Mia menghapus air mata yang terus saja menganak sungai di pipinya. Hatinya hancur bak pecahan kaca yang jatuh dari atas langit. Ia mengusap dada yang isinya remuk bagai tanpa tulang.Mia beranjak dari tempat duduknya namun seketika Yusuf menahannya. "Kamu mau kemana? Kita belum selesai bicara," tahan Yusuf segera."Saya butuh sendiri, Mas. Saya butuh menenangkan diri. Kenyataan ini terlalu pahit untuk ditelan," lirih Mia menjawab pertanyaan Yusuf. Air matanya tetap saja tak bisa dihentikan.Yusuf langsung berdiri memeluk tubuh istrinya yang hampir rapuh."Sayang, maafkan kekhilafan saya. Sungguh semua itu terjadi di luar kesadaran saya. Seandainya waktu bisa diulang, maka saya tak akan pernah melakukannya. Saya telah terbius oleh jebakan wanita licik itu." Yusuf masih nemeluk erat istrinya. Ia berusaha meyakinkan Mia tentang kesalahannya.Namun, wanita itu perlahan melepaskan pelukan Yusuf. Mia mengembalikan kedua tangan suaminya."Izinkan saya sendiri, Mas. Saya hanya butuh waktu un
Wajah mantan mertua Yusuf benar-bebar terlihat murka. Sebagai wanita yang usainya tudak muda lagi dia terlihat mati-matian membela putrinya."Urusan saya juga tak kalah pentingnya, Tante! Jenifer telah lancang membuat kegaduhan di rumah saya. Saya yakin, dia telah mengirimkan video tidak baik itu pada istri saya. Saya tidak terima dan saya bisa menuntut Jenifer!" Yusuf segera melancarkan ancamannya."Cukup, Yusuf! Tutup mulut kamu!" Mamanya Jenifer kembali meradang. Sementara Jenifer hanya diam saja tak mengeluarkan sepatah kata pun. Wajahnya nampak lemas seperti belum makan dalam satu minggu."Asal kamu tahu ya! Saat ini Jenifer tengah hamil!" Dengan yakinnya Mama Jenifer berkata.Yusuf menggelengkan kepala. Dia tersenyum getir. Tak menyangka kalau Jenifer akan kembali berdusta."Kedatangan saya sepertinya tak akan merubah apa pun tentang kebusukan, Jenifer. Sekali berdusta selamanya Jenifer tak akan pernah berubah. Dan sekarang, kalian akan kembali membohongi saya? Sayangnya saya ti
Pukul dua belas malam, Yusuf telah sampai di penginapan yang ada di Bogor. Suasana di penginapan memang sedikit sepi karena malam yang sudah larut. Yusuf keluar dari mobilnya. Ia disambut oleh pelayan hotel dengan ramah. Tak mau menunggu lama, ia segera menanyakan kamar atas nama Mia Lestari.Awalnya petugas penginapan menolak untuk memberitahukan karena itu merupakan privacy, namun Yusuf segera mengeluarkan bukti pernikahannya dengan Mia termasuk kartu identitas dan poto surat nikah kepada resepsionis.Setelah berunding dalam beberapa menit, akhirnya Yusuf diperbolehkan menemui Mia di kamarnya atas alasan beberapa hal.Yusuf diantar petugas hotel masuk ke dalam lift menuju kamar atas nama Mia Lestari. Dia sudah tidak sabar ingin menjelaskan semua kesalah paham itu pada istrinya.Kamar dengan nomor 13 sudah di depan mata, tapi sepertinya Yusuf urung untuk mengetuk pintunya. Ia sadar kalau ini sudah malam dan tak mau mengganggu Mia yang dipastikan sedang beristirahat.Yusuf memutuskan
