Bersamaan dengan itu suara bariton menyentak dari belakang mereka."Jangan bergerak! Angkat tangan!" Semuanya menoleh serentak. Beberapa polisi sudah mengeluarkan senjata dengan sigap. Semuanya pria yang bertopeng terkejut dengan kedatangan polisi. Tangan mereka diangkat. Tak akan dapat melawan karena sudah dikelilingi oleh beberapa pria berseragam polisi."Sialan! Mengapa bisa ada polisi di sini?" Pria bertopeng berdecak kesal sambil mengangkat tangannya."Mas Yusuf!" Mia berlari ke arah suaminya yang berdiri di tepi jurang. Tetesan air mata mengalir di pipi saat melihat wajah suaminya yang lebam dan terdapat bercak darah di pipi. Ia segera memeluk Yusuf yang lemah.Sementara lima orang pria jahat telah diringkus polisi tanpa bisa melawan karena jumlah polisi yang datang tak kalah banyaknya."Siapa kalian semua?!" Anjani yang berada di dekat Mia bertanya pada semua orang yang telah menjahati kakaknya.Semua pria bertopeng hitam sudah diborgol. Tangan di belakang. Satu persatu petuga
"Kakak saya tidak pernah menghancurkan siapa pun termasuk anda!" bantah Anjani segera. Jari telunjuknya melurus pada wajah papanya Jenifer.Bersamaan dengan itu, dua orang wanita datang dan menemui pria itu."Papa!" Jenifer dan mamanya langsung memeluk pria berseragam tahanan.Anjani membuang tatapan ke arah yang lain. Suara tangisan Jenifer dan mamanya terasa muak saat didengar."Papa, mengapa harus seperti ini?" Jenifer memeluk papanya. Tangisannya kian mengalir deras di pipi. Orang yang disayangi harus meringkuk di dalam sel karena perbuat kezi. Jenifer sadar kalau semua yang dilakukan papanya semata-mata karena demi membela dirinya. Jenifer dan mamanya sudah tahu kabar penyebab papanya berada di dalam sel hari ini."Maafkan Papa, Jen. Papa terpaksa melakukan ini. Papa sudah sakit hati dengan Yusuf yang telah menghina kamu," ungkap papanya Jenifer tertunduk sendu."Sudah! Cukup drama kalian! Saya muak mendengarnya." Anjani memotong pembicaraan keluarga Jenifer. Dia merasa kalau kel
"Mas!" Mia berlari dari ruang keluarga menuju kamar pribadinya. Dia memanggil suaminya yang masih berada di dalam kamar usai mandi. Dia baru saja menyalakan televisi kemudian langsung berlari memanggil nama suaminya setelah menonton berita pagi ini."Apa, Sayang? kok teriak-teriak," sahut Yusuf dari dalam kamar. Saat Mia masuk, Yusuf baru saja selesai memakai baju. Dia segera menyisir rambut menanggapi panggilan istrtinya."Mas!" Mia menatap suaminya berbeda. Sedikit sendu seperti tengah berduka."Apa apa sih?" Yusuf jadi penasaran."Jenifer, meninggal," jawab Mia berat."Kata siapa? Dapat info dari mana?" Yusuf seperti tak yakin."Baru saja saya nonton news di televisi. Jenifer meninggal. Dia ditemukan sudah tak bernyawa di lantai dasar apartemen. Disinyalir, Jenifer meloncat dari kamar apartemennya," jelas Mia. Ia mengatakan sesuai dengan apa yang telah dia dengar di berita televisi barusan."Ya ampun! Jenifer, mengapa bisa dia berbuat senekad itu." Yusuf menggelengkan kepalanya. D
Sampai satu hari berganti, keadaan Mia masih saja tetap sama. Tubuhnya lemas ia tak berdaya. Mual muntah. Setiap kali ada makanan yang masuk maka kembali ia muntahkan.Yusuf yang siaga, segera membawa istrinya ke Dokter. Ia tak akan membiarkan Mia kesakitan.Yusuf kini tengah memunggu di depan ruang pemeriksaan. Salah satu perawat memanggilnya atas perintah Dokter. Dia segera menghadap dan duduk di kursi yang berseberangan dengan Dokter."Selamat, Pak!" Dokter wanita berlesung pipit itu menyodorkan tangannya ke hadapan Yusuf. Yusuf mengernyitkan dahi saat Dokter yang telah memeriksa istrinya itu malah mengajak berjabat tangan."Selamat untuk apa, Dok?" Yusuf kemudian bertanya karena tak paham."Selamat karena Bu Mia positif hamil. Sebentar lagi Pak Yusuf akan jadi seorang Ayah," jelas wanita berjas putih itu.Tentu saja Yusuf menyeringai senang mendengar berita yang baru saja di dengarnya."Apa!" Yusuf langsung beranjak menghampiri Mia yang duduk di atas ranjang rumah sakit usai dipe
