Hayyo tebak siapa cowok muda yang baru datang itu??? Kok dia bisa tahu Arum. Penasaran??? Kalo iya, kepoin kelanjutannya besok. So sorry karena tubuh lagi drop jadi tersendat updatenya.
“Iya, benar,” jawab Arum dengan gugup.Pria muda nan tampan itu masih tersenyum dan belum menurunkan tangannya. Semua rekan desainer yang berada di ruangan itu mengulum senyum sambil berdehem. Kali ini Lisa sedang berada di luar bersama para asisten desainer tersebut.“Maaf, Tuan Hans. Nona Anjani tidak bisa bersentuhan dengan orang lain.” Novia sudah menyahut.Pria tampan yang bernama Hans itu mengangguk sambil tersenyum dan menurunkan tangan.“Akh … sepertinya benar rumor yang beredar. Anda tidak bisa berinteraksi dengan orang lain. Saya minta maaf, Nona.”Arum hanya mengangguk. Dia masih bingung kenapa pria muda ini langsung mengenalinya. Apa dia pernah berjumpa sebelumnya? Atau Hans hanya mengenalinya dari media dan layar kaca.“Oke, semuanya. Beliau adalah Tuan Hans Sebastian dan Tuan Hans yang akan menjadi sponsor untuk pagelaran yang sedang kita bahas tadi.” Novia sudah meng
“Mas Danu … ,” desis Arum.Ia buru-buru menarik lengannya menjauh dari Hans. Danu berjalan mendekat langsung merengkuh pinggul Arum mendekat ke arahnya. Danu hanya diam, tapi tatapan matanya nan tajam laksana burung elang yang sedang mengintai mangsanya.“Anda pasti Tuan Danu Nagendra,” tebak Hans.Hans bersuara dengan wajar. Tidak terlihat sama sekali ketakutan di wajahnya. Danu hanya diam, tapi sudah menganggukkan kepala.“Maaf … saya sama sekali tidak bermaksud kurang ajar tadi. Kalau tidak percaya tanya saja Nona Anjani.”Danu tidak menjawab, tapi matanya sudah melirik Arum yang bersandar di dadanya. Arum terdiam, mendongak menatap Danu kemudian mengangguk.“Baik. Kalau pertemuannya sudah selesai, kami permisi dulu. Ayo, Sayang!!”Tanpa berbasa-basi lagi, Danu langsung mengajak Arum keluar dari ruangan tersebut. Hans hanya diam, menatap kepergian Danu dan Arum dengan ma
“Pak Jamal?” sapa Danu.Keesokan paginya sesuai janjinya, Danu langsung menuju hotel tempat Pak Jamal menginap begitu keluar rumah. Ia sengaja datang sendiri, tanpa ditemani Budi apalagi Arum.Pria yang umurnya hampir tiga perempat abad itu tersenyum saat melihat kedatangan Danu.“Tuan Danu, Anda sudah jauh berubah sekarang.”Danu tersenyum, berjalan menghampiri. Ia mengulurkan tangan, menjabat tangan Pak Jamal. Dengan gemetar Pak Jamal menyambut uluran tangan Danu. Kali ini mereka bertemu di resto hotel tersebut. Kebetulan Pak Jamal sedang melakukan sarapan pagi, ada istri dan kerabatnya yang menemani. Namun, setelah kedatangan Danu, mereka sengaja menyingkir memberi ruang.“Maaf, Pak. Saya mengganggu Bapak.” Danu kembali bersuara.Pak Jamal tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Tidak, saya sama sekali tidak terganggu. Saya malah senang bisa bertemu Tuan.”Danu manggut-manggut
“Itu benar, Tuan. Kakek Anda memang anak tunggal, tapi kedua orang tua Tuan Dipta mengangkat seorang putri kala itu,” jelas Pak Jamal.Danu tampak tercengang dan menggelengkan kepala.“Aku tidak pernah tahu tentang itu. Papa juga tidak cerita.”Pak Jamal menghela napas panjang.“Saya paham mengapa Tuan Prada tidak tahu, masalahnya Tuan Dipta juga tidak pernah menceritakan adik angkatnya itu ke ayah Anda.”Danu semakin bingung. “Kenapa? Memang ada yang salah dengan adik angkatnya?”Pak Jamal menggelengkan kepala. “Tidak. Tidak ada yang salah. Tuan Dipta terlalu menyayangi adiknya. Ia akan berusaha melindunginya. Meskipun hubungan mereka hanya saudara angkat, tapi kasih sayang Tuan Dipta melebihi semua itu. Hingga suatu hari ---”Pak Jamal menjeda kalimatnya. Danu semakin penasaran dan melihat Pak Jamal dengan seksama.“Suatu hari kenapa, Pak? Apa yang terjadi deng