Dalam perjalanan menuju klinik Dokter langganan, Yusuf terus saja mengeluh kesakitan pada bagian ulu hati. Mobilnya ditinggalakan di parkiran hotel dan akan dijemput oleh asistennya nanti. Sementara Yusuf dibawa oleh Mia di mobil berwarna putih yang dibawa Mia."Mas, apa kamu telat makan?" Mia bertanya cemas. Kedua tangannya tetap fokus pada setir mobil."Saya tak bisa makan sebelum masalah dengan kamu selesai," jawab Yusuf sambil meringgis kesakitan. Raut wajahnya layu tak bercahaya."Ya ampun, Mas. Mengapa harus menyiksa diri seperti itu." Mia merasa bersalah. Ia merutuki dirinya sendiri.'Harusnya aku sadar dari awal, kalau Mas Yusuf memiliki asam lambung akut,' batin Mia yang merasa menyesal."Tidak apa-apa, Sayang. Yang paling penting adalah, kini kamu telah kembali. Kamu telah memaafkan saya. Saya tidak perduli dengan diri saya," balas Yusuf padahal suaranya sudah lemah tapi dia tetap berusaha bicara. Itu semakin membuat Mia kian merasa bersalah.Setelah mengemudikan kendaraan r
Semua berlalu begitu saja. Mia berusaha melupakan video panas itu walau sulit. Akan selalu ada saatnya masalah itu datang pada manusia yang masih bernapas di dunia termasuk, Mia. Dia sudah mengalami dua kali kegagalan dalam rumah tangganya dan keduanya berakhir karena perselingkuhan. Mia telah kehilangan kebahagiaannya termasuk anak yang terlahir dari kandungannya. Dia tak punya siapa-siapa lagi, ayah ibunya bahkan telah tiada beberapa tahun silam. Termasuk orang-orang yang menyakitinya pun telah menghadap sang illahi."Sayang, kenapa melamun?" Yusuf mengusap punggung tangan istrinya.Mia masih duduk di dekat Yusuf, menemaninya yang terbaring lemas di tempat tidur. Ia menggelengkan kepala. Menatap suaminya sendu. Ia sangat sadar perasaanya pada Yusuf bukan lagi sekedar cinta, melainnya rasa sayang dan takut kehilangan.Bukan tentang raut wajah Yusuf yang tampan serta kehidupannya yang mapan, tapi saat Mia menatap wajah suaminya, rasa takut kehilangan terus menyadari dirinya."Mas, say
"Jenifer, tengah hamil," ungkap mamanya Jenifer. Sementara mantan istri Yusuf itu hanya diam saja dengan wajahnya yang datar."Hamil atau pun tidak, apa hubungannya dengan saya?" Mia tak terkejut. Ia meyakini kalau dua orang yang ada di depannya tengah berdusta karena sudah biasa melakukan itu."Memang tidak ada hubungannya dengan kamu, Mia. Tapi ada hubungannya dengan suami kamu!" Jenifer angkat bicara setelah sekian detik membungkam.Mia berusaha tetap tenang. 'Tenang, Mia,' gumamnya dalam hati."Oke. Lantas kalian mau apa?" Mia menantang."Saya hamil anak, Mas Yusuf. Saya minta rujuk dengan, Mas Yusuf. Saya tidak mungkin melahirkan anak sendirian tanpa seorang suami," tekan Jenifer. Ia tampak berusaha meyakinkan Mia."Kalian pikir saya akan percaya? Saya dan Mas Yusuf tak akan percaya lagi sama kamu. Kebohongan kamu terlalu sering dilakukan. Jangan harap saya atau pun Mas Yusuf akan percaya lagi." Mia menolak keterangan Jenifer."Saya tidak berbohong, Mia. Saya benar-benar hamil. K
"Masa kita akan bermain sepagi ini, Mas," protes Mia lagi, tapi dia juga tak bisa menolak. Ada getaran di setiap sentuhan suaminya.Bersamaan dengan itu pintu kamar kembali diketuk. Selalu saja begitu. Setiap mereka tengah berduaan, gangguan itu selalu saja datang."Siapa?" Mia bertanya pada seseorang di balik pintu. Sementara Yusuf masih saja mengecup leher istrinya tampak sulit mengakhiri."Bu, mau lapor. Di luar gerbang ada keributan," lapor Ijah sedikit mengeraskan nada suaranya.Mendengar itu, Yusuf segera melepaskan kecupannyan."Saya akan segera keluar," sahut Mia dari dalam kamar. Ijah pun berlalu dari depan pintu."Siapa ya, Mas?" Mia dan Yusuf saling melempar tatapan penasaran. Sebelumnya tak pernah terjadi keributan di depan rumahnya."Kita lihat," ajak Yusuf. Mereka mengakhiri candaan pagi ini segera melangkah keluar kamar menghampiri keributan yang dilaporkan Ijah tadi. Suara teriakan, bentakan di depan gerbang terdengar jelas begitu langkah kaki keduanya telah sampai di
