Semua pandangan menuju ke Balqis. Seakan tak menyangka apa yang dilihatnya sekarang. Beberapa santri putri tadi yang membully Balqis langsung bungkam sendiri."Sekali lagi kalian ganggu istri saya, saya gak akan segan-segan untuk melaporkan kalian ke pengawas pengurus," hardik Ashraf tetap memeluk pinggang Balqis.Balqis yang merasa dibela, lalu tersenyum menang dan tak lupa memberi satu jempol untuk santri tadi. Semuanya diam saat melihat Ashraf yang tiba-tiba datang dan membela Ashraf."Ba-baik Ustadz," ucap salah satu santriwati tadi dengan gemetar."Minta maaf sekarang juga sama istri saya," perintah Ashraf dengan tegas. Dan itu semakin membuat keributan di ruang lobby. Sampai ada beberapa santri yang bisik-bisik membicarakan Balqis dan ustadz dingin itu."Maaf Balqis, atas kesalahan kami tadi," ucap Sindy- yang menjadi perwakilan minta maaf. Laku mendekati Balqis untuk bersalaman."Hm," sahut Balqis mengangguk pelan. Balqis tak ingin menyalami ketiga orang yang membully-nya. Dan
Balqis begitu gugup saat Ashraf menatapnya. Nafas mereka sudah bergemuruh. Seolah-olah dunia adalah milik mereka berdua, mereka benar-benar dilanda gairah yang lebih besar.Suatu sore yang panas, dimana ada dua orang yang sedang memadu kasih. Ini bukan pertama kalinya mereka melakukannya. Tapi ini yang kedua kalinya. Mereka sangat menikmati dan rukun. Berbeda dengan saat pertama kali melakukannya, mereka berada di bawah pengaruh obat-obatan. Tapi sekarang karena mereka saling menyukai. Suka atau tidak, mereka melakukannya atas kemauan mereka sendiri.Setelah sekian lama berlangsung, kini Ashraf sudah selesai membersihkan dirinya. Dan di kamar mandi masih ada Balqis yang menempel di air hangat. Ashraf pun mulai mengenakan pakaian yang sama karena sebelumnya mereka belum sempat mengambil baju ganti.Balqis keluar dengan memakai handuk yang disediakan pihak hotel. Lalu Ashraf yang melihatnya tersenyum. Betapa tidak, ia selalu membayangkan tubuh indah istrinya.“Terima kasih untuk itu,” u
Lupakan saja, maaf aku barusan kelewatan," ucap Ridho akhirnya sebab Balqis hanya terdiam tak mampu menjawabnya."Aku minta maaf, Ridho," ungkap Balqis dengan mata yang sudah mengembun. Sementara Ridho sudah nampak lelah dengan tuduhannya sendiri.Langit yang sedang cerah menyinari bumi. Sangat terang sekali bahkan pesantren Al-fatah pun terlihat bersinar saking terangnya langit oleh matahari di siang ini.Kedua insan itu saling terdiam, bahkan mereka lupa siapa yang memulai dan dengan cara apa mereka harus mengakhirinya. Ridho yang bingung dengan perasaannya sendiri dan Balqis yang sudah tak mampu untuk melakukan apapun. Namun saat Balqis hendak meninggalkan Ridho lalu tiba-tiba ada seorang perempuan yang tak asing. Dan ternyata di belakang perempuan itu juga ada beberapa perempuan lagi."Apa-apaan ini?" tanya Ayra bersama beberapa pengurus santri putri mendekati Balqis yang sedang berbicara dengan Ridho.Balqis memutar bolanya malas. Balqis sudah lelah dengan kedatangan Ayra. Semen
