#Status_WA_Janda_Sebelah
Bab 2Status NyindirMataku menatap mobil Mas Nicky yang semakin menjauh, dari lantai dua rumahku.
Perasaanku nggak enak. Apa betul tadi Mbak Dahlia dadah dadah sama Mas Nicky. Terus kenapa dia bilang Papa? Nggak mungkin lah, Mas Nicky ada main sama dia. Selama ini, yang kutahu, bahkan Mas Nicky tidak mengenal Mbak Dahlia. Hanya tahu saja.
Aku beranjak dari jendela. Duduk agak lama di bibir ranjang. Ponsel kugenggam di tanganku. Apa sebaiknya, aku bertanya pada Mbak Dahlia saja? Tapi kok rasanya nggak pantas. Ntar dikirain cemburu buta.
Hhh, aku membuang nafas. Mencoba meredam perasaanku yang tiba-tiba tak karuan. Begini saja sudah panas hatiku. Apalagi kalau beneran Mas Nicky selingkuh ya. Nggak sanggup aku.
Kuteruskan ber-make up. Aku harus berangkat ke kantor. Ada internal meeting sama Juna. Setelah berganti baju, aku berjalan keluar menuju rak sepatu. Kuambil sepatu ber-hak tujuh senti ini. Bercermin sebentar. Aku masih cantik dan menarik, nggak mungkin lah Mas Nicky mendua. Bibirku tersenyum sendiri.
Keluar rumah dari pintu depan, aku segera menguncinya. Saat akan menuju garasi, aku mendengar suara Mbak Dahlia berteriak memanggil ART-nya.
"Bik Nah, kereta bayi Naura, tolong masukkan bagasi!"
Aku menghentikan langkah. Mbak Dahlia masih di rumah. Apa sebaiknya, aku bertanya saja ya? Setelah berpikir sebentar, aku memutuskan untuk nyamperin Jendes bahenol itu.
"Permisi, Mbak Dahlia ..."
Aku berjalan memasuki halaman rumahnya. Mbak Dahlia sudah bersiap pergi. Mobilnya lagi dipanasin. Tangan Mbak Dahlia membopong si kecil Naura.
"Eh, Ivonne, tumben kemari. Ada apa?" Mbak Dahlia menyambut dengan senyum. Ck! nggak enak juga nih mau nanya. Tapi nanggung, dah sampai sini.
"Maaf mbak, saya mau tanya. Tapi, tolong jangan salah paham, ya?" Ucapku sopan.
"Tanya aja, Von," perempuan itu mengangguk.
"Tadi aku dengar Mbak Dahlia bilang 'dadah Papa' gitu, waktu mobil Mas Nicky lewat kalau nggak salah. Emm maksudnya apa ya?" Kutatap lekat mata Janda ini.
Raut wajah Mbak Dahlia seketika berubah. Bola matanya bergerak liar, seperti menghindari tatapanku.
"Oh, itu tadi. Emang iya sih. Tapi, aku nggak dadahin Suamimu kok, suwer! Aku cuma nunjuk mobilnya aja. Buat ini lho, bohongin Naura. Soalnya nanyain Papanya terus!" Mbak Dahlia mengecup Pipi Naura anaknya. Gadis kecil itu tersenyum manis. Oh gitu to ceritanya, kepalaku manggut-manggut. Jadi cuma buat pura-pura aja, biar Naura nggak nangis. Masuk akal sih.
"Kamu cemburu, Von?" Tebak Mbak Dahlia sambil mengerling genit.
"Ah nggak, Mbak," jawabku. "Ya, biar nggak ada salah paham aja." Kataku lagi. Bibir Mbak Dahlia tersenyum. Ais! Malu akutu.
"Ya udah Mbak, aku mau kerja dulu," pamitku.
"Iya, Von, aku juga mau ngajak jalan Naura."
Gegas aku keluar dari halaman rumah Mbak Dahlia. Di mobil, aku berpikir, konyol banget sih, aku tadi. Nggak bisa ngontrol rasa cemburu. Pasti si Janda lagi ngetawain aku sekarang.
Sampai kantor agak telat. Bergegas aku ke ruangannya Juna. Kubawa laptop dan berkas yang diperlukan.
