“Jadi maksud Anda saya memakai milik Arum, begitu?” tanya Anjani.
Danu terdiam dan menggelengkan kepala dengan cepat. Ia merasa serba salah, tapi penglihatannya tidak mungkin keliru. Dia sendiri yang memasangkan gelang itu di pergelangan tangan Arum. Bahkan Danu sengaja mengikat talinya dengan simpul mati sehingga tidak bisa dibuka.
Apa mungkin ada bentuk giok yang sama dan dia tidak tahu? Hanya itu yang kini bersemayam di benak Danu.
“Saya mendapatkannya dari relasi bisnis saya, Tuan. Dia dari negeri Cina dan sengaja memberi ini sebagai hadiah kerja sama kami.” Akhirnya Arum sudah mengatakan alasannya, meskipun kali ini terpaksa harus berbohong.
Danu hanya manggut-manggut sambil tersenyum. Sepertinya memang benar, kalau ada bentuk giok yang sama yang tidak ia ketahui.
“Saya minta maaf, Nona. Sepertinya saya tidak tahu kalau ada gelang seperti ini yang sama.”
Arum hanya menganggukkan kepala. Sebisa mungkin
“Bagaimana Anda bisa tahu, Nona?” seru Danu.Wajahnya tampak terkejut bahkan mata elang Danu sedang menatap dengan bingung ke arah Arum. Arum menghela napas panjang sambil mengendikkan bahu.“Tempo hari Arum pernah bercerita pada saya. Itu saat saya bertanya tentang hubungannya dengan Anda.” Lagi-lagi Arum kembali berbohong.Danu mengulum senyum sambil menganggukkan kepala. Ia ingat tempo hari pernah meminta tolong Anjani untuk menyakinkan Arum agar menerima permintaan rujuknya. Mungkin saat itu Anjani bertanya ke Arum.“Iya. Anda benar, Nona. Orang yang saya maksud adalah Arum. Dia hampir mirip dengan Anda. Dia mengidap mysophobia. Itu sebabnya dia tidak bisa berinteraksi baik dengan orang lain. Itu juga yang membuat dia dianggap aneh.”Danu terdiam, menengadah sambil menarik napas panjang. Arum hanya diam memperhatikan. Arum tidak menduga kalau Danu masih mengingat semuanya.“Saya suami yang bodoh
“Tentu. Kamu ingin bertemu di mana? Apa sekarang?” ujar Danu.Arum hanya mengulum senyum di seberang sana. Entah mengapa hatinya terus berdebar saat mengingat ucapan Danu tadi.“Enggak, Mas. Besok. Besok saja. Kamu ada waktu?”Danu tersenyum sambil menganggukkan kepala, tapi tentu saja reaksinya tidak terlihat oleh Arum.“Iya. Tentu.”“Oke. Aku akan kirim alamatnya besok.”Arum sudah mengakhiri panggilannya. Sementara Danu menyimpan ponselnya sambil mengulum senyum lebar.“Tuan, ada apa memanggil saya? Apa sudah mau pulang?” Tiba-tiba Budi sudah berdiri di depannya.Danu tersenyum sambil menepuk bahu Budi. “Iya. Kita pulang. Aku ingin cepat tidur dan menyiapkan diri untuk besok.”Budi terlihat bingung bahkan alisnya mengernyit dengan tatapan mata bertanya.“Bukannya besok hari minggu, Tuan. Memangnya Anda mau ke mana?”Danu
“Beneran?” seru Danu.Ia masih tidak percaya saat mendengar ucapan Arum. Danu menatap tajam dengan mulut terbuka. Sebuah senyuman perlahan terukir di raut tampan Danu.“Kalau boleh tahu, apa yang membuatmu berubah pikiran?” imbuh Danu.Arum mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Entahlah. Aku rasa kamu memang berhak mendapat kesempatan.”Danu tersenyum sambil berulang menganggukkan kepala, sementara mata elangnya tidak lepas dari Arum sedikit pun.“Aku janji tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Kita mulai dari awal, ya?” Danu berkata seperti itu sambil mengulurkan tangannya. Arum hanya diam sambil melihat tangan Danu yang terulur di depannya.Danu berdecak sambil mengacak rambutnya.“Maaf … aku kadang lupa kalau kamu masih gugup jika bersentuhan dengan orang lain. Namun, aku yakin kamu sudah sembuh dan jauh lebih baik dari pada lima tahun yang lalu.&rdqu
“Syukurlah Anggi sudah tidak apa-apa,” ucap Bu Rahayu.Kini mereka sudah kembali berada di ruangan Bu Rahayu. Ada Arum dan Danu duduk berhadapan dengan Bu Rahayu sementara Anggi sudah dibawa ke kamarnya.“Apa mereka main petak umpet tadi sehingga Anggi terkunci di gudang?” tebak Arum.“Iya, sepertinya begitu. Bukankah kamu juga dulu seperti itu, Arum.”Arum tersenyum meringis sambil menganggukkan kepala. Danu langsung menoleh ke arah Arum yang duduk di sebelahnya.“Jadi dia juga pernah nakal saat tinggal di sini, Bu?” celetuk Danu.Bu Rahayu tersenyum sambil mengangguk. “Semua anak pasti pernah begitu, hanya saja kenakalan Arum masih wajar saat itu.”Danu hanya manggut-manggut sambil sesekali melirik ke arah Arum. Arum curiga dengan reaksi Danu.“Kenapa lihat-lihat? Kamu tidak percaya kalau kenakalanku masih wajar.”Danu mengulum senyum sambil mengen