Yusuf menggelengkan kepala. Ia semakin dibuat jengkel saja."Kalau pun sesungguhnya Jenifer hamil, saya tak akan pernah rujuk dengannya. Maaf, Om. Pernikahan tidak bisa dipaksakan. Saya tantang, kalau Jenifer benar-benar hamil, maka akan saya tes DNA nantinya. Kalau hasilnya menyatakan anak saya, maka saya akan bertanggung jawab untuk biayanya sampai besar. Tapi, tetap saja saya tidak akan menikah dengan siapa pun. Termasuk, Jenifer!" Yusuf dengan tegasnya. Ia bersi kukuh dengan keputusannya tak bisa diganggu gugat."Saya tidak setuju!" tolak papanya Jenifer."Saya juga tidak minta persetujuan dari anda, Om! Ini keputusan saya. Diterima atau tidak, saya tidak perduli. Maaf, Om. Saya tidak mencintai, Jenifer." Setelah memberikan penegasan, Yusuf langsung berdiri. Dia meminta dua bodyguardnya untuk menangani tamu yang tak diundang itu. Yusuf memilih masuk ke kamar mengakhiri perbincangan panas. Dia memang egois, tapi sikapnya jadi seperti itu karena perbuatan Jenifer. Dia tak lagi bisa
Siang ini 40 hari sudah setelah kelahiran Yusra dan Yumna. Kediaman Yusuf nampak dipenuhi bunga serba putih. Semua dekorasi serba putih. Ini bukan sedang berpesta, melainkam sedang ada acara aqiqah si kembar Yusra dan Yumna.Dua bayi kembar yang lucu yang memakai pakaian muslim ala-ala bayi, sudah dibawa pengasuhnya masing-masing ke tengah-tengah pengajian. Sebagai rasa syukur yang luar biasa pada Tuhan, Yusuf dan Mia menggelar acara pengajian sekaligus aqiqahan untuk bayi kembarnya. Bukan hanya itu, Yusuf dan Mia juga mengadakan santunan anak yatim yang diundang dari salah satu panti asuhan yatim piatu di kota Jakarta. Yusuf berharap, anak-anak yang kurang beruntung itu bisa merasakan kebahagiaan yang kini tengah dia rasakan.Kediaman Zubair dipenuhi banyak jamaah pengajian dan anak yatim piatu yang hadir. Mereka membacakaan dzikir dan puji-pujian. Menggunting rambut si kembar Yusra dan Yumna secara bergantian.Seperti ada cahaya yang terpancar pada bayi kembar Yusra dan Yumna kali i
Benar saja dengan apa yang sudah ditebak sebelumnya. Kediaman Zubair nampak ramai oleh suara tangisan bayi yang silih berganti. Sudah menjadi kebiasaan bayi yang pusarnya belum copot memang agak rewel. Akan tetapi Mia nampak piawai menghandle. Mungkin karena bukan yang pertama kalinya, jadi Mia sudah paham.Bayi kembar yang mungil nampak anteng apabila dalam gendongan Mia. Mungkin karena bayi kembar itu merasakan kenyamanan saat berada di dekat orang tuanya."Kenapa kalian tidak bisa menghandle? Bukankah kalian sudah pengalaman sebagai baby sitter! Dimana keahlian kalian?!" Suara Yusuf terdengar mengeras di kamar anaknya. Dia bicara pada dua pengasuh anaknya."Sstt! Mas, jangan begitu dong." Mia meluruskan jari telunjuknya di depan bibir.Rupanya Yusuf tengah memarahi dua baby sitter anaknya yang tampak tak bisa menghandle tugas. Dua anak kembar Mia dan Yusuf hanya bisa anteng dan tak menangis saat berada dalam dekapan mamanya."Habisnya mereka salah, Sayang. Kamu kan belum benar-bena
