Sempat terpikir dalam benak Yolla untuk minta dibuatkan perusahaan baru yang bergerak di bidang dagang dengan penjualan produk-produk kecantikan. Namun, dia tak yakin Sony akan mengabulkan keinginannya begitu saja.
“Bikin perusahaan baru? Memangnya perusahaan yang ini sudah mampu kamu bawa sampai mana?” tanya Sony dalam benak Yolla.Membayangkan kemungkinan itu, Yolla memilih untuk berkonsentrasi penuh memajukan perusahaannya. Apalagi kelak dia akan mengambil alih kepemimpinan perusahaan Sony karena Byanz sudah tidak ada di tengah-tengah mereka.Rapat siang itu digunakan Yolla untuk membahas beberapa kendala yang ada di dalam perusahaan, salah satunya tentang usulan menaikkan upah lembur demi meningkatkan kesejahteraan para karyawan.“Hari yang sibuk?” sapa Virnie ketika Yolla tiba di rumah.“Lumayan Ma,” sahut Yolla dengan wajah lelah. “Papa mana?”“Kamu ini aneh, satu kantor sama papa kok sampai nggak tahu kalau papa lembur.” Virnie berkomentar sambil mengg“Dia ... ternyata sudah punya anak?” gumam Yolla, terasa sedikit hantaman cukup keras yang melanda jantungnya saat itu.Betapa herannya Sisty saat Yolla muncul di salonnya dengan wajah masam, dia meletakkan satu porsi sop ayam di atas meja kemudian langsung berlalu pergi begitu saja.Sejak itu Yolla merasa emosinya suka berubah-ubah tanpa sebab yang jelas, terlebih saat dia sedang sendirian.“Nyebelin banget ...” Yolla membenamkan wajahnya di atas lutut sambil menggerutu. Dia berusaha keras mengusir bayangan Callisto yang kadang-kadang berseliweran di dalam kepalanya. Di saat yang bersamaan dia merasa ingin marah dan tersenyum sekaligus tanpa mampu dia kendalikan.“Dugem, yuk?” ajak Yolla kepada Sisty saat akhir pekan tiba.“Kamu nggak usah aneh-aneh,” sahut Sisty tidak setuju. “Masalahnya kamu itu anak papa, bisa habis aku diceramahi Om Sony kalau aku ketahuan dugem sama kamu.”Yolla menghela napas berat.“Kamu kenapa sih, Yol?” tanya Sisty ingin tahu. “
“Sudah saya bereskan saat memenuhi undangan CEO-nya,” jawab Callisto tanpa mendongak, karena dia tahu bahwa Clerin hanya mencari topik agar bisa berlama-lama di ruangannya.“Clerin, kapan saya bisa pergi?” tanya Callisto dengan nada jenuh ketika tiba jam makan siang.“Kenapa? Kamu sudah tidak sayang lagi sama Vhea?” tanya Clerin balik.“Tentu saja saya sayang sama Vhea,” jawab Callisto tegas. “Tapi kalau cara kamu seperti ini, maka sama saja kamu sudah membohonginya, dan menurut saya itu tidak baik untuk masa depannya nanti.”Clerin menatap Callisto lekat-lekat.“Vhea masih sangat kecil, dia tidak akan bisa mengerti kalau ayahnya sudah meninggal. Tolong kamu bertahan sedikit lagi demi dia,” pinta Clerin dengan wajah memohon. “Saya tidak keberatan untuk membantu kamu mendapatkan dokter terbaik demi kesembuhan kamu.”Callisto tidak menjawab.“Sudah satu setengah tahun dan tidak ada kemajuan sedikitpun,” keluhnya kemudian.“Itu karena kamu terlalu sibuk
Yolla melongo hingga beberapa detik lamanya. Orang itu, geramnya kesal. Memang tidak bisa dikasih hati lagi.“Nanti saya kabari kalau sudah selesai seminarnya, Pak!” kata Yolla kepada sopirnya, setelah itu dia berlari mengejar Callisto yang hampir mencapai lobi.“Bisa tidak Anda jaga ucapan Anda sama saya?” tanya Yolla ketus setelah berhasil menjajari langkah Callisto.“Ucapan saya yang mana?” tanya Callisto tanpa menoleh memandang Yolla.“Yang barusan itu,” sahut Yolla menahan geram. “Sungguh sangat tidak sopan, wakil perusahaan bergengsi seperti Anda ternyata tata kramanya begitu rendah ....”“Serendah Anda yang pernah sengaja muntah di baju saya?” sindir Callisto dengan suara rendah tapi sangat menusuk tepat ke ulu hati Yolla.“Saya kan sudah minta maaf dan bahkan mengganti baju Anda sesuai dengan standar yang Anda mau!” sergah Yolla dengan intonasi sedikit meninggi. “Kenapa Anda terus mengungkitnya?”Callisto tidak menjawab dan tetap meneruskan langka
