“Apa katamu??? RUJUK??” seru Arum.
Danu tidak menjawab, hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala. Tentu saja ulah dan ucapan Danu benar-benar membuatnya terkejut. Kenapa juga Arum jadi ingat dengan pembicaraan Danu dan Nadia tempo hari?
Arum memutar tubuhnya dengan cepat dan memalingkan wajah dari Danu. Semua kebencian tiba-tiba menyeruak masuk ke dalam dadanya. Sepertinya Danu memang sudah merencanakan semua dengan baik. Sekali lagi sifat licik mantan suaminya selalu yang membuat Arum kesal.
Danu selalu bisa mewujudkan apa yang dia inginkan dengan mudah. Bisa jadi mantan suaminya ini memang sudah merencanakan semuanya dari awal. Pilihan yang dihadapi Arum kali ini bagai buah simalakama dan dia menjadi kesal sendiri.
“Aku akan meminta Budi mengurus secepatnya. Tidak lama, kok. Paling hanya butuh beberapa hari saja, setelah itu kita akan melangsungkan pernikahan dan resmi sebagai suami istri lagi.” Danu kembali bersuara dengan sa
“DANU!!! Apa maksudmu?” tanya Tuan Prada.Pria paruh baya yang wajahnya masih terlihat tampan itu tertegun menatap tajam ke arah Danu. Sementara Danu hanya mengulum senyum sambil membalas tatapan papanya.“Papa tahu kamu bukan anak kecil lagi, tapi setidaknya kamu jangan mempermainkan hati wanita. Kamu sudah mengenal Nadia sejak kecil, bahkan kalian tumbuh bersama. Kamu tahu baik buruknya Nadia, jadi tidak salah jika kamu melegalkan hubunganmu dengannya sekarang. Lagipula kalian berdua sama-sama masih single, kan?”Danu tidak menjawab, hanya helaan napas panjang pendek yang keluar masuk dari bibir tipisnya. Tuan Prada terdiam, memperhatikan putra semata wayangnya dengan seksama. Kemudian setelah beberapa saat, pria paruh baya itu kembali bersuara.“Jangan bilang kalau kamu ingin rujuk dengan Arum, Danu?”Danu tidak bereaksi hanya mendongak ke arah Tuan Prada. Untuk beberapa saat dua pasang mata ayah dan anak itu
“Kenapa harus ketemu dia lagi, sih?” gumam Arum.Perlahan tangan Arum terulur dan langsung menekan salah satu tombol di dalam lift membuat lift itu tertutup sempurna. Arum mengabaikan tatapan wanita paruh baya yang berdiri di sebelahnya. Ia tidak mengenalnya dan apa yang baru saja dilakukannya ini adalah salah satu cara menyelamatkan diri dari Danu.Sementara itu Danu menghentikan langkahnya saat melihat lift tersebut sudah menutup. Decak kekesalan keluar spontan dari bibirnya.“Huh!! Sial!!” umpat Danu.Dia baru saja menemui Tuan Arya yang kebetulan menginap di apartemen yang sama dengan tempat Arum tinggal. Karena terlalu asyik berbincang, Danu tidak ingat waktu. Dia baru saja keluar dari kabin apartemen Tuan Arya dan hampir saja bertemu Arum tadi.Selang beberapa saat, Danu sudah berada di parkiran. Ia ingin langsung pulang saja setelah ini. Danu berjalan menuju mobilnya, tapi langkahnya tiba-tiba terhenti di depan sebuah
“Oke, gak masalah. Aku malah senang jika keluar dari sini,” jawab Arum dengan entengnya.Citra tersenyum menyeringai dengan mata menyipit menatap kesal ke arah Arum. Sementara itu Septa berjalan mendekat ke arah Citra dan berbisik di telinganya.“Cit, aku gak yakin dia bisa melakukannya. Buruan kamu hubungi Mas Danu supaya bisa menyelesaikan masalahku ini. Aku gak mau datang terlambat.”Citra manggut-manggut mendengar ucapan Septa. “Iya, tenang saja. Aku akan minta tolong Kak Danu. Kalau dia, memang dari dulu aku tidak suka dengannya. Aku berencana mengusirnya dari sini.”Septa kembali menganggukkan kepala sambil tersenyum menyeringai.“Oke, Arum, aku tunggu kabarnya sampai jam sembilan. Kalau belum ada kabar, lebih baik kamu hengkang dari sini.” Citra kembali menambahkan.Arum hanya menganggukkan kepala, kemudian sudah berjalan sedikit menjauh dari Citra dan Septa. Sementara itu Citra tampak m
