"Jenifer, tengah hamil," ungkap mamanya Jenifer. Sementara mantan istri Yusuf itu hanya diam saja dengan wajahnya yang datar."Hamil atau pun tidak, apa hubungannya dengan saya?" Mia tak terkejut. Ia meyakini kalau dua orang yang ada di depannya tengah berdusta karena sudah biasa melakukan itu."Memang tidak ada hubungannya dengan kamu, Mia. Tapi ada hubungannya dengan suami kamu!" Jenifer angkat bicara setelah sekian detik membungkam.Mia berusaha tetap tenang. 'Tenang, Mia,' gumamnya dalam hati."Oke. Lantas kalian mau apa?" Mia menantang."Saya hamil anak, Mas Yusuf. Saya minta rujuk dengan, Mas Yusuf. Saya tidak mungkin melahirkan anak sendirian tanpa seorang suami," tekan Jenifer. Ia tampak berusaha meyakinkan Mia."Kalian pikir saya akan percaya? Saya dan Mas Yusuf tak akan percaya lagi sama kamu. Kebohongan kamu terlalu sering dilakukan. Jangan harap saya atau pun Mas Yusuf akan percaya lagi." Mia menolak keterangan Jenifer."Saya tidak berbohong, Mia. Saya benar-benar hamil. K
"Masa kita akan bermain sepagi ini, Mas," protes Mia lagi, tapi dia juga tak bisa menolak. Ada getaran di setiap sentuhan suaminya.Bersamaan dengan itu pintu kamar kembali diketuk. Selalu saja begitu. Setiap mereka tengah berduaan, gangguan itu selalu saja datang."Siapa?" Mia bertanya pada seseorang di balik pintu. Sementara Yusuf masih saja mengecup leher istrinya tampak sulit mengakhiri."Bu, mau lapor. Di luar gerbang ada keributan," lapor Ijah sedikit mengeraskan nada suaranya.Mendengar itu, Yusuf segera melepaskan kecupannyan."Saya akan segera keluar," sahut Mia dari dalam kamar. Ijah pun berlalu dari depan pintu."Siapa ya, Mas?" Mia dan Yusuf saling melempar tatapan penasaran. Sebelumnya tak pernah terjadi keributan di depan rumahnya."Kita lihat," ajak Yusuf. Mereka mengakhiri candaan pagi ini segera melangkah keluar kamar menghampiri keributan yang dilaporkan Ijah tadi. Suara teriakan, bentakan di depan gerbang terdengar jelas begitu langkah kaki keduanya telah sampai di
Yusuf menggelengkan kepala. Ia semakin dibuat jengkel saja."Kalau pun sesungguhnya Jenifer hamil, saya tak akan pernah rujuk dengannya. Maaf, Om. Pernikahan tidak bisa dipaksakan. Saya tantang, kalau Jenifer benar-benar hamil, maka akan saya tes DNA nantinya. Kalau hasilnya menyatakan anak saya, maka saya akan bertanggung jawab untuk biayanya sampai besar. Tapi, tetap saja saya tidak akan menikah dengan siapa pun. Termasuk, Jenifer!" Yusuf dengan tegasnya. Ia bersi kukuh dengan keputusannya tak bisa diganggu gugat."Saya tidak setuju!" tolak papanya Jenifer."Saya juga tidak minta persetujuan dari anda, Om! Ini keputusan saya. Diterima atau tidak, saya tidak perduli. Maaf, Om. Saya tidak mencintai, Jenifer." Setelah memberikan penegasan, Yusuf langsung berdiri. Dia meminta dua bodyguardnya untuk menangani tamu yang tak diundang itu. Yusuf memilih masuk ke kamar mengakhiri perbincangan panas. Dia memang egois, tapi sikapnya jadi seperti itu karena perbuatan Jenifer. Dia tak lagi bisa
Prang!Suara piring pecah terdengar di ruang makan. Mia tak sengaja menjatuhkan satu piring di atas meja. Dia sedang menyiapkan makan sore untuk suaminya. Benda bundar yang menempel di dinding rumah menunjukan pukul empat sore. Seharusnya Yusuf sudah pulang. Tapi suami Mia belum juga menampakan batang hidungnya."Ada apa, Bu?" Ijah yang kaget mendengar suara pecahan kaca langsung menghampiri Mia di ruang makan."Saya tak sengaja memecahkan piring, Jah," jawab Mia lesu. Dia mengusap dada. Terasa debaran yang kencang. Tiba-tiba Mia mengkhawatirkan suaminya."Saya akan bersihkan ya, Bu." Ijah dengan sigap langsung membersihkan pecahan kaca di atas lantai. Mia tak menanggapi perkataan pembantunya. Tatapannya kosong ke depan. Pikirannya melayang dalam lamunan terhadap suaminya. Kecemasan mendalam terasa pekat.'Mas Yusuf,' batin Mia memanggil nama suaminya. Ia langsung menarik kursi yang ada di sana kemudian duduk. Dadanya masih bergetar kali ini terasa lemas serasa ada yang tertusuk. Sak