"Cepat persiapkan diri kamu Ayra. Abah sudah memberikan kesempatan untuk kamu kemarin. Dua hari lagi kamu akan berangkat ke Jawa Timur dan kamu akan menempuh pendidikan agama di sana," ucap Kyai Zulkifli kepada Aira dengan tatapan serius. Sementara Aira terlihat sangat kesal dengan keputusan sang Abah."Aira tetep gak mau Abah, Ayra mau di sini aja bantu abah buat ngurus pesantren putri," sahut Aira dengan menghentakkan kakinya."Keputusan Abah sudah bulat kamu jangan melanggar lagi. Kalau sampai kamu menolak keputusan Abah ini, kamu gak akan Abah urus lagi," titah Kyai Zulkifli dengan tegas."Baik jika itu mau Abah, Ayra akan turuti permintaan Abah," ucap Aira akhirnya lalu bergegas meninggalkan Kyai Zulkifli.***Hari ini perlombaan akan dimulai di pesantren Al Fatah. Bentuk sistem perlombaan hari ini yaitu perlombaan antar sesama kelas dan juga jurusan. Jadi setiap tingkatan akan diperlombakan yang nantinya, bagi yang menang akan menjadi perwakilan pesantren Al Fatah untuk lomba di
Keributan di kamar Muhajir, dimana terlihat Gibran dengan seorang teman satu kamarnya sedang berkelahi. Lalu Ustadz Mahmud datang untuk memisahkan mereka berdua. Sebab sedari tadi teman yang lainnya tak mampu melerai perkelahian itu.Ujung bibir Gibran sudah terluka, dan temannya yang bernama Iqbal itu juga terluka di bagian dagunya. Cukup lama mereka baku hantam sebab suatu masalah yang mereka perdebatkan."Ada apa ini? Kenapa kalian sampai berkelahi seperti tadi," tanya Ustadz Mahmud memegang kedua tangan santri kelas sebelas jurusan PK itu.Gibran meringis tatkala menyentuh ujung bibirnya. Begitupun Iqbal yang tak kalah kesakitannya juga. Perkelahian itu membuat beberapa ustadz dan pengurus menghampiri kamar Muhajir itu. Dan beberapa santri putra yang juga masih belum istirahat."Salah paham, Ustadz," jawab Gibran dengan melirik Iqbal yang membuang wajahnya."Ya sudah, kalian berdua ikut saya ke ruang pengurus," ucap Ustadz Mahmud lalu keluar dari kamar Muhajir. Diikuti oleh Gibran
Sepanjang malam Balqis tak dapat tidur. Matanya terasa berat, meskipun sedari tadi dirinya sudah mengantuk. Namun Balqis selalu mengingat ucapan Ashraf saat tertidur. Pikiran Balqis jadi berkelana dan itu membuat Balqis kesusahan untuk sekedar berbaring."Kamu belum tidur?" tanya Ashraf tiba-tiba saat dia terbangun.Balqis hanya menggeleng. Dia tetap berada di meja belajarnya. Tanpa melihat ke arah Ashraf. "Belum," jawab singkat Balqis.Ashraf yang baru sadar belum sepenuhnya bisa mengerti gelagat aneh Balqis. Namun Ashraf berdiri dari kasurnya dan mendekati sang istri. "Ayo tidur, sudah jam satu malam," ajak Ashraf mengusap bahu Balqis.Balqis terlihat menghindar dari Ashraf. "Iya," sahut Balqis lalu membaringkan diri di kasur empuk itu.Ashraf terlihat heran dengan tingkah laku Balqis yang tak seperti biasanya. Namun Ashraf tetap berpikir positif dengan sikap Balqis saat itu."Kalau ada masalah, cerita ke saya. Jangan disimpan sendiri," titah Ashraf saat memasangkan selimut ke tubuh
Kedua kalinya ridho dan Ashraf bertengkar. Emosi Ashraf memuncah tatkala Ridho selalu menyudutkan Gibran. Dan untuk yang kesekian kalinya Ashraf memukul Ridho kembali di hadapan banyak santri dan banyak pengurusan Tri putra lainnya. Ridho terbangun dengan sudut dagunya yang memar. Jangan sengaja Ridho tak membalas perbuatan Ashraf. “Jaga ucapanmu Ridho, adik saya tidak pernah seperti itu,” ucap Ashraf dengan menahan amarahnya. “Tapi perkataan saya itu benar, kan. Ustadz Ashraf?” tanya Ridho kembali dengan senyuman samar. Namun Fakih sudah memegangi Ashraf agar tak meluapkan emosinya kembali kepada Ridho. “Maaf Ustadz Ridho, tuduhan Ustadz dan juga Iqbal itu tidak benar. Saya tidak pernah berbuat curang meskipun kakak saya menjadi ustadz disini atau bahkan menjadi ketua panitia pengurus lomba. Mungkin saja Iqbal merasa iri dengan saya lalu menunduh saya dengan tidak-tidak,” ucap Gibran melirik Iqbal yang terlihat sebal. Jika Ashraf langsung ingin menghabisi orang yang telah menudu
