Sepanjang perjalanan Mia dan Yusuf masih saja diam satu sama lain. "Mas, saya sudah menyuruh anak buah kamu untuk melepaskan Bastian." Mia memutuskan untuk membuka percakapan saat kendaaraan terjebak macet.Waktu memang menunjukan pukul tujuh malam dimana jalanan tengah disibukan oleh orang-orang yang baru saja selesai dengan aktivitas pekerjaannya."Mengapa dilepaskan?" tanya Yusuf tanpa menoleh."Bastian adalah seorang pria yang memiliki keluarga. Kasihan anak dan istrinya. Pemena utama dalam masalah ini kan Jenifer, bukan pria itu." Mia berbicara dengan hati-hati. Tentu dengan nada suara yang sangat lembut."Ya, kalau saja tidak mengingat anak dan istrinya, mungkin saat itu pula sudah saya habisi dia," geram Yusuf.Mia mengusap pundak suaminya dengan lembut. "Tenang, Mas. Saya pastikan pria itu tak akan mengulangi kesalahannya," ucapnya.Kali ini Yusuf terlihat sedikit lebih tenang. Ia menoleh ke arah Mia. Betapa sejuknya wajah Mia sehingga mampu meredam emosi yang tengah meletup-
"Mas, yakin kita akan tidur di sini? Bagaimana kalau Jenifer berulah?" Mia nampak ragu."Sayangnya saya sudah tidak perduli lagi dengan wanita itu. Untuk apa saya perduli, dia tidak sedang hamil anak saya kan," balas Yusuf seraya melepas safety belt dan bersiap keluar dari mobil."Oke baiklah." Mia tak bisa membantah. Mereka sudah keluar dari mobil lalu berjalan masuk ke dalam hotel.Yusuf dan Mia disambut hangat oleh pelayan hotel. Mereka segera memesan kamar paling bagus di hotel bintang lima itu."Mas, kita kan tak sempat membawa pakaian. Masa iya malam ini akan tidur dengan pakaian ini?" Mia menunjuk pakaiannya sendiri."Tak usah cemas. Asisten saya akan mengantarkan pakaian pesanan kita sebentar lagi," jawab Yusuf. Mereka berada di dalam lift menuju kamar pesanan yang diantar oleh salah satu pelayan hotel.Tak disangka, Yusuf sudah menyiapkan semuanya lewat asistennya. Dia benar-benar enggan pulang. Melihat wajah Jenifer hanya akan membuat isi kepalanya yang terasa panas malah se
Di kediaman Zubair, wanita bernama Jenifer tampak meradang malam ini. Dia sudah teriak-teriak memanggil nama suaminya."Mas Yusuf! Kamu sudah berani ya membangkang! Kamu sudah berani membantahku!" Jenifer dengan wajah murka dia berdiri di depan rumah menanti kedatangan suaminya.Berkali-kali Jenifer berusaha menelepon Yusuf lewat ponsel pintar yang satunya lagi. Namun, nomor telepon Yusuf sudah tidak aktiv. Dia tak bisa menghubungi suaminya."Ada apa sih, Mba? Berisik sekali. Anak aku sampai bangun, padahal sudah tidur." Khaila keluar menghampiri Jenifer yang tengah meradang. Suara menggelegar Jenifer sampai mengganggu telinga Khaila dan anaknya di kamar."Khaila, mas kamu sudah tak perduli lagi denganku. Padahal aku tengah hamil anaknya. Dia malah bersenang-senag dengan Mia." Jenifer berbicara seolah dirinya tengah tersiksa."Memangnya kenapa, Mba? Hal yang wajar juga kan kalau mereka pergi berdua. Mba Mia juga kan istrinya Mas Yusuf," timpal Khaila. Dia mulai menampakan ketidak suka
Mia mengukir senyuman paling manis hari ini. Ia meluruskan kembali tatapannya. Harapnya semoga kebahagiaan yang tengah dirasakan saat ini tak akan pernah hilang dan tak pernah diganggu siapa pun lagi. Apalagi Yusuf akan segera menceraikan Jenifer. Yusuf dan Jenifer hanyalah menikah siri. Suami Mia akan segera mengakiri semuanya. Perceraiannya juga tak perlu ke persidangan.Sesampainya di depan rumah, Mia dan Yusuf disambut dengan wajah sinis oleh Jenifer. Saat keduanya keluar dari mobil, istri kedua Yusuf sudah berdiri memasang tatapan sinis di depan rumah sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada."Dari mana saja kalian?" Bak seorang Ibu yang siap memarahi anaknya. Sepertinya Jenifer tak pantas bersikap seperti itu."Bukan urusan kamu, Jenifer," jawab Yusuf ketus."Ya jelas urusanku dong. Kamu lupa ya aku ini siapa. Aku ini tengah hamil anak kamu. Kamu tega sekali telah mengesampingkan aku!" Jenifer berbicara dengan hardiknya sampai Yusuf menggelengkan kepala.Pria pemilik n
Semua mata tertuju pada selembar surat yang diletakan oleh Yusuf di atas meja."Surat apa ini, Mas?" Jenifer langsung bertanya mewakili semua orang yang ada di ruang tamu."Buka saja. Kamu bisa segera membacanya," titah Yusuf. Mia hanya diam tak bisa mencampuri ucapan Yusuf karena khawatir dikira ikut campur atau menghasut.Sesuai dengan perintah Yusuf, Jenifer segera mengambil selembar kertas yang masih terlipat rapat sehingga mereka belum tahu apa isinya.Perlahan Jenifer membuka lipatan surat itu kemudian membaca isinya. Bola matanya seketika membulat sempurna seperti hendak loncat dari sarangnya."Apa-apaan ini, Mas!" Jenifer melempar surat itu kembali ke atas meja.Diambilnya surat itu oleh orang tua Jenifer karena penasaran dengan wajah anaknya yang terkejut bak tersambar petir.Sama halnya dengan Jenifer, kedua orang tuanya tak kalah terkejut."Kamu berani menceraikan anak saya, Yusuf! Kamu lupa kalau Jenifer tengah hamil?!" bentak orang tua Jenifer menampilkan wajah murkanya.
Jenifer dipaksa orang tuanya segera keluar dari kediaman Yusuf Zubair. Sebenarnya Jenifer memberotak tak mau pergi, namun orang tuanya memaksa karena sudah kecewa dan termakan emosi. Kedua orang tua Jenifer tampak malu dengan kelakuan anaknya."Aku tidak mau pergi!" Jenifer masih saja menolak saat masuk ke dalam mobil."Sudah, Jenifer! Kita pulang sekarang!" Orang tuanya dengan tegas.Mobil keluarga Jenifer akhirnya pergi berlalu dari kediaman Yusuf. Termasuk Pak RT dan saksi yang sudah menjadi saksi kalau Yusuf telah menceraikan Jenifer hari ini.Jenifer mengepalkan kedua tangannya dengan emosi. Dia kini berada dalam perjalanan menuju kediaman orang tuanya. Koper yang ada di dalam bagasi sebagai bukti kalau pernikahannya sudah berakhir padahal dia sudah susah payah mendapatkan Yusuf.'Awas kamu, Bastian! Kamu telah merusak semuanya!' batin Jenifer penuh emosi.Sementara di kediamannya, Yusuf terlihat lega kali ini. Dia memeluk Mia dari samping dengan erat. Mereka masih duduk di sofa r
"Oke baiklah kalau begitu. Saya akan kirim video ini ke nomor whatsup kamu. Kebetulan saya sudah memiliki nomor kamu. Kamu bisa cek ke ahli telematika atau ahli-ahli apa pun dibidangnya. Kamu buktikan sendiri kalau video rekaman cctv itu murni dan tidak ada edit-editan." Jenifer langsung memainkan kedua ibu jarinya pada layar ponsel. Dia mengirimkan video itu ke nomor Mia. Setelah rencananya berhasil, Jenifer kemudian pergi sambil melebarkan senyuman mengejek.Mia mengerutkan bibirnya menahan amarah. Ia tak sudi lagi melihat video yang menjijikan itu. Lenguhan panjang yang keluar dari mulut pria yang mirip suaminya terngiang-ngiang ditelinganya."Tidak, tidak mungkin! Suamiku tak mungkin mengkhianati kepercayaanku," keluh Mia berbicara sendiri setelah berlalunya Jenifer dari ruang tamu.Sepertinya ada yang harus Mia selidiki demi meyakinkan perasaannya. Demi meyakinkan kepercayaannya. Dia beranjak dari tempat duduk melangkah menuju kamar mengambil tas selempang yang ada di sana."Ibu,
Mia menghapus air mata yang terus saja menganak sungai di pipinya. Hatinya hancur bak pecahan kaca yang jatuh dari atas langit. Ia mengusap dada yang isinya remuk bagai tanpa tulang.Mia beranjak dari tempat duduknya namun seketika Yusuf menahannya. "Kamu mau kemana? Kita belum selesai bicara," tahan Yusuf segera."Saya butuh sendiri, Mas. Saya butuh menenangkan diri. Kenyataan ini terlalu pahit untuk ditelan," lirih Mia menjawab pertanyaan Yusuf. Air matanya tetap saja tak bisa dihentikan.Yusuf langsung berdiri memeluk tubuh istrinya yang hampir rapuh."Sayang, maafkan kekhilafan saya. Sungguh semua itu terjadi di luar kesadaran saya. Seandainya waktu bisa diulang, maka saya tak akan pernah melakukannya. Saya telah terbius oleh jebakan wanita licik itu." Yusuf masih nemeluk erat istrinya. Ia berusaha meyakinkan Mia tentang kesalahannya.Namun, wanita itu perlahan melepaskan pelukan Yusuf. Mia mengembalikan kedua tangan suaminya."Izinkan saya sendiri, Mas. Saya hanya butuh waktu un