“Kenapa kamu bisa ngomong seperti itu?” tanya Arum.Untuk beberapa saat jantungnya serasa berhenti berdetak saat mendengar Danu berbicara seperti itu. Tentu saja Arum takut, Danu tahu siapa sebenarnya Anjani. Sedangkan dia belum siap untuk membuka identitas rahasianya.Danu menoleh dan kini mata elangnya bersinar menatap ke arah Arum. Arum hanya diam sambil membalas tatapannya. Sebuah senyuman tersungging dengan indah di raut tampan Danu.“Matamu … matamu mirip dengannya,” desis Danu.Seketika Arum membisu, buru-buru memalingkan wajah menghindar dari Danu. Danu hanya diam, tapi pandangannya belum teralihkan dari Arum.Sementara Arum semakin sibuk mengatur hatinya. Dia pernah merasakan hal ini saat lima tahun yang lalu, tapi belakangan ini semua ulah Danu membuat dia kelabakan sendiri.“Kenapa juga dia sangat tahu detil mataku? Padahal saat menjadi Nona Anjani, aku menggunakan make up di bagian mata dengan
“Tuan Danu? Anda ke sini juga?” sapa sosok pria itu yang tak lain Dokter Sandy.Arum menoleh dan melihat Dokter Sandy berjalan menghampiri mereka. Danu berjalan mendekat dan berdiri di sebelah Arum.“Sebelumnya saya memang ke sini dan kembali karena ada yang ketinggalan,” jawab Danu.Arum kini menoleh ke arah Danu. Alis wanita cantik itu mengernyit dan menatap Danu penuh tanya.“Apa yang ketinggalan? Kok kamu gak bilang tadi?”Danu menelan ludah, jakunnya naik turun sementara matanya kini sedang menatap tajam ke arah Arum. Arum kebingungan dengan reaksi Danu. Beruntung Bu Rahayu bergegas menghampiri mereka bertiga.“Ayo, masuk!! Lebih baik kita bicara di dalam saja!!”Arum mengangguk kemudian menoleh ke arah Danu dan berganti ke Dokter Sandy. Meski tak bersuara, Arum seakan memberi isyarat meminta dua pria itu masuk ke dalam. Ternyata mereka menurut dan kini duduk di ruang tamu saling be
“HEH!!!” seru Arum.Matanya mendelik, menatap Danu tanpa kedip. Belum lagi jantungnya yang berlompatan tak beraturan. Mantan suaminya ini benar-benar pintar membuat Arum kelimpungan. Perlahan Danu mendekatkan wajahnya siap hendak mencium bibir Arum.Namun, Arum buru-buru menunduk. Ia tidak mau kecolongan lagi seperti tempo hari. Gara-gara ulah Danu itu, ia harus berulang menggosok gigi, berkumur dan yang paling membuat Arum kesal. Dia tidak bisa tidur semalaman.Danu memaklumi penolakan Arum. Mungkin dia terlalu tergesa, tapi Danu sendiri tidak tahu. Dia tidak bisa mengontrol dirinya setiap bersama Arum. Harusnya ini yang dia lakukan dulu saat menjadi suaminya.Lamat-lamat, Danu melepas pelukannya dan memberi jarak di antara mereka. Arum langsung menghela napas lega meski masih menundukkan kepala.“Maaf … aku terlalu cepat, ya?” gumam Danu.Arum tidak menjawab hanya menunduk tak bersuara. Dia sedang sibuk menga
“Kamu masih mencintainya, Arum?” tanya Dokter Sandy kemudian.Arum terdiam, melirik pria berkacamata yang duduk di sampingnya. Dokter Sandy lebih dulu mengenalnya ketimbang Danu. Dia juga tahu ketika Arum dijodohkan dengan Danu saat itu. Bahkan Arum menceritakan kegelisahannya menghadapi pernikahan saat itu.Secara tersirat, Arum menceritakan perasaannya terhadap Danu ke Dokter Sandy. Itu sebabnya Dokter Sandy langsung bertanya seperti itu pada Arum.“Saya senang kalau kamu bahagia, Arum. Namun, saya sangat berharap kamu berpikir ulang jika ingin rujuk dengan Tuan Danu.” Dokter Sandy menambahkan.Ucapan Dokter Sandy kali ini mengejutkan Arum. Ia menoleh dan melihat ke arah Dokter Sandy. Dokter Sandy tersenyum sambil menatap Arum dengan mata teduhnya.“Saya hanya tidak mau kamu terluka lagi dan menyia-nyiakan perasaanmu padanya. Bagaimana kalau dia masih mempunyai hubungan dengan Nadia? Bukankah Nadia penyebab kalian be