“Iya, benar. Anak baru itu yang namanya Arum. Dia bekerja di PH milik Tuan Danu yang baru sebagai fashion desainer,” tutur karyawan tersebut.
Seketika mata Citra terbelalak kaget mendengar penuturan gadis di depannya ini. Ia tahu kalau Arum bekerja di PH milik Danu yang baru. Namun, dia tidak menduga Arum akan berada di posisi tersebut.
“Kamu gak salah ngomong, kan?” sergah Citra.
Gadis berusia 25 tahun itu tampak ketakutan melihat reaksi Citra. Dia tidak habis pikir, mengapa hari ini harus mengalami kesialan menghadapi orang-orang yang penuh amarah?
Wajah Citra menegang menahan amarah, bibirnya sudah komat kamit siap memuntahkan ribuan makian. Ia masih berdiri di area lobby sambil mengawasi kamar ganti menunggu Arum keluar bersama Septa. Namun, hingga beberapa lama tidak terlihat Arum keluar dari sana malah Septa yang kini berjalan menghampirinya.
“Hai, Cit!! Kamu masih di sini?” sapa Septa dengan senyum terkemb
“Memangnya kamu sudah buat janji dengan Nona Anjani?” tanya Arum.Arum merasa tidak ada janji bertemu dengan Danu hari ini bahkan Lisa tidak memberitahunya tadi. Kenapa Danu tiba-tiba berkata ingin bertemu dengan Anjani?Danu menoleh ke arah Arum dan menggelengkan kepala.“Belum. Aku belum ada janji dengannya, tapi karena aku mengantarmu. Aku pikir dia mau menemuiku nanti.”Arum berdecak sambil melipat tangan ke depan dada. “Dia sangat sibuk, mana mau bertemu orang sebelum janjian.” Arum mengatakannya dengan ketus kali ini.Danu melihatnya dengan alis mengernyit. “Aku rasa Nona Anjani tidak seperti itu. Dia orang yang ramah dan baik. Jadi aku rasa dia akan mau menemuiku apalagi kami membicarakan bisnis kali ini.”Arum menarik napas panjang sambil melihat Danu dengan sudut matanya. Danu mengulurkan tangan menekan tombol lift di depannya. Pintu lift terbuka lagi. Danu masuk lebih dulu sementara A
“Kamu apa-apaan sih, Mas!!” sergah Arum marah.Ia langsung mengibaskan tangan Danu hingga lepas dari cekalannya. Untung saja mereka sudah di dalam ruangan Danu sehingga Nadia dan Citra tidak melihat reaksi Arum ini. Danu menghela napas panjang kemudian berjalan menuju meja, membuka laci lalu mengeluarkan sebuah hand sanitizer semprot.“Aku tadi udah cuci tangan sebelum memegangmu, tapi kalau kamu gak percaya. Nih, pakai!!” Danu mengulurkan hand sanitizer itu ke arah Arum.Arum terdiam beberapa saat. Sepertinya Danu masih ingat dengan phobianya sehingga langsung memberikan hand sanitizer padanya. Perlahan Arum menerima hand sanitizer tersebut. Mungkin lima tahun yang lalu, Arum akan gugup, ketakutan dan bisa saja kejadian tadi memicu jantungnya berdetak lebih cepat.Namun, kini dia sudah baik-baik saja. Arum sudah melalui fase tersebut dengan cukup baik. Meski kadang dia belum bisa berinteraksi dekat dengan orang lain, tapi entah me
“CUKUP!!!” seru Arum.Tangannya kini menangkap tangan Nadia yang melayang di udara hendak menamparnya. Nadia terkesima melihat ulah Arum. Dia tidak menduga Arum akan melakukan hal ini. Padahal setahu Nadia, Arum yang dulu penakut, introvert dan tak berani membalas.“Jangan pernah berani menamparku, kalau tidak ... aku akan membalasnya balik, Nadia.”Nadia mendengus kesal sambil menarik tangannya dari cekalan Arum.“Coba saja kalau berani. Memang kamu pikir kamu siapa. Mas Danu pasti lebih percaya padaku daripada kamu.”Arum mengangguk mengiyakan ucapan Nadia. “Ya, Mas Danu mungkin percaya dengan ucapanmu. Namun, apa dia akan menyangkal jika CCTV melihat hal yang lain. Kamu lupa banyak CCTV di kantor ini?”Nadia terkejut dan terlihat semakin dongkol. Wajahnya merah padam dengan rahang menegang dan gigi yang saling gemelatuk menahan amarah.“Kamu memang sialan, Arum. Penipu ulung. Ak
