Suasana di dalam kamar menjadi hening dalam sesaat. Bahkan, tangan Jacob yang sedang menekan keningnya pun terkaku. Dia spontan mengangkat kepalanya untuk melihat Sienna.Selesai berbicara, Sienna juga merasa tidaklah bagus untuk berdua dengan lelaki di dalam kamar. Dia tersenyum sejenak, lalu berkata, “Aku hanya asal bicara saja.”Jacob menatap Sienna. Dia sungguh penasaran apakah dia juga begitu inisiatif terhadap lelaki lain atau tidak. Apa suami Sienna tahu perbuatannya ini?Alhasil, Jacob menunduk, lalu berkata dengan tidak sungkan, “Keluar.”Sienna mengira Jacob tidak suka berhubungan dengan lawan jenis. Mungkin dia hanya akan mengizinkan Elena untuk menyentuhnya.“Aku nggak bermaksud lain. Pak Jacob, kalau begitu, kamu istirahat dulu.”Sienna memang tidak bermaksud lain. Dia hanya melihat Jacob sedang sakit kepala akibat minum kebanyakan alkohol. Jadi, dia pun ingin membantunya untuk meninggalkan kesan bagus di benaknya.Hingga saat ini, Jacob masih belum membalas pesannya dan j
Gambaran malam itu kembali terbayang di benak Jacob. Jacob masih ingat dengan lekuk di belakang punggung, pinggang, bokong, bahkan kaki wanita itu. Tidak dipungkiri, tubuh Sienna tergolong seksi.Saat ini Sienna sedang membelakanginya sambil membungkuk untuk memadukan cat warna. Gerakan ini juga mengingatkan Jacob akan gambaran Jacob memeluk pinggangnya ketika bersetubuh di malam itu. Bulu mata Jacob bergetar dan tenggorokannya seketika terasa kering.Suasana mulai terasa hangat. Sienna memegang kuas mulai melukis. Hanya saja, dia merasakan hawa panas di tubuhnya.Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki yang semakin mendekat. Hawa panas kembali terasa di belakang punggungnya membuat Sienna tertegun di tempat. Namun, Jacob hanya melewati sisi Sienna, memiringkan tubuhnya untuk mengambil kuas yang satu lagi.Dada Jacob dan punggung Sienna tak sengaja bersentuhan dalam hitungan beberapa detik. Sienna tertegun di tempat tidak berani bergerak sama sekali. Tiba-tiba tampak Jacob meng
Sienna tidur hingga siang hari. Ketika bangun, kepalanya terasa sangat amat sakit. Saat ini, ponselnya tak berhenti bergetar. Dia segera mengangkatnya, lalu terdengar suara tergesa-gesa dari Berta, “Sienna, kenapa kamu baru angkat sekarang? Apa telah terjadi apa-apa sama kamu? Aku bahkan suruh pamanmu untuk pergi mencarimu.”Sienna melihat notifikasi panggilan tak dijawab, ternyata Berta telah meneleponnya sebanyak lima kali. Pantas saja, Berta begitu khawatir.“Aku baik-baik saja. Semalam aku bergadang, jadi aku baru saja bangun tidur.”Berta menghela napas lega. “Apa hari ini kamu sempat pergi memberi penghormatan kepada ibumu?”“Emm, aku sudah bangun. Aku akan segera ke sana.”“Kamu tidak perlu mempersiapkan apa-apa lagi. Semuanya sudah dipersiapkan pamanmu. Aku suruh dia menunggumu di depan resor. Nanti kamu suruh dia untuk mengantarmu.”Sienna mengakhiri panggilan. Lima menit kemudian, dia pun pergi menemui Robert.Robert berjalan menghampirinya. “Kata bibimu, semalam kamu bergada
Ketika mendengar suara ini, kening Jacob langsung berkerut. Dia mengangkat kepalanya, memalingkan kepalanya, lalu tampak Sienna yang sedang tersenyum.Pemandangan di Kabupaten Armana sangatlah indah. Saat ini, Sienna menunjukkan setengah wajahnya. Dapat terlihat cahaya kilau di dalam kedua matanya.Melihat gambaran ini, Jacob memegang dokumennya dengan semakin erat lagi. Kenapa dia selalu bertemu dengan Sienna?Sienna malah tidak merasa ada yang aneh. Dia kembali mengetuk jendela mobil. “Pak Jacob, boleh nggak?”Jacob menurunkan kepalanya, lalu membalas dengan suara ringan, “Naiklah.”Sienna membuka pintu mobil, segera memasuki mobil.Cahaya matahari di luar sana sangatlah terik, apalagi sekarang sedang siang. Ketika membuka pintu, tercium aroma matahari dan juga aroma wangi tubuh Sienna.Robert yang berdiri di belakang melihat Sienna telah memasuki mobil. Dia pun merasa tenang, lalu bergegas masuk ke dalam mobil.Baru saja mobil melaju sekitar tiga kilometer, tampak mobil BMW di depa