"Sorry Jun, agak terlambat." Kataku saat melihat Juna. Seperti biasa, Arjuna hanya mengangguk. Aku mengambil tempat duduk di depan Juna dan mulai berdiskusi.
Intinya, Direktur Juna mau mengambil sebuah proyek besar. Dia minta pendapatku sebagai direktur keuangan. Juga meminta laporan kondisi keuangan perusahaan.
"Kalau gua bilang, ambil aja, Jun. Prospeknya bagus. Kondisi keuangan perusahaan juga sehat. Nggak ada masalah."
"Oke deh, Von, ntar biar aku rapatin lagi ma yang lain." Juna menutup diskusi.
"Jun, kemaren dulu, Tante Yona, ke sini, ngapain?" Tanyaku. Inget waktu itu, Mamanya Juna datang kemari.
"Biasa lah, Mama. Nyuruh gua kawin." Wajah Juna berubah jutek.
"Hahaha, kawin lah!" tawaku berderai. Dari dulu ya, Tante Yona ngejar-ngejar Juna di suruh kawin. Dulu malahan dijodoh-jodohin ma aku. Aku kan cuma nganggep Juna sahabat.
Juna ini, temanku dari SMP dan SMA. Dia ini cowok, tapi lembek. Nggak pernah ikut basket, nggak pernah ikut bolos, apalagi ikut tawuran. Hahaha, bikin ketawa kalau inget jaman sekolah.
Juna berteman denganku karena aku tomboy. Naik motor, aku yang depan. Kalau dia di-bully, aku pasang badan. Sampai lulus SMA, kami berpisah. Aku kuliah di luar kota dan Juna kuliah di luar negeri.
"Von, ntar makan siang ama gua, ya?" Juna mengajakku. "Oke," jawabku sambil lalu. Aku membuka aplikasi hijau di ponselku. Tiba-tiba pingin lihat status terbarunya Mbak Dahlia.
[Pagi-pagi udah dilabrak orang. Nasib jadi Jendes cetar, ya gini. Laki orang pada ngantri] tambah emot ngakak.
Seketika aku meradang, ta*k nih orang!
Ngajak perang!Bersambung
#Status_WA_Janda_SebelahBab 3Ronda"Brengs*k!" Umpatku pelan. Jendes lebay, apa-apa dibikin status! Udah pasti itu nyindir aku. Padahal tadi aku ke sana sopan lhoh, kok malah di jadiin status!"Napa, Von?" Juna menatapku yang kesal. Kugerakkan kepalaku menggeleng tipis. "Kok muka lo kesel?" Kata Juna lagi. Huh! Terpaksa aku bercerita sama Juna. "Tetanggaku lho, ngeselin. Apa-apa dibikin status. Lihat nih, Sekarang nyindir aku!" Kutunjukkan status Mbak Dahlia pada Juna. Lelaki itu membacanya sekilas. "Emang lo ngelabrak dia?" Juna menaikkan kedua alisnya. "Enggak sih, gua cuma nanya." Kataku dengan wajah menekuk. "Tapi lo dateng ke rumahnya?" "Iya, sih ..." "Itu namanya ngelabrak!" Hehe, Juna tertawa kecil. Bibirku mencebik. Masih kesel."Emang napa sih, Von?" Sambil menatap layar laptop di depannya, Juna bertanya padaku. "Tadi pagi, gua kek denger, dia manggil Suami gua. 'Dadah Papa' gitu ... Kaget dong gua!" Ceritaku dengan nada sebal. Juna mengalihkan pandangannya padaku.