“Bapak!! Udah dong, ngobrolnya. Sekarang saatnya minum obat, ya!” seru istri Pak Jamal.Danu hanya tersenyum saat wanita paruh baya itu tiba-tiba memotong pembicaraan mereka. Danu tidak bisa memaksa, setidaknya dia mempunyai sedikit titik terang latar belakang perjodohannya dengan Arum.Danu berpamitan kemudian sudah melajukan mobilnya menuju kantor. Ia sudah terlalu lama menghabiskan waktu di sini. Selang beberapa saat, Budi menyambut kehadiran Danu di kantor.“Ada apa, Bud? Bukannya kau bilang meeting pagi ini kamu yang handle?”Budi tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Iya, Tuan. Meetingnya sudah selesai. Saya menyambut Anda karena kehadiran Anda ditunggu Tuan Arya.”“Tuan Arya? Beliau ke sini?”“Iya, barusan datang. Katanya ada hal penting yang ingin dibicarakan.”Danu mengangguk, mempercepat langkahnya. Tak lama dia sudah berada di ruangannya. Ada Tuan Arya yang sedan
“Tuan Hans?? Tapi, saya tidak punya janji dengan Anda hari ini,” sahut Arum.Dia sangat terkejut begitu melihat pria muda nan tampan yang ditemuinya semalam sudah berada di ruangannya.“Tepat sekali. Kita memang tidak punya janji, tapi saya punya kerja sama yang ingin saya tawarkan dengan Anda.”Arum tersenyum, menyilakan Hans untuk duduk. Lisa sudah menyingkir hendak mengambilkan minuman.“Bukannya kita sudah melakukannya. Proyek Anda semalam yang dibahas bareng dengan rekan lain.”Hans tersenyum, menautkan kedua tangannya sambil menatap Arum dengan tajam. Kali ini Arum masih duduk di kursi kerjanya, sementara Hans duduk di sofa tamu dalam ruangan Arum. Arum sengaja menjaga jarak. Dia tidak mau kejadian semalam terjadi lagi pagi ini.“Benar sekali. Itu memang kerja sama bareng yang akan kita kerjakan bersama. Namun, saya ingin mengajak Anda kerja sama secara personal, Nona.”Arum terdia
“Apa yang Anda lakukan?” seru seseorang.Hans menoleh, melihat ke arah suara. Matanya terbelalak saat melihat ada pria paruh baya tiba-tiba berjalan masuk ke dalam restoran keluarganya.“Tu—tuan Arya. Kenapa Anda datang ke sini?” Hans bertanya dengan alis mengernyit. Sesekali matanya melirik ke arah Arum yang masih memejamkan mata di atas meja.“Tidak perlu saya katakan alasan kedatangan saya. Namun, yang pasti ayah Anda akan marah jika melihat hal ini.”Tuan Arya mengatakannya dengan sinis dan tatapan mata yang tajam. Hans terdiam, ia memang yang paling membangkang di dalam keluarga. Ayahnya sering menghadapi kesulitan gara-gara ulah Hans. Sudah berulang kali, ayahnya mengeluarkan banyak uang hanya untuk menutup mulut wanita-wanita korban kelakuan Hans.Namun, sepertinya Tuan Arya tidak akan membiarkan Hans melakukannya kepada Arum.“Apa Anda tahu, dia seorang wanita bersuami. Saya yakin, Anda
“Apa itu benar, Tuan?” tanya Lisa.Kini suaranya terdengar bergetar dan dia sangat ketakutan. Danu menghela napas panjang tanpa mau mengalihkan tatapannya dari Lisa. Dia memang baru saja bertemu dengan Novia usai keluar dari kantor tadi. Tepat seperti katanya, Novia tidak membahas tentang undangan makan siang Hans.“Lalu … kalau begitu ---”“Di mana pertemuan mereka?” Danu sudah memotong kalimat Lisa begitu saja.Lisa mengeluarkan ponselnya dengan gemetar kemudian mengirimkan alamat yang dikirim Hans padanya tadi.“I—itu, Tuan. Mereka makan siang di sana.”Tanpa berkata apa-apa, Danu langsung membalikkan badan dan berlalu pergi begitu saja. Lisa terdiam. Ia tampak serba salah, kemudian mulai melakukan panggilan ke Arum. Namun, sayangnya ponsel Arum sedang tidak aktif.“Ya Tuhan … ada apa lagi ini? Semoga saja Anda baik-baik saja, Nona.”“Ayo,