Beberapa warga mulai mendekati Ashraf dan Ridho yang adu jotos. Bukan hanya itu, Ridho pun juga melawan tindakan Ashraf yang secara tiba-tiba itu. Namun setelah itu para warga pun melerai mereka berdua. Mereka berdua dipisahkan oleh warga. "Ada apa ini?" tanya seorang laki-laki berumur dan mendekati Ashraf dan Ridho. "Masalah pribadi, pak," jawab Ashraf enteng. Sementara Ridho meringis saat memegangi sudut bibirnya yang terluka. "Jangan bawa masalah pribadi disini, lebih baik diselesaikan secara kekeluargaan saja," ujar bapak itu menatap satu per satu. "Iya pak," sahut Ashraf dan Ridho secara kompak. Para warga pun meninggalkan mereka berdua. Ashraf yang masih tersulut emosi tak ingin melihat Ridho. Sementara Ridho sudah terduduk lemas di depan musholla. "Maaf, saya tadi tersulut emosi," ujar Ashraf dengan tatapan tajam. Lalu Ridho pun berdiri. "Saya juga minta maaf, ustadz," lalu meninggalkan Ashraf seorang diri. Tak seperti Ashraf yang bisa menahan amarah, namun kali ini d
Balqis tertegun saat melihat seseorang di depannya. Seseorang yang ingin dia jauhi, seseorang yang telah membuatnya kecewa. Seseorang yang sangat Balqis hindari.Ashraf berjalan mendekati Balqis dan berada di tengah-tengah Balqis dan Ridho."Jadi ini alasan kamu pergi?" tanya Ashraf dengan raut kecewa. Balqis memalingkan wajah tak sanggup untuk melihat Ashraf. "Kenapa Ustadz kesini?" ucap Balqis. Bukannya menjawab malah bertanya hal lain.Lalu Ashraf menarik lengan Balqis secara paksa untuk ikut dengannya. "Ustadz Ashraf, lepaskan Balqis," cegah Ridho."Dia istri saya, ingat itu!" hardik Ashraf menunjuk Ridho."Maaf nak, gimana kalau masalahnya diselesaikan dengan kepala dingin saja. Dengan cara baik-baik, takutnya nanti para warga kesini kalau rame-rame seperti ini," ucap Lulu menahan Ashraf yang hendak membawa Balqis pergi."Baiklah Bu, tapi saya mau jangan ada dia disini," ucap Ashraf sembari menoleh ke arah RidhoRidho hanya terkejut dan pasrah mendengar penuturan Ashraf. "Aku p
Seketika oleh-oleh yang Balqis bawa jatuh tepat di depannya. Karena tadi sebelum sampai di rumah Ashaf, mereka berdua menyempatkan diri membeli beberapa oleh-oleh untuk Umi Risma.Seperti bunyi petir yang menyambar, membuat keadaan menjadi hening. Sementara Risma hanya terdiam melihat kejadian itu."Maksud semuanya ini apa Ustadz? Ustadz menjemput saya tapi setelah saya sampai disini malah diberi kenyataan seperti ini," ungkap Balqis menahan sesak di dadanya."Nak Balqis," ucap Risma kendekati Balqis. Sementara Ayra yang melihat itu langsung merasakan cemburu. "Umi, itu tidak benar kan?" tanya Balqis memeluk Risma.Ashraf hanya terdiam melihat kenyataan di depannya. Sangat sulit untuk memutuskan harus bagaimana kelanjutannya."Ashraf, kenapa kamu diam," ujar Ayra mendekati Ashraf."Ayra maafkan aku. Aku tidak bisa," ungkap Ashraf. Tak ingin membuat kekacauan lagi setelah Balqis pergi meninggalkannya kemarin."Kamu sudah berjanji, Ashraf. Jadi Minggu depan kamu harus segera bercerai d
Belum saja rasa lelah itu usai, namun Balqis kembali dikejutkan dengan ucapan Ashraf. Seperti petir di siang bolong, bagai menyambar di permukaan."Maksud Ustadz apa?" tanya Balqis merubah posisinya duduk. Berhadapan dengan Ashraf."Saya pernah berjanji untuk menikahi Ayra setelah perjanjian kita selesai. Tapi saya juga tidak bisa menceraikan kamu," ungkap Ashraf gusar. Frustasi dengan keputusannya sendiri."Ya sudah ceraikan saya saja ustadz, repot banget sih," ucap Balqis mengibaskan jilbabnya."Nggak. Kamu harus sama saya, karena di dalam diri kamu sudah ada benih saya," ucap Ashraf tegas."Cukup Ustadz, jangan bahas itu lagi. Kalau ustadz minta pendapat saya masalah poligami, jelas saya tidak setuju. Wanita mana sih yang mau diduakan. Wanita gila saja sejatinya gak mau diduakan. Apalagi saya yang masih waras. Pilih saja, saya atau Ayra!" cecar Balqis menunjuk Ashraf.Entah Ashraf yang salah waktu berbicara, atau karena memang sudah sepertinya lelah menguasai diri Balqis. Tapi yang
