SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBab 117Ia tarik tangannya lalu ia bangkit dari tubuh yang wajahnya telah bersimbah darah itu. David menatap tajam ke arah wajah sang istri. "Kau berusaha melindunginya? Oke, baiklah. Silahkan lanjutkan pertempuran kalian." David melangkah berniat meninggalkan Nora yang masih pada posisinya. Menyadari jika David akan meninggalkannya Nora kembali menghampiri David dengan setengah berlari tanpa ia memakai pakaian terlebih dahulu. Yah, kondisi Nora saat ini masih bertelanjang dan disaksikan banyak pasang mata karena kejadian itu membuat kegaduhan yang membuat para pengunjung hotel tersebut keluar dan ingin tahu hal apa yang sedang terjadi. "Mas tunggu, Mas, dengarkan penjelasan aku dulu!" pekik Nora tanpa melanjutkan langkahnya karena dia baru sadar jika tubuhnya menjadi santapan tatapan para pria hidung belang yang sama-sama tengah asik memadu kasih di hotel itu bersama perempuan simpanannya. Langkah kaki David terhenti dan ia kembali menoleh ke arah N
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKU118 Akan tetapi, apakah rasa penyesalan itu akan selamanya? Ah tentu saja tidak. Dirga pun sama tak tahu dirinya sebagai manusia. Penyesalan itu hanyalah sesaat dan jika ia bertemu dengan perempuan lain mungkin Dirga akan lupa dengan rasa penyesalannya itu. Nora melenggang dengan santainya ke dalam kamar kosannya tanpa mempedulikan para pria tongkrongan biasa di depan kos Nora dan David. Setelah sampai di depan pintu kamar kosnya Nora meraih handle dan menekannya ke bawah lantas ia mendorong pintu itu hingga terbuka dan terpampanglah sosok suami yang tadi sedang sangat marah padanya. David menoleh ke arah Nora dan Nora memberikan seulas senyum pada David. David tidak membalas senyuman itu bahkan ia sangat muak melihat wajah Nora yang tidak tahu malu. Apa Nora pikir jika David tidak lagi marah terhadapnya? Entahlah apa yang Nora pikirkan saat ini David sendiri pun tak habis pikir. "Mas maaf menunggu lama," ucap Nora memecah keheningan antara dirinya d
Jarum jam di dinding menunjukkan pukul empat sore. Pertanda jam bekerja pun telah usai. Bergegas Kevin menumpuk berkas-berkas yang berserakan di atas meja kerjanya, memasukkan kembali bolpoin ke dalam tempat semulanya. Lelaki berwajah manis nan tampan itu pun lantas berdiri, menyambar jas berwarna hitam yang menggantung di sandaran kursi. Cepat Kevin mengenakannya. Setelah jas itu telah membalut tubuhnya, lelaki itu pun bergegas mengambil tas yang ia letakkan di atas meja, setelahnya, ia pun melangkah ke luar ruangan. Suara derap langkah terdengar begitu cepat menyusuri lorong demi lorong menuju ke tempat parkir. Ya, Kevin tak sabar sekali ingin segera pulang. Sebab, ia sudah bertekad jika dimulainya hari ini akan belajar mengaji. Kevin tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia sadar, semakin istimewanya seorang perempuan, maka akan semakin sulit ia dapatkan. Seperti yang ia alami saat ini. Kevin bisa mendapatkan sosok perempuan yang ia cintai, akan tetapi dengan syarat yang tak
"Maaf nih, Nak Kevin, bukan bermaksud lancang atau mencampuri urusan pribadi. Kalau boleh tahu, apa alasannya Nak Kevin pengen private? Apalagi tadi Nak Kevin sudah menargetkan kalau dua bulan harus bisa baca alqur'an?" tanya Sang Ustadz dengan santun. Kevin pun menganggukkan kepalanya. Setelahnya ia pun mulai menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh sang ustadz. "Sebenarnya, saya sedang dekat dengan seorang perempuan, Ustadz. Kebetulan sekali ia bisa terbilang berasal dari keluarga yang khusyuk. Kemarin saya mendatangi ke kediamannya untuk menemui kedua orang tua perempuan yang saya inginkan itu. Saya menyampaikan niat baik saya untuk meminang putrinya. Akan tetapi, ayah dari perempuan yang ingin saya nikahi itu meminta saya untuk menghafal salah satu surah yang ada di dalam Alquran." Kevin sengaja menjeda ucapannya. Ia pun menghela nafas dalam-dalam. Sedangkan Sang ustadz pun hanya menyimak dengan seksama kalimat demi kalimat yang terlontar dari bibir itu tanpa sedikitpun menye
