Kevin yang mendengar ancaman dari Pak Akbar bukannya takut malah terkekeh riang. Dia seperti mendapatkan hiburan pagi karena ucapan dari pria itu."Kenapa kamu malah tertawa? Aku serius dengan peringatan yang aku ucapkan barusan. Tidak seharusnya kamu bisa menanggapi dengan tawa hina seperti itu. Dengar ya, bagiku sangatlah mudah untuk melenyapkan nyawa orang seperti dirimu." Pak Akbar kembali memberikan penekanan. Namun, bukannya merasa takut, Kevin malah tampak tak terpengaruh dengan ucapan pria paruh baya di depannya itu."Saya mendengar ancaman yang Anda ucapkan, Pak Akbar. Dan terima kasih karena Anda sudah memberikan peringatan untuk saya berhati-hati. Tetapi perlu Anda tahu bahwa saya tidak akan gentar dengan ancaman-ancaman murahan seperti ini." Kevin tersenyum sinis. Dia begitu malas menanggapi ocehan Pak Akbar dengan begitu serius.Sementara itu, Pak Akbar yang mendengar penuturan dari Kevin sontak meradang. Amarahnya sudah naik hingga ke ubun-ubun. Dia begitu benci melihat
Bab 296Kevin bersiul-siul sambil menyetir mobilnya. Jalan raya hari ini tidak begitu padat seperti biasanya. Mungkin karena hari ini sudah akhir bulan jadi para pekerja dengan keluarganya lebih banyak berhemat dan tidak pergi makan keluar dan memenuhi jalan raya.Waktu sudah menunjukan pukul tujuh malam. Mata hari sudah terbenam beberapa puluh menit lalu dan saat ini Kevin sedang berada dalam perjalanan pulang dari kantor menuju rumahnya.Awalnya lelaki itu sama sekali tidak menyadari apapun dan menganggap hari ini tidak ada bedanya dengan hari-harinya yang biasanya. Namun, perhatian Kevin sedikit teralihkan saat menyadari sejak dari kantornya tadi dia melihat mobil berwarna hitam dengan plat yang sama masih berada di belakang mobilnya.“Lho? Ternyata mobil itu rutenya sama denganku, ya,” heran Kevin yang awalnya sama sekali tidak berpikiran buruk. Dia justru jadi penasaran siapa dari lingkungan kerjanya yang ternyata tinggal di daerah yang sama dengannya.Kevin lanjut menyetir dan f
Bab 297"Sudah, yuk kita pergi saja dari tempat ini!" ucap ketua preman itu memberi instruksi. "Baik, Bos! Tapi, gimana kita mengabari Pak Akbar?" sahut salah satu dari mereka sedikit ragu kalau mereka pergi begitu saja, dan target justru lolos dari kejaran mereka."Dah lah, itu mah urusan gampil! Kita tinggal bohong aja sama si tua bangka itu kalau si target sudah kita singkirkan!" pekik ketua preman itu ketus.Lantas, ia memerintahkan untuk memutar balik arah mobil mereka karena percuma saja kalau memaksa mengikuti Kevin yang saat ini pasti sedang melaporkan tindakan mereka. Sesampainya di markas besar, ketua preman itu meminta salah satu anak buahnya untuk menghubungi Pak Akbar dan berbohong padanya."Gimana? Kalian sudah berhasil menyingkirkan lelaki itu, 'kan!" sambut Pak Akbar begitu menerima telpon dari orang suruhannya yang ditugaskan untuk menyingkirkan Kevin. “Beres, Bos! Target sudah berhasil kami lumpuhkan!” jawab salah satu preman itu setengah berbohong atas perintah s
Pagi telah tiba. Langit ceria membiru. Hari itu tampak seperti hari yang akan terasa baik-baik saja sejauh ini. Amanda bangun dengan gembira dan bersiap-siap untuk bekerja seperti biasa.Dia turun dari tempat tidur, menyikat giginya dan berganti pakaian kerja. Seperti biasa, dia membuat sendiri sesuatu yang enak untuk sarapan. Hari ini dia sedang ingin makan panekuk, telur orak-arik, dan bacon sapi.Setelah selesai, dia meraih sebuah koran, sembari memakan potongan pertama dari panekuk lezat itu dengan tangan kanannya. Namun, sayangnya satu potong panekuk jatuh dari garpunya dan menodai permukaan koran.Dia dengan cepat menyeka pancake yang mengotori korannya, tetapi tidak berhasil menyelamatkan tinta yang ada di atasnya, karena minyak panekuk meresap ke kertasnya. Sekarang dengan noda minyak di atasnya, koran itu tidak bisa dibaca lagi.Amanda melepaskan koran dan menghela nafas. Perempuan itu mengumpat, ketika dia mencoba menyeka korannya dengan tisu, tetapi tidak ada kemajuan. Seka
