Mendengar ucapan Pak Akbar yang begitu meyakinkan membuat Amanda sedikit bisa menghela napas tenang. Setidaknya setelah ini posisinya akan aman. Dia akan baik-baik saja. Tak ada lagi yang bisa mengancam dirinya terlebih jika nanti Kevin benar-benar kehilangan nyawa."Salah siapa berani menekanku. Lihat saja, Kevin. Sebentar lagi kamu akan kehilangan hidupmu. Ah, aku berharap kelak kamu memiliki waktu untuk sekadar mengucap selamat tinggal pada anak dan istrimu," batin Amanda begitu bahagia. Gadis tak henti-hentinya mengembangkan senyuman seraya menatap lelaki di hadapannya itu. Setidaknya dia bahagia karena Pak Akbar bisa dia andalkan."Aku memang tak salah memilih," gumam Amanda dalam hati. Dia begitu bahagia karena waktu sempat menjadikan dirinya dan Pak Akbar lebih dekat hingga sampai detik ini. Setidaknya pria itu sangat bisa diandalkan, bahkan dalam hal apa pun."Kenapa para pengunjung sudah pada beranjak dari duduknya? Buru-buru sekali?" gumam Pak Akbar pelan saat menyadari hamp
Bab 291Mobil pria itu memasuki halaman rumah kediamannya yang asri. Dia baru saja kembali dari kantor dan untuk saja lelaki itu tidak lembur hari ini. Kevin langsung mengarahkan mobilnya masuk ke dalam garasi karena sepertinya dia sama sekali tidak ada agenda keluar malam ini.Usai mengamankan mobilnya di dalam garasi, dia pun berjalan mengetuk pintu rumah dan menunggu siapa yang akan muncul menyambutnya.Tok tok tok!Tak perlu berlama-lama Kevin menunggu, pintu rumah itu dMamaka dan ternyata yang muncul di hadapannya adalah sang Mama angkatnya dan istrinya tercinta, yakni Arita dan Sintya.“Sudah pulang kamu, Nak.” Arita tersenyum hangat, wanita itu sengaja menghentikan keasikannya demi menyambut Kevin yang pulang. Sebab, baik Arita dan Sintiya sama-sama tau bahwa Kevin pasti sudah bicara dengan Amanda dan kedua wanita itu tentu saja ingin mendengar cerita dari Kevin.Sintya langsung menyalimi Kevin dan berininsiatif mengambil tas yang dipegang suaminya.“Mama bikinkan the hangat du
Bab 292Keesokan harinya, saat jam istirahat kantor tiba. Pak Akbar keluar dari ruangannya dan mencari tempat yang cukup aman untuk menelpon seseorang. Ia menyusuri koridor, dan memastikan tidak ada orang yang akan mendengar suaranya. Pak Akbar membuka sebuah pintu yang merupakan tempat tangga darurat berada."Sepertinya di sini aman!" serunya setengah berbisik, sambil matanya celingukan ke sana dan kemari, untuk memastikan kalau tempat ini aman. Pria itu lantas mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celananya. Lalu mencari sebuah nama yang hendak dihubungi siang ini. Demi sebuah rencana busuknya untuk menyingkirkan Kevin. "Nah, akhirnya ketemu!" ucapnya lagi setelah sempat bolak-balik mencari kontaknya. Ternyata namanya sempat nyempil sehingga Pak Akbar hampir saja melewatkannya. Lelaki itu langsung menekan ikon telepon untuk segera melakukan panggilan pada salah satu ketua komplotan preman yang terkenal kejam, dan mau melakukan pekerjaan apa saja.Cukup lama sambungan teleponnya
