Bab 288Jam menunjukan pukul lima sore. Amanda yang sejak tadi sudah menunggu-nunggu waktu pulang kantor datang akhirnya menghela napas tak sabar.“Akhirnya … jam pulang kantor datang juga,” gumam Amanda. Wanita itu mematikan komputernya setelah menyimpan beberapa dokumen yang sedang dikerjakannya.Berikutnya, Amanda pun bangkit dari kursi kerja dan membereskan barang-barang yang ada di atas meja. Kertas-kertas yang berisi dokumen itu dia rapikan dengan terburu-buru. Dimasukkannya lembaran kertas yang dirasa penting ke dalam map dan menyimpannya ke dalam lemari kabin.Amanda pun memeriksa ponselnya. Dia ingin memastikan apakah dirinya dan Pak Akbar benar-benar akan bertemu di luar untuk membahas suatu hal urgent.Dia membuka ruang obrolannya dengan Pak Akbar dan menanyakan apakah lelaki itu sudah selesai bekerja. Setelah mengirim pesan itu Amanda menjadi tidak sabaran menunggu.Akhirnya, dia pun menelpon Pak Akbar dan menyambungkan panggilan telepon pada pria itu.“Hallo? Iya, Amanda?
“Tidak, tidak, tidak,” gumam Amanda sambil menatap tak percaya ide yang di berikan Pak Akbar.“Aku tidak salah dengar kan Pak?” tanya Amanda.“Tentu saja pendengaranmu masih bagus, Amanda!” seru Pak Akbar.Bagaimana mungkin dia melenyapkan Kevin, orang yang dia cintai. Bahkan sampai saat ini perasaannya terhadap Kevin tidak pernah hilang, meskipun ada juga rasa kesal dan benci karena Kevin tidak pernah menerima perasaannya dan saat ini malah lelaki itu menginginkan dirinya masuk penjara atau menghilang selamanya dari hadapannya.Tapi jujur tidak terbersit sedikitpun niat dalam hatinya untuk melenyapkan Kevin. Bahkan dia selalu berharap suatu saat masih mempunyai kesempatan hidup bersama dengan lelaki itu apapun caranya.“Ta-tapi pak, aku tidak pernah berpikir untuk melenyapkan dia, aku mencintainya Pak,” jawab Amanda dengan raut wajah pucat pasi.“Kenapa kamu kaget seperti itu? Bukannya itu ide yang normal, jika dia menginginkanmu masuk penjara atau menghilang itu artinya dia sama sek
Mendengar ucapan Pak Akbar yang begitu meyakinkan membuat Amanda sedikit bisa menghela napas tenang. Setidaknya setelah ini posisinya akan aman. Dia akan baik-baik saja. Tak ada lagi yang bisa mengancam dirinya terlebih jika nanti Kevin benar-benar kehilangan nyawa."Salah siapa berani menekanku. Lihat saja, Kevin. Sebentar lagi kamu akan kehilangan hidupmu. Ah, aku berharap kelak kamu memiliki waktu untuk sekadar mengucap selamat tinggal pada anak dan istrimu," batin Amanda begitu bahagia. Gadis tak henti-hentinya mengembangkan senyuman seraya menatap lelaki di hadapannya itu. Setidaknya dia bahagia karena Pak Akbar bisa dia andalkan."Aku memang tak salah memilih," gumam Amanda dalam hati. Dia begitu bahagia karena waktu sempat menjadikan dirinya dan Pak Akbar lebih dekat hingga sampai detik ini. Setidaknya pria itu sangat bisa diandalkan, bahkan dalam hal apa pun."Kenapa para pengunjung sudah pada beranjak dari duduknya? Buru-buru sekali?" gumam Pak Akbar pelan saat menyadari hamp
Bab 291Mobil pria itu memasuki halaman rumah kediamannya yang asri. Dia baru saja kembali dari kantor dan untuk saja lelaki itu tidak lembur hari ini. Kevin langsung mengarahkan mobilnya masuk ke dalam garasi karena sepertinya dia sama sekali tidak ada agenda keluar malam ini.Usai mengamankan mobilnya di dalam garasi, dia pun berjalan mengetuk pintu rumah dan menunggu siapa yang akan muncul menyambutnya.Tok tok tok!Tak perlu berlama-lama Kevin menunggu, pintu rumah itu dMamaka dan ternyata yang muncul di hadapannya adalah sang Mama angkatnya dan istrinya tercinta, yakni Arita dan Sintya.“Sudah pulang kamu, Nak.” Arita tersenyum hangat, wanita itu sengaja menghentikan keasikannya demi menyambut Kevin yang pulang. Sebab, baik Arita dan Sintiya sama-sama tau bahwa Kevin pasti sudah bicara dengan Amanda dan kedua wanita itu tentu saja ingin mendengar cerita dari Kevin.Sintya langsung menyalimi Kevin dan berininsiatif mengambil tas yang dipegang suaminya.“Mama bikinkan the hangat du
