Malam semakin larut, Farida yang sudah tertidur tiba-tiba terbangun. Perutnya terasa melilit dan juga perih.Dengan lemas dan sempoyongan, Farida bangun dari tidurnya tanpa sepengetahuan Adam. Adam masih terlihat sangat nyenyak hingga tak sadar Farida bangun meninggalkan tempat tidur."Akh, perutku sakit banget," pekik Farida. Ia terduduk di kursi meja makan yang ada di dapur.Tangannya memegangi perutnya dengan sedikit menekannya. Matanya mulai berkaca-kaca menahan rasa sakit yang ia rasakan.Farida mencoba menarik napasnya dengan teratur hingga rasa sakit yang ia rasakan sedikit berkurang. Farida pun merebus air dan membuat teh hangat.Sembari meminum teh hangat yang dibuatnya sendiri, air matanya seketika jatuh. Rasanya begitu lelah dan juga sakit memiliki suami pengangguran yang tidak tegas dan hanya mengandalkan uang pemberian dari orang tuanya sementara ia dengan keras melarang Farida memakan apapun yang dibeli menggunakan uang itu."Ya Allah, aku harus bagaimana sekarang. Aku b
Selesai sarapan, Adam langsung bersiap-siap mencari pekerjaan. Ia memakai kemeja putih dan membawa surat lamaran kerja yang ia masukkan ke dalam map.Farida yang berdiri di dekat meja makan untuk membersihkan meja makan, sesekali melirik ke arah kamar dan melihat Adam yang tampak sedang bersiap-siap."Semoga saja kali ini kamu bersungguh-sungguh, Mas," batin Farida.Tak lama Adam pun keluar dengan penampilan yang sudah sangat rapi sementara Farida berpura-pura tak melihat Adam keluar."Farida, aku pergi sekarang, ya," ucap Adam.Farida pun menoleh ke arah Adam. "Iya, Mas," jawab Farida datar. Kemudian ia berjalan ke depan teras meninggalkan Adam yang masih berdiri di posisinya.Adam menarik napas dalam-dalam. Ia memaklumi sikap farida yang ketus kepadanya. Adam menyadari kesalahan yang telah dibuatnya hingga membuat Farida teramat marah.Adam pun berjalan keluar dari rumah. Rupanya Farida sudah menunggunya di depan pintu. Ia kemudian mengulurkan tangannya untuk bersalaman."Aku pikir
Dengan tubuh yang masih gemetaran, tiba-tiba saja seseorang dari arah luar mengucapkan salam."Assalamualaikum," ucap suara itu membuat Farida tersadar dari lamunannya."Waalaikumsalam," jawab Farida pelan.Matanya mencoba menatap ke arah pintu tapi sayang tak dapat menjangkau sosok yang mengucapkan salam tadi.Ia pun akhirnya melangkahkan kakinya pergi melihat orang yang datang bertamu. Rupanya sosok yang pernah datang ke rumahnya.Seketika saja Farida mengembangkan senyumnya meski kedua matanya sembab, mencoba menyapa sosok yang datang ke rumahnya membuat rasa penasaran di hatinya semakin besar."Waalaikumsalam, eh bang Agus. Ada apa kemari, Bang?" tanya Farida."Silahkan duduk, Bang," lanjut Farida mempersilahkan Agus untuk duduk di kursi teras rumah yang terbuat dari plastik."Makasih banyak, Mbak Farida. Maaf ya kalau aku ganggu. Oh iya apa mas Adamnya ada?" tanya Agus.Farida menggelengkan kepalanya, "maaf ya, Bang Agus. Tapi mas Adamnya lagi pergi cari kerja. Mungkin nanti sian
Sudah sampai sore hari, Adam masih belum mendapatkan kerjaan. Sudah beberapa perusahaan yang ia masih belum mendapatkan pekerjaan."Akh sial, udah capek banget gini masih aja nggak dapat kerjaan," ucap Adam kesal.Ia berdiri menyusuri jalan yang sedikit lengang. Tak sengaja ia melihat Agus yang menaiki motor dari kejauhan. Sontak saja Adam langsung membalikkan badannya menghindari Agus saat itu."Sial! Itu kan si Agus. Duh ngapain sih harus ketemu dia segala," ucap Adam melepaskan napas kasarnya."Dam," ucap Agus memanggil. Ia lalu menghentikan motornya tepat di samping Adam."Eh Gus, ngapain Lo di sini?" tanya Adam yang akhirnya mau tak mau menatap Agus yang saat itu telah menghentikan motornya."Iya ini aku tadi rumahmu, Dam. Kamu gimana? Udah dapat kerjaannya?" tanya Agus."Lah ngapain dia dari rumahku. Di rumahku kan cuma ada Farida, dan dia kok bisa tahu aku lagi nyari kerjaan, apa si Farida yang ngomong," batin Adam menebak-nebak. Ia masih belum menjawab pertanyaan dari Agus hin