bab 293Pak Akbar dan Ketua Preman itu kini sudah duduk dan saling hadap berhadapan di meja café yang letaknya terpojok itu. Café ini terlihat cukup sepi, hanya beberapa bangku saja yang terisi, itu pun masing-masing pengunjungnya juga duduk di setiap pojokkan dan sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Sehingga bisa dipastikan tidak akan ada yang bisa mendengar percakapan antara Pak Akbar dengan Ketua Preman itu.“Ehem!” Pak Akbar mendehem saat berusaha memilih kata-kata pembukaan untuk menyampaikan niat dan maksudnya kepada ketua preman itu.Sang ketua preman yang melihat gelagat Pak Akbar tentu saja memaklumi. Dia sudah sangat terbiasa mendapati calon klien yang ingin menjelaskan pekerjaan apa yang harus dia dan anak buahnya kerjakan.“Jadi … apa yang Bapak ingin kami lakukan?” tanya sang ketua preman itu langsung to the point. Dia menggosok-gosokkan telapak tangannya ke bagian paha celana jeans sembari menunggu kata-kata yang terlontar dari Pak Akbar/“Jadi begini ….” Pak Akba
Waktu masih menunjukkan pukul 4 pagi, tapi Sintiya sudah terbangun tidurnya dan tidak bisa memejamkan matanya kembali. Entah kenapa tiba-tiba hatinya tidak enak.“Aku ini kenapa sih? Kenapa tiba-tiba hatiku tidak enak begini,” batin Sintiya.Dia melihat ke samping, terlihat wajah suaminya masih terlelap dalam damai, cukup lama dia memandangi wajah Kevin lalu mengeluskan dengan sayang.Karena belaian Sintiya, Kevin akhirnya terbangun tapi dia masih belum bisa membuka matanya, sehingga dia hanya menangkap tangan Sintinya.“Pukul berapa sayang?” tanya Kevin dengan suara serak tetap dengan mata terpejam.“Masih jam 4 mas, masih terlalu pagi untuk bangun, mas tidur saja kembali,” jawab Sintiya.“Terus kenapa kamu sudah bangun?” tanya Kevin kemudian memicingkan satu matanya untuk melihat keberadaan Sintiya. Lelaki itu kemudian melingkarkan tangannya di pinggang istrinya.“Aku tidak bisa tidur, entah kenapa hatiku tidak enak,” jawab Sintinya.“Hmm mungkin kamu terlalu capek sayang, yuk tidur
Kevin yang mendengar ancaman dari Pak Akbar bukannya takut malah terkekeh riang. Dia seperti mendapatkan hiburan pagi karena ucapan dari pria itu."Kenapa kamu malah tertawa? Aku serius dengan peringatan yang aku ucapkan barusan. Tidak seharusnya kamu bisa menanggapi dengan tawa hina seperti itu. Dengar ya, bagiku sangatlah mudah untuk melenyapkan nyawa orang seperti dirimu." Pak Akbar kembali memberikan penekanan. Namun, bukannya merasa takut, Kevin malah tampak tak terpengaruh dengan ucapan pria paruh baya di depannya itu."Saya mendengar ancaman yang Anda ucapkan, Pak Akbar. Dan terima kasih karena Anda sudah memberikan peringatan untuk saya berhati-hati. Tetapi perlu Anda tahu bahwa saya tidak akan gentar dengan ancaman-ancaman murahan seperti ini." Kevin tersenyum sinis. Dia begitu malas menanggapi ocehan Pak Akbar dengan begitu serius.Sementara itu, Pak Akbar yang mendengar penuturan dari Kevin sontak meradang. Amarahnya sudah naik hingga ke ubun-ubun. Dia begitu benci melihat
Bab 296Kevin bersiul-siul sambil menyetir mobilnya. Jalan raya hari ini tidak begitu padat seperti biasanya. Mungkin karena hari ini sudah akhir bulan jadi para pekerja dengan keluarganya lebih banyak berhemat dan tidak pergi makan keluar dan memenuhi jalan raya.Waktu sudah menunjukan pukul tujuh malam. Mata hari sudah terbenam beberapa puluh menit lalu dan saat ini Kevin sedang berada dalam perjalanan pulang dari kantor menuju rumahnya.Awalnya lelaki itu sama sekali tidak menyadari apapun dan menganggap hari ini tidak ada bedanya dengan hari-harinya yang biasanya. Namun, perhatian Kevin sedikit teralihkan saat menyadari sejak dari kantornya tadi dia melihat mobil berwarna hitam dengan plat yang sama masih berada di belakang mobilnya.“Lho? Ternyata mobil itu rutenya sama denganku, ya,” heran Kevin yang awalnya sama sekali tidak berpikiran buruk. Dia justru jadi penasaran siapa dari lingkungan kerjanya yang ternyata tinggal di daerah yang sama dengannya.Kevin lanjut menyetir dan f