Bab 292Keesokan harinya, saat jam istirahat kantor tiba. Pak Akbar keluar dari ruangannya dan mencari tempat yang cukup aman untuk menelpon seseorang. Ia menyusuri koridor, dan memastikan tidak ada orang yang akan mendengar suaranya. Pak Akbar membuka sebuah pintu yang merupakan tempat tangga darurat berada."Sepertinya di sini aman!" serunya setengah berbisik, sambil matanya celingukan ke sana dan kemari, untuk memastikan kalau tempat ini aman. Pria itu lantas mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celananya. Lalu mencari sebuah nama yang hendak dihubungi siang ini. Demi sebuah rencana busuknya untuk menyingkirkan Kevin. "Nah, akhirnya ketemu!" ucapnya lagi setelah sempat bolak-balik mencari kontaknya. Ternyata namanya sempat nyempil sehingga Pak Akbar hampir saja melewatkannya. Lelaki itu langsung menekan ikon telepon untuk segera melakukan panggilan pada salah satu ketua komplotan preman yang terkenal kejam, dan mau melakukan pekerjaan apa saja.Cukup lama sambungan teleponnya
bab 293Pak Akbar dan Ketua Preman itu kini sudah duduk dan saling hadap berhadapan di meja café yang letaknya terpojok itu. Café ini terlihat cukup sepi, hanya beberapa bangku saja yang terisi, itu pun masing-masing pengunjungnya juga duduk di setiap pojokkan dan sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Sehingga bisa dipastikan tidak akan ada yang bisa mendengar percakapan antara Pak Akbar dengan Ketua Preman itu.“Ehem!” Pak Akbar mendehem saat berusaha memilih kata-kata pembukaan untuk menyampaikan niat dan maksudnya kepada ketua preman itu.Sang ketua preman yang melihat gelagat Pak Akbar tentu saja memaklumi. Dia sudah sangat terbiasa mendapati calon klien yang ingin menjelaskan pekerjaan apa yang harus dia dan anak buahnya kerjakan.“Jadi … apa yang Bapak ingin kami lakukan?” tanya sang ketua preman itu langsung to the point. Dia menggosok-gosokkan telapak tangannya ke bagian paha celana jeans sembari menunggu kata-kata yang terlontar dari Pak Akbar/“Jadi begini ….” Pak Akba
Waktu masih menunjukkan pukul 4 pagi, tapi Sintiya sudah terbangun tidurnya dan tidak bisa memejamkan matanya kembali. Entah kenapa tiba-tiba hatinya tidak enak.“Aku ini kenapa sih? Kenapa tiba-tiba hatiku tidak enak begini,” batin Sintiya.Dia melihat ke samping, terlihat wajah suaminya masih terlelap dalam damai, cukup lama dia memandangi wajah Kevin lalu mengeluskan dengan sayang.Karena belaian Sintiya, Kevin akhirnya terbangun tapi dia masih belum bisa membuka matanya, sehingga dia hanya menangkap tangan Sintinya.“Pukul berapa sayang?” tanya Kevin dengan suara serak tetap dengan mata terpejam.“Masih jam 4 mas, masih terlalu pagi untuk bangun, mas tidur saja kembali,” jawab Sintiya.“Terus kenapa kamu sudah bangun?” tanya Kevin kemudian memicingkan satu matanya untuk melihat keberadaan Sintiya. Lelaki itu kemudian melingkarkan tangannya di pinggang istrinya.“Aku tidak bisa tidur, entah kenapa hatiku tidak enak,” jawab Sintinya.“Hmm mungkin kamu terlalu capek sayang, yuk tidur
Kevin yang mendengar ancaman dari Pak Akbar bukannya takut malah terkekeh riang. Dia seperti mendapatkan hiburan pagi karena ucapan dari pria itu."Kenapa kamu malah tertawa? Aku serius dengan peringatan yang aku ucapkan barusan. Tidak seharusnya kamu bisa menanggapi dengan tawa hina seperti itu. Dengar ya, bagiku sangatlah mudah untuk melenyapkan nyawa orang seperti dirimu." Pak Akbar kembali memberikan penekanan. Namun, bukannya merasa takut, Kevin malah tampak tak terpengaruh dengan ucapan pria paruh baya di depannya itu."Saya mendengar ancaman yang Anda ucapkan, Pak Akbar. Dan terima kasih karena Anda sudah memberikan peringatan untuk saya berhati-hati. Tetapi perlu Anda tahu bahwa saya tidak akan gentar dengan ancaman-ancaman murahan seperti ini." Kevin tersenyum sinis. Dia begitu malas menanggapi ocehan Pak Akbar dengan begitu serius.Sementara itu, Pak Akbar yang mendengar penuturan dari Kevin sontak meradang. Amarahnya sudah naik hingga ke ubun-ubun. Dia begitu benci melihat