Callisto memandang Clerin dengan agak curiga, tapi dia enggan berkomentar apa-apa. “Kamu bekerja saja seperti biasa,” suruh Clerin untuk menutupi suasana canggungnya. “Saya akan coba melobi Pak Keva untuk menganulir keputusannya.” Callisto tidak berkata apa-apa. Meskipun terkesan egois, tapi dia sangat ]uas karena sempat memberi Keva pelajaran sebab telah berani melecehkan Yolla. “Kalau begitu saya permisi,” pamit Callisto sambil berdiri dari kursinya. “Ngomong-ngomong, kapan jadwal kamu untuk cek ke dokter?” tanya Cerin sebelum Callisto keluar dari ruangannya. “Minggu ini kalau tidak salah,” jawab Callisto datar. “Jangan lupa untuk terus mengonsumsi obat yang sudah dokter resepkan,” kata Clerin mengingatkan. “Siapa tahu ingatan kamu akan berangsur pulih.” Callisto hanya menganggukkan kepalanya, setelah itu dia pergi meninggalkan ruangan Clerin. “Callisto jadi sedingin itu,” keluh Clerin sambil menyelesaikan pekerjaannya. “dulu dia nggak seperti ini ....” Sementara di ruangan
Calisto balas memandang Sony dengan tatapan tidak mengerti. “Papa!” Yolla buru-buru menengahi. “Jangan bikin Shano nggak nyaman sama bayangan Papa soal Byanz.” Sony mengerjabkan matanya untuk kembali fokus. “Ah, maaf!” “Tidak apa-apa, Pak.” Callisto buru-buru menyahut. Virnie mengalungkan tangannya ke lengan Sony untuk menguatkannya akan kenangan tentang menantu mereka sebelumnya: Babyanz. “Silakan masuk,” ajak Virnie untuk menutupi suasana canggung yang terasa di udara. “Ayo?” Yolla ikut mengajak Callisto untuk mengikuti kedua orang tuanya ke dapur di mana sajian makan malam sudah lengkap terhidang di atas meja. Begitu keempat orang itu duduk, beberapa asisten rumah tangga yang dipekerjakan Sony muncul untuk mengisi piring-piring yang masih kosong dengan nasi dalam porsi kecil dan menaruh beberapa lauk kering seperti udang crispy, potongan kentang dan sed
"Sisty juga punya rekomendasi dokter bagus," ujar Yolla bersemangat ketika dia dan Callisto sedang dalam perjalanan kembali ke kantor setelah makan siang bersama. "Untuk sementara kita kumpulkan saja dulu semuanya," sahut Callisto sembari mengemudi. "Karena saya masih harus berkunjung ke dokter yang direkomendasikan Bu Clerin." Yolla mengangguk paham, meskipun sedikit keberatan. "Tapi kalau Anda mau ganti dokter, sebaiknya Anda hentikan dulu konsumsi obat yang sebelumnya." Dia menyarankan. "Saya tahu," angguk Callisto tanpa menoleh. "saya akan mulai mengurangi penggunaan dosisnya. Masalahnya saya harus tetap berkunjung atau Bu Clerin akan tahu bahwa saya sedang mencari dokter baru." "Itu ide yang bagus," sahut Yolla sependapat. "Terus soal Pak Keva bagaimana? Apa Bu Clerin berhasil melobi dia?" Callisto mengangkat bahunya. "Saya tidak tahu, tapi yang pasti saya siap seandainya Bu Clerin memecat saya. Saya sudah cukup tabungan untuk lepas dari perusahaannya," ujar Call
Yolla mengangguk paham dan segera berjalan pergi ke ruangannya sendiri. "Wahh ..." Yolla membelalakkan kedua matanya dengan mulut menganga saat melihat sebuah buket bunga cantik yang bertengger manis di atas meja kerjanya. "Bagus banget!" Yolla bergegas memeriksa buket bunga itu dan tidak menemukan siapa nama pengirimnya. Mendadak ponsel Yolla berdering nyaring dan dia langsung mengangkatnya. “Halo, Pak Callisto ...?” “Anda suka kiriman saya?” Terdengar sara Callisto bertanya tanpa basa-basi. “Bunga ini dari Anda?” tanya Yolla terkejut. “Iya,” sahut Callisto. “apa Anda suka?” “Suka sekali, terima kasih ...” ucap Yolla tanpa berbelit-belit. “Mawarnya kalem, merah muda ... cantik sekali.” “Minggu depan rencananya saya ingin ke dokter pertama yang direkomendasikan Sisty,” ujar Callisto lambat-lambat. “anda tidak tersinggung kan?” “Oh, tentu saja tidak!’ sahut Yolla cepat-cepat. “Anda bebas mau ke dokter manapun, saya hanya bantu menyarankan.” “Kalau begitu ... apa
“Sudah tahu mau bertemu dokter siapa?” tanya Yolla yang malam itu mengenakan atasan dan rok sepan warna navy. “Sudah,” angguk Callisto sambil menutup pintu mobilnya rapat-rapat, setelah itu dia menarik tangan Yolla agar mengikutinya masuk ke dalam rumah sakit. Yolla tidak ingin berlebihan menanggapinya, tapi dia merasakan ada banyak sekali kupu-kupu beterbangan di perutnya hanya karena Callisto memegang tangannya saja. “Anda sudah bikin janji?” tanya Yolla demi mengatasi perasaan berdesir-desir ini. “Belum, saya cuma sudah tahu nama dokternya siapa.” Callisto menyahut datar dan Yolla tidak berani bertanya apa-apa lagi. Callisto melepas tangannya ketika mereka hampir sampai di depan bagian informasi. Pria itu menghentikan langkahnya dan segera mengajukan pertanyaan kepada salah satu petugas yang sedang berjaga. “Bisa bertemu dengan Dokter Zin? Saya Shano ....” Yolla mengernyit ketika mendengar nama dokter yang disebutkan Callisto. “Apa dokternya ... dokter mancanegara?”