Bab 297"Sudah, yuk kita pergi saja dari tempat ini!" ucap ketua preman itu memberi instruksi. "Baik, Bos! Tapi, gimana kita mengabari Pak Akbar?" sahut salah satu dari mereka sedikit ragu kalau mereka pergi begitu saja, dan target justru lolos dari kejaran mereka."Dah lah, itu mah urusan gampil! Kita tinggal bohong aja sama si tua bangka itu kalau si target sudah kita singkirkan!" pekik ketua preman itu ketus.Lantas, ia memerintahkan untuk memutar balik arah mobil mereka karena percuma saja kalau memaksa mengikuti Kevin yang saat ini pasti sedang melaporkan tindakan mereka. Sesampainya di markas besar, ketua preman itu meminta salah satu anak buahnya untuk menghubungi Pak Akbar dan berbohong padanya."Gimana? Kalian sudah berhasil menyingkirkan lelaki itu, 'kan!" sambut Pak Akbar begitu menerima telpon dari orang suruhannya yang ditugaskan untuk menyingkirkan Kevin. “Beres, Bos! Target sudah berhasil kami lumpuhkan!” jawab salah satu preman itu setengah berbohong atas perintah s
Beberapa bulan kemudianSuara tangisan bayi itu menggema memenuhi ruangan kamar bersalin. Raya meraup udara dalam-dalam, napasnya tersengal-sengal setelah melakukan proses melahirkan secara normal. Ravi yang saat ini berada di samping Raya, menangis tersedu-sedu kala sang istri berhasil melahirkan keturunannya. Bahkan, kali ini Ravi sedang merengkuh kepala sang istri. Air mata mengalir dengan begitu derasnya di kedua manik mata sepasang suami istri itu. "Selamat ya, Bu Raya dan Pak Ravi, bayinya berjenis kelamin laki-laki." Ravi melepaskan rengkuhan pada sang istri, sejenak mereka saling berpandangan. Terpancar suatu kebahagiaan dengan jelas pada wajah Raya dan juga Ravi. "Terima kasih, Sayang ...." Ravi mengelus pucuk kepala sang istri. Tenang Raya yang sepenuhnya belum pulih itu hanya merespon Ravi dengan anggukan kepala. Seorang dokter yang menggendong bayi mungil itu mendekat ke arah keduanya. "Lihatlah, bayinya sangat tampan." Sang dokter menunjukkan wajah bayi mungil itu.
Bab 307Nora tersentak saat menyadari ada seseorang yang menangkap tubuhnya. Ia berusaha meronta-ronta, dan meminta untuk dilepaskan. "Lepas! Lepas, nggak!" Nora berteriak keras tatkala menyadari kalau tubuhnya ditarik oleh seseorang.Mata wanita itu membola saat membalikkan wajahnya untuk melihat siapa yang melakukannya itu. Ia terbelalak, dan seketika rasa panik menggelayuti hatinya. Dia melihat ada delapan orang pria yang sudah mengerubunginya. Bau alkohol yang sangat menyengat langsung terhidu di hidungnya. Ya, orang-orang itu sedang mabuk rupanya. Dan, saat ini Nora adalah mangsa empuk dan lezat bagi mereka.Nora tak bisa membayangkan kalau malam ini dia akan menjadi pemuas nafsu bagi para lelaki mabuk itu. Ia tak pernah membayangkan akan digangbang masal oleh mereka."Pergi! Pergi kalian dari sini!" Nora berteriak setelah cukup lama mengumpulkan keberaniannya. Namun, teriakannya itu sama sekali tak berpengaruh pada mereka. Mereka hanya tertawa saja menanggapi teriakan Nora ya