“Nikah? Dengan siapa?” tanya Arum spontan.Tentu saja pertanyaannya itu kini membuat Danu terkejut. Pria tampan itu tersenyum sambil menatap Arum dengan tajam. Arum lupa kalau kali ini dia berperan sebagai Anjani, tapi meski ia berperan sebagai dirinya sendiri. Tidak seharusnya dia bertanya seperti itu.“Maaf … saya gak bermaksud ingin tahu. Hanya saja ---”“Gak papa. Saya gak marah dengan pertanyaan Anda.” Danu sudah menyahut lebih dulu sebelum Arum menyelesaikan kalimatnya.“Tentu saja saya menikah dengan tunangan saya. Jangan khawatir, Anda pasti saya undang.”Arum tersenyum hambar dan tentu saja Danu tidak bisa melihatnya. Ia sedang mengenakan masker kali ini. Namun, entah mengapa kabar pernikahan Danu kali ini tiba-tiba membuat sesak dada Arum. Dia kembali teringat ucapan Nadia tadi siang dan tanpa sengaja memori lima tahun yang silam terlintas di benaknya.“Apa ini saatnya Ma
“Saya rasa Anda salah. Dia tidak memanggil saya,” jawab Arum.Danu hanya diam, tapi mata elangnya masih berkilatan memperhatikan Arum dengan tajam. Mungkin dulu Arum akan menghindari mata itu, tapi tidak sekarang. Wanita cantik itu membalas tatapan Danu tak kalah tajam.Sementara itu Dokter Sandy sudah berhenti di depan mereka dan tampak terkejut saat melihat ada Danu di sebelah Arum. Dokter Sandy tampak serba salah.“Akh … maaf, saya pikir saya melihat Arum tadi.” Dokter Sandy meralat ucapannya, tapi sepertinya Danu tidak puas dengan kata-katanya.“Kenapa Anda mencari mantan istri saya? Apa ada masalah dengannya?”Dokter Sandy semakin bingung mendengar pertanyaan Danu. Sedangkan Arum terlihat kesal dengan Danu. Kenapa juga mantan suaminya tiba-tiba memberi perhatian banyak tentangnya? Ini bukan Danu yang ia kenal dan Arum yakin suaminya sedang merencanakan sesuatu untuknya.“Tidak. Tidak ada
“Apa phobiamu sudah sembuh?” tanya Danu.Arum terkejut dengan pertanyaan Danu. Dia sendiri heran, mengapa tubuhnya tidak bereaksi saat Danu menggenggam tangannya begitu lama. Perlahan Arum menarik tangannya dan menepis tangan Danu menjauh.Danu hanya diam mengawasi Arum dengan mata elangnya. Seakan tahu menjadi pusat perhatian, Arum membuka suara.“Sudah kubilang, aku sudah lebih baik sekarang.”Danu menarik napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Jadi selama lima tahun terakhir ini kamu terapi terus ke Dokter Sandy?”Arum tidak menjawab, tapi kepalanya sudah mengangguk mengiyakan pertanyaan Danu. Terlihat reaksi di raut tampan Danu. Wajah pria tampan itu sontak muram usai melihat jawaban Arum. Padahal Danu pikir mantan istrinya tidak berhubungan lagi dengan Dokter Sandy selama lima tahun ini.Danu menghela napas panjang sambil melirik Arum yang kembali sibuk dengan laptopnya.“Jadi
“APA!!! Kamu sedang bercanda kan, Mas?” seru Arum.Wanita cantik berambut hitam itu terkejut saat mendengar ucapan Danu. Ia sudah menarik tangannya dan berdiri dari kursi menjauh dari Danu. Danu hanya diam memperhatikan Arum dengan mata elangnya nan tajam.“Apa aku terlihat bercanda saat mengatakannya tadi?” Danu malah balik bertanya.Arum terdiam, menelan saliva berulang sambil sibuk mengatur debaran dadanya yang berloncatan. Arum tidak tahu bagaimana perasaannya saat ini. Namun, yang pasti pembicaraan Danu dan Nadia beberapa waktu yang lalu tentang tujuan Danu memanggilnya ke perusahaan ini dan keinginannya rujuk terekam ulang di benak Arum. Danu punya maksud tertentu, apalagi kalau tidak menyelamatkan posisinya di perusahaan ini.Arum menarik napas panjang sambil tersenyum masam. Danu memperhatikan reaksi Arum dan hanya diam bergeming.“Mungkin lima tahun yang lalu, aku akan percaya ucapanmu. Namun, tidak untuk seka
“Masuk ke mana? Aku sudah tidak punya kuncinya. Kamu yang membuatku seperti ini,” jawab Arum.Danu terdiam. Wajahnya menunjukkan kekecewaan dan tak bisa ditutupinya. Mereka berdiri saling berhadapan di bawah penerangan lampu jalan yang temaram. Entah mengapa suasana malam ini lebih tenang dari pada biasanya. Hanya mereka berdua yang kini berdiri di trotoar tanpa terinterupsi oleh lalu lalang orang. Cukup lama mereka saling terdiam hingga akhirnya Danu yang membuka suara lebih dulu.“Aku tahu … aku yang salah. Namun, aku mohon beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya, Arum.”Arum berdecak menggelengkan kepala sambil menatap Danu dengan tajam.“Sekarang aku tahu, sebenarnya tujuanmu bekerja sama dengan Nona Anjani adalah untuk ini, kan?”Mata elang Danu berkilatan menatap Arum saat wanita cantik itu berkata. Danu sontak menggeleng.“Enggak. Tujuanku kerja sama dengan Nona Anjani murni urus