Yolla mengangguk setuju dan Callisto bergegas mengajaknya pergi meninggalkan lokasi rumah sakit. Sepanjang perjalanan pulang, Callisto diam membisu dan Yolla tidak berani memecahkan kebisuan di antara mereka lebih dulu. Callisto tidak ingin menampakkan kecurigaannya atas kenyataan bahwa ternyata dokter rekomendasi Clerin telah memberinya obat yang seharusnya tidak dia konsumsi. Dia masih menunggu jadwal cek dengan dokter lain untuk mendapatkan second opinion seperti yang disarankan Yolla. “Shano?” panggil Clerin yang tiba-tiba mendatangi ruangan Callisto. “Boleh saya bicara sebentar?' Callisto menganggukkan kepala karena dia sedang memosisikan dirinya sebagai karyawan di perusahaan Clerin. “Apa ada tugas lain untuk saya?” tanya Callisto ketika Clerin duduk di depan mejanya. “Oh, tidak ada. Kamu selesaikan saja dulu pekerjaan yang ada,” jawab Clerin sambil tersenyum lembut. “Begini Shano, saya mau mengusulkan liburan untuk ... kita bertiga. Apa kamu setuju?” Callisto menge
Dalam pikiran Yolla, muncul bayangan Callisto dan Clerin yang berada di dalam satu kamar kemudian bersama-sama mereka menemani Vhea tidur hingga terlelap. Dua manusia dewasa yang berlainan jenis dan mereka sama-sama sendiri, tentu tidak ada penghalang bagi keduanya untuk melakukan apa pun yang setan bisikkan di telinga mereka. “Yol?” panggil Sisty sambil mengernyit. “Are you okay?” Yolla memegangi keningnya tanpa berkata apa-apa. “Yol?” sentak Sisty hingga Yolla terperanjat di sofa yang didudukinya. “Iya, iya, aku dengar!” sahut Yolla sambil menoleh. “Kamu mikir jorok, ya?” komentar Sisty. “Memangnya ngapain sih Callisto harus ke rumah Clerin?” Yolla menarik napas kemudian menjelaskan tugas Callisto yang wajib dilakukannya setiap malam. “Jadi dia harus menemani anaknya Clerin sampai tidur?” Sisty menagambil kesimpulan. “Terus setelah itu? Dia menginap atau ....” “Dia balik ke mansionnya sendiri,” sahut Yolla agar Sisty tidak berpikiran buruk tentang Callisto. “Tapi ya itu, ti
“Siapa nih?” gumam Yolla sambil meraih ponselnya yasng tergeletak pasrah di atas mejanya. “Halo?” “Bu Yolla?” Terdengar suara seorang wanita yang menyahut dari seberang sana. “Iya, saya sendiri. Maaf, Anda siapa ya?” tanya Yolla sambil mengernyit, dia hapal betul jika ini bukanlah suara Sisty. “Saya Clerin, Anda masih ingat saya kan?” Yolla terkesiap sambil mengernyitkan dahinya, tentu saja dia ingat siapa itu Clerin dan apa maunya. “Oh, tentu saja!” sahut Yolla pura-pura terkejut. “Ada perlu apa Anda menghubungi saya, Bu Clerin?” Meskipun nada suara Yolla terdengar sopan, tapi dia tidak dapat menahan letupan emosi di dadanya. “Maaf kalau saya mengganggu akhir pekan Anda,” ucap Clerin dengan suara yang tak kalah halus. “Anda ... tidak lupa soal Callisto yang pernah kita bicarakan waktu itu kan?” Yolla langsung paham ke mana arah pembicaraan yang akan Clerin tunjukkan. “Tentu saja saya masih sangat ingat,” kata Yolla sembari duduk di tepi tempat tidur dengan menyilangkan kedu