"Mari kita pergi, Bu Yolla?" ajak Callisto sambil menarik tangannya dan berlalu meninggalkan ruangan Keva. Yolla masih sedikit tersedu hingga mereka tiba di halaman parkir. "Mobil Anda di mana?" tanya Callisto datar. "Saya tidak bawa mobil," jawab Yolla sambil menggeleng. "Saya naik taksi saja." Callisto memandang keadaan Yolla yang sedang memeluk tasnya erat-erat di depan dadanya seakan takut ada yang menyerang lagi. "Saya akan antar Anda ke rumah," kata Callisto tegas sembari membukakan pintu mobilnya untuk Yolla. "Silakan masuk." Yolla menoleh memandang Callisto dengan ragu-ragu. "Saya tidak ingin merepotkan Anda, saya tahu kalau saya sudah membuat Anda kecewa ..." ucap Yolla sambil menggelengkan kepala. Callisto tidak memedulikan ucapan penolakan Yolla dan tetap memintanya untuk masuk ke mobil. "Saya harap tadi saya belum terlambat," ujar Callisto ketika Yolla sudah berada di mobilnya. Yolla diam saja. Meskipun Keva belum sempat bermain terlalu jauh, tapi
Sementara itu Callisto melajukan mobilnya ke kantor untuk memberikan penjelasan atas insiden yang terjadi di kantor Keva tadi. Dia merasa perlu memberi tahu kepada Clerin tentang fakta yang sebenarnya sebelum bosnya tahu dari orang lain. Setibanya di kantor Eagle Corp, Callisto buru-buru mendatangi ruangan Clerin sebelum semuanya terlambat menjadi sebuah salah paham. Dia bukannya takut akan kemungkinan kemarahan Clerin terhadapnya, tetapi lebih karena dia memosisikan dirinya sebagai karyawan yang baik dan berdedikasi tinggi."Permisi, Bu Clerin?" Callisto mengetuk pintu kemudian melangkah memasuki ruangan. Clerin menoleh dan menatap ke arah Callisto tanpa ekspresi, sementara satu tangannya baru saja meletakkan gagang telepon di meja. "Masuk saja seperti biasa," suruh Clerin dengan nada selembut bidadari.Callisto berjalan mendekat ke meja Clerin untuk melaporkan situasi terkini."Jadi begini, Bu Clerin. Saya tadi ....""Mengamuk di kantor Pak Keva," potong Clerin sambil memandang C
“Ke mana saja Anda pergi, saya akan ikut.” Yolla memutuskan.Sunyi agak lama setelah Yolla menyatakan keinginannya kepada Callisto. “Lebih baik jangan sia-siakan waktu Anda,” sahut Callisto setelah beberapa saat terdiam. “Kemungkinan perjalanan saya tidak akan sebentar, karena saya harus mencari tahu siapa diri saya yang sebenarnya.” “Saya akan menemani Anda,” kata Yolla berkeras. “Tidak perlu, bukankah orang tua Anda tidak setuju ....” “Soal lamaran Anda, maaf kalau saya baru bisa memberi tahu sekarang ...” Yolla cepat-cepat memotong. “Orang tua saya bukannya tidak setuju, tapi mereka berpikir bahwa sangat riskan sekali kalau kita menikah dalam waktu dekat ini. Sementara ingatan Anda belum pulih sama sekali, takutnya adalah kalau ternyata sebenarnya Anda ini sudah beristri.” Yolla menghela napas pasrah dan menunggu Callisto mengomentari ucapannya. “Saya tahu kalau posisi saya sedang sangat sulit,” ujar Callisto lambat-lambat. “Dua tahun lebih saya menjalani kehidupan sebagai or
Callisto memandang Clerin dengan agak curiga, tapi dia enggan berkomentar apa-apa. “Kamu bekerja saja seperti biasa,” suruh Clerin untuk menutupi suasana canggungnya. “Saya akan coba melobi Pak Keva untuk menganulir keputusannya.” Callisto tidak berkata apa-apa. Meskipun terkesan egois, tapi dia sangat ]uas karena sempat memberi Keva pelajaran sebab telah berani melecehkan Yolla. “Kalau begitu saya permisi,” pamit Callisto sambil berdiri dari kursinya. “Ngomong-ngomong, kapan jadwal kamu untuk cek ke dokter?” tanya Cerin sebelum Callisto keluar dari ruangannya. “Minggu ini kalau tidak salah,” jawab Callisto datar. “Jangan lupa untuk terus mengonsumsi obat yang sudah dokter resepkan,” kata Clerin mengingatkan. “Siapa tahu ingatan kamu akan berangsur pulih.” Callisto hanya menganggukkan kepalanya, setelah itu dia pergi meninggalkan ruangan Clerin. “Callisto jadi sedingin itu,” keluh Clerin sambil menyelesaikan pekerjaannya. “dulu dia nggak seperti ini ....” Sementara di ruangan