“Iya, benar. Anak baru itu yang namanya Arum. Dia bekerja di PH milik Tuan Danu yang baru sebagai fashion desainer,” tutur karyawan tersebut.Seketika mata Citra terbelalak kaget mendengar penuturan gadis di depannya ini. Ia tahu kalau Arum bekerja di PH milik Danu yang baru. Namun, dia tidak menduga Arum akan berada di posisi tersebut.“Kamu gak salah ngomong, kan?” sergah Citra.Gadis berusia 25 tahun itu tampak ketakutan melihat reaksi Citra. Dia tidak habis pikir, mengapa hari ini harus mengalami kesialan menghadapi orang-orang yang penuh amarah?Wajah Citra menegang menahan amarah, bibirnya sudah komat kamit siap memuntahkan ribuan makian. Ia masih berdiri di area lobby sambil mengawasi kamar ganti menunggu Arum keluar bersama Septa. Namun, hingga beberapa lama tidak terlihat Arum keluar dari sana malah Septa yang kini berjalan menghampirinya.“Hai, Cit!! Kamu masih di sini?” sapa Septa dengan senyum terkemb
“Memangnya kamu sudah buat janji dengan Nona Anjani?” tanya Arum.Arum merasa tidak ada janji bertemu dengan Danu hari ini bahkan Lisa tidak memberitahunya tadi. Kenapa Danu tiba-tiba berkata ingin bertemu dengan Anjani?Danu menoleh ke arah Arum dan menggelengkan kepala.“Belum. Aku belum ada janji dengannya, tapi karena aku mengantarmu. Aku pikir dia mau menemuiku nanti.”Arum berdecak sambil melipat tangan ke depan dada. “Dia sangat sibuk, mana mau bertemu orang sebelum janjian.” Arum mengatakannya dengan ketus kali ini.Danu melihatnya dengan alis mengernyit. “Aku rasa Nona Anjani tidak seperti itu. Dia orang yang ramah dan baik. Jadi aku rasa dia akan mau menemuiku apalagi kami membicarakan bisnis kali ini.”Arum menarik napas panjang sambil melihat Danu dengan sudut matanya. Danu mengulurkan tangan menekan tombol lift di depannya. Pintu lift terbuka lagi. Danu masuk lebih dulu sementara A
“Kamu apa-apaan sih, Mas!!” sergah Arum marah.Ia langsung mengibaskan tangan Danu hingga lepas dari cekalannya. Untung saja mereka sudah di dalam ruangan Danu sehingga Nadia dan Citra tidak melihat reaksi Arum ini. Danu menghela napas panjang kemudian berjalan menuju meja, membuka laci lalu mengeluarkan sebuah hand sanitizer semprot.“Aku tadi udah cuci tangan sebelum memegangmu, tapi kalau kamu gak percaya. Nih, pakai!!” Danu mengulurkan hand sanitizer itu ke arah Arum.Arum terdiam beberapa saat. Sepertinya Danu masih ingat dengan phobianya sehingga langsung memberikan hand sanitizer padanya. Perlahan Arum menerima hand sanitizer tersebut. Mungkin lima tahun yang lalu, Arum akan gugup, ketakutan dan bisa saja kejadian tadi memicu jantungnya berdetak lebih cepat.Namun, kini dia sudah baik-baik saja. Arum sudah melalui fase tersebut dengan cukup baik. Meski kadang dia belum bisa berinteraksi dekat dengan orang lain, tapi entah me
“CUKUP!!!” seru Arum.Tangannya kini menangkap tangan Nadia yang melayang di udara hendak menamparnya. Nadia terkesima melihat ulah Arum. Dia tidak menduga Arum akan melakukan hal ini. Padahal setahu Nadia, Arum yang dulu penakut, introvert dan tak berani membalas.“Jangan pernah berani menamparku, kalau tidak ... aku akan membalasnya balik, Nadia.”Nadia mendengus kesal sambil menarik tangannya dari cekalan Arum.“Coba saja kalau berani. Memang kamu pikir kamu siapa. Mas Danu pasti lebih percaya padaku daripada kamu.”Arum mengangguk mengiyakan ucapan Nadia. “Ya, Mas Danu mungkin percaya dengan ucapanmu. Namun, apa dia akan menyangkal jika CCTV melihat hal yang lain. Kamu lupa banyak CCTV di kantor ini?”Nadia terkejut dan terlihat semakin dongkol. Wajahnya merah padam dengan rahang menegang dan gigi yang saling gemelatuk menahan amarah.“Kamu memang sialan, Arum. Penipu ulung. Ak
“Nikah? Dengan siapa?” tanya Arum spontan.Tentu saja pertanyaannya itu kini membuat Danu terkejut. Pria tampan itu tersenyum sambil menatap Arum dengan tajam. Arum lupa kalau kali ini dia berperan sebagai Anjani, tapi meski ia berperan sebagai dirinya sendiri. Tidak seharusnya dia bertanya seperti itu.“Maaf … saya gak bermaksud ingin tahu. Hanya saja ---”“Gak papa. Saya gak marah dengan pertanyaan Anda.” Danu sudah menyahut lebih dulu sebelum Arum menyelesaikan kalimatnya.“Tentu saja saya menikah dengan tunangan saya. Jangan khawatir, Anda pasti saya undang.”Arum tersenyum hambar dan tentu saja Danu tidak bisa melihatnya. Ia sedang mengenakan masker kali ini. Namun, entah mengapa kabar pernikahan Danu kali ini tiba-tiba membuat sesak dada Arum. Dia kembali teringat ucapan Nadia tadi siang dan tanpa sengaja memori lima tahun yang silam terlintas di benaknya.“Apa ini saatnya Ma