Pov David**"Raya?" lirihku saat melihat sosok perempuan yang pernah singgah di hatiku. "Apa itu suaminya?" lirihku bertanya pada diri sendiri sembari menatap ke arah mereka. "Lalu siapa anak kecil itu?" Pandangan yang semula beralih pada sosok anak kecil itu kembali tertuju pada lelaki yang duduk di depan Raya. Sosok yang sepertinya sangat tak asing bagiku. Aku mencoba semakin menelisik wajah yang menurutku lumayan tampan itu. Tapi masih jauh lebih tampan aku. Aku melempar ingatanku ke masa lalu. Seketika aku teringat jika sosok itu adalah pengacara yang dulu mengurus perceraianku dengan Raya di masa lalu. "Mau pesan apa, Pak?" Tiba-tiba suara itu membuatku mengalihkan pandanganku dari wanita masa laluku. Aku mendengkus kesal. "Mbak pergi saja, nanti aku panggil kalau emang pesan," celetukku dengan sedikit ketus. "Baik, Pak." Pelayan itu sedikit membungkukkan tubuhnya dan berlalu pergi. Dadaku semakin terasa berdenyut saat melihat Raya dan juga lelaki itu saling melempar s
Akhirnya David pun melangkah menuju ke arah jalan raya, dihentikannya taksi yang melaju di antara kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang. Berkali-kali David berusaha menghentikan laju taksi, akan tetapi tak membuahkan hasil. David mendengkus kesal, apalagi beberapa orang yang berjalan dan melewatinya menatap David dengan pandangan yang tak bisa diartikan. Wajar saja, sebab wajah David yang babak belur dengan cairan merah segar yang meninggalkan jejak di sudut bibirnya. Beberapa menit kemudian akhirnya lelaki itu berhasil mendapat taksi yang siap mengangtarkan ia pulang. Ya, David memilih pulang. Tak mungkin ia melanjutkan jalan-jalannya dengan kondisi wajah yang begitu mengerikan. Takutnya, ia akan dikiran seorang penjahat atau pun pencopet yang sedang menjalankan aksinya, ketahuan, lalu dihajar masa. David menyebutkan alamat rumah yang ditinggali olehnya dan sang ibu, sang sopir pun membalas dengan anggukan. Hingga akhirnya, roda empat itu melesat membelah jalan raya menuju alam
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 217Lagi, Kevin dan Sintia saling berpandangan. Setelahnya ia menatap sang ibu yang merogoh saku dasternya. Mengambil benda pipih itu lalu mengulurkan ke arah dirinya.Kevin menghidupkan ponsel yang Arita berikan dan ia memasang telinganya baik-baik. Begitupun juga dengan Sintia yang dengan seksama melihat dan mendengar apa yang akan ponsel itu katakan. Detik dan menit berlalu, ponsel tersebut terus aja memutar hasil rekaman saat David tengah berbicara di telepon. Selama itu juga baik Kevin dan juga Sintia saling menggelengkan kepalanya mendengar penuturan dari David pada seseorang di ujung telepon sana yang entah itu siapa. Ah, tapi sebenarnya di otak Kevin dan juga Sintia sudah bisa menebak siapa lawan bicara David saat di telepon itu. Hanya saja mereka masih belum menemukan bukti yang akurat soal pemikiran mereka. Takutnya mereka malah akan membuat fitnah bagi tersebut. Alhasil keduanya masih sama-sama bungkam soal siapa yang berbicara dengan Da
"Ada apa, Bu?" ucap Kevin sembari tergopoh-gopoh melangkah mendekati sang ibu. Jika Kevin hanya terfokus pada tubuh Arita, berbanding terbalik dengan Sintya yang sejak beberapa langkah keluar kamar, ia sudah mendapati David yang sudah berdiri di sana. Sintya tergugu. Bahkan, kedua telapak kakinya seperti tengah menancap kuat pada lantai itu, hingga membuat tubuh Sintya hanya diam membatu. Sintya ingin kembali ke kamar, akan tetapi Sintya serasa tak mampu untuk mengangkat kedua kakinya. Sintya hanya mampu menutup mulutnya rapat-rapat.Ya, hanya itu yang mampu ia lakukan. Kevin yang baru saja berhenti tepat di samping Arita pun baru menyadari kehadiran kakak angkatnya itu. Sedikit terkejut yang dirasakan oleh Kevin. Setelahnya Kevin menatap David dan juga Sintya secara bergantian. Kevin langsung tersadar begitu ia melihat senyum penuh arti terbit dari bibir David. Merek sama-sama lelaki, pasti paham arti tatapan dan juga senyuman itu. Kevin menatap tepat wajah Sintya, setelahnya
