Wajah mantan mertua Yusuf benar-bebar terlihat murka. Sebagai wanita yang usainya tudak muda lagi dia terlihat mati-matian membela putrinya."Urusan saya juga tak kalah pentingnya, Tante! Jenifer telah lancang membuat kegaduhan di rumah saya. Saya yakin, dia telah mengirimkan video tidak baik itu pada istri saya. Saya tidak terima dan saya bisa menuntut Jenifer!" Yusuf segera melancarkan ancamannya."Cukup, Yusuf! Tutup mulut kamu!" Mamanya Jenifer kembali meradang. Sementara Jenifer hanya diam saja tak mengeluarkan sepatah kata pun. Wajahnya nampak lemas seperti belum makan dalam satu minggu."Asal kamu tahu ya! Saat ini Jenifer tengah hamil!" Dengan yakinnya Mama Jenifer berkata.Yusuf menggelengkan kepala. Dia tersenyum getir. Tak menyangka kalau Jenifer akan kembali berdusta."Kedatangan saya sepertinya tak akan merubah apa pun tentang kebusukan, Jenifer. Sekali berdusta selamanya Jenifer tak akan pernah berubah. Dan sekarang, kalian akan kembali membohongi saya? Sayangnya saya ti
Pukul dua belas malam, Yusuf telah sampai di penginapan yang ada di Bogor. Suasana di penginapan memang sedikit sepi karena malam yang sudah larut. Yusuf keluar dari mobilnya. Ia disambut oleh pelayan hotel dengan ramah. Tak mau menunggu lama, ia segera menanyakan kamar atas nama Mia Lestari.Awalnya petugas penginapan menolak untuk memberitahukan karena itu merupakan privacy, namun Yusuf segera mengeluarkan bukti pernikahannya dengan Mia termasuk kartu identitas dan poto surat nikah kepada resepsionis.Setelah berunding dalam beberapa menit, akhirnya Yusuf diperbolehkan menemui Mia di kamarnya atas alasan beberapa hal.Yusuf diantar petugas hotel masuk ke dalam lift menuju kamar atas nama Mia Lestari. Dia sudah tidak sabar ingin menjelaskan semua kesalah paham itu pada istrinya.Kamar dengan nomor 13 sudah di depan mata, tapi sepertinya Yusuf urung untuk mengetuk pintunya. Ia sadar kalau ini sudah malam dan tak mau mengganggu Mia yang dipastikan sedang beristirahat.Yusuf memutuskan
Dalam perjalanan menuju klinik Dokter langganan, Yusuf terus saja mengeluh kesakitan pada bagian ulu hati. Mobilnya ditinggalakan di parkiran hotel dan akan dijemput oleh asistennya nanti. Sementara Yusuf dibawa oleh Mia di mobil berwarna putih yang dibawa Mia."Mas, apa kamu telat makan?" Mia bertanya cemas. Kedua tangannya tetap fokus pada setir mobil."Saya tak bisa makan sebelum masalah dengan kamu selesai," jawab Yusuf sambil meringgis kesakitan. Raut wajahnya layu tak bercahaya."Ya ampun, Mas. Mengapa harus menyiksa diri seperti itu." Mia merasa bersalah. Ia merutuki dirinya sendiri.'Harusnya aku sadar dari awal, kalau Mas Yusuf memiliki asam lambung akut,' batin Mia yang merasa menyesal."Tidak apa-apa, Sayang. Yang paling penting adalah, kini kamu telah kembali. Kamu telah memaafkan saya. Saya tidak perduli dengan diri saya," balas Yusuf padahal suaranya sudah lemah tapi dia tetap berusaha bicara. Itu semakin membuat Mia kian merasa bersalah.Setelah mengemudikan kendaraan r
Semua berlalu begitu saja. Mia berusaha melupakan video panas itu walau sulit. Akan selalu ada saatnya masalah itu datang pada manusia yang masih bernapas di dunia termasuk, Mia. Dia sudah mengalami dua kali kegagalan dalam rumah tangganya dan keduanya berakhir karena perselingkuhan. Mia telah kehilangan kebahagiaannya termasuk anak yang terlahir dari kandungannya. Dia tak punya siapa-siapa lagi, ayah ibunya bahkan telah tiada beberapa tahun silam. Termasuk orang-orang yang menyakitinya pun telah menghadap sang illahi."Sayang, kenapa melamun?" Yusuf mengusap punggung tangan istrinya.Mia masih duduk di dekat Yusuf, menemaninya yang terbaring lemas di tempat tidur. Ia menggelengkan kepala. Menatap suaminya sendu. Ia sangat sadar perasaanya pada Yusuf bukan lagi sekedar cinta, melainnya rasa sayang dan takut kehilangan.Bukan tentang raut wajah Yusuf yang tampan serta kehidupannya yang mapan, tapi saat Mia menatap wajah suaminya, rasa takut kehilangan terus menyadari dirinya."Mas, say
"Jenifer, tengah hamil," ungkap mamanya Jenifer. Sementara mantan istri Yusuf itu hanya diam saja dengan wajahnya yang datar."Hamil atau pun tidak, apa hubungannya dengan saya?" Mia tak terkejut. Ia meyakini kalau dua orang yang ada di depannya tengah berdusta karena sudah biasa melakukan itu."Memang tidak ada hubungannya dengan kamu, Mia. Tapi ada hubungannya dengan suami kamu!" Jenifer angkat bicara setelah sekian detik membungkam.Mia berusaha tetap tenang. 'Tenang, Mia,' gumamnya dalam hati."Oke. Lantas kalian mau apa?" Mia menantang."Saya hamil anak, Mas Yusuf. Saya minta rujuk dengan, Mas Yusuf. Saya tidak mungkin melahirkan anak sendirian tanpa seorang suami," tekan Jenifer. Ia tampak berusaha meyakinkan Mia."Kalian pikir saya akan percaya? Saya dan Mas Yusuf tak akan percaya lagi sama kamu. Kebohongan kamu terlalu sering dilakukan. Jangan harap saya atau pun Mas Yusuf akan percaya lagi." Mia menolak keterangan Jenifer."Saya tidak berbohong, Mia. Saya benar-benar hamil. K
"Masa kita akan bermain sepagi ini, Mas," protes Mia lagi, tapi dia juga tak bisa menolak. Ada getaran di setiap sentuhan suaminya.Bersamaan dengan itu pintu kamar kembali diketuk. Selalu saja begitu. Setiap mereka tengah berduaan, gangguan itu selalu saja datang."Siapa?" Mia bertanya pada seseorang di balik pintu. Sementara Yusuf masih saja mengecup leher istrinya tampak sulit mengakhiri."Bu, mau lapor. Di luar gerbang ada keributan," lapor Ijah sedikit mengeraskan nada suaranya.Mendengar itu, Yusuf segera melepaskan kecupannyan."Saya akan segera keluar," sahut Mia dari dalam kamar. Ijah pun berlalu dari depan pintu."Siapa ya, Mas?" Mia dan Yusuf saling melempar tatapan penasaran. Sebelumnya tak pernah terjadi keributan di depan rumahnya."Kita lihat," ajak Yusuf. Mereka mengakhiri candaan pagi ini segera melangkah keluar kamar menghampiri keributan yang dilaporkan Ijah tadi. Suara teriakan, bentakan di depan gerbang terdengar jelas begitu langkah kaki keduanya telah sampai di
Yusuf menggelengkan kepala. Ia semakin dibuat jengkel saja."Kalau pun sesungguhnya Jenifer hamil, saya tak akan pernah rujuk dengannya. Maaf, Om. Pernikahan tidak bisa dipaksakan. Saya tantang, kalau Jenifer benar-benar hamil, maka akan saya tes DNA nantinya. Kalau hasilnya menyatakan anak saya, maka saya akan bertanggung jawab untuk biayanya sampai besar. Tapi, tetap saja saya tidak akan menikah dengan siapa pun. Termasuk, Jenifer!" Yusuf dengan tegasnya. Ia bersi kukuh dengan keputusannya tak bisa diganggu gugat."Saya tidak setuju!" tolak papanya Jenifer."Saya juga tidak minta persetujuan dari anda, Om! Ini keputusan saya. Diterima atau tidak, saya tidak perduli. Maaf, Om. Saya tidak mencintai, Jenifer." Setelah memberikan penegasan, Yusuf langsung berdiri. Dia meminta dua bodyguardnya untuk menangani tamu yang tak diundang itu. Yusuf memilih masuk ke kamar mengakhiri perbincangan panas. Dia memang egois, tapi sikapnya jadi seperti itu karena perbuatan Jenifer. Dia tak lagi bisa
Prang!Suara piring pecah terdengar di ruang makan. Mia tak sengaja menjatuhkan satu piring di atas meja. Dia sedang menyiapkan makan sore untuk suaminya. Benda bundar yang menempel di dinding rumah menunjukan pukul empat sore. Seharusnya Yusuf sudah pulang. Tapi suami Mia belum juga menampakan batang hidungnya."Ada apa, Bu?" Ijah yang kaget mendengar suara pecahan kaca langsung menghampiri Mia di ruang makan."Saya tak sengaja memecahkan piring, Jah," jawab Mia lesu. Dia mengusap dada. Terasa debaran yang kencang. Tiba-tiba Mia mengkhawatirkan suaminya."Saya akan bersihkan ya, Bu." Ijah dengan sigap langsung membersihkan pecahan kaca di atas lantai. Mia tak menanggapi perkataan pembantunya. Tatapannya kosong ke depan. Pikirannya melayang dalam lamunan terhadap suaminya. Kecemasan mendalam terasa pekat.'Mas Yusuf,' batin Mia memanggil nama suaminya. Ia langsung menarik kursi yang ada di sana kemudian duduk. Dadanya masih bergetar kali ini terasa lemas serasa ada yang tertusuk. Sak