#Status_WA_Janda_SebelahBab 4Senyum kecutDadaku kembali panas. Janda ini maksudnya apa ya, kok statusnya selalu mirip-mirip dengan keadaan Suamiku. Baju biru, Mas Nicky pakai baju biru. Makan ayam, Mas Nicky juga ayam. Sekarang capek, Suamiku juga capek. Jadi curiga. TapTapTapSuara langkah kaki sepatu Mas Nicky terdengar menuruni tangga. Aku menatapnya. Jantungku berdebar. Netraku menatapnya terus. Mas Nicky emang ganteng, keren. Bawaannya tenang dan kalem. Wajar kalau bikin Janda kelepek-kelepek. "Yank," Mas Nicky mengulurkan tangannya. "Eeh, iya," aku jadi gugup. Kuambil lengan kemeja Mas Nicky, dan kukaitkan kancingnya. Setelah itu, Mas Nicky duduk di sebelahku dan menikmati sarapan rotinya. Kok aku jadi tegang gini ya? Apa kebetulan lagi, status si Jendes sama kondisi capek Suamiku?"M_Mas, tadi malam Ronda, ya?" Tanyaku bodoh. Mas Nicky mengangguk. Kepala ini ikut mengangguk. "Ada pencuri?" "Nggak!"Tapi kok keknya kamu capek banget gitu?" Aku bertanya datar tanpa e
#Status_WA_Janda_SebelahBab 5Pinjam SuamiTersenyum kecut aku pada Mas Nicky dan Mami Mertua. Meredam sesak di dada, aku menghela nafas berat. Nyesek!"B_baik lah, aku berangkat dulu," ucapku sambil balik badan. Nggak kuat menahan sakit di hatiku. Biar dikatain lebay, gapapa. Kalau mereka beli makanan, aku nggak sesakit ini. Tapi, mereka, terutama Suamiku. Bisa-bisanya makan di rumah Janda itu!Aku mencari tas kerjaku di kamar. Rasanya pingin teriak! Aku diam di kamar sebentar, menata perasaanku yang rasanya semakin sesak. Pingin gelod."Yank, emm, ntar aku makan deh nasgor-nya," sentuhan lembut tangan Mas Nicky menyibak rambutku dari belakang. Aku menggerakkan kepalaku untuk menghindar. "Buang aja!" Sahutku ketus. Kuambil tas dan bersiap keluar kamar. "Jangan gitu lho, yank ..." Suamiku mencoba merayu. Kugigit bibirku, selalu begitu. Aku tak pernah bisa menolak rayuan Mas Nicky. Kepalaku mengangguk tipis.Di kantor, aku lebih banyak diam. Dari dulu pacaran, aku nggak pernah se-ce
#Status_WA_Janda_SebelahBab 6Mertua ManjaNggak bisa dibiarin kalau ini! Aku meradang seketika. Apa-apaan Suamiku mengantar Jendes ke Minimarket. Beli susu lagi! Emang bininya?!"Kenapa Mami biarin Mas Nicky ngantar Janda itu?" Tanyaku kesal. Raut wajah Mami seketika berubah. Dia tahu aku marah. "Cuma sebentar, kok, Von," jawab Mami tersenyum paksa. Huh aku nggak peduli! Jadi gini, kalau nggak ada aku. Janda itu main ke sini, ke rumahku. Gat*l sama Suamiku. Ck! Suara mobil Mas Nicky terdengar memasuki garasi. Gegas aku berjalan ke depan. Akan kulabrak beneran Mbak Dahlia. Jangan dipikir, aku diam, aku nggak berani ya! Mami mengikutiku dengan masih menggendong Naura. Aku dan Mas Nicky berpapasan di depan pintu. Kepalaku melongok ke belakang punggung Mas Nicky. Kok nggak ada siapa-siapa. "Cari siapa, yank?" Mas Nicky tampak bingung. Aku menatapnya tajam. "Mana Mbak Dahlia?" Tanyaku marah. Mas Nicky tampak melempar pandangan ke Maminya. "Udah pulang, dia tadi turun sana," tangan
#Status_WA_Janda_Sebelah 7Orang baik punya masa lalu, orang jahat punya masa depan#Bab_7Ada yang nggak beresMas Nicky diam sebentar, kemudian menjawab,"Baru kemaren dikasih," Bola mataku berputar meliriknya. Seingatku, Mas Nicky pernah bilang nggak mengenal Janda itu deh. Tadi pas ngomong di telepon keknya dah akrab gitu. Mas Nicky manggilnya 'Dahlia' gitu aja. Kalau nggak kenal kan, biasanya ada embel-embel 'Mbak' nya. Hmm.Setelah Suamiku keluar, aku mematikan televisi dan naik ke lantai atas. Mending aku ke kamar. Males bertemu Mami. Duduk di depan meja rias, aku menyisir rambutku. Helai hitam lebat di kepalaku ini sudah terlihat panjang. Model rambutnya, sudah nggak kelihatan. Rencananya, besok aku mau ke salon, merapikan rambut, juga mau aku cat ombre. "Dadah Eyang ... Besok main sini lagi, yaa." Seperti mendengar suara dan tawa Mbak Dahlia deh! Bangkit dari kursi, aku merapat ke jendela. Menyibak sedikit korden, netraku melihat ke bawah. Pemandangannya benar-benar memb