Bab 306Bryan melangkahkan kaki memasuki beranda rumahnya. Lelaki itu meletakkan kunci mobilnya pada meja hias yang terletak di bawah televisi kemudian melepaskan jaket kulitnya yang berwarna hitam.Kepalanya melihat ke arah lorong yang berjejer pintu-pintu kamar. “Nora,” panggilnya karena ingin segera melihat wajah wanita itu, lelaki itu merasa bosan seharian di luar dan dirinya ingin mendapat pelayanan dari Nora malam ini.Tak ada sahutan saat Bryan memanggil nama wanita itu. “Nora?” panggil Bryan lagi sambil berjalan menuju kamar wanita itu. “Nora? Kenapa dia tidak menjawab?” herannya mengetuk pintu kamar.Tok tok tok …Bryan mengetuk pintu itu sekali lagi dan memanggil-manggil nama wanita pemuas nafsunya itu. Karena lelaki itu tak kunjung mendapatkan sahutan, Bryan pun akhirnya membuka pintu kamar itu dengan paksa.Ketika pintu dibuka, Bryan mendapati ruangan kamar yang kosong tak ada orang. Barang-barang Nora tampak berceceran dan satu hal yang membuat kening Bryan mengkerut. “Pa
"Tetapi sebelum itu, mungkin aku harus membersihkan diri dulu," gumam Nora saat menyadari tubuhnya sudah terasa begitu lengket. Tak ingin semakin membuang waktu, wanita itu pun segera mengambil handuknya yang masih tergantung di balik pintu kamar untuk kemudian melenggang memasuki kamar mandi.Sejenak Nora mengeluarkan senandungnya. Lalu, netra wanita itu tampak berkaca menanti kebebasan yang mungkin sebentar lagi akan dia rasakan."Seharusnya aku melakukan ini sejak lama. Aku benar-benar menyesal karena telah menghabiskan waktu dengan hal penuh dosa ini. Ya Tuhan, masih berkenan kah Engkau memberikan maaf padaku?" gumam Nora yang kini tengah berdiri tepat di bawah guyuran air showernya. Nora benar-benar tak sabar untuk memulai hidup baru yang akan dia isi dengan banyak hal-hal positif.Selesai melakukan ritual mandinya, Nora pun segera bergegas menuju ranjang tidur kemudian pakaian bersihnya untuk kemudian dia kenakan. Nora menatap ke arah kamarnya sesaat. Ruang berukuran sedang ini
Nora tidak sadrakan diri karena apa yang di lakukan Bryan kepadanya. Karena di tidak tahan dengan perlakuan Bryan yang membabi buta kepada Nora, membuat wanita itu berontak, akibatnya kepalanya terbentung kepala ranjang.Bryan langsung meninggalkan Nora begitu saja dan menyuruh anak buahnya untuk memanggilkan tenaga medis untuk menangani Nora. Sedangkan Bryan sendiri pergi entah kemana. Setelah puas melampiaskan hasratnya kepada Nora, lelaki itu merasa fresh dan siap menjalankan aktivitasnya.Sebenarnya Bryan juga sedikit heran dengan dirinya sendiri, entah sejak kapan dia sangat menikmati rasa sakit Nora, apalagi ketika gadis itu berteriak-teriak meminta berhenti dan menyudari permainan mereka, Bryan malah merasa terpacu dan tidak ingin berhenti. Dia merasakan kenikmatan yang luar biasa.Keesokan harinya Nora siuman dalam keadaan tidak bisa berjalan, dia juga merasa tenaganya habis terkuras serasa habis berlari ratusan kilometer.“Aku di mana? Apa yang terjadi padaku?” batin Nora sem
Malam ini, Nora tampil cantik dengan pakaian ketat dan belahan dada rendah. Dia menggunakan lipstik merah merona yang melapisi bibirnya, kalung cantik yang berkilauan, dan sepatu hak tinggi kulit hitam yang membuat kakinya terlihat berjenjang luar biasa.Rambutnya yang gelap dan tebal jatuh hingga ke tengah punggungnya. Sebatang rokok tergantung bebas dari antara bibirnya, sementara dia berjalan dengan sedikit berlenggak-lenggok. Ketika Nora melangkah memenuhi panggilan Brian, pinggulnya bergoyang sangat menawan.Sang Germo itu memandangnya seolah Nora berjalan dalam gerakan lambat. Nora memanglah sangat cantik dan tidak ada yang akan tahu tentang fakta bahwa dia adalah seorang wanita penghibur yang sebenarnya, jika mereka tidak melihatnya di tempat prostitusi.Seorang pelanggan dengan ekspresi wajah terlalu sumringah datang."Selamat malam, Pak?" sapa Brian tak kalah cerianya.Tentu saja dia menyambut dengan ramah sosok pria yang sudah pasti akan menyumbangkan pundi-pundi yang cukup