Adam melangkahkan kakinya pulang hingga sampailah di depan rumah dan mendapati rumahnya yang sepi."Loh kok rumah sepi banget, Farida kemana, ya," ucap Adam penasaran.Ia pun akhirnya masuk dan memanggil Farida dan juga Tasya tapi tak ia temukan. Kejadian itu terasa tak asing di dalam ingatannya.Belum lama ia pun merasakan kesepian dan kesunyian di dalam rumah itu. Saat Farida memilih pergi meninggalkan rumah karena rasa kecewa pada dirinya.Tapi kali ini, kepergian Farida tak begitu Adam pedulikan dan khawatirkan. Ia hanya memikirkan uang yang kini ada di tangan Farida."Duh pergi kemana sih Farida. Pasti uang yang diberikan Agus, dibawa sama dia." Adam berjalan keluar dengan ekspresi wajah risau.Matanya melalang buana jauh memandangi ke pelataran rumah hingga ke arah jalan. Ia masih berharap Farida bisa segera muncul menemuinya."Gawat nih kalau sampe beneran dia pake uang itu untuk beli obat. Bisa-bisa aku gagal untuk beli vitamin burung-burungku," ucap Adam lagi.Ia kemudian mem
Dengan tangan yang gemetaran, Farida meminta penjelasan dari Adam. Dalam hatinya masih terus mencoba menepis rasa percaya sebelum Adam menjelaskan semuanya.Dengan nada yang terdengar parau Adam pun menjawab. "Iya Farida. Aku memang berniat menceraikan mu setelah Tasya dewasa."Bak disambar petir yang kala itu memancarkan kilatan di angkasa seraya menjatuhkan butiran kristal putih dari langit yang suram.Rasanya begitu lemas dan lunglai mendengar perkataan dari suaminya. Rasa sakit di dalam hatinya tak lagi dapat dijelaskan dengan kata oleh Farida. Ia hanya bisa menitikkan air matanya menumpahkan rasa sedihnya kala itu.Sungguh ia tak menyangka, suami yang ia sayangi selama ini ternyata memiliki niat untuk meninggalkannya. Rumah tangga yang telah ia bangun selama ini kini telah hancur dihantam badai yang tak mampu ia hadang.Ibu bukanlah akhir yang aku inginkan. Ingin sekali Farida berteriak menyuarakan suara hatinya pada Tuhan kala itu agar seluruh ciptaannya bahkan tahu ia tak ingin
Di bawah guyuran hujan yang deras, Adam memegang gagang payung dengan erat, melindungi tubuhnya dari hujan yang turun dengan begitu derasnya.Sementara Farida telah lebih dulu berjalan di depannya tanpa pelindung apapun. Tubuh dan juga tas lusuh yang ia pegang telah basah kuyup akibat hujan yang mengenainya dengan bebas.Adam hanya memandang tubuh Farida dengan perasaan yang tak dapat dijelaskannya. Ada rasa sedih, menyesal yang bercampur menjadi satu, tapi dibalik itu semua Adam mencoba kuat. Ia tahu tak ada jalan untuk kembali pada wanita yang selama ini menemaninya dalam suka dan duka."Maafkan aku Farida jika ini membuatmu sakit. Tapi aku tidak mungkin mempertahankan rumah tangga kita yang sudah tak mungkin kita perbaiki lagi. Aku tidak mau membuat kita tersiksa. Biarlah seperti ini agar kita bisa sama-sama menemukan kebahagiaan," batin Adam mencoba menahan air matanya.Dalam langkah yang tak berarti, pikiran Farida masih jauh tertinggal pada putri semata wayangnya. Hatinya terasa
Nani duduk menatap Adam dan juga Farida yang ada di depannya. Sementara itu Farida hanya terisak dengan menundukkan kepalanya di hadapan Nani."Ada apa ini nak Adam? Kenapa kamu membawa Farida kesini dalam keadaan seperti ini?" tanya Nani.Ada beribu kekhawatiran yang masih belum terjawab saat itu. Urat-urat di sekujur tubuh Nani yang sudah tampak timbul di bawah kulit selain tampak tegang.Nani masih mencoba tenang sembari menunggu salah satu dari keduanya menjawab semua pertanyaannya."Begini Bu. Sebelumnya, aku mau minta maaf pada ibu sebagai orang tua dari Farida dan juga mertuaku. Mulai hari ini aku sudah menceraikan Farida dan aku memulangkan Farida ke sini. Aku memasrahkan Farida padamu dan ia bukan lagi tanggung jawabku."Seakan berhenti berdetak jantung dan juga nadinya. Nani hanya melongo tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Ia masih merasa tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.Semua yang terucap dari mulut Adam seperti mimpi buruk baginya. Ia tak pern