Banyak sekali yang harus dipelajari Mia setelah operasi. Mulai dari belajar tidur miring kiri miring kanan, belajar bangun sendiri kemudian sampai berjalan.Yusuf mendukung Mia yang belajar dengan antusias. Saat ini bahkan Mia sudah berada di ruangan rawat inap. Banyak sekali perjuangan yang telah dia lakukan untuk anak kembarnya.Mia juga mulai memberikan asi pertamanya untuk kedua anak kembar, meski pun belum ada asi putih yang keluar. Anak kembar itu juga akan dibantu susu formula karena asi Mia belum keluar dan mungkin tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dua anak kembar."Sayang, anak kita cantik dan tampan ya. Mirip sekali dengan wajah mamanya. Mamanya cantik sih, jadi anaknya juga cantik dan tampan," kata Yusuf tanpa bisa berhenti menatap wajah anak kembarnya. Rasa syukur pada Tuhan pun ia ungkapkan berkali-kali atas rasa bahagia yang sangat luar biasa."Papanya juga tampan, Mas. Makanya saya jatuh cinta," balas Mia pada suaminya. Dia kini sudah bisa berbicara."Masa sih?" Y
Saat ini Mia masih berada di ruang rawat inap. Operasi akan dilakukan besok siang pukul sepuluh pagi. Mia tengah beristirahat membaringkan tubuhnya di atas bed pasien."Sayang, perutnya masih sakit?" Yusuf mengusap kening istrinya. Ia duduk di kursi yang ada di dekat ranjang. Dalam benaknya berkecamuk rasa. Khawatir cemas bercampur jadi satu. Apalagi saat melihat wajah Mia yang terlihat layu."Tak terlalu sakit, Mas. Semoga besok pagi operasinya lancar ya." Suara Mia terdengar lemas. Yusuf mengecup kembali kening Mia. "Sayang, tentu saja saya do'akan semoga operasinya lancar. Kamu dan bayi kita selamat. Kamu harus semangat dan kuat, karena ini adalah impian kita berdua," ia menyemangati."Iya, Mas. Saya akan berjuang. Saya akan semangat," balas Mia.Sejujurnya Yusuf tidak tega melihat Mia yang tiba-tiba meringgis kesakitan. Namun, jadwal caesar memang sudah ditentukan dan surat perjanjian sudah ditanda tangani. Ia tak tega melihat istrinya kesakitan. Andai tak malu dengan diri sendir
Yusuf dan Mia telah sampai di depan rumah sakit. Mereka langsung duduk di kursi tunggu karena nomor antrian telah diambilkan oleh anak buahnya.Yusuf mengusap perut Mia. Walau di depan banyak orang, Yusuf tak mau perduli. Rasa sayangnya pada Mia menutup matanya dari orang-orang yang ada di sekelilingnya."Nyonya Mia Lestari!"Saat namanya dipanggil, Mia dan Yusuf langsung berdiri. Dia segera masuk ke ruang Dokter kandungan.Setelah ditanya-tanya sebentar, Dokter langsung menyuruh Mia berbaring di atas bed pasien. Perut buncitnya dioleskan cairan dan alat USG langsung ditempelkan pada perut Mia.Bola mata Yusuf seketika berkaca-kaca melihat calon anaknya pada layar monitor."Selamat ya, Pak. Tuhan memberikan bayi kembar. Sepertinya jenis kelaminnya sepasang ni," kata Dokter sambil terus menempelkan alat USG di perut Mia. Sementara layar monitir menampilkan hasilnya."Apa! Kembar, Dok?" Yusuf terbelalak. Pun dengan Mia yang terkejut."Serius, Dok?" Timpal Mia. Mulutnya sedikit terbuka k
Pagi hari di cappadocia.Sinar matahari telah masuk menerobos jendela kamar. Keduanya masih asik dalam mimpi indah usai bergelut dalam permainan panas semalam.Mata Mia menyipit saat mulai membuka kelopak matanya. Ia sadar dari mimpi indah semalaman tadi. Ia terkejut saat sadar telah bangun keiangan."Ya ampun! Kesiangan!" Mia bangkit dari tempat tidur. Dia bahkan masih memakai lingerie berwarna silver sisa semalam. Ia menuju kamar mandi dan akan segera membersihkan tubuhnya.Perut mulusnya mulai terlihat membuncit. Mia keluar dari kamar mandi dengan rambut yang terlihat basah. Sepertinya harus segera dikeringkan. Melihat ke atas ranjang, Yusuf tampak masih terlelap dalam tidurnya. Cuaca dingin membuat suami Mia tampak nyaman di balik selimut tebal yang menutupi tubuhnya yang hanya memakai bokser saja."Sayang, jam berapa?" Suara serak pria yang masih terbaring di atas ranjang, tampak membuka sedikit kelopak matanya. Terlihat kelelahan."Sudah siang, Mas. Cepetan mandi. Katanya mau ng
