Yolla bersorak gembira dalam hatinya, dia sudah mulai mendapatkan apa yang dia inginkan: kepercayaan penuh dari papanya untuk mengelola perusahaan.
Semakin tinggi pohon, semakin kencang pula anginnya. Begitu juga dengan perusahaan Sony yang selama beberapa waktu ini dinobatkan sebagai perusahaan raksasa yang berkibar.“Bu Yolla, Pak Robert membatalkan kerja sama kita dan memilih kontrak kerja dengan perusahaan lain.” Mitha melaporkan hasil pembicaraannya kepada Yolla menjelang waktu makan siang.“Apa? Batal?” Yolla mendongak dari pekerjaannya. “Kamu tahu siapa perusahaan yang menyaingi kita?”Mita menganggukkan kepalanya.“Perusahaan milik seorang janda kaya dan pintar .... ““Mita, saya tanya nama perusahaan yang menyaingi kita. Bukan status pemilik perusahaannya,” tukas Yolla yang telinganya paling sensitif jika mendengar kata janda.“Maaf Bu, tapi saya sering mendengar orang-orang membahasnya,” sahut Mita salah tingkah.“Membahas soal status pemili“Permisi, saya tidak salah orang kan?” tanya pria itu lagi saat melihat Yolla hanya terdiam tanpa sedikitpun merespons ucapannya. “Waktu saya tidak banyak, jadi saya harus pastikan kalau saya tidak salah orang.”Yolla mengerjabkan matanya perlahan, dia tidak mungkin salah lihat. Pria yang berada di hadapannya ini adalah ....“B—Byanz?” ucap Yolla dengan suara bergetar hebat. “K—kamu ... Ini kamu ...?”“Maaf?” potong pria itu. “Saya datang untuk memenuhi undangan Bu Yolla, jadi di mana beliau berada sekarang?”Yolla terpaku tak percaya, jelas-jelas pria itu adalah Byanz. Tetapi untuk apa dia berpura-pura tidak mengenalnya?“Kamu nggak perlu bersandiwara di depanku, Byanz. Jadi kamu sengaja bersembunyi selama ini dari semua orang?” kata Yolla tanpa mempersilakan pria itu untuk duduk. “Terus tiba-tiba kamu datang lagi buat menghancurkan hidup aku?”“Anda ini bicara apa, sih? Saya Callisto Antaresa, perwakilan dari Eagle Corp untuk menemui Bu Yolla.” Pria itu men
Yolla berdiri dari duduknya dan berjalan mondar-mandir di ruangannya dengan rasa gelisah yang begitu tinggi.Seharian itu Yolla sibuk mencari informasi tentang profil perusahaan yang menaungi seorang Callisto Antaresa, meskipun jujur itu bukanlah tujuan utamanya.Yolla masih sulit percaya jika pria itu mirip sekali dengan Byanz, mendiang suaminya. Meskipun dia ingat bahwa tubuh Byanz tidak sepadat tubuh Callisto yang jauh lebih tegap berisi.“Astaga!” rutuk Yolla lagi sambil mengacak-acak rambut curly miliknya. “Sempat-sempatnya aku mikir hal kotor kayak tadi ... Apa ini karena aku yang kelamaan menjanda?”Sisty tidak bisa lagi menahan tawanya saat mendengar keluhan Yolla.“Kamu mungkin kangen sama Byanz,” komentarnya. “Itu karma, karena dulu kamu selalu menginjak-injak dia tanpa belas kasihan.”Yolla mendengus pelan.“Aku lagi nggak ngomongin soal Byanz,” sengitnya. “Tapi si Callisto yang wajahnya mirip sama Byanz, aneh nggak sih menurut kamu?”Sisty
“Papa tidak suka kamu seperti ini,” tegur Sony tegas. “Semua karyawan di sini adalah aset papa, kamu mengerti?”Kemarahan Sony rasanya berlangsung berjam-jam seakan sedang memperjuangkan nasib para karyawannya yang sudah berada di ujung tanduk.“Iya Pa, aku minta maaf!” seru Yolla tertahan.“Jangan minta maaf sama papa, tapi minta maaflah sama karyawan yang pernah kamu rampas hak mereka dengan semena-mena.” Sony menepis ucapan putrinya, membuat Yolla tidak kuasa lagi meluruhkan bulir bening di kedua matanya.Untuk meluapkan kesedihannya yang tertahan, Yolla memilih membelokkan mobilnya ke kafe elit yang berlawanan arah dengan rumah kedua orang tuanya.Sebenarnya Yolla tergoda sekali ingin mampir ke sebuah klub malam, tetapi dia mengurungkannya karena masih memikirkan nama baik sang ayah dan juga nama besar perusahaan.Setibanya di kafe, Yolla memilih meja kosong yang berada paling pojok dan memesan beberapa cangkir kopi dan teh untuk dia minum sendiri.“M