Selama proses mengajar, Ashraf tak bisa fokus. Pikirannya selalu mengingat pasal pembicaraan tadi dengan Gus Rohman. Dimana Gus Rohman menyatakan kalau dirinya semenjak dulu tak menyukai Ashraf. Lalu kenapa dia dulu malah menyetujui pertunangan adiknya dengan Ashraf. Bukankah seharusnya dia bisa menolaknya. "Apa ada yang belum paham?" tanya Ashraf saat mengajar kitab nahwu Shorof. Kitab yang membahas tentang bahasa arab dan cara membaca kitab tanpa harokat."Tidak ada ustadz," jawab santri putra kelas dua tingkat madrasah Tsanawiyah dengan serempak."Baiklah, materi kali ini sampai disini dulu, insyaallah kita lanjut besok," ucap Ashraf. Lalu segera meninggalkan kelas. Dan santri putra kelas itu langsung istirahat karena sudah waktunya jam istirahat.Ashraf langsung memasuki ruangannya, di dalam sudah ada sahabatnya yang sudah duduk sopan di depan kursi Ashraf."Hai bro," sapa Fakih saat Ashraf memasuki ruangan itu dengan wajah datar."Hm," sahut Ashraf langsung duduk dan merapikan m
Acara makan malam diluar menjadi gagal setelah paket misterius itu. Abi Lukman memutuskan untuk tetap di rumah saja, karena paket itu membuat sekeluarga resah. Apalagi Balqis yang sudah ketakutan sebab di paket itu ada foto dirinya yang ditusuk jarum dan darah segar dari tikus.Untuk berjaga-jaga, Abi Lukman juga melapor ke satpam komplek untuk mengecek siapapun orang asing yang memasuki daerah komplek."Baik, Pak," sahut dua satpam kompek yang ditugaskan Abi Lukman untuk lebih meneliti siapapun yang memasuki daerah perumahan permai indah itu."Setelah ini, kamu dan Balqis harus hati-hati. Takutnya peneroror itu bertindak lebih nekad lagi," ucap Lukman pada Ashraf dan juga Balqis. "Iya nak, lebih baik Balqis jangan keluar rumah dulu. Gak boleh sendirian juga, kemana-mana harus sama Ashraf," ujar Risma juga."Baik, Abi, Umi," jawab Balqis.***"Saya mau libur dulu hari ini," ucap Ashraf saat di kamar. Dia baru selesai membersihkan tubuhnya dengan air bersih."Kenapa Ustadz?" tanya Bal
"Ini ada minuman untuk kamu, Balqis. Tadi disuruh pengurus putri buat dikasih ke semua santriwati. Katanya dari puskesmas setempat, biar bisa jaga stamina waktu belajar," ujar seorang perempuan dengan jilbab bergo sedikit panjang."Ini beneran dari pengurus putri?" tanya Balqis mengerutkan dahi. Menerima segelas minuman seperti jamu itu."Iya, kalau gak percaya tanya aja. Semuanya udah minum kok, tinggal kamu. Siapa suruh tadi gak ikut kumpulan," ucap Aulia- teman seangkatan Balqis yang sekarang sudah menjadi tangan kanan Ayra."Oke deh," ucap Balqis lalu langsung meneguk segelas jamu itu hingga tandas.Setelah itu Balqis seperti merasakan sesuatu yang aneh, kepalanya begitu berat dan diapun seperti mengantuk berat.Aulia yang sudah merencanakan sesuatu langsung memapah Balqis, saat itu Balqis masih sedikit sadar. Dan diapun dengan percayanya mengikuti langkah Aulia.Aulia membawa Balqis ke satu kamar yang dilarang untuk dimasuki siapapun kecuali orangnya. Saat sedang kajian kitab mal
Semua pandangan menuju ke Balqis. Seakan tak menyangka apa yang dilihatnya sekarang. Beberapa santri putri tadi yang membully Balqis langsung bungkam sendiri."Sekali lagi kalian ganggu istri saya, saya gak akan segan-segan untuk melaporkan kalian ke pengawas pengurus," hardik Ashraf tetap memeluk pinggang Balqis.Balqis yang merasa dibela, lalu tersenyum menang dan tak lupa memberi satu jempol untuk santri tadi. Semuanya diam saat melihat Ashraf yang tiba-tiba datang dan membela Ashraf."Ba-baik Ustadz," ucap salah satu santriwati tadi dengan gemetar."Minta maaf sekarang juga sama istri saya," perintah Ashraf dengan tegas. Dan itu semakin membuat keributan di ruang lobby. Sampai ada beberapa santri yang bisik-bisik membicarakan Balqis dan ustadz dingin itu."Maaf Balqis, atas kesalahan kami tadi," ucap Sindy- yang menjadi perwakilan minta maaf. Laku mendekati Balqis untuk bersalaman."Hm," sahut Balqis mengangguk pelan. Balqis tak ingin menyalami ketiga orang yang membully-nya. Dan