Satu bulan kemudian."Mas, koper punya saya mana?" Mia mencari koper miliknya. Mereka kini dalam perjalanan menuju bandara. Perut Mia kali ini sudah terlihat menonjol ke depan. Semakin nampak kalau dia tengah hamil.Sejak satu minggu yang lalu semua telah dipersiapkan. Mulai dari tiket, paspor dan perlengkapan yang lainnya. Yusuf juga telah konsultasi ke Dokter kandungan Mia. Beruntung janin yang ada dalam perut Mia dalam keadaan sehat dan bisa diajak jalan-jalan ke luar negri."Sepertinya sudah dimasukan Ijah ke dalam bagasi," jawab Yusuf menerka saja. Padahal dia tak terlalu yakin. Ia mengusap kening mengiyakan saja dari pada salah. Maklum semenjak hamil, Mia jadi sering baperan dan Yusuf paham akan hal itu."Baguslah, Mas. Soalnya saya tak melihatnya tadi. Mungkin karena Ijah telah merapihkannya." Mia bergelayut manja di dada bidang milik suaminya. Sementara supir yang mengemudikan mobil tetap fokus ke jalan raya.Bersamaan dengan itu ponsel Mia nampak berdering ada panggilan masuk
Hampir satu jam Yusuf mengantri di cafe martabak itu. Dia memijat pelipis karena baru kali ini dia rasakan rasanya menunggu sungguh membosankan."Mas, apa masih lama?" Akhirnya memberanikan diri bertanya karena sudah merasa kesal."Sebentar lagi kok, Pak. Hanya tinggal satu orang lagi," jawab pelayan cafe dengan ramahnya."Oke baik." Yusuf memutuskan untuk menunggu lagi. Semua itu semata-mata demi sang istri tercinta yang tengah mengandung buah hatinya.Dengan tambahan waktu lima belas menit akhirnya dua dus martabak pesanan Mia telah selesai dibuat dan kini sudah berada dalam genggaman. Yusuf segera kembali ke rumah. Dia sudah tidak sabar ingin melihat senyuman istrinya malam ini. Apalagi imbalannya yang akan menengok dede bayi dalam kandungan, tentu saja semakin membuat dia semangat.Perjalanan malam ini sangat cepat karena suasana jalanan yang sepi Yusuf tiba di rumah lebih cepat. Ia segera masuk ke kamar menenteng dus martabak pesanan istrinya."Sayang, ini pesanan kamu." Yusuf me
Sampai satu hari berganti, keadaan Mia masih saja tetap sama. Tubuhnya lemas ia tak berdaya. Mual muntah. Setiap kali ada makanan yang masuk maka kembali ia muntahkan.Yusuf yang siaga, segera membawa istrinya ke Dokter. Ia tak akan membiarkan Mia kesakitan.Yusuf kini tengah memunggu di depan ruang pemeriksaan. Salah satu perawat memanggilnya atas perintah Dokter. Dia segera menghadap dan duduk di kursi yang berseberangan dengan Dokter."Selamat, Pak!" Dokter wanita berlesung pipit itu menyodorkan tangannya ke hadapan Yusuf. Yusuf mengernyitkan dahi saat Dokter yang telah memeriksa istrinya itu malah mengajak berjabat tangan."Selamat untuk apa, Dok?" Yusuf kemudian bertanya karena tak paham."Selamat karena Bu Mia positif hamil. Sebentar lagi Pak Yusuf akan jadi seorang Ayah," jelas wanita berjas putih itu.Tentu saja Yusuf menyeringai senang mendengar berita yang baru saja di dengarnya."Apa!" Yusuf langsung beranjak menghampiri Mia yang duduk di atas ranjang rumah sakit usai dipe