Callisto melirik dingin pada Yolla yang duduk terpejam di sampingnya sementara mobil yang mereka tumpangi melaju kencang di jalanan beraspal.Yolla menggeliat di balik selimut tebal yang menutupi sekujur tubuhnya. Aroma minyak kayu putih yang menyengat menguar hingga ke hidungnya. "Aduhh ..." rintih Yolla pelan sambil mrngerjabkan matanya. "Kembung banget ...."Kedua mata Yolla terbuka sepenuhnya dan heran karena dia tidak sedang berada di kamarnya sendiri. Dia bangun dengan hati-hati dan terbelalak kaget ketika menyadari bahwa seluruh pakaiannya sudah tertanggal semuanya dan berganti dengan piyama tidur bermotif polkadot."Apa yang terjadi? Aku ... apa yang aku lakukan...?" Keringat dingin mulai membasahi wajah Yolla yang panik. "Papa ... papa bakalan membunuhku!"Yolla memandang berkeliling dan melihat tasnya teronggok pasrah di atas meja samping tempat tidurnya. Dia cepat-cepat mengambilnya dan berusaha mencari pakaiannya sendiri. "Papa pasti bakalan mem
Terima kasih, saya akan segera transfer ganti ruginya!" ucap Yolla sambil menerima kunci mobilnya dari tangan Callisto. "Oke," angguk Callisto singkat dari dalam mobilnya sendiri. Kali ini Sony jelas tidak dapat memaklumi kelakuan putri tunggalnya itu. Begitu dia melihat Yolla menampakkan dirinya di kantor, dia langsung memerintahkan Mita untuk menyampaikan perintahnya.“Bu Yolla, Anda diminta Pak Sony untuk menghadap ke ruangannya.” Mita memberi tahu dengan takut-takut.“Oke,” angguk Yolla datar, dia sudah menduga jika cepat atau lambat Sony pasti akan memanggilnya.“Kenapa semakin ke sini kamu semakin susah diatur?” tegur Sony sambil memandang tajam Yolla saat dia sudah duduk menghadapnya. “Kamu sudah tidak bukan remaja lagi, Yol.”“Maaf Pa,” sahut Yolla pendek, pikirannya yang sedang dipenuhi oleh sosok Callisto membuatnya tidak terlalu meresapi ucapan sang ayah.“Semalam kamu pergi ke mana?” tanya Sony penuh selidik.“Papa biasanya tahu aku suka
Dan kini, dia menagih janjinya kepada Yolla.“Saya yang seharusnya minta maaf,” ucap Yolla ketika dia dan Callisto bertemu di kafe setelah pulang kantor. “karena saya lupa minta nomor rekening Anda.”“Tidak masalah,” sahut Callisto tenang. “Mana ganti rugi yang Anda janjikan?”Yolla mengulurkan satu tas belanjaan kepada Callisto. "Saya pesan khusus sesuai dengan standar yang Anda minta," tutur Yolla dengan sungguh-sungguh. Callisto menerima tas itu, tapi meleset hingga tas dan seisinya itupun jatuh ke lantai kafe. "Maaf!" seru Yolla terkejut saat Callisto terpaksa membungkukkan tubuhnya untuk meraih tas pemberian Yolla. Yolla berdiri dan cepat-cepat membantunya. Saat dia menundukkan wajah, Callisto menegakkan diri dan tanpa sengaja membuat kepalanya beradu cukup keras dengan dagu lancip Yolla. "Aduh!" rintih Yolla ketika dia merasakan bibir bagian dalamnya membentur giginya sendiri akibat tabrakan yang keras tadi. "Bu Yolla?" Callisto terkej
Sempat terpikir dalam benak Yolla untuk minta dibuatkan perusahaan baru yang bergerak di bidang dagang dengan penjualan produk-produk kecantikan. Namun, dia tak yakin Sony akan mengabulkan keinginannya begitu saja.“Bikin perusahaan baru? Memangnya perusahaan yang ini sudah mampu kamu bawa sampai mana?” tanya Sony dalam benak Yolla.Membayangkan kemungkinan itu, Yolla memilih untuk berkonsentrasi penuh memajukan perusahaannya. Apalagi kelak dia akan mengambil alih kepemimpinan perusahaan Sony karena Byanz sudah tidak ada di tengah-tengah mereka.Rapat siang itu digunakan Yolla untuk membahas beberapa kendala yang ada di dalam perusahaan, salah satunya tentang usulan menaikkan upah lembur demi meningkatkan kesejahteraan para karyawan.“Hari yang sibuk?” sapa Virnie ketika Yolla tiba di rumah.“Lumayan Ma,” sahut Yolla dengan wajah lelah. “Papa mana?”“Kamu ini aneh, satu kantor sama papa kok sampai nggak tahu kalau papa lembur.” Virnie berkomentar sambil mengg
“Dia ... ternyata sudah punya anak?” gumam Yolla, terasa sedikit hantaman cukup keras yang melanda jantungnya saat itu.Betapa herannya Sisty saat Yolla muncul di salonnya dengan wajah masam, dia meletakkan satu porsi sop ayam di atas meja kemudian langsung berlalu pergi begitu saja.Sejak itu Yolla merasa emosinya suka berubah-ubah tanpa sebab yang jelas, terlebih saat dia sedang sendirian.“Nyebelin banget ...” Yolla membenamkan wajahnya di atas lutut sambil menggerutu. Dia berusaha keras mengusir bayangan Callisto yang kadang-kadang berseliweran di dalam kepalanya. Di saat yang bersamaan dia merasa ingin marah dan tersenyum sekaligus tanpa mampu dia kendalikan.“Dugem, yuk?” ajak Yolla kepada Sisty saat akhir pekan tiba.“Kamu nggak usah aneh-aneh,” sahut Sisty tidak setuju. “Masalahnya kamu itu anak papa, bisa habis aku diceramahi Om Sony kalau aku ketahuan dugem sama kamu.”Yolla menghela napas berat.“Kamu kenapa sih, Yol?” tanya Sisty ingin tahu. “