya akan sibuk hari ini. Matanya beralih pada naskah drama yang akan mereka mainkan, membuatnya mengambil dan membaca kembali keseluruhan naskah. Sebuah kisah perjuangan cinta yang bertepuk sebelah tangan, pengorbanan, kepedihan, kehampaan, dan kekejaman. Cinta dalam arti yang gelap dan berbeda dari happy ending kisah cinta yang sering didengar. The Panthom of the Opera. “Dari sudut pandang Christine Day dan Viscount Raoul, ini memang kisah cinta yang sempurna bagaikan di negeri dongeng.” Di lain sisi. “Bagaimanapun Panthom lah pemeran utama The Panthom of the Opera yang sebenarnya.” Ana menitikan air matanya,
28 Februari 2019“ALFIN DI SANA! ADEKMU NANTI NYEBUR!”Teriakan Ana sontak membuat yang dipanggil menoleh dan langsung berlari ke kolam ikan tempat adiknya berada. Bahkan Ana tidak tinggal diam dan ikut berlari.Silla yang baru keluar membawa nampan berisi minuman melihat Ana dan Alfin berlari. Saat melihat ke arah yang dituju, adik Alfin bermain air di kolam ikan yang begitu menepi. “Ana! Itu cepet nanti Rizki jatuh!”Keadaan menjadi tegang saat Ana yang ceroboh tersandung kakinya sendiri hingga tersungkur. Sedangkan Rizki yang menoleh ke belakang melihat Ana terjatuh, membuat balita itu melangkah mundur dan satu kakinya sudah menapak pada permukaan kaki yang tidak dapat menopang tubuh kecil itu.Semua mata terbelalak melihat Rizki terjatuh kalau saja Alfin tidak menukar posisinya. Alfin terjebur ke dalam kolam ikan yang hanya sedalam pergelangan kaki dengan
17 Oktober 2020 “Berekspresi Ana! Berekspresi ... Ulang-ulang-ulang!” Bagian Ana terus diulang. Gadis itu sudah menghafal naskah dengan sangat baik, lebih cepat dibanding yang lain. Yang diperankannya pun tidak membutuhkan akting berlebih, karena karakter Christine Day adalah gadis polos apa adanya, penuh dengan kesederhanaan, namun menawan. Ana mengucapkan dialog dengan ekspresinya yang datar, lagu yang di-dubbling-nya sudah pas dengan gerak bibir, lagi-lagi tidak ada emosi yang terkesan. "Apa kamu robot Ana!" bentak ketua kelas tidak tahan lagi. “Ketua kelas! Sampai kapan kita seperti ini. Aku harus segera pulang karena ada urusan lain.” “Benar! Aku pun harus kerja paruh waktu.” “Kita juga sudah terlalu lama di sekolah, perjanjiannyakan tidak selama ini!” Protes dari pemeran lain yang sudah bosan menunggu giliran perannya. “Ah! Iya-iya.” Ketua kelas mengusap kepalanya sendiri dengan k
17 Oktober 2020Bukan Ana yang terlalu sabar, tapi ia sudah mati rasa dan terbiasa dengan omongan-omongan yang dilewatinya. Masa paling sulit sudah Ana lalui, hanya sebatas dirinya dipanggil wanita murahan dan penjilat bukan apa-apa untuknya.Kabar mengenai Ana yang akan menjadi pemeran utama dalam pertunjukan kelasnya menyebar sangat cepat. Benar saja perhitungan ketua kelas, hal itu menarik perhatian seluruh warga SMA Horizon karena mengetahui pemeran utama lainnya adalah Shoan. Sampai-sampai jendela kelas tidak sepi hanya untuk mempertontonkan Ana dan Shoan yang menjadi teman sebangku.“Kamu tidak risih?” tanya Shoan berbisik pada Ana. Ia merasa ngeri mendapat tatapan lapar dari fansnya.“Untuk apa?” Ana merespon tanpa beralih dan masih fokus dengan buku yang sedang ia baca.“Ini lebih menakutkan dari yang kubayangkan. Ada yang menatap sinis dan juga berbinar secara bersamaan, apa akan berbahaya ked
16 Oktober 2020 “Kita bisa menggunakan waktu itu untuk ke rumah Om ku sebagai alibi, kamu mengertikan maksudku?” Alfin melingkari tanggal di kalender buku harian barunya. Waktu yang tidak lagi banyak dengan kesempatan yang besar, namun peluang mereka untuk mendapatkan hasil yang diinginkan sangat sedikit. “Acara puncaknya kapan?” “Tanggal 26.” Ana memikirkan apa saja yang mungkin terjadi nantinya. Dengan adanya acara ini, ia bisa bergerak bebas dan fokus untuk penyelidikan. Bahkan sampai tanggal yang harus dipersiapkan itu tiba ... setelahnya tidak akan berpengaruh besar pada dirinya, apapun yang terjadi nanti. Alfin menutup buku merasa pembicaraan sudah selesai. Di tempat yang banyak makanan dan minuman ini bisa mengotori benda pentingnya itu sewaktu-waktu. “Nanti akan ada perwakilan OSIS yang mengumumkan event tahunan SMA Horizon, jadi pastikan kamu bisa bergerak bebas selama waktu yang aku berikan,” lanjut perjelas