Calisto balas memandang Sony dengan tatapan tidak mengerti. “Papa!” Yolla buru-buru menengahi. “Jangan bikin Shano nggak nyaman sama bayangan Papa soal Byanz.” Sony mengerjabkan matanya untuk kembali fokus. “Ah, maaf!” “Tidak apa-apa, Pak.” Callisto buru-buru menyahut. Virnie mengalungkan tangannya ke lengan Sony untuk menguatkannya akan kenangan tentang menantu mereka sebelumnya: Babyanz. “Silakan masuk,” ajak Virnie untuk menutupi suasana canggung yang terasa di udara. “Ayo?” Yolla ikut mengajak Callisto untuk mengikuti kedua orang tuanya ke dapur di mana sajian makan malam sudah lengkap terhidang di atas meja. Begitu keempat orang itu duduk, beberapa asisten rumah tangga yang dipekerjakan Sony muncul untuk mengisi piring-piring yang masih kosong dengan nasi dalam porsi kecil dan menaruh beberapa lauk kering seperti udang crispy, potongan kentang dan sed
"Sisty juga punya rekomendasi dokter bagus," ujar Yolla bersemangat ketika dia dan Callisto sedang dalam perjalanan kembali ke kantor setelah makan siang bersama. "Untuk sementara kita kumpulkan saja dulu semuanya," sahut Callisto sembari mengemudi. "Karena saya masih harus berkunjung ke dokter yang direkomendasikan Bu Clerin." Yolla mengangguk paham, meskipun sedikit keberatan. "Tapi kalau Anda mau ganti dokter, sebaiknya Anda hentikan dulu konsumsi obat yang sebelumnya." Dia menyarankan. "Saya tahu," angguk Callisto tanpa menoleh. "saya akan mulai mengurangi penggunaan dosisnya. Masalahnya saya harus tetap berkunjung atau Bu Clerin akan tahu bahwa saya sedang mencari dokter baru." "Itu ide yang bagus," sahut Yolla sependapat. "Terus soal Pak Keva bagaimana? Apa Bu Clerin berhasil melobi dia?" Callisto mengangkat bahunya. "Saya tidak tahu, tapi yang pasti saya siap seandainya Bu Clerin memecat saya. Saya sudah cukup tabungan untuk lepas dari perusahaannya," ujar Call
Yolla mengangguk paham dan segera berjalan pergi ke ruangannya sendiri. "Wahh ..." Yolla membelalakkan kedua matanya dengan mulut menganga saat melihat sebuah buket bunga cantik yang bertengger manis di atas meja kerjanya. "Bagus banget!" Yolla bergegas memeriksa buket bunga itu dan tidak menemukan siapa nama pengirimnya. Mendadak ponsel Yolla berdering nyaring dan dia langsung mengangkatnya. “Halo, Pak Callisto ...?” “Anda suka kiriman saya?” Terdengar sara Callisto bertanya tanpa basa-basi. “Bunga ini dari Anda?” tanya Yolla terkejut. “Iya,” sahut Callisto. “apa Anda suka?” “Suka sekali, terima kasih ...” ucap Yolla tanpa berbelit-belit. “Mawarnya kalem, merah muda ... cantik sekali.” “Minggu depan rencananya saya ingin ke dokter pertama yang direkomendasikan Sisty,” ujar Callisto lambat-lambat. “anda tidak tersinggung kan?” “Oh, tentu saja tidak!’ sahut Yolla cepat-cepat. “Anda bebas mau ke dokter manapun, saya hanya bantu menyarankan.” “Kalau begitu ... apa
“Sudah tahu mau bertemu dokter siapa?” tanya Yolla yang malam itu mengenakan atasan dan rok sepan warna navy. “Sudah,” angguk Callisto sambil menutup pintu mobilnya rapat-rapat, setelah itu dia menarik tangan Yolla agar mengikutinya masuk ke dalam rumah sakit. Yolla tidak ingin berlebihan menanggapinya, tapi dia merasakan ada banyak sekali kupu-kupu beterbangan di perutnya hanya karena Callisto memegang tangannya saja. “Anda sudah bikin janji?” tanya Yolla demi mengatasi perasaan berdesir-desir ini. “Belum, saya cuma sudah tahu nama dokternya siapa.” Callisto menyahut datar dan Yolla tidak berani bertanya apa-apa lagi. Callisto melepas tangannya ketika mereka hampir sampai di depan bagian informasi. Pria itu menghentikan langkahnya dan segera mengajukan pertanyaan kepada salah satu petugas yang sedang berjaga. “Bisa bertemu dengan Dokter Zin? Saya Shano ....” Yolla mengernyit ketika mendengar nama dokter yang disebutkan Callisto. “Apa dokternya ... dokter mancanegara?”