Bab 302“Please, berhenti, Bryan.” Nora ngos-ngosan dan kesulitan mengambil napas karena sejak tadi Bryan meneruskan ritme goyangan pinggulnya hingga keperkasaan lelaki itu menusuk masuk ke dalam milik sang wanita.“Diamlah! Nikmati saja!” desah Bryan yang kian mempercepat temponya. Lelaki yang posisinya berada di atas itu menopang tubuhnya dengan kedua lengan kekar yang ada di kedua sisi bahu Nora. Bryan menatap wajah Nora dengan keringat yang mengalir di pelipisnya.“T-tapi, ini sudah ronde … ah entahlah, entah ronde keberapa dalam hari ini!” jerit Nora meremas bantal yang mengalasi kepalanya. Dia memicingkan mata menahan rasa perih yang mulai menjalar pada bagian miliknya. Barangkali miliknya akan lecet setelah pergerumulan ini.“Sudah aku bilang! Aku masih belum puas dan ingin terus kau puaskan,” tukas Bryan dengan nada baritonnya. Suaranya yang berat membuat Nora terpaksa menyerah dan membiarkan tubuhnya terus terlentang dengan Bryan yang mendominasinya.Sudah sejak tiga jam lalu
Bab 301“Iya, cuih!” Mira melepeh makanan yang dibuat Amanda setelah sang ibu memaki masakan wanita itu. Dia mengambil tisu dan mengelap sisa makanan di mulutnya.Mira juga mendorong piringnya agar menjauhi pandanganya hingga membuat perasaan Amanda sangat tersakiti dibuatnya.“Maaf, Kak, Mama.” Amanda menunduk masih dengan mengenakan celemek dapur yang melilit pingganya. Dia terduduk di bangku meja makan dan tak mampu mengangkat wajahnya sama sekali.Sang ibu juga jadi tidak selera makan. Sejujurnya dia kesal bukan perkara masakan yang dibuat Amanda, namun omongan tetangga yang tadi dia dengar ketika arisan di rumah salah satu keluarga kaya.“Ibu benar-benar tidak tau lagi bagaimana harus menghadapi kamu, Amanda,” ujar sang Ibu menghela napasnya dengan kasar. Dia memukul-mukul dadanya yang terasa seksak. “Kamu bisanya bikin ibu menderita saja!”Air mata Amanda kembali berlinang. Terserah bila kakak-kakaknya terdengar begitu membencinya, tapi kini ibunya juga ikut kecewa padanya dan m
Amanda memasang wajah sedihnya. Dia benar-benar tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Tak punya tempat tinggal dan harta. Sama sekali tak pernah terbesit di pikiran jika pada akhirnya nasib yang dia alami akan sesial ini.Amanda menatap kedua saudaranya secara bergantian. Hal itu justru membuat Rudi dan Mira merasa semakin muak. "Ada apa lagi? Mau bicara apa lagi? Masih mau mengelak dan mengatakan kalau semua ini adalah milikmu? Iya!" sentak Mira seolah tak ingin memberikan kesempatan bagi Amanda untuk bicara.Dulu dia sangat menyukai adiknya ini, bagaimana pun Amanda adalah mesin uang yang mudah dimanfaatkan. Amanda selalu siap sedia kala saudaranya membutuhkan pinjaman. Bahkan Amanda tak segan memberikan uang secara cuma-cuma untuk sanak saudaranya yang kekurangan.Namun nyatanya semua kebaikan Amanda itu tak membuat kedua kakaknya merasa harus berbalas budi dan bersikap baik pada Amanda yang sekarang sepertinya telah jatuh miskin. Justru mereka merasa muak dan tak sudi berbaur de