"Apa kata tetangga, Bu, kalau mereka lihat Kevin pulang tapi nggak bermalam di rumah ibunya. Nanti dikira-kira David lagi yang nggak mau terima!" David memberikan alasan yang sebenarnya masuk akal. Andai saja Arita dan juga Kevin tak mengetahui kebusukan dan kebejatan dari diri David, mungkin Kevin akan mengurungkan niat untuk menginap di hotel. "Nggak kok, Mas. Mas David tenang saja. Andai kata tetangga berkomentar abaikan saja, apa peduli komentar tetangga. Yang terpenting hubungan kita baik-baik saja," ucap Kevin menjelaskan. Mendengar ucapan Kevin, David hanya mampu menghela napas dalam-dalam dan dikeluarkannya secara perlahan. David kali ini merutuki nasibnya. Baru saja ia merasa senang karena target di depan mata, kini David kehilangan targetnya begitu saja. Hilang harapannya saat ia bisa mencumbu dan menyentuh setiap inchi kulit mulus dan lekukan sempurna tubuh iparnya itu. "Ini kena apa sih, Vid? Kok luka-mu bisa seperti ini? Kayak habis ditonjokin banyak orang. Jangan-ja
David sengaja menunggu situasi sepi sebelum dia melancarkan aksinya.Setelah memastikan bahwa tidak ada lagi obrolan antara ibunya beserta dengan adik dan iparnya David akhirnya keluar kamar."Mau kemana Vid?" tanya Arita ketika melihat putranya keluar dari kamar dengan memakai jaket hitam beserta dengan topi berbentuk kupluk. Dahinya mengeryit seakan-akan menebak apa yang ingin di lakukan oleh anaknya itu.Tentu saja hal itu membuat curiga Arita, untuk apa putranya memakai kupluk pada malam hari. Sungguh-sungguh di luar kebiasaan."Ini bukan urusan Ibu, jadi sebaiknya Ibu tidak perlu tahu," jawab David dengan cuek. Mendengar jawaban dari putranya Arita hanya bisa mendengkus kesal."Kamu itu kan anak Ibu, kalau Ibu bertanya itu berarti mengkhawatirkanmu," lanjut Arita."Sudahlah Bu, jangan banyak berkomentar, aku akan pergi sekarang," jawab David dengan kesal.David sangat membenci jika ibunya selalu bertanya tentang hal-hal yang dilakukan, padahal ibunya melakukan itu karena mengkha
Setelah mengisi bensin motornya dan memastikan bahwa situasi cukup mendukung aksinya, David kemudian melanjutkan perjalanannya. Tidak lupa David juga membeli 1 liter bensin yang dia letakkan di jerigen.Tidak lama kemudian David melihat pohon besar yang rindang. Lelaki itu menghentikan motornya tepat di bawah pohon tersebut.David sengaja berhenti di bawah pohon rindang tersebut karena menunggu suasana Komplek benar-benar sepi dan tidak ada kendaraan yang lewat, oleh karena itu David menyembunyikan tubuhnya dibalik pohon besar itu agar tidak ada orang yang curiga akan keberadaannya.Sebenarnya hati kecilnya dia ketakutan, Dia merasakan Hawa merinding ditengkuknya karena saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 malam.David sendiri sebenarnya adalah seorang yang penakut, terutama kepada makhluk halus, meskipun dia belum pernah menemuinya secara langsung tetapi dia sangat ketakutan ketika mendengar cerita tentang hal-hal yang tidak masuk akal, Hanya saja karena demi aksinya kali ini
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 222Dengan perasaan gembira yang meluap-luap, David kembali mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah.Tentu saja dengan bensin yang berada di dalam jerigen yang dia genggam dengan erat. David benar-benar telah berniat untuk melaksanakan dendam pribadinya, bensin tersebut dia yakin akan menghabisi seluruh keluarga Ravi dan Raya.Salah sendiri kenapa Ravi telah membuat dirinya babak belur, oleh karena itu Ravi dan keluarganya harus menanggung resikonya.David sama sekali tidak menyadari bahwa apa yang telah dilakukan oleh Ravi semata-mata karena David yang telah berbuat kurang ajar kepada istri Ravi yaitu Raya.Tapi seperti kata orang pintar bahwa orang jahat tidak akan pernah menyadari kejahatannya sendiri, sebelum orang jahat tersebut menerima akibat dari kejahatannya.Dengan perasaan yang diliputi oleh keyakinan bahwa rencananya akan berhasil, David akhirnya berhasil masuk ke dalam halaman rumah Nania."Hmm sepertinya kompleks ini benar-benar su