Awalnya mendengar berita itu Ashraf begitu bahagia. Namun saat dokter wanita itu menjeda kalimatnya Ashraf dan Umi Risma kembali khawatir."Tapi, kandungan ibu Balqis sedang lemah Pak. Itu disebabkan oleh kelelahan dan terlalu banyak berpikir. Ini sangat bahaya buat janin," ucap dokter itu menjelaskan."Ouhh, iya dok, nanti saya akan menjaga istri saya lagi beserta kandungannya," ungkap Ashraf melihat sang ibu yang juga bangga dengan menantunya yang akhirnya hamil."Iya pak, selamat sekali lagi. Istri Bapak, ibu Balqis telah hamil. Usia kandungannya sudah tiga Minggu," sahut Dokter itu menyalami Umi Risma."Sama-sama dok," jawab Ashraf.Lalu dokter itu pun meninggalkan ruangan itu. Sementara Balqis masih terbaring di Brankar. Laku Balqis berusaha untuk bangun. Ashraf pun dengan sigap untuk membantu Balqis."Selamat ya Nak, Umi ikut senang mendengarnya. Ya kamu harus bisa menjaga kandungan kamu, kamu nggak boleh lagi banyak pikiran, nggak boleh sering sendiri nggak boleh sering melakuk
Setelah empat tahun semenjak kelahiran ketiga anak kembar Balqis dan Ashraf. Akhirnya Ashraf mampu membuat pesantren sendiri. Bermodalkan dari usahanya yang sukses semakin berkembang besar dan jerih payahnya atas dakwahnya yang berhasil membuat banyak orang mengenalnya. Dari sanalah, Ashraf membangun relasi yang banyak dan kuat. Pesantren Al Muhajirin yang bertepatan di kota Semarang. Pesantren yang masih memiliki beberapa ratus santri. Karena memang baru berdiri sekitar dua tahunan. Merupakan pencapaian terbesar untuk Ashraf dan Balqis.“Kyai Ashraf, tamunya sudah datang. Beliau sedang menunggu di Masjid,” ucap seorang pengurus putra menemui Ashraf di ruang khusus tempat Ashraf beribadah.“Setelah ini saya kesana,” kata Ashraf menyudahi dzikirnya. Lalu segera menuju ke rumah yang berada di ujung pertengahan antara asrama putra dan asrama putri.“Humairah,” panggil Ashraf memasuki kamarnya. Pandangan pertama yang dilihat ialah ketiga putranya yang sedang belajar menulis bahasa arab d
Satu tahun kemudian, Gibran lulus madrasah Aliyah dan dia berhasil mendaftar kuliah di universitas luar negeri. Yaitu Universitas Cairo, Mesir. Dengan mengambil jurusan Tafsir Hadits. Perasaan terharu oleh kelas sebelas PK A. Saat ini mereka sedang merayakan kelulusannya di asrama putra. Setelah acara resmi kelulusan mereka oleh pesantren Al Fatah.“Bye bro, setelah ini kamu akan merindukan aku,” kata Andre dengan menyalami satu per satu temannya. Semuanya pun tertawa ngakak karena ekspresi Andre yang hampir mau menangis.“Sampai bertemu di waktu lain, bro,” ucap Gibran pada Andre sambil menepuk bahu Andre berkali-kali.“Siap bro, kamu semoga sukses ya,” kata Andre pada Gibran. Mereka semua melakukan pelukan persahabatan. Acara sederhana di kantin asrama putra itu. Mereka makan bersama sambil merencanakan rencana yang akan mereka lakukan setelah lulus. Lalu Ashraf datang bersama dengan Fakih. Sudah agak lama Ashraf tak berkunjung ke Al Fatah. Paling hanya kalau mau ketemu Gibran atau