#Status_WA_Janda_SebelahBab 8Anting berlianSepulang dari mengantar Mami, aku meminta Suamiku untuk mengantar ke salon kecantikan langgananku. Aku mau perawatan dan merapikan rambut."Ntar kalau udah selesai, aku telepon, Mas. Jemput aku, ya?" Kataku pada Mas Nicky."Iya, sayang ..." Mas Nicky mengecup pipiku kanan kiri. Wajahku mengernyit, meledeknya manja. Suamiku emang gitu, sukanya nyium."Kamu mau ke mana?" Tanyaku sebelum turun."Mau mampir kantor,""Lhah kan Minggu?""Gapapa, ada yang mau aku kerjakan.""Serah deh, siapa Boss-nya."Keluar dari mobil, aku langsung masuk ke salon. Mobil Mas Nicky juga langsung pergi. Salonnya ramai, kalau Minggu. Untung tadi sudah bikin reservasi.Aku akan memanjakan diriku. Mandi lulur, pijat relaksasi dan potong rambut. Kira-kira tiga jam lah. Aku menulis pesan untuk Suamiku. Ku suruh dia pulang dulu saja kalau udah selesai urusannya di kantor.[Aku lama, Mas. Pulang dulu gapapa kalau kamu udah selesai urusan kantor] tulisku.[Ok] balas Mas N
#Status_WA_Janda_SebelahBab 9Orang baik punya masa lalu, orang jahat punya masa depan#Cintaku_BerkhianatRasanya tenggorokanku tercekat. Buat nelen ludah pun susah. Ini bukan kebetulan lagi. Nggak mungkin ada kebetulan yang bertubi-tubi. Mbak Dahlia, ada hubungan dengan Mas Nicky! Kukatupkan bibirku kuat-kuat. Tangisku hampir pecah di sini. Tanganku bergetar, bahkan seluruh tubuhku. Sesak banget rasanya dadaku. Suamiku berkhianat?Kutaruh ponsel Suamiku di meja. Aku terpekur sendiri. Sekuat tenaga aku berusaha menetralkan perasaanku. Kudengar langkah kaki memasuki ruangan ini. Pasti itu Mas Nicky. Tenang, aku harus tenang. Anggap saja permainan ini baru dimulai. Akan kuikuti permainanmu, Mas! Kita lihat, siapa yang akan tertawa paling akhir! Bau wangi shampoo menguar, saat Mas Nicky mengambil kursi dan duduk di sampingku. Aku masih diam. Rasanya ingin aku bertanya padae Suamiku ini, tentang anting berlian. Tapi, aku menahannya. "Sudah ketemu selisihnya, yank?" Mas Nicky melingk
#Status_WA_Janda_SebelahBab 10Pengkhianat semua kalian!Minggu pagiSengaja aku bangun awal. Pagi ini, aku akan jogging keliling komplek. Mengenakan legging sebatas lutut, kaos dan jaket hoodie dan sepatu kets putih, aku keluar rumah. Berlari kecil, tujuanku adalah ke taman komplek. Biasanya, kalau hari Minggu pagi dan suasana cerah begini, banyak warga yang jalan-jalan pagi lalu bersantai di taman. Biasanya juga, mereka bersama anggota keluarga, atau membawa hewan peliharaan. Mendekati taman, terlihat dari sini, arena bermain dipenuhi oleh anak kecil dan baby sitter mereka. Di sebelah sana ada gazebo ukuran besar. Para Bapak berkumpul di sana. Aku berlari di track memutar dulu. Melewati kumpulan Bapak-Bapak muda, mereka menoleh padaku. "Mbak Ivonne," eh, ada yang manggil. Aku menoleh, tersenyum dan melambaikan tangan. Mereka, tetanggaku. Melewati sekelompok Ibu-ibu muda, aku berbelok. Ikutan ngumpul. Memang aku sudah merencanakan semua ini. Aku akan mencari tahu tentang Mbak