Anjani kini telah sampai kediaman kakaknya, Yusuf. Walau pun tengah malam ia tak perduli karena akan mengecek leptop Yusuf yang tersambung dengan GPS mobil, tentu bersama Mia.Di sofa ruang keluarga, Mia dan Anjani menatap fokus layar monitor benda persegi itu. Titik lokasi keberadaan mobil Yusuf cukup jauh dari Jakarta. Mia segera memerintahkan bodyguard untuk mencarinya. Lokasi telah d kirim pada dua orang anak buah Yusuf itu. Mereka segera menjalankan perintah walau malam kian larut, tentu tak bisa menunda waktu karena Yusuf menghilang tanpa kabar."Mba Mia, tenang ya. Semoga Mas Yusuf dalam keadaan baik-baik saja," kata Anjani menenangkan Mia yang kian tampak cemas."Iya. Saya berharap, Mas Yusuf akan baik-baik saja. Kami sedang tidak ada masalah, makanya tak mungkin Mas Yusuf menghilang dengan sengaja tanpa memberitahukan saya," balas Mia seraya mengusap-usap keningnya. Ia merasakan firasat yang tak mengenakan dalam hatinya. Akan tetapi ia tak berani mengatakan pada Anjani. Semog
Bersamaan dengan itu suara bariton menyentak dari belakang mereka."Jangan bergerak! Angkat tangan!" Semuanya menoleh serentak. Beberapa polisi sudah mengeluarkan senjata dengan sigap. Semuanya pria yang bertopeng terkejut dengan kedatangan polisi. Tangan mereka diangkat. Tak akan dapat melawan karena sudah dikelilingi oleh beberapa pria berseragam polisi."Sialan! Mengapa bisa ada polisi di sini?" Pria bertopeng berdecak kesal sambil mengangkat tangannya."Mas Yusuf!" Mia berlari ke arah suaminya yang berdiri di tepi jurang. Tetesan air mata mengalir di pipi saat melihat wajah suaminya yang lebam dan terdapat bercak darah di pipi. Ia segera memeluk Yusuf yang lemah.Sementara lima orang pria jahat telah diringkus polisi tanpa bisa melawan karena jumlah polisi yang datang tak kalah banyaknya."Siapa kalian semua?!" Anjani yang berada di dekat Mia bertanya pada semua orang yang telah menjahati kakaknya.Semua pria bertopeng hitam sudah diborgol. Tangan di belakang. Satu persatu petuga
"Kakak saya tidak pernah menghancurkan siapa pun termasuk anda!" bantah Anjani segera. Jari telunjuknya melurus pada wajah papanya Jenifer.Bersamaan dengan itu, dua orang wanita datang dan menemui pria itu."Papa!" Jenifer dan mamanya langsung memeluk pria berseragam tahanan.Anjani membuang tatapan ke arah yang lain. Suara tangisan Jenifer dan mamanya terasa muak saat didengar."Papa, mengapa harus seperti ini?" Jenifer memeluk papanya. Tangisannya kian mengalir deras di pipi. Orang yang disayangi harus meringkuk di dalam sel karena perbuat kezi. Jenifer sadar kalau semua yang dilakukan papanya semata-mata karena demi membela dirinya. Jenifer dan mamanya sudah tahu kabar penyebab papanya berada di dalam sel hari ini."Maafkan Papa, Jen. Papa terpaksa melakukan ini. Papa sudah sakit hati dengan Yusuf yang telah menghina kamu," ungkap papanya Jenifer tertunduk sendu."Sudah! Cukup drama kalian! Saya muak mendengarnya." Anjani memotong pembicaraan keluarga Jenifer. Dia merasa kalau kel
"Mas!" Mia berlari dari ruang keluarga menuju kamar pribadinya. Dia memanggil suaminya yang masih berada di dalam kamar usai mandi. Dia baru saja menyalakan televisi kemudian langsung berlari memanggil nama suaminya setelah menonton berita pagi ini."Apa, Sayang? kok teriak-teriak," sahut Yusuf dari dalam kamar. Saat Mia masuk, Yusuf baru saja selesai memakai baju. Dia segera menyisir rambut menanggapi panggilan istrtinya."Mas!" Mia menatap suaminya berbeda. Sedikit sendu seperti tengah berduka."Apa apa sih?" Yusuf jadi penasaran."Jenifer, meninggal," jawab Mia berat."Kata siapa? Dapat info dari mana?" Yusuf seperti tak yakin."Baru saja saya nonton news di televisi. Jenifer meninggal. Dia ditemukan sudah tak bernyawa di lantai dasar apartemen. Disinyalir, Jenifer meloncat dari kamar apartemennya," jelas Mia. Ia mengatakan sesuai dengan apa yang telah dia dengar di berita televisi barusan."Ya ampun! Jenifer, mengapa bisa dia berbuat senekad itu." Yusuf menggelengkan kepalanya. D