"Ada apa, Bu?" ucap Kevin sembari tergopoh-gopoh melangkah mendekati sang ibu. Jika Kevin hanya terfokus pada tubuh Arita, berbanding terbalik dengan Sintya yang sejak beberapa langkah keluar kamar, ia sudah mendapati David yang sudah berdiri di sana. Sintya tergugu. Bahkan, kedua telapak kakinya seperti tengah menancap kuat pada lantai itu, hingga membuat tubuh Sintya hanya diam membatu. Sintya ingin kembali ke kamar, akan tetapi Sintya serasa tak mampu untuk mengangkat kedua kakinya. Sintya hanya mampu menutup mulutnya rapat-rapat.Ya, hanya itu yang mampu ia lakukan. Kevin yang baru saja berhenti tepat di samping Arita pun baru menyadari kehadiran kakak angkatnya itu. Sedikit terkejut yang dirasakan oleh Kevin. Setelahnya Kevin menatap David dan juga Sintya secara bergantian. Kevin langsung tersadar begitu ia melihat senyum penuh arti terbit dari bibir David. Merek sama-sama lelaki, pasti paham arti tatapan dan juga senyuman itu. Kevin menatap tepat wajah Sintya, setelahnya
"Apa kata tetangga, Bu, kalau mereka lihat Kevin pulang tapi nggak bermalam di rumah ibunya. Nanti dikira-kira David lagi yang nggak mau terima!" David memberikan alasan yang sebenarnya masuk akal. Andai saja Arita dan juga Kevin tak mengetahui kebusukan dan kebejatan dari diri David, mungkin Kevin akan mengurungkan niat untuk menginap di hotel. "Nggak kok, Mas. Mas David tenang saja. Andai kata tetangga berkomentar abaikan saja, apa peduli komentar tetangga. Yang terpenting hubungan kita baik-baik saja," ucap Kevin menjelaskan. Mendengar ucapan Kevin, David hanya mampu menghela napas dalam-dalam dan dikeluarkannya secara perlahan. David kali ini merutuki nasibnya. Baru saja ia merasa senang karena target di depan mata, kini David kehilangan targetnya begitu saja. Hilang harapannya saat ia bisa mencumbu dan menyentuh setiap inchi kulit mulus dan lekukan sempurna tubuh iparnya itu. "Ini kena apa sih, Vid? Kok luka-mu bisa seperti ini? Kayak habis ditonjokin banyak orang. Jangan-ja
David sengaja menunggu situasi sepi sebelum dia melancarkan aksinya.Setelah memastikan bahwa tidak ada lagi obrolan antara ibunya beserta dengan adik dan iparnya David akhirnya keluar kamar."Mau kemana Vid?" tanya Arita ketika melihat putranya keluar dari kamar dengan memakai jaket hitam beserta dengan topi berbentuk kupluk. Dahinya mengeryit seakan-akan menebak apa yang ingin di lakukan oleh anaknya itu.Tentu saja hal itu membuat curiga Arita, untuk apa putranya memakai kupluk pada malam hari. Sungguh-sungguh di luar kebiasaan."Ini bukan urusan Ibu, jadi sebaiknya Ibu tidak perlu tahu," jawab David dengan cuek. Mendengar jawaban dari putranya Arita hanya bisa mendengkus kesal."Kamu itu kan anak Ibu, kalau Ibu bertanya itu berarti mengkhawatirkanmu," lanjut Arita."Sudahlah Bu, jangan banyak berkomentar, aku akan pergi sekarang," jawab David dengan kesal.David sangat membenci jika ibunya selalu bertanya tentang hal-hal yang dilakukan, padahal ibunya melakukan itu karena mengkha
Setelah mengisi bensin motornya dan memastikan bahwa situasi cukup mendukung aksinya, David kemudian melanjutkan perjalanannya. Tidak lupa David juga membeli 1 liter bensin yang dia letakkan di jerigen.Tidak lama kemudian David melihat pohon besar yang rindang. Lelaki itu menghentikan motornya tepat di bawah pohon tersebut.David sengaja berhenti di bawah pohon rindang tersebut karena menunggu suasana Komplek benar-benar sepi dan tidak ada kendaraan yang lewat, oleh karena itu David menyembunyikan tubuhnya dibalik pohon besar itu agar tidak ada orang yang curiga akan keberadaannya.Sebenarnya hati kecilnya dia ketakutan, Dia merasakan Hawa merinding ditengkuknya karena saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 malam.David sendiri sebenarnya adalah seorang yang penakut, terutama kepada makhluk halus, meskipun dia belum pernah menemuinya secara langsung tetapi dia sangat ketakutan ketika mendengar cerita tentang hal-hal yang tidak masuk akal, Hanya saja karena demi aksinya kali ini
