Share

Ada yang tidak beres

#Status_WA_Janda_Sebelah 7

Orang baik punya masa lalu, orang jahat punya masa depan

#Bab_7

Ada yang nggak beres

Mas Nicky diam sebentar, kemudian menjawab,

"Baru kemaren dikasih," 

Bola mataku berputar meliriknya. Seingatku, Mas Nicky pernah bilang nggak mengenal Janda itu deh. Tadi pas ngomong di telepon keknya dah akrab gitu. Mas Nicky manggilnya 'Dahlia' gitu aja. Kalau nggak kenal kan, biasanya ada embel-embel 'Mbak' nya. Hmm.

Setelah Suamiku keluar, aku mematikan televisi dan naik ke lantai atas. Mending aku ke kamar. Males bertemu Mami. 

Duduk di depan meja rias, aku menyisir rambutku. Helai hitam lebat di kepalaku ini sudah terlihat panjang. Model rambutnya, sudah nggak kelihatan. Rencananya, besok aku mau ke salon, merapikan rambut, juga mau aku cat ombre. 

"Dadah Eyang ... Besok main sini lagi, yaa." 

Seperti mendengar suara dan tawa Mbak Dahlia deh! Bangkit dari kursi, aku merapat ke jendela. Menyibak sedikit korden, netraku melihat ke bawah. 

Pemandangannya benar-benar membuatku gerah di kamar ber-AC. Mbak Dahlia, sambil menggendong Naura di pinggang, berdiri berhadapan dalam jarak dekat dengan Mas Nicky dan Mami Mertuaku. Tangan Mami, mencubit pipi chubby Naura. Suara tertawa riang gembira, terdengar sampai sini. Rasanya menusuk sampai jantungku. 

"Mami pulang dulu, Dahlia ..." 

Mami menyodorkan punggung tangannya, Mbak Dahlia menyambut dengan mencium takjim tangan Mami. Pemandangan lain yang menggerus hatiku adalah, Mas Nicky menciumi Naura dengan gemes. Seperti anaknya sendiri! Gadis kecil itu sampai berteriak dan menjauhkan wajahnya. Tawa gembira mereka, kembali terdengar. 

Kututup tirai, tubuhku bersandar di tembok. Ada yang sakit dan berdenyut lewat bersama desir darah di jantungku. Melihat keakraban mereka, rasanya tak mungkin, bila Mami mengaku baru mengenal Jendes gat*l itu.

Ada yang tak aku ketahui sepertinya! Kurebahkan tubuhku di atas ranjang. Sebaiknya, aku mencari tahu, siapa sebenarnya Mbak Dahlia itu. Tapi harus ku mulai dari mana? Aku tak mengenal akrab Mbak Dahlia. Dapat nomornya juga dari grup warga. 

Kalau tiba-tiba aku sok akrab sama dia, kan aneh. Dia juga pasti curiga. Saat sedang berpikir bagaimana cara menyelidiki Mbak Dahlia, Mas Nicky memasuki kamar. 

"Kirain udah tidur, yank." Katanya saat melihatku berbaring di kasur. 

"Belum," jawabku sambil memencet ponselku. Baru jam sembilan kurang. Masih sore buatku. Mas Nicky ke kamar mandi sebentar, kemudian keluar dan berbaring di sampingku. 

"Mas ..." 

Suamiku menoleh, dia merapatkan tubuhnya padaku. "Kenapa?" Tanyanya. 

Seperti biasa, tangannya usil memegang bagian tertentu di dadaku. 

"Geli, ah!" Sungutku. Mas Nicky tertawa, kemudian dia memelukku dengan tangan dan kakinya. Seperti sedang memeluk guling begitu. Kubelai rambut di kepalanya. Suamiku romantis begini, sayang begini, kenapa aku punya pikiran negatif padanya ya? 

Kupandangi wajah Mas Nicky yang terpejam di bahuku ini. Selalu nggak tega untuk berbuat yang menyakiti dia. Kata orang, jangan percaya, kalau Suamimu terlalu baik dan terlalu perfect di depanmu. Bisa jadi, dia sedang menyembunyikan sesuatu. 