“Pak Keva, tolong formal sedikit ... malau didengar orang.” Yolla mengingatkan. “Saya-Anda, bukan aku-kamu ...”“Kalau begitu ajarilah aku,” suruh Keva sambil mengedipkan matanya.Yolla tentu saja tidak ingin menanggapi rayuan Keva yang dilancarkan dalam bentuk apa pun.“Tolong ya, Pak Keva ... Anda jangan ... seperti ini?” desis Yolla sembari mundur menjauh. “Tolong, Anda bilang sendiri kalau ini adalah pertemuan bisnis.”Keva menghentikan langkahnya.“Nanti, kalau rekan kamu yang satunya sudah datang.” Dia menegaskan. “Selama dia belum datang, bolehlah kalau aku dan kamu main-main dulu.”Tangan Keva terulur menjangkau dagu lancip Yolla dan menariknya lembut, membuat Yolla merasakan tubuhnya menegang seketika.Untungnya, logika masih mengendalikan diri Yolla sehingga dia terpaksa mendorong Keva agar menjauh.“Permisi?” Sebuah suara membuat Keva harus berhenti merayu Yolla. “Maaf, saya datang terlambat.”Yolla menoleh dan terkejut sekali saat meli
Yolla berbalik untuk menghadapi Callisto dengan senyum sinis.“Saya tidak butuh bukti apa pun,” komentar Yolla sambil menatap tajam Callisto. “Tidak penting bagi saya apakah Anda ini pria tulen atau bukan.”Callisto berdiri diam sambil menatap mata Yolla. Ketika itu, sebuah sepeda motor melaju oleng hendak meninggalkan halaman parkir dan tanpa sengaja menyenggol punggung pria itu. "Maaf Pak, saya buru-buru!"Callisto terdorong maju, membuatnya tanpa sengaja mengimpit Yolla tapi untung kedua tangannya refleks mendarat mulus di bodi mobil miliknya. Yolla memekik sebentar, selanjutnya dia hanya mampu berdiri membeku saat Callisto mengurungnya tanpa sadar."Maaf!" ucap Callisto begitu dia menyadari posisinya yang tidak dia duga. Cepat-cepat dia tarik tangannya dan berbalik pergi meninggalkan Yolla begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun.Yolla masih berdiri membeku hingga seakan dia lupa bagaimana caranya bernapas kalau saja Sisty tidak segera keluar
“Namanya juga orang susah Babyanz itu,” komentar Yolla sambil tertawa, pandangan matanya terarah ke seberang jalan dan dia terkesiap kaget.“Kenapa kamu, Yol?” tanya Sisty sambil memperhatikan raut wajah Yolla. “Kok kayak habis melihat hantu?”Yolla terdiam, matanya tanpa berkedip mengawasai seberang jalan. Tepatnya ke arah Callisto yang sedang menggendong bocah perempuan itu lagi.Namun, kini dia tidak sendiri. Melainkan ada seorang wanita dewasa yang sedang berjalan di sampingnya.“Coba kamu lihat di sana,” tunjuk Yolla dengan pandangan matanya.Sisty menoleh ke arah yang ditunjuk Yolla, kedua matanya melebar sampai nyaris keluar dari tempatnya saat dia melihat Callisto sedang bersama seorang wanita.“Pantesan ...” komentar Sisty pendek, dia mengerti sekarang apa yang membuat Yolla seterkejut itu.“Sayang amat, ternyata incaran kamu sudah punya anak sama istri.” Yolla menimpali. “Mendingan kamu coba cari yang lain aja deh, Sis.”“Nggak salah, nih?”
Selanjutnya Callisto terpaksa menunggui Vhea yang sedang makan disuapi asisten rumah tangga Clerin. Bukan dia tidak sayang pada bocah itu, tapi dia tidak tega saja jika dirinya terus berpura-pura menjadi ayahnya.Clerin tiba di rumah ketika Vhea baru saja tertidur di pangkuan Callisto.“Hari ini saya tidak masuk kerja lagi,” kata Callisto dingin sebagai ucapan selamat datangnya.“Maaf, ternyata berkasnya lebih banyak daripada yang saya kira.” Clerin beralasan. “Bagus sekali,” sahut Callisto dengan wajah muram. “akhirnya pertemuan saya dengan Pak Shanendra batal.”Clerin menunjukkan wajah bersalahnya saat dia menatap Callisto.“Kamu tenang saja, tadi Pak Shanendra juga berhalangan hadir.” Dia memberi tahu. “jadi yang datang adalah orang suruhannya.”“Kenapa beliau tidak datang?” selidik Callisto seakan tidak percaya.“Entahlah ... katanya putri tunggalnya sedang sakit, begitu yang saya dengar.” Clerin menjelaskan. “Saya mandi dulu ya, setelah itu kita gantian menunggui Vhea.”Callisto
“Mangkal?” potong Yolla galak sambil berkacak pinggang. “Kalau Anda cuma mau cari ribut sama saya, mendingan Anda segera pergi dari sini!”Callisto kembali tidak menggubris Yolla dan malah berjalan memutari mobilnya dengan saksama. Yolla terus berkacak pinggang sementara Callisto memeriksa satu per satu ban mobilnya.“Sudah deh, kalau Anda tidak paham mobil ... Anda tidak perlu sok baik di depan saya seperti ini,” kata Yolla pedas.Callisto mendongak.“Apa seperti ini sikap seorang putri milyuner yang terkenal itu, Pak Shanendra?” komentarnya dingin, kemudian dia mengalihkan wajahnya lagi.Yolla terperanjat ketika Callisto menyebut nama belakang ayahnya.“Apa maksudnya ... terkenal?” tanya Yolla tidak mengerti.“Maksud saya Pak Shanendra yang terkenal,” ralat Callisto tanpa menoleh. “Bukan Anda.”Yolla mendengus, dia tidak berharap bahwa Callisto akan menanggapi pertanyaannya dengan serius.“D