Sepanjang malam Balqis tak dapat tidur. Matanya terasa berat, meskipun sedari tadi dirinya sudah mengantuk. Namun Balqis selalu mengingat ucapan Ashraf saat tertidur. Pikiran Balqis jadi berkelana dan itu membuat Balqis kesusahan untuk sekedar berbaring."Kamu belum tidur?" tanya Ashraf tiba-tiba saat dia terbangun.Balqis hanya menggeleng. Dia tetap berada di meja belajarnya. Tanpa melihat ke arah Ashraf. "Belum," jawab singkat Balqis.Ashraf yang baru sadar belum sepenuhnya bisa mengerti gelagat aneh Balqis. Namun Ashraf berdiri dari kasurnya dan mendekati sang istri. "Ayo tidur, sudah jam satu malam," ajak Ashraf mengusap bahu Balqis.Balqis terlihat menghindar dari Ashraf. "Iya," sahut Balqis lalu membaringkan diri di kasur empuk itu.Ashraf terlihat heran dengan tingkah laku Balqis yang tak seperti biasanya. Namun Ashraf tetap berpikir positif dengan sikap Balqis saat itu."Kalau ada masalah, cerita ke saya. Jangan disimpan sendiri," titah Ashraf saat memasangkan selimut ke tubuh
Kedua kalinya ridho dan Ashraf bertengkar. Emosi Ashraf memuncah tatkala Ridho selalu menyudutkan Gibran. Dan untuk yang kesekian kalinya Ashraf memukul Ridho kembali di hadapan banyak santri dan banyak pengurusan Tri putra lainnya. Ridho terbangun dengan sudut dagunya yang memar. Jangan sengaja Ridho tak membalas perbuatan Ashraf. “Jaga ucapanmu Ridho, adik saya tidak pernah seperti itu,” ucap Ashraf dengan menahan amarahnya. “Tapi perkataan saya itu benar, kan. Ustadz Ashraf?” tanya Ridho kembali dengan senyuman samar. Namun Fakih sudah memegangi Ashraf agar tak meluapkan emosinya kembali kepada Ridho. “Maaf Ustadz Ridho, tuduhan Ustadz dan juga Iqbal itu tidak benar. Saya tidak pernah berbuat curang meskipun kakak saya menjadi ustadz disini atau bahkan menjadi ketua panitia pengurus lomba. Mungkin saja Iqbal merasa iri dengan saya lalu menunduh saya dengan tidak-tidak,” ucap Gibran melirik Iqbal yang terlihat sebal. Jika Ashraf langsung ingin menghabisi orang yang telah menudu
Awalnya mendengar berita itu Ashraf begitu bahagia. Namun saat dokter wanita itu menjeda kalimatnya Ashraf dan Umi Risma kembali khawatir."Tapi, kandungan ibu Balqis sedang lemah Pak. Itu disebabkan oleh kelelahan dan terlalu banyak berpikir. Ini sangat bahaya buat janin," ucap dokter itu menjelaskan."Ouhh, iya dok, nanti saya akan menjaga istri saya lagi beserta kandungannya," ungkap Ashraf melihat sang ibu yang juga bangga dengan menantunya yang akhirnya hamil."Iya pak, selamat sekali lagi. Istri Bapak, ibu Balqis telah hamil. Usia kandungannya sudah tiga Minggu," sahut Dokter itu menyalami Umi Risma."Sama-sama dok," jawab Ashraf.Lalu dokter itu pun meninggalkan ruangan itu. Sementara Balqis masih terbaring di Brankar. Laku Balqis berusaha untuk bangun. Ashraf pun dengan sigap untuk membantu Balqis."Selamat ya Nak, Umi ikut senang mendengarnya. Ya kamu harus bisa menjaga kandungan kamu, kamu nggak boleh lagi banyak pikiran, nggak boleh sering sendiri nggak boleh sering melakuk
"Ayra!" teriak Ashraf langsung mendekati Balqis yang sudah terhuyung ke belakang."Dasar wanita gak tau diri! Bisa-bisanya kamu sudah hamil anak Ashraf. Kurang ajar kamu Balqis, kamu sudah membuat semua harapanku kacau, Balqis. Aku benci kalian berdua!!" pekik Ayra dengan nafas memburu."Astaghfirullah, Ayra kenapa kamu ada disini? kamu tidak sopan Ayra!" protes Ashraf sambil membantu Balqis untuk duduk.Balqis memegang pipinya yang berdenyut sebab tamparan Ayra yang begitu cepat dan keras. Balqis terdiam untuk beberapa waktu memegangi pipinya. Tangisannya luruh, bukan karena perkataan Ayra yang menyakitkan. Tapi karena tamparan itu yang memang sangat terasa nyeri di pipi kanannya."Aku tidak peduli, dia yang lebih tidak sopan. Dia telah mengandung anakmu Ashraf? Munafik kamu Ashraf!" sindir Ayra menatap Balqis dan Ashraf dengan tatapan benci."Kamu tidak apa-apa kan Balqis? tenangin diri kamu dulu. Saya akan menyelesaikan ini semua," pinta Ashraf mengelus pipi Balqis yang telah kemer
"Akan saya pertimbangkan kembali, Ning," jawab laki-laki itu dengan santainya lalu menyulut sebatang rokok."Ini kesempatan kembali untuk kamu, Ridho. Jangan sia-sia kan tawaran saya. Rebut kembali Balqis dari Ashraf, kamu pasti tau kalau Balqis tak pernah bahagia dengan Ashraf. Dia hanya dimanfaatkan untuk menutupi aib Ashraf," ungkap Ayra dengan tatapan membenci. Perbincangan kedua orang itu tak ada yang tau. Sebab mereka hanya berdua tanpa pendamping siapapu. Ayra yang biasanya kemanapun selalu bersama Aulia, kini dia harus sendiri. Karena penyembunyian sebab dia kabur secara sembunyi dari pesantren Darussalam dengan alasan bertemu saudara untuk beberapa hari."Baik Ning Ayra, saya akan merebut kembali Balqis. Ini demi kebahagiaan Balqis sendiri," ungkap Ridho akhirnya lalu langsung berdiri dan pamit undur diri.Ayra tersenyum puas mendengar keputusan Ridho. Sebab inilah rencana yang dia rancang untuk saat ini. Mengadu domba antara Ridho dan juga Ashraf."Baguslah!" sorak Ayra den
Kyai Zulkifli Hasan, beliau seorang salah satu ulama di Jakarta Timur. Beliau merupakan murid dari Kyai Ja'far yang merupakan seorang alim lulusan dari Cairo, Mesir. Kyai Zulkifli berguru kepada Kyai Ja'far sejak dari Madrasah Tsanawiyah di pesantren Nurul Amin yang didirikan oleh Kyai Ja'far. Lalu Kyai Zulkifli melanjutkan mencari ilmu ke Universitas Taibah yang merupakan Universitas di Madinah. Lalu setelah selesai menuntut ilmu dan merasa cukup dengan ilmunya, barulah Kyai Zulkifli membangun pesantrennya sendiri. Yaitu pesantren Al-fatah yang sudah berdiri dua puluh dua tahun. Dan sekarang santri dan santriwati beliau mencapai belasan ribu. Sungguh pencapaian yang luar biasa.Sebelumnya, Kyai Zulkifli mempunyai seorang teman akrab pada saat beliau masih Madrasah Aliyah. Teman satu kelas dan juga satu blok kamar. Teman yang juga sama sukanya dalam menuntut ilmu. Namun setelah Kyai Zulkifli menuntut ilmu ke Madinah, mereka berdua berpisah. Hingga suatu hari mereka dipertemukan kemba
Mobil Ashraf berhenti di sebuah Villa yang berada di tengah bukit di Bogor. Pemandangan yang begitu indah dan udara yang sejuk. Membuat siapapun yang datang ke tempat itu pasti akan suka. Pepohonan dan tumbuhan hijau yang begitu banyak. Membuat semua terasa asri dan kehidupan desa yang menyegarkan. Terdapat juga beberapa kebun teh yang sangat luas dilihat dari Villa itu."Kita kesini?" tanya Balqis dengan ambisius menuruni mobil Ashraf. Lalu merentangkan kedua tangannya. Menghirup udara sehat sebanyak-banyaknya. Sebab di kota besar dia tak akan merasakan nikmat seperti ini."Iya, kita akan disini untuk beberapa hari. Saya ingin kamu istirahat dari semua masalah yang telah kamu lewati," ucap Ashraf memegang kedua pundak Balqis.Balqis tersenyum manis, rasanya seperti mimpi bahwa sekarang dia sudah diterima oleh seorang Ashraf yang dulunya begitu dingin dan cuek. Ternyata setelah cukup lama bersamanya, Ayra paham kalau Ashraf tak sedingin itu."Terima kasih," ucap Balqis. Lalu Balqis ke
Balqis terhenyak dengan pertanyaan wanita itu. Semua orang terdiam menunggu respon Balqis yang lagi kebingungan. Udara sejuk di kebun teh itu berubah menjadi angin yang mencekam. Padahal yang dikatakan wanita itu tak benar. Namun Ashraf yang memahami kondisi istrinya lalu menjawab pertanyaan wanita itu."Alhamdulillah kami menikah sudah dari dua bulan yang lalu. Dan istri saya sekarang memang hamil, usia kandungannya masih tiga Minggu," sahut Ashraf menjawab pertanyaan wanita itu dengan dingin."Ouhh, iya tuan iya. Saya kira hamil duluan, soalnya kan sekarang banyak kasus yang begitu. Hamil duluan baru nikah, anak muda zaman sekarang ya," ucap wanita itu tersenyum kecut mencoba mencairkan suasana.Namun beberapa pekerja lainnya malah geleng-geleng dengan tingkah wanita itu yang berlebihan terhadap Ashraf yang notabene nya anak dari bos mereka sendiri."Lain kali jangan asal ngomong Bu, takutnya jadi fitnah kalau gak bener. Saya ini bukan orang yang seperti itu," peringat Ashraf dengan