Apa benar begitu?

**

Pagi ini, Mami pulang ke Solo. Aku dan Mas Nicky bersiap mengantar ke Bandara. 

Tas Mami dan kardus berisi oleh-oleh, sudah masuk di bagasi. Tinggal berangkat saja. Mami pakai flight jam sebelas. Jam sembilan lebih kami sudah harus berangkat. 

"Sebentar, Nick, Mami mau pamit dulu, sama Dahlia dan Naura." Mami Utari, tanpa basa-basi padaku, berjalan ke luar pagar dan menuju rumah si Jendes.

Sabar Von, sabar! Menguatkan diriku sendiri. Aku masuk saja ke mobil. Duduk di depan, samping kemudi. Tak lama, Mami keluar dari pagar rumah Mbak Dahlia. Raut wajahnya tampak gembira. Aku melongok sedikit, dari sini, terlihat Janda itu berdiri di depan pagar rumahnya dengan menggendong naura. 

Pelan Mobil Mas Nicky berjalan meninggalkan rumah. Melewati rumah si Jendes, tampak dia berdiri di sana. Dengan hanya mengenakan tanktop dan hotpant saja! Kulit putih dan tubuh montoknya terlihat jelas. Huh! Kenapa dia tidak menjaga aurat, padahal statusnya adalah Janda. Bagaimana Suamiku tidak melotot melihatnya. 

"Dadah Eyang!" Serunya dengan memainkan tangan Naura seolah dia yang ber-dadah. Mas Nicky memelankan laju mobil. Kaca jendela terbuka. Mami merapat ke pintu, tangannya keluar dan melambai pada Naura dan Mbak Dahlia. Aku juga terpaksa tersenyum padanya. Kutengok Mas Nicky, dia sama sekali tidak melihat ke si Janda. Pandangannya ke depan, fokus nyetir, dengan kacamata rayban-nya. 

"Huhh, Naura itu menggemaskan banget ya?" Kata Mami setelah mobil keluar komplek. Mami bergeser duduk di belakang kursi kemudi Mas Nicky. 

"Cantik ya, Mam?" Suamiku menimpali. 

"Kek Emaknya, ya?" Tanyaku sambil melirik Suamiku. Kepala Mas Nicky menoleh sedikit padaku, dia tersenyum tipis. Ah yeayy ... senyum  buaya! Aku melengos. 

"Kamu kapan Von, Mami udah pingin nimang cucu darimu nih," ucap Mami sambil bersandar. 

"Hehe, ntar lagi, Mam," jawabku asal. Ditanya kapan punya anak itu, beban lho buatku. Secara aku belum juga ada tanda-tanda kehamilan. Emang baru tujuh bulan sih, aku menikah, masih baru. Tapi, pertanyaan tentang anak, sudah mengusikku. 

"Kalau bisa, anak laki, ya. Jangan perempuan lagi." Kata Mami sambil tertawa. Seketika aku menoleh ke belakang, melihat Mami. 

"Kok, jangan perempuan 'lagi' sih, Mam? Kan, aku sama Mas Nicky belum punya anak?" Tanyaku heran. Giliran Mami yang kaget. Matanya melihat ke spion. 

Secepat kilat, bola mataku berpindah melihat Mas Nicky! Dia juga sedang melihat spion! Meski pakai kacamata hitam, aku tetap bisa melihatnya. 

"Maksud Mami, kan anaknya Kak Astrid~Kakaknya Nicky~ udah dua, perempuan semua. Mami pingin cucu laki-laki, gitu. Iya, kan, Mam?" 

"Iya, betul. Ah, Mami salah ngomong. Maklum udah tua, hihi,"  Mami tertawa pelan. 

Apa iya begitu? Kalian pikir aku bodoh? Tekadku, semakin bulat untuk menyelidiki Mbak Dahlia!

Bersambung 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status