Yolla mengangguk paham dan segera berjalan pergi ke ruangannya sendiri. "Wahh ..." Yolla membelalakkan kedua matanya dengan mulut menganga saat melihat sebuah buket bunga cantik yang bertengger manis di atas meja kerjanya. "Bagus banget!" Yolla bergegas memeriksa buket bunga itu dan tidak menemukan siapa nama pengirimnya. Mendadak ponsel Yolla berdering nyaring dan dia langsung mengangkatnya. “Halo, Pak Callisto ...?” “Anda suka kiriman saya?” Terdengar sara Callisto bertanya tanpa basa-basi. “Bunga ini dari Anda?” tanya Yolla terkejut. “Iya,” sahut Callisto. “apa Anda suka?” “Suka sekali, terima kasih ...” ucap Yolla tanpa berbelit-belit. “Mawarnya kalem, merah muda ... cantik sekali.” “Minggu depan rencananya saya ingin ke dokter pertama yang direkomendasikan Sisty,” ujar Callisto lambat-lambat. “anda tidak tersinggung kan?” “Oh, tentu saja tidak!’ sahut Yolla cepat-cepat. “Anda bebas mau ke dokter manapun, saya hanya bantu menyarankan.” “Kalau begitu ... apa
“Sudah tahu mau bertemu dokter siapa?” tanya Yolla yang malam itu mengenakan atasan dan rok sepan warna navy. “Sudah,” angguk Callisto sambil menutup pintu mobilnya rapat-rapat, setelah itu dia menarik tangan Yolla agar mengikutinya masuk ke dalam rumah sakit. Yolla tidak ingin berlebihan menanggapinya, tapi dia merasakan ada banyak sekali kupu-kupu beterbangan di perutnya hanya karena Callisto memegang tangannya saja. “Anda sudah bikin janji?” tanya Yolla demi mengatasi perasaan berdesir-desir ini. “Belum, saya cuma sudah tahu nama dokternya siapa.” Callisto menyahut datar dan Yolla tidak berani bertanya apa-apa lagi. Callisto melepas tangannya ketika mereka hampir sampai di depan bagian informasi. Pria itu menghentikan langkahnya dan segera mengajukan pertanyaan kepada salah satu petugas yang sedang berjaga. “Bisa bertemu dengan Dokter Zin? Saya Shano ....” Yolla mengernyit ketika mendengar nama dokter yang disebutkan Callisto. “Apa dokternya ... dokter mancanegara?”
Yolla mengangguk setuju dan Callisto bergegas mengajaknya pergi meninggalkan lokasi rumah sakit. Sepanjang perjalanan pulang, Callisto diam membisu dan Yolla tidak berani memecahkan kebisuan di antara mereka lebih dulu. Callisto tidak ingin menampakkan kecurigaannya atas kenyataan bahwa ternyata dokter rekomendasi Clerin telah memberinya obat yang seharusnya tidak dia konsumsi. Dia masih menunggu jadwal cek dengan dokter lain untuk mendapatkan second opinion seperti yang disarankan Yolla. “Shano?” panggil Clerin yang tiba-tiba mendatangi ruangan Callisto. “Boleh saya bicara sebentar?' Callisto menganggukkan kepala karena dia sedang memosisikan dirinya sebagai karyawan di perusahaan Clerin. “Apa ada tugas lain untuk saya?” tanya Callisto ketika Clerin duduk di depan mejanya. “Oh, tidak ada. Kamu selesaikan saja dulu pekerjaan yang ada,” jawab Clerin sambil tersenyum lembut. “Begini Shano, saya mau mengusulkan liburan untuk ... kita bertiga. Apa kamu setuju?” Callisto menge
Dalam pikiran Yolla, muncul bayangan Callisto dan Clerin yang berada di dalam satu kamar kemudian bersama-sama mereka menemani Vhea tidur hingga terlelap. Dua manusia dewasa yang berlainan jenis dan mereka sama-sama sendiri, tentu tidak ada penghalang bagi keduanya untuk melakukan apa pun yang setan bisikkan di telinga mereka. “Yol?” panggil Sisty sambil mengernyit. “Are you okay?” Yolla memegangi keningnya tanpa berkata apa-apa. “Yol?” sentak Sisty hingga Yolla terperanjat di sofa yang didudukinya. “Iya, iya, aku dengar!” sahut Yolla sambil menoleh. “Kamu mikir jorok, ya?” komentar Sisty. “Memangnya ngapain sih Callisto harus ke rumah Clerin?” Yolla menarik napas kemudian menjelaskan tugas Callisto yang wajib dilakukannya setiap malam. “Jadi dia harus menemani anaknya Clerin sampai tidur?” Sisty menagambil kesimpulan. “Terus setelah itu? Dia menginap atau ....” “Dia balik ke mansionnya sendiri,” sahut Yolla agar Sisty tidak berpikiran buruk tentang Callisto. “Tapi ya itu, ti