Hari terus berganti dengan hari. Kini, sudah dua minggu lamanya Kevin belajar mengaji. Dengan begitu telatennya sang Ustadz mengajari anak didiknya yang sudah berusia dewasa itu."Nak Kevin sudah lancar baca iqra 1 sampai 6. Mulai besok, kita belajar baca al-qur'an," titah sang Ustadz yang dibalas anggukan oleh Kevin. Sungguh ... di dalam lubuk hatinya, Kevin merasa begitu puas dengan peningkatan yang ia lalui dalam proses belajar mengaji itu. Tak ada kendala yang berati, meskipun terkadang ia masih dilanda oleh rasa bingung. Seiring berjalannya waktu, Kevin merasa benar-benar ingin belajar karena ingin lebih dekat dengan-Nya. Akan tetapi, meskipun begitu, nama Sintya masih terpahat dengan sempurna di dalam hatinya."Baik, Pak Ustadz," sahut Kevin sembari kepala mengangguk paham. Beberapa menit terjadilah perbincangan di antara mereka. Hingga setelahnya, sang Ustadz pun berpamitan untuk pulang. Kevin mengantarkan sang Ustadz sampai ke depan pintu gerbang rumahnya. Sebenarnya ia
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 122"Terimakasih, ya. Kamu boleh kembali bekerja."Sintya pun mengangguk, setelahnya, ia pun kembali ke meja kerjanya sendiri. Melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.***"Bu, jadi aku boleh kan kalau mau kembali lagi sama Raya?" Ucapan David menggema di telinga Arita. Terus saja terngiang-ngiang apa yang David katakan padanya. Sejatinya sih Arita juga menginginkan David kembali lagi sama Raya. Akan tetapi, apakah namanya mereka sungguh tidak tahu diri? Sudah menyakit, sudah memaki dan kini meminta kembali? Huft, Arita menghembuskan napas menghilangkan sesak di dadanya. Ingatannya kembali saat dirinya masih menjadi mertua sari Raya. Raya anak sahabat bayinya berwatak mirip sekali dengan Nania. Keras kepala namun lemah lembut dan penyayang. Itulah sebabnya Arita pun menyayangi Raya. Pilihan David benar-benar membuat hidupnya berubah 180°. Yah, meskipun kini kondisi Arita sudah tidaklah semenyedihkan dulu tapi tetap saja kehidupan saat masih m
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 123Raya sengaja menunjukkan raut wajah tidak sukanya agar Devid tahu jika dirinya tidak menginginkan kehadiran lelaki yang pernah menorehkan luka itu. "Mau apa kamu ke sini!?" tanya Raya masih dengan nada yang menghentak. Namun, David mencoba menenangkan pikirannya. 'Sabar, semua butuh perjuangan. Kalau mau mengambil hati Raya haruslah sabar, setidaknya jika dia luluh dan mau rujuk kembali aku tidak akan hidup susah lagi' batin David. "Raya, gimana kabarmu?" Raya mengernyitkan dahi sebab David terlihat sangat aneh. Lagian Raya juga tidak berminat beramah-tamah ria dengan David. Saat ini di hati dan otak janda cantik itu sudah tidak ada lagi nama dan sosok David yang tertancap dalam ingatannya. "Sepetti yang kamu lihat. Aku sangat baik-baik saja, sudah kan itu saja? Kalau tidak ada yang penting lagi sebaiknya pulang karena aku sedang sibuk!" ketus Raya lagi. Wajahnya benar-benar tidak bersahabat. David masih berusaha tersenyum tidak terlalu ingin
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 124Sudahlah aku sangat tahu siapa kamu dan bagaimana kami. Dulu kamu begitu mencintaiku jadi tak akan semudah itu kamu melupakanku bukan? Aku tahu hatimu hanyalah untukku.""Pulanglah! Kamu tidak diterima di sini! Bahkan seandainya di dunia ini hanya ada satu pria yaitu kamu. Aku jauh lebih memilih tidak akan menikah daripada harus kembali hidup dengan manusia seperti kamu!" Raya berbalik badan dan berniat ingin meninggalkan David. Namun, saat Raya berniat menutup pintu, David mencekal tangan itu dan ia mencengkramnya erat. Mata David sudah memerah. Sungguh David merasa ucapan Raya tadi adalah sebuah penghinaan baginya. "Kau harus menerimaku, apa pun alasannya. Kau adalah milikku dan akan tetap jadi milikku," desis David dengan rahang yang mengeras. Raya berusaha melepaskan genggaman tangan David pada tangannya tapi cengkraman itu sungguh kuat. "David lepas! Kau pikir kau siapa bisa memaksaku ha! Sampai kapan pun kau tidak akan bisa memaksaku un