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 222Dengan perasaan gembira yang meluap-luap, David kembali mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah.Tentu saja dengan bensin yang berada di dalam jerigen yang dia genggam dengan erat. David benar-benar telah berniat untuk melaksanakan dendam pribadinya, bensin tersebut dia yakin akan menghabisi seluruh keluarga Ravi dan Raya.Salah sendiri kenapa Ravi telah membuat dirinya babak belur, oleh karena itu Ravi dan keluarganya harus menanggung resikonya.David sama sekali tidak menyadari bahwa apa yang telah dilakukan oleh Ravi semata-mata karena David yang telah berbuat kurang ajar kepada istri Ravi yaitu Raya.Tapi seperti kata orang pintar bahwa orang jahat tidak akan pernah menyadari kejahatannya sendiri, sebelum orang jahat tersebut menerima akibat dari kejahatannya.Dengan perasaan yang diliputi oleh keyakinan bahwa rencananya akan berhasil, David akhirnya berhasil masuk ke dalam halaman rumah Nania."Hmm sepertinya kompleks ini benar-benar su
David berhenti berlari dengan jarak sepuluh meter dari tempat ia mulai membakar rumah Nania dan juga Raya. Ia bimbang, antara berlari menjauh atau kembali menuju ke tempat dimana ponsel miliknya itu terjatuh.Akhirnya David memutuskan untuk kembali melangkah ke tempat ponsel itu terjatuh. Sebab, ia sudah memiliki siasat, ia akan berpura-pura sebagai warga yang hendak membantu memadamkan api yang sempat nyala itu. Akan tetapi, baru saja ia berjalan dua langkah, tiba-tiba sosok lelaki yang tadi sempat memergokinya kembali muncul di hadapannya sembari meneriaki dirinya. "Woy! Berhenti kamu!" teriak sosok yang memergoki aksi yang dilakukan oleh David. Cepat David memutar tubuhnya lalu mengangkat sebelah kakinya dan berlari dengan sekuat tenaganya. David berlari menuju ke arah dimana motornya terparkir. Ia berhenti lalu sedikit membungkukkan badannya dengan kedua tangan yang menopang di kedua lututnya. Napas David tersengal-sengal. David meraup udara dalam-dalam lalu dihembuskannya
"Kenapa kamu seyakin itu? Apa karena ponsel itu? Kan selama ini David sudah tidak pernah lagi ganggu kamu? Lalu kenapa dia tiba-tiba datang membuat ulah? Kalau iya, apa motifnya?" Nania menelontarkan segala pertanyaan yang bersarang di kepalanya. Sebelum menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh sang Mama, Raya menghembuskan napas berat. Kejadian saat David membuat ulah di rumah makan, hingga menimbulkan pertikaian itu kembali berputar di ingatannya. "Mungkin dia nggak terima karena habis dipukuli sama Ravi, Ma." Kening Nania berkerut tajam. "Maksud kamu?" Nania masih tak mengerti dengan ucapan yang dari sang putri. "Tadi, sewaktu kami bertiga makan di rumah makan, kami tak mengetahui kalau di dalam sana ada Mas David. Tiba-tiba saja Mas David langsung meraih tangan Raya dan menariknya. Tentu dong Ravi nggak terima. Ravi sudah menegurnya baik-baik, memintanya untuk melepaskan tangan raya, tapi dia malah menjadi. Menghina Raya di depannya. Mungkin karena saking emosinya, spontan la
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 225"Berikut surat perintah penangkapanya." Seorang polisi itu menyerahkan sebuah map ke arah Arita. Arita hanya diam membeku, setelahnya dengan tangan gemetar, ia mengambil alih map yang diulurkan oleh petugas keamanan."Pelapor atas nama Raya? Pak ini gak salah kan? Yang melaporkan anak saya itu Raya dan Ravi?" tanya Arita sekali lagi memastikan apa yang dilihatnya. "Yah benar, Bapak Ravi dan Ibu Raya memang melaporkan perbuatan David pada kami pagi tadi karena sudah mencoba membakar rumah orang tua Ibu Raya." Arita menutup mulut dengan kedua tangannya. Matanya melebar seiring dengan degup jantungnya yang semakin berdetak tak karuan. "I-ini gak salah kan pak? Gak mungkin anak saya berbuat kriminal begitu. Apa Bapak ada buktinya kalau anak saya yang melakukan itu semua?" tanya Arita lagi. Dia benar-benar ingin memastikan kalau anak kandungnya benar-benar melakukan hal itu ataukah tidak. "Bu Raya menemukan sebuah ponsel yang di dalamnya terdapat f