Adam melangkahkan kakinya pulang hingga sampailah di depan rumah dan mendapati rumahnya yang sepi."Loh kok rumah sepi banget, Farida kemana, ya," ucap Adam penasaran.Ia pun akhirnya masuk dan memanggil Farida dan juga Tasya tapi tak ia temukan. Kejadian itu terasa tak asing di dalam ingatannya.Belum lama ia pun merasakan kesepian dan kesunyian di dalam rumah itu. Saat Farida memilih pergi meninggalkan rumah karena rasa kecewa pada dirinya.Tapi kali ini, kepergian Farida tak begitu Adam pedulikan dan khawatirkan. Ia hanya memikirkan uang yang kini ada di tangan Farida."Duh pergi kemana sih Farida. Pasti uang yang diberikan Agus, dibawa sama dia." Adam berjalan keluar dengan ekspresi wajah risau.Matanya melalang buana jauh memandangi ke pelataran rumah hingga ke arah jalan. Ia masih berharap Farida bisa segera muncul menemuinya."Gawat nih kalau sampe beneran dia pake uang itu untuk beli obat. Bisa-bisa aku gagal untuk beli vitamin burung-burungku," ucap Adam lagi.Ia kemudian mem
Dengan tangan yang gemetaran, Farida meminta penjelasan dari Adam. Dalam hatinya masih terus mencoba menepis rasa percaya sebelum Adam menjelaskan semuanya.Dengan nada yang terdengar parau Adam pun menjawab. "Iya Farida. Aku memang berniat menceraikan mu setelah Tasya dewasa."Bak disambar petir yang kala itu memancarkan kilatan di angkasa seraya menjatuhkan butiran kristal putih dari langit yang suram.Rasanya begitu lemas dan lunglai mendengar perkataan dari suaminya. Rasa sakit di dalam hatinya tak lagi dapat dijelaskan dengan kata oleh Farida. Ia hanya bisa menitikkan air matanya menumpahkan rasa sedihnya kala itu.Sungguh ia tak menyangka, suami yang ia sayangi selama ini ternyata memiliki niat untuk meninggalkannya. Rumah tangga yang telah ia bangun selama ini kini telah hancur dihantam badai yang tak mampu ia hadang.Ibu bukanlah akhir yang aku inginkan. Ingin sekali Farida berteriak menyuarakan suara hatinya pada Tuhan kala itu agar seluruh ciptaannya bahkan tahu ia tak ingin
Di bawah guyuran hujan yang deras, Adam memegang gagang payung dengan erat, melindungi tubuhnya dari hujan yang turun dengan begitu derasnya.Sementara Farida telah lebih dulu berjalan di depannya tanpa pelindung apapun. Tubuh dan juga tas lusuh yang ia pegang telah basah kuyup akibat hujan yang mengenainya dengan bebas.Adam hanya memandang tubuh Farida dengan perasaan yang tak dapat dijelaskannya. Ada rasa sedih, menyesal yang bercampur menjadi satu, tapi dibalik itu semua Adam mencoba kuat. Ia tahu tak ada jalan untuk kembali pada wanita yang selama ini menemaninya dalam suka dan duka."Maafkan aku Farida jika ini membuatmu sakit. Tapi aku tidak mungkin mempertahankan rumah tangga kita yang sudah tak mungkin kita perbaiki lagi. Aku tidak mau membuat kita tersiksa. Biarlah seperti ini agar kita bisa sama-sama menemukan kebahagiaan," batin Adam mencoba menahan air matanya.Dalam langkah yang tak berarti, pikiran Farida masih jauh tertinggal pada putri semata wayangnya. Hatinya terasa
Nani duduk menatap Adam dan juga Farida yang ada di depannya. Sementara itu Farida hanya terisak dengan menundukkan kepalanya di hadapan Nani."Ada apa ini nak Adam? Kenapa kamu membawa Farida kesini dalam keadaan seperti ini?" tanya Nani.Ada beribu kekhawatiran yang masih belum terjawab saat itu. Urat-urat di sekujur tubuh Nani yang sudah tampak timbul di bawah kulit selain tampak tegang.Nani masih mencoba tenang sembari menunggu salah satu dari keduanya menjawab semua pertanyaannya."Begini Bu. Sebelumnya, aku mau minta maaf pada ibu sebagