Sudah menjadi kebiasaan Baskara untuk menonton berita saat sedang makan. Jika waktunya tidak tepat dengan jam tayang berita atau tidak ada breaking news maka pria itu akan memilih untuk membaca berita di media daring. Tentu saja dia tidak sembarang memilih media daring hingga terjebak dalam berita yang sudah di-framing atau hoaks. Baskara tidak terlalu memperhatikan berita yang ditayangkan karena hanya merupakan pengulangan dari berita yang tadi pagi didengarnya. Dia asyik dengan makan malamnya. Selain karena penyet lele merupakan makanan kesukaannya juga karena dia sudah lama tidak menyantapnya. Tepat ketika Baskara sudah menghabiskan seekor lele dan bersiap untuk menikmati lele kedua, telinganya menangkap nama yang cukup familiar disebutkan dalam tayangan berita. Segera dia langsung membersihkan tangan dengan tisu basah yang tersedia di atas meja dan membesarkan volume TV yang ada di ruang kerjanya. "Kasus dugaan korupsi dana bansos senilai 10 triliun memasuki babak baru. Kasu
"Itu di sini," Baskara mengarahkan para kurir dan pekerja dari jasa pindahan yang digunakannya.Tidak banyak barang yang dibawa oleh Baskara dari kontrakan sederhananya. Unit apartemen yang dibelinya sudah terisi sesuai janji yang diberikan oleh manajemen. Style dan desainnya juga sesuai dengan permintaan Baskara, monokrom dengan perpaduan warna hitam dan kelabu. Ruang duduk yang merangkap sebagai ruang tamu sekaligus ruang bersantai terlihat elegan dengan sofa kulit berwarna hitam dilengkapi nakas dan meja kayu berwarna cokelat gelap. Single seater berwarna putih menjadi penyeimbang agar ruangan tidak terkesan terlalu gelap. Televisi berukuran besar dengan teknologi terbaru memenuhi satu dinding. Ruang makan juga didominasi warna kelabu sementara pantry terlihat lebih terang dengan kabinat berwarna broken white walau island yang berada di tengah pantry merupakan marmer berwarna gelap. Ketika pertama kali mengecek pantry, Baskara merasa sayang dengan semua peralatan canggih yang ada
"BASKARA! WOY!" Teriakan Gala membuat Baskara refleks mematikan layar iMac-nya. Niat untuk memastikan komputernya sudah dapat berfungsi dan tersambung dengan baik ke wifi berujung dengan dia tenggelam dalam media sosial milik Aruna. Dia memang sudah pernah melihat semua foto yang diunggah oleh gadis itu tetapi itu tidak menahan dirinya untuk kembali tenggelam. Melihat foto-foto yang diunggah oleh Aruna membuat Baskara serasa ikut dalam perjalanan kehidupan gadis itu. Sebelum teriakan Gala mengejutkannya, pria itu sedang melihat foto saat Aruna diwisuda. Gadis itu terlihat anggun dengan gaun berpotongan sederhana tetapi membalut tubuhnya dengan sempurna. Meski terlihat sederhana, Baskara yakin kalau gaun itu pastilah keluaran rumah mode dengan harga yang fantastis, jauh dari kata murah. "Gila, ya! Lo nyeret gue ke sini buat bantu lo pindahan tapi lo malah asyik nge-stalking mantan! Luar biasa, Baskara!" Sial! Ternyata Baskara kurang cepat mematikan layar iMac hingga Gala sempat me
Seperti kemarin dan hari-hari sebelumnya, Baskara memilih untuk menghabsikan istirahat siangnya di halaman belakang ditemani bekal sederhana buatan Salimah. Sebenarnya siswa Insan Harapan mendapatkan makan siang yang disediakan di kafetaria. Makanan yang dihidang sudah dihitung agar sesuai dengan kebutuhan gizi dan kalori usia remaja. Tetapi berkunjung ke kafetaria berarti harus berhadapan dengan Andre dan genknya. Sesuatu yang ingin dihindari olehnya. Jangan salah paham, jika dia ingin melawan tentu dia yang akan keluar sebagai pemenangnya. Tetapi itu tidak sepadan dengan kemungkinan dia dikeluarkan dari sekolah. Setiap hari pria itu mendoktrin diri kalau dia harus bertahan sebaik mungkin untuk masa depannya. Baskara hanya ingin segera lulus kemudian mendapatkan beasiswa untuk kuliah dan membahagiakan sang ibu. Itu saja. Perundungan yang diterimanya hanya hal kecil jika dibandingkan keuntungan yang didapat dengan bersekolah di sini. "Here you are!" Suara Aruna terdengar bersamaan d
Mamak: Doa Mamak selalu menyertaimu, Bas. Mamak: Apapun hasilnya selalu percaya itu yang terbaik menurut Tuhan, ya. Untuk kesekian kali Baskara membaca pesan yang dikirimkan oleh Salimah pagi ini. Dia memang sempat memberitahukan kepada beliau kalau hari ini ada pertemuan penting antara dirinya dan Widjaja Group. Walau sang ibu tidak sepenuhnya paham sepenting apa pertemuan hari ini, selayaknya orang tua, Salimah selalu mendoakan yang terbaik untuk anaknya. "Tenang, Bas," dia meletakkan tangan di dada. Berusaha untuk mengatur detak jantung yang dirasanya berdetak lebih cepat dari biasanya. Walau bibirnya bisa berucap dia tidak nervous tetapi Baskara tidak dapat membohongi tubuhnya sendiri. Dia nervous. Sangat. Ini benar-benar kesempatan besar. Bertemu dengan Sabda Narendra Widjaja adalah mimpi semua pengusaha termasuk founder start up seperti dirinya. Belum lagi banyak rumor yang beredar mengatakan kalau Sabdra Narendra Widjaja diam-diam sering melakukan pendanaan untuk perusah
"Baskara," Narendra langsung berdiri dan menyambut kedatangan pria itu sambil tersenyum lebar, "Akhirnya kita bertemu. Sudah lama saya penasaran dengan sosok di balik kesuksesan Steam Perfection." Usia Baskara dan Narendra tidak terlalu jauh berbeda. Pria itu lebih tua satu atau dua tahun daripada Baskara. Tetapi pagi ini dia merasa begitu kerdil di depan Narendra. Mungkin seperti David di hadapan Goliath. Bedanya Narendra bukan penjahat seperti Goliath. Pria itu serupa dengan raksasa yang mengulurkan tangan kepada seseorang yang lemah. Jika Andre perlu berteriak untuk mengatakan dirinya besar maka Narendra sebaliknya. Narendra terlihat begitu tenang. Auranya menyenangkan. Sama sekali tidak ada kesan sombong atau ingin menunjukkan kalau dirinya adalah seseorang. Pria itu cukup terbuka dan ramah tetapi terselip sesuatu yang menghadirkan rasa sungkan bagi lawan bicaranya. "Pak Sabda," dia tersenyum canggung. Sama sekali tidak menduga akan mendapat sambutan seramah ini, "Apa kabar?"
"Sederhananya, kami ingin membeli Steam Perfection." Mendengar kalimat yang diucapkan Narendra dengan lugas Baskara langsung menutup map yang baru saja dibukanya. Dia sama sekali belum melihat apalagi membaca berkas yang ada di dalamnya. "Kalau itu yang Anda inginkan maka jawabannya saya hanya satu. Saya tidak menjual Steam Perfection.""Anda tidak ingin mengetahui penawaran kami terlebih dulu?" Dengan yakin Baskara menggelengkan kepala, "Sebaik apapun penawaran yang Anda dan Widjaja Group berikan saya tetap tidak akan melepaskan Steam Perfection." "Begitu," Narendra masih terlihat tenang seakan penolakan Baskara tidak berarti banyak, "Boleh saya tahu alasannya?" "Alasannya tidak terkait dengan bisnis," pria itu terlihat tersipu, "Lebih ke, hm, personal." "Karena ini perusahaan pertama Anda?" "Bukan," Baskara berdeham. Dia tidak pernah menceritakan ini kepada siapapun selain beberapa orang terdekatnya. Entah kenapa dia ingin membaginya bersama kedua pria yang ada di hadapannya
"Tadi lo bilang berapa?!" Gala langsung berteriak ketika dia keluar dari lift yang terhubung dengan foyer unit apartemen milik sahabatnya. Karena tidak mendapatkan jawaban, pria itu langsung mencari Baskara di ruang duduk dan ruang makan. Ketika tidak menemukan sosok yang dicari Gala langsung menuju ruang kerja dan tanpa merasa perlu untuk mengetuk, dia langsung berhamburan masuk. "Berapa tadi lo bilang?!"Baskara yang sedang menikmati lantunan lagu klasik gubahan Rachmaninoff terkejut mendengar teriakan Gala, "Apa?!" "Angkanya. Lo bilang tadi Widjaja Group nawarin berapa?" "Lima ratus," dia mengecilkan volume ponsel yang digunakan untuk mendengarkan lagu. "Ribu dollar?!" Gala belum terlihat ingin merendahkan suaranya. Dia masih berteriak. "Iya. Lima ratus ribu dollar," Baskara memutar kursi kerja hingga pria itu berhadapan dengan sahabatnya, "Itu pendanaan awal. Kalau valuasi Steam Perfection terus meningkat, mereka menjanjikan pendanaan berikutnya.""Serius lo?!"Baskara menga