Hampir satu jam Yusuf mengantri di cafe martabak itu. Dia memijat pelipis karena baru kali ini dia rasakan rasanya menunggu sungguh membosankan."Mas, apa masih lama?" Akhirnya memberanikan diri bertanya karena sudah merasa kesal."Sebentar lagi kok, Pak. Hanya tinggal satu orang lagi," jawab pelayan cafe dengan ramahnya."Oke baik." Yusuf memutuskan untuk menunggu lagi. Semua itu semata-mata demi sang istri tercinta yang tengah mengandung buah hatinya.Dengan tambahan waktu lima belas menit akhirnya dua dus martabak pesanan Mia telah selesai dibuat dan kini sudah berada dalam genggaman. Yusuf segera kembali ke rumah. Dia sudah tidak sabar ingin melihat senyuman istrinya malam ini. Apalagi imbalannya yang akan menengok dede bayi dalam kandungan, tentu saja semakin membuat dia semangat.Perjalanan malam ini sangat cepat karena suasana jalanan yang sepi Yusuf tiba di rumah lebih cepat. Ia segera masuk ke kamar menenteng dus martabak pesanan istrinya."Sayang, ini pesanan kamu." Yusuf me
Satu bulan kemudian."Mas, koper punya saya mana?" Mia mencari koper miliknya. Mereka kini dalam perjalanan menuju bandara. Perut Mia kali ini sudah terlihat menonjol ke depan. Semakin nampak kalau dia tengah hamil.Sejak satu minggu yang lalu semua telah dipersiapkan. Mulai dari tiket, paspor dan perlengkapan yang lainnya. Yusuf juga telah konsultasi ke Dokter kandungan Mia. Beruntung janin yang ada dalam perut Mia dalam keadaan sehat dan bisa diajak jalan-jalan ke luar negri."Sepertinya sudah dimasukan Ijah ke dalam bagasi," jawab Yusuf menerka saja. Padahal dia tak terlalu yakin. Ia mengusap kening mengiyakan saja dari pada salah. Maklum semenjak hamil, Mia jadi sering baperan dan Yusuf paham akan hal itu."Baguslah, Mas. Soalnya saya tak melihatnya tadi. Mungkin karena Ijah telah merapihkannya." Mia bergelayut manja di dada bidang milik suaminya. Sementara supir yang mengemudikan mobil tetap fokus ke jalan raya.Bersamaan dengan itu ponsel Mia nampak berdering ada panggilan masuk
Pagi hari di cappadocia.Sinar matahari telah masuk menerobos jendela kamar. Keduanya masih asik dalam mimpi indah usai bergelut dalam permainan panas semalam.Mata Mia menyipit saat mulai membuka kelopak matanya. Ia sadar dari mimpi indah semalaman tadi. Ia terkejut saat sadar telah bangun keiangan."Ya ampun! Kesiangan!" Mia bangkit dari tempat tidur. Dia bahkan masih memakai lingerie berwarna silver sisa semalam. Ia menuju kamar mandi dan akan segera membersihkan tubuhnya.Perut mulusnya mulai terlihat membuncit. Mia keluar dari kamar mandi dengan rambut yang terlihat basah. Sepertinya harus segera dikeringkan. Melihat ke atas ranjang, Yusuf tampak masih terlelap dalam tidurnya. Cuaca dingin membuat suami Mia tampak nyaman di balik selimut tebal yang menutupi tubuhnya yang hanya memakai bokser saja."Sayang, jam berapa?" Suara serak pria yang masih terbaring di atas ranjang, tampak membuka sedikit kelopak matanya. Terlihat kelelahan."Sudah siang, Mas. Cepetan mandi. Katanya mau ng
Yusuf dan Mia telah sampai di depan rumah sakit. Mereka langsung duduk di kursi tunggu karena nomor antrian telah diambilkan oleh anak buahnya.Yusuf mengusap perut Mia. Walau di depan banyak orang, Yusuf tak mau perduli. Rasa sayangnya pada Mia menutup matanya dari orang-orang yang ada di sekelilingnya."Nyonya Mia Lestari!"Saat namanya dipanggil, Mia dan Yusuf langsung berdiri. Dia segera masuk ke ruang Dokter kandungan.Setelah ditanya-tanya sebentar, Dokter langsung menyuruh Mia berbaring di atas bed pasien. Perut buncitnya dioleskan cairan dan alat USG langsung ditempelkan pada perut Mia.Bola mata Yusuf seketika berkaca-kaca melihat calon anaknya pada layar monitor."Selamat ya, Pak. Tuhan memberikan bayi kembar. Sepertinya jenis kelaminnya sepasang ni," kata Dokter sambil terus menempelkan alat USG di perut Mia. Sementara layar monitir menampilkan hasilnya."Apa! Kembar, Dok?" Yusuf terbelalak. Pun dengan Mia yang terkejut."Serius, Dok?" Timpal Mia. Mulutnya sedikit terbuka k