16 Oktober 2020Mencatat pelajaran yang tertinggal. Ana tidak tahu siapa yang berbaik hati meminjamkan bukunya padanya. Ia hanya diberikan Shoan untuk mencatat yang ketertinggalan, karena bolos pelajaran pertama. Mungkin salah satu fans Shoan? Entahlah. Yang pasti Ana akan mengembalikan bukunya dengan cepat dan berterima kasih pada Shoan.Brak!Ana mendongak melihat siapa yang mengganggunya. Perempuan berambut panjang dengan ombre violet sudah duduk di atas mejanya."Heh! Jalang!" ketus perempuan itu.Ana yang melihat kelauan itu menegakkan dan menyenderkan punggungnya pada kursi, melipat tangannya di depan dada, menatap malas tepat pada mata perempuan itu."Berani banget ya pake catetan si culun! Oh ... Selain jalang, kamu juga tukang bully, ya?" tuduhnya.Kali ini Ana menghelakan napasnya merasa bosan dengan ocehan perempuan itu."Samalah kayak Ibumu! Sama-sama jalang!" lanjutnya.Brak!
~ 16 Juli 2019Ana bergantian menatap jam dinding dan luar jendela menunggu Ibunya yang tidak kunjung pulang. Kecemasannya meninggkat saat nomor telepon yang ia hubungi tidak aktif. Doa dan harapan terus terucap. Sampai wanita di belakangnya ikut cemas dengan keadaan Ana sendiri yang belum makan sejak pagi.“Nak, Ibumu pasti segera datang. Makan dulu ya? Mama juga sudah buatkan susu cokelat hangat untukmu.” Wanita yang menyebut dirinya Mama berusaha merangkul Ana.Dengan kasar Ana menepis tangan Ibu tirinya, Nita. Tatapan tajam Ana lemparkan. Ana sadar, sikapnya sekarang sangat tidak sopan, terlebih lagi ia ingat pesan Ibunya untuk menjaga sikap kepada Ibu tirinya, walau Ana tidak menyukainya.“Ma-maaf Ma ... Ana terkejut.”Nita tersenyum kecut. Ia mengetahui jika itu adalah pertahanan Ana yang belum bisa membuka diri padanya. “Tidak masalah,
15 Oktober 2020Kebun belakang perpustakaan, tempat paling sepi dibanding perpustakaan itu sendiri. Kebun yang lengkap dengan rumput liar dan pohon buah, namun jarang sekali berbuah. Banyak nyamuk yang menghuninya, gelap, dan juga lembab. Kebun ini juga tempat yang digosipkan angker, banyak sekali cerita berantai yang tercipta hanya dari atmosfer misterius tempat itu. Namun, ini adalah tempat favorit Ana.Bermodal buku novel. Ana berbaring di kursi kayu panjang yang sudah lapuk, menutupi wajahnya menghalangi sinar matihari dari celah-celah daun di atas pepohonan. Tiba-tiba Ana menegakkan tubuhnya. Pendengarannya menajam menangkap gelombang suara yang familiar dan menarik rasa penasarannya.So beautiful beautifulgeu nugu boda areumdaul neonikkaapeuji ma ulji ma neol hyanghan noraegadeullindamyeon dasi dorawaAna mencari asal suara itu, lagu yang sudah lama tidak pernah ia dengar di tempat umum.
~ 9 Juli 2019“Belum tidur, Nak?”Silla mengintip kamar Ana yang tampak gelap dengan suhu AC yang cukup rendah ia rasakan. Ana tidur dengan membelakangi pintu masuk kamar. Silla menaiki kasur, duduk di sebelah Ana yang tampak tertidur itu tangannya memebelai kepala Putri tercintanya. Gumaman yang membentuk alunan lagu Silla suarakan sambil bernostalgia Ana-nya yang dirasa baru kemarin ia timang, sekarang sudah besar, dan memiliki pemikiran sendiri yang sangat tajam. Ana tumbuh menjadi anak yang cerdas.“Nak, apa yang kamu tidak suka dari Mama Nita?” tanya Silla membuka suara, berbicara sendiri. Ia tidak tahu pasti Ana sudah tertidur atau tidak, ia berharap Ana mendengarnya.“Apa Ibu boleh meminta sesuatu? Tolong jangan membenci Mama Nita. Kalau kamu mau tahu, dia wanita yang sangat baik. Ibu percaya dia bisa menjadi Ibu yang baik juga untukmu.” Silla mengatakannya