Juliana mengerutkan keningnya. Sepertinya memang tidak ada pilihan lain lagi.Robbin sungguh tidak sanggup melihatnya. Dia pun membujuk, “Robert, kamu sudah tua. Kamu mesti jalan dua jam baru bisa sampai ke rumahmu. Bukankah teman Juliana ada sepeda motor. Biarkan Juliana naik sepeda motor saja.”Begitu ucapan selesai dilontarkan, Juliana pun langsung membantahnya, “Aku nggak ingin naik sepeda motor, apalagi matahari siang hari ini terik banget, kasihan kulitku. Temanku itu juga nggak suka dempet-dempetan sama orang tua. Jadi, dia sudah pulang. Kondisi tubuh ayahku sangatlah bugar. Anggap saja dia lagi olahraga. Paman Robbin, ayo jalan.”Emosi Robbin hampir meluap. Namun, berhubung Robert sudah menuruni mobil, dia juga tidak bisa berkata lain lagi.Setelah menuruni mobil, Robert berjalan kaki di bawah pancaran terik sinar matahari. Beberapa saat kemudian, kepalanya terasa kliyengan. Hanya saja, dia tidak enak hati untuk meminta tumpangan lagi. Jadi, dia memaksakan diri untuk melanjutka
Suara Juliana sangatlah besar. Sepertinya dia masih tidak ingin mengakhiri masalah ini. Saat ini, langkah kaki Jacob pun berhenti ketika mendengar ucapan Juliana. Dapat terlihat ekspresi meremehkan dari tatapannya.Jacob teringat dengan ucapan Sienna dulu. Dia pernah mengatakan bahwa hubungannya dengan sang suami sangatlah bagus. Ternyata rumah tangganya tidaklah bahagia.Seandainya rumah tangga Sienna tidaklah bahagia, bukankah dia bisa memilih untuk bercerai? Namun, Sienna tidak melakukannya, apa itu berarti dia sangat mencintai lelaki itu?Sienna menatap Juliana dengan ekspresi kesal. Dia langsung mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Robert. Ketika menyadari panggilan tidak diangkat, Sienna spontan merasa panik.Hari ini suhu di luar sana mencapai 36 derajat. Apalagi Robert berjalan sendiri, meski dia pingsan akibat kepanasan, juga tidak ada yang mengetahuinya.“Juliana, ikut aku untuk mencari Paman.”Juliana memalingkan wajahnya. “Nggak, ah! Kecuali kamu kasih aku 200 juta!”Sienn
Robert sedang dalam kondisi head stroke. Sienna tidak mungkin perhitungan dengan orang sakit. Jadi, dia terpaksa mengangguk. “Paman, aku mengerti.”Setelah itu, Robert pun tersenyum merasa sangat bersalah terhadap Sienna.“Nanti kamu bawa pulang sosis buatan bibimu. Dia juga sudah buat asinan. Seingatku, sewaktu kamu masih sekolah, kamu suka sekali dengan asinan buatan bibimu.”“Emm.” Sienna tidak berbicara lagi. Dia fokus mengendarai mobilnya mengantar pamannya ke rumah sakit.Di saat perjalanan, Berta sempat menelepon bertanya kenapa mereka berdua belum pulang-pulang.“Paman terkena sengatan panas. Aku antar Paman ke rumah sakit. Sepertinya kita pulangnya malaman.”Mendengar kabar itu, Berta sungguh panik. “Di rumah sakit mana? Aku akan segera ke sana.”Setelah memberi tahu lokasi, Sienna pun mengakhiri panggilan. Kemudian, ada yang meneleponnya.“Halo, apa benar dengan Nona Sienna? Apartemenmu sudah berhasil dijual. Hanya saja, kamu perlu menandatangani surat jual beli. Kira-kira ka
Hati Jacob spontan menjadi luluh. Dia mengalihkan pandangannya, lalu berkata, “Masuklah.”Sienna takut Jacob akan berubah pikiran. Dia pun segera masuk ke dalam kamar Jacob. Di dalam kamar terdapat selembar meja. Di atasnya terdapat laptop dalam keadaan terbuka dan juga terdapat tumpukan dokumen.Sepertinya Jacob sedang sangat sibuk. Meski dia sedang dinas, dia juga membawa banyak dokumen untuk diselesaikannya.Kali ini Sienna baru tahu Jacob bisa dipilih untuk menjadi pewaris, mungkin bukan hanya karena bakatnya saja, juga karena keuletannya. Tidak semua orang berbakat sanggup menangani pekerjaan ini dan menanggung tanggung jawab ini.Sienna juga sadar diri tidak duduk di dekat laptop. Jacob berjalan ke depan meja, membuka dokumen, lalu mulai membacanya.Jacob yang sedang bekerja terlihat sangat dingin. Seluruh tubuhnya memancarkan aura membuat orang-orang tidak berani mendekatinya.Sienna menatap bayangan punggung Jacob yang tegap itu. Entah kenapa Sienna ingin sekali melukisnya. Lek