Ashraf membawa Balqis di suatu tempat tak jauh dari gang komplek rumahnya. Mereka berdua pergi dengan menggunakan motor. Terlihat begitu mesra saat Balqis memeluk Ashraf dari belakang. Ashraf pun terlihat memperlakukan Balqis dengan sebaik mungkin. Memasangkan helm dan juga membantu Balqis naik dan turun dari motor.Setelah sampai di gedung yang tak seberapa besar itu. Mereka pun sama-sama turun. Memasuki gedung itu sambil bergandengan tangan. Tak ada yang berniat untuk melepas gandengan tangan keduanya. Disana mereka sudah disambut dengan beberapa orang. Ada Fakih dan Bagas dan beberapa ibu-ibu yang memakai baju yang seragam warnanya. Mereka semua tersenyum menyambut kedatangan Ashraf dan Balqis.Lalu mereka berkumpul di satu ruangan yang sama. Ada beberapa bapak-bapak yang juga cukup berumur.“Hari ini adalah pembukaan untuk bisnis kuliner kering, ini Ashraf selamu owner. Semoga bisnis kita lancar,” ucap Fakih membuka pembicaraan. Semuanya tampak memperhatikan dengan baik setiap pes
Ayra memutuskan untuk mempunyai hobi baru dan memilih untuk hidup lebih mandiri lagi. Semenjak hari itu Ayra benar-benar memikirkan nasibnya lagi. Mencoba untuk melupakan semua kenangannya dengan Ashraf. Bahkan semua hal tentang Ashraf, Ayra sudah buang jauh-jauh. Seperti hari ini Atra memilih untuk ke pentas seni lukisan di sekitar Jakarta Timur. Sebab Ayra memang punya hobby yang pernah dia tekuni yaitu suka melukis.Tampilan beberapa seni lukis yang di pajang di lorong-lorong menuju ruangan bazar seni lukis itu. Ada banyak tampilan lukisan dari berbagai penulis besar. Banyak orang yang hadir termasuk para penikmat lukis dan juga beberapa orang yang ingin belajar khusus di seni lukis.“Ning Ayra,” sapa seorang laki-laki dengan pakaian khas santri. Para santri Al Fatah memang se konsisten itu tentang pakaian ke santriannya. Baik itu masih menjadi santri maupun sudah menjadi alumni santri.Ayra menoleh dan melihat laki-laki itu dengan cermat. Namun Ayra sedikit lupa laki-laki itu siap
Balqis menepuk-nepuk punggung putranya dengan bergantian. Sebab salah satu menangis maka keduanya juga ikut menangis. Karena mereka sedang tertidur jadi bangun karena salah satunya ramai karena menangis.“Cup cup cup, ayo anak ibu, diemnya jagoan. Ibu lagi sendirian soalnya, ayah lagi ada urusan. Ayo mana anak Sholeh kok cengeng sih, ayo diam, kalian kenapa sih nak? Mas Ashraf, angkat dong,” ucap Balqis seorang diri sambil menenangkan ketiga buah hatinya. Dan juga sambil berusaha menghubungi Ashraf. Karena panggilannya tak diangkat sudah beberapa kali.Lalu Ashraf tiba-tiba masuk ke kamar dengan terburu-buru dan langsung menggendong satu per satu putranya. “ Maaf Humairah, tadi hpnya ke silent, jadi ga kedengaran waktu kamu nelfon. Maaf ya anak-anak ayah, ayah telat datengnya. Sekarang tenang ya, kasian ibu kamu pasti capek,” kata Ashraf sambil menggendong anaknya. Satu per satu dan sampai mereka semuanya tenang. Baru Ashraf taruh kembali ke ranjang tempat tidurnya.“Gak apa-apa kok M
Balqis memberikan asi pada ketiga putranya. Dengan sangat pelan dan bergantian, putranya pun terlihat sangat menikmati. “Mas, liat anak-anak kita, dia semakin gembul ya,” ujar Balqis menunjukan salah satu putranya pada Ashraf yang sedang berkutat dengan laptopnya.“Iya Humairah, mirip kamu ya kalau gembul gini,” kata Ashraf sambil menoel-noel pipi putra-putranya. Anak pertama dipanggil Adam anak kedua dipanggil Idris dan anak ketiga dipanggil Ibrohim. Semua itu nama-nama yang diberikan oleh Ashraf. Karena memang dari jauh-jauh hari mereka mempersiapkannya. Ashraf sangat senang dengan pemberian nama itu kepada ketiga putranya. Sebab dia tak menyangka kalau akan dikarunia langsung tiga putra yang sangat menggemaskan. Sementara Balqis memang menyerahkan nama-nama untuk anaknya kepada sang suami.“Humairah, saya izin mau bertemu dengan teman saya. Mau bahas seputar bisnis, boleh?” tanya Ashraf meminta izin untuk pergi keluar.Balqis meletakkan bayinya di ranjangnya. “Iya Mas, hati-hati y
Abi Lukman tertawa melihat Ashraf yang sangat antusias saat pembahasan tentang pembuatan pesantren. “Raf, sebegitunya pengen buat pesantren? Tapi kan anak-anakmu masih sangat kecil, kamu juga masih terlalu muda. Apa kamu sanggup untuk menanggung semua itu?” tanya Abi Lukman.Ashraf menggaruk kepalanya, sedikit tak yakin dengan keinginannya sendiri untuk langsung membangun pesantren. “Ashraf pengen, Abi, tapi Ashraf belum tau apa sanggup untuk melakukan semuanya itu. Menurut abi, Ashraf harus gimana?” ucap Ashraf tak mampu menentukan pilihannya sendiri.“Begini nak, kamu cari pekerjaan dulu, cari pekerjaan yang sesuai yang sekiranya tak menganggu waktu, sebab anak kamu masih kecil. Sebenarnya yang kata Abi itu bisa buat pesantrennya, itu mau Abi bantu modal. Tapi kan kamu pasti gak mau buat dibantu secara permodalan, ya sudah kamu usaha dulu, anak-anakmu masih kecil dan butuh biaya yang cukup besar. Butuh nutrisi dan perawatan yang bagus,” kata Abi Lukman.Ashraf mengangguk setuju. “Ba
Abi Lukman meminta keamanan untuk memisahkan Fakih dengan Dzaki yang belum juga menyelesaikan perdebatannya. Keduanya dipisah dan dijauhkan. Lalu keadaan kembali normal. Meskipun beberapa orang masih menyinggung ucapan tadi. Namun Ashraf dan Balqis tetap bersikap tenang. Tak ingin keadaan semakin kacau.“Urusan kita belum selesai, tunggu pembalasanku,” ucap Dzaki di luar halaman sedang bersama Fakih. Mereka berdua tetap berdebat di luar halaman rumah Ashraf.“Ouhh, ngancem ceritanya nih, ya jangan nyesel aja kalau nanti kalah sendiri. Tapi ingat ya, Dzaki, kamu gak berhak ikut campur urusan Ashraf, awas saja kalau sampai seperti tadi. Akan ku buat kamu menyesal seumur hidup!” ancam Fakih karena kesabarannya sudah habis.Dzaki tak menjawab, amarahnya juga sama memuncak. Lalu Ashraf datang seorang diri menghampiri Dzaki dan Fakih yang belum selesai juga. “Ustadz Dzaki, jangan berbuat seperti itu lagi. Saya tau maksud anda, anda iri dengki kan sama saya, tapi itu kan sudah hal masa lalu
Ashraf tersadar dari tidurnya karena benturan tadi cukup keras. Ashraf berdiri dan merasakan nyeri di lengan dan dengkulnya sendiri. “Astaghfirullah, kenapa bisa jatuh, aduh, luka nih,” keluh Ashraf sambil mengusap lengannya.“Kasian, xixixi,” sindir dari seorang perempuan yang duduk di atas tempat dirinya dirawat.Ashraf menoleh pada suara itu. Ashraf langsung berdiri dan matanya sampai melotot tajam. Ashraf seperti tak percaya melihat perempuan di depannya itu. Pemandangan yang sangat ingin Ashraf lihat.“Ini pasti mimpi,” ucap Ashraf mengucek kedua matanya. Sambil lalu tak memperhatikan kehadiran perempuan itu.“Mas Ashraf, sakit ya?” tanya perempuan itu sambil memberikan ASI-nya pada salah satu bayi mungil.“Ya Allah. Hamba memang belum ikhlas, tapi kenapa ini sangat nyata,” ucap Ashraf memijit pelipisnya sambil mondar mandir tak mau melihat perempuan itu.“Mas, ada apa sih? Gak kangen gitu sama aku, ini loh, anaknya lagi minum asi. Lucu kan?” ucap perempuan itu masih sambil terse