Akibat kedatangan istri sah Pak Akbar yang melabraknya, Amanda menjadi viral di media sosial.Oleh karena itu pagi ini dia di panggil oleh HRD untuk mempertanggung jawabkan tentang kasus yang dia alami.“Amanda, kamu di panggil HRD, jangan lama-lama ya di toiletnya,” ucap rekan kerjanya ketika dia baru saja datang dan hendak memperbaharui riasannya.“Terima kasih infonya.”Setelah merapikan pakaian dan riasannya, Amanda bergegas menuju ke ruangan HRD.Tok … tok …tok !Amanda mengetuk pintu ruangan HRD dengan perasaan berdebar, sejak kedatangan dia di kantor tadi, semua mata memandangnya dengan tatapan tidak bersahabat.Amanda menyadari itu, pasti semua orang menganggapnya sebagai perusak rumah tangga orang, hanya saja menurutnya itu tidak adil. Karena dalam hal ini yang bersalah, bukan hanya dirinya tapi juga Pak Akbar.Seandainya Pak Akbar tidak menggoda dia, tentu dia tidak akan menjalin hubungan dengannya.“Masuk,” suara seorang lelaki menanggapi ketukan yang di lakukan oleh Amanda
Amanda memasang wajah sedihnya. Dia benar-benar tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Tak punya tempat tinggal dan harta. Sama sekali tak pernah terbesit di pikiran jika pada akhirnya nasib yang dia alami akan sesial ini.Amanda menatap kedua saudaranya secara bergantian. Hal itu justru membuat Rudi dan Mira merasa semakin muak. "Ada apa lagi? Mau bicara apa lagi? Masih mau mengelak dan mengatakan kalau semua ini adalah milikmu? Iya!" sentak Mira seolah tak ingin memberikan kesempatan bagi Amanda untuk bicara.Dulu dia sangat menyukai adiknya ini, bagaimana pun Amanda adalah mesin uang yang mudah dimanfaatkan. Amanda selalu siap sedia kala saudaranya membutuhkan pinjaman. Bahkan Amanda tak segan memberikan uang secara cuma-cuma untuk sanak saudaranya yang kekurangan.Namun nyatanya semua kebaikan Amanda itu tak membuat kedua kakaknya merasa harus berbalas budi dan bersikap baik pada Amanda yang sekarang sepertinya telah jatuh miskin. Justru mereka merasa muak dan tak sudi berbaur de
Bab 301“Iya, cuih!” Mira melepeh makanan yang dibuat Amanda setelah sang ibu memaki masakan wanita itu. Dia mengambil tisu dan mengelap sisa makanan di mulutnya.Mira juga mendorong piringnya agar menjauhi pandanganya hingga membuat perasaan Amanda sangat tersakiti dibuatnya.“Maaf, Kak, Mama.” Amanda menunduk masih dengan mengenakan celemek dapur yang melilit pingganya. Dia terduduk di bangku meja makan dan tak mampu mengangkat wajahnya sama sekali.Sang ibu juga jadi tidak selera makan. Sejujurnya dia kesal bukan perkara masakan yang dibuat Amanda, namun omongan tetangga yang tadi dia dengar ketika arisan di rumah salah satu keluarga kaya.“Ibu benar-benar tidak tau lagi bagaimana harus menghadapi kamu, Amanda,” ujar sang Ibu menghela napasnya dengan kasar. Dia memukul-mukul dadanya yang terasa seksak. “Kamu bisanya bikin ibu menderita saja!”Air mata Amanda kembali berlinang. Terserah bila kakak-kakaknya terdengar begitu membencinya, tapi kini ibunya juga ikut kecewa padanya dan m
Bab 302“Please, berhenti, Bryan.” Nora ngos-ngosan dan kesulitan mengambil napas karena sejak tadi Bryan meneruskan ritme goyangan pinggulnya hingga keperkasaan lelaki itu menusuk masuk ke dalam milik sang wanita.“Diamlah! Nikmati saja!” desah Bryan yang kian mempercepat temponya. Lelaki yang posisinya berada di atas itu menopang tubuhnya dengan kedua lengan kekar yang ada di kedua sisi bahu Nora. Bryan menatap wajah Nora dengan keringat yang mengalir di pelipisnya.“T-tapi, ini sudah ronde … ah entahlah, entah ronde keberapa dalam hari ini!” jerit Nora meremas bantal yang mengalasi kepalanya. Dia memicingkan mata menahan rasa perih yang mulai menjalar pada bagian miliknya. Barangkali miliknya akan lecet setelah pergerumulan ini.“Sudah aku bilang! Aku masih belum puas dan ingin terus kau puaskan,” tukas Bryan dengan nada baritonnya. Suaranya yang berat membuat Nora terpaksa menyerah dan membiarkan tubuhnya terus terlentang dengan Bryan yang mendominasinya.Sudah sejak tiga jam lalu