“Siapa nih?” gumam Yolla sambil meraih ponselnya yasng tergeletak pasrah di atas mejanya. “Halo?” “Bu Yolla?” Terdengar suara seorang wanita yang menyahut dari seberang sana. “Iya, saya sendiri. Maaf, Anda siapa ya?” tanya Yolla sambil mengernyit, dia hapal betul jika ini bukanlah suara Sisty. “Saya Clerin, Anda masih ingat saya kan?” Yolla terkesiap sambil mengernyitkan dahinya, tentu saja dia ingat siapa itu Clerin dan apa maunya. “Oh, tentu saja!” sahut Yolla pura-pura terkejut. “Ada perlu apa Anda menghubungi saya, Bu Clerin?” Meskipun nada suara Yolla terdengar sopan, tapi dia tidak dapat menahan letupan emosi di dadanya. “Maaf kalau saya mengganggu akhir pekan Anda,” ucap Clerin dengan suara yang tak kalah halus. “Anda ... tidak lupa soal Callisto yang pernah kita bicarakan waktu itu kan?” Yolla langsung paham ke mana arah pembicaraan yang akan Clerin tunjukkan. “Tentu saja saya masih sangat ingat,” kata Yolla sembari duduk di tepi tempat tidur dengan menyilangkan kedu
“Wah, kebetulan sekali kita semua bertemu di sini?” sapa Clerin ramah sambil tersenyum memandang Yolla dan Callisto bergantian. “Ayo kita makan sama-sama?”Baik Yolla maupun Callisto sama-sama tidak segera menjawab.“Kamu ke sini sama siapa, Bu?” tanya Callisto ingin tahu. “Vhea?”Clerin menggeleng sambil tersenyum anggun, membuat Yolla merasa begitu jengah.“Vhea di rumah sama asisten, saya mau membelikan makanan untuknya.” Wanita itu menjelaskan.“Kamu duluan saja, jangan sampai Vhea kelamaan menunggu kamu.” Callisto mempersilakan sambil mengangguk.“Baiklah kalau begitu,” angguk Clerin yang keliahatn tidak ingin memulai percikan api. “Kalian berdua selamat bersenang-senang.”Tanpa menunggu jawaban keduanya, Clerin melangkah anggun meninggalkan mereka di pelataran parkir.“Ayo?” ajak Callisto ketika melihat Yolla yang berdiri diam di tempatnya.“Kenapa kamu memilih resto yang sama dengan resto yang didatangi bos kamu?” tanya Yolla dengan wajah keberatan.“Aku mana tahu kalau Bu Cler
Tidak dapat dipungkiri jika dia sangat kepikiran soal Callisto yang tengah menjalani pengobatan tahap pertama seorang diri. Baru saja Yolla meraih ponselnya, sederet nomor asing mendadak muncul di layar diiringi suara deringan yang begitu nyaring.“Halo?” sapa Yolla menerima panggilan itu. “Halo, di mana Callisto?” Suara Clerin langsung menyentuh gendang telinga Yolla. “Anda sedang bersama dia, Bu Yolla?” “Maaf, tebakan Anda salah.” Yolla menyahut santai. “Callisto sedang tidak bersama saya.” “Bu Yolla, saya serius. Perusahaan sangat membutuhkan Callisto sekarang,” ujar Clerin mendesak. “Tolong bilang sama dia kalau saya tunggu kedatangannya sekarang untuk meeting ....” “Ini sudah bukan jam kerja pegawai, Bu Clerin.” Yolla memotong dengan berani. “Lagipula kenapa Anda tidak langsung memghubungi ponsel Callisto? Jangan apa-apa ke saya, saya bukan siapa-siapanya Callisto.” ‘Setidaknya untuk sekarang,’ sambung Yolla dalam hatinya dengan napas memburu. “Saya sudah coba hubungi pon
“Malam, Pak!” sapa penjaga mansion ketika Callisto keluar dari mobilnya yang sudah terparkir sempurna. “Bu Clerin beberapa kali ke sini mencari Bapak.”Callisto mengangguk.“Tolong mobil saya,” katanya sambil menyerahkan kunci mobil, setelah itu dia berjalan masuk ke dalam mansion saat kepalanya berdenyut hebat. Callisto langsung mengurung diri di kamarnya saat denyutan itu seakan membuat kepalanya hampir terbelah saking sakitnya, hingga membuat salah satu kakinya terantuk meja tanpa sengaja.“Pak, Anda butuh sesuatu?” Terdengar suara salah satu asisten rumah tangganya dari luar kamar.“Nanti!” seru Callisto sembari menjatuhkan dirinya ke tempat tidur. Tidak hanya tekanan yang dia rasakan di kepalanya, tapi juga rasa pusing yang membuatnya seakan sedang diputar-putar tanpa henti.Callisto melenguh sambil meremas rambutnya sendiri dengan kesepuluh jari tangannya, sekelebat memori mulai bergerak secepat kilat di benaknya. Potongan memori itu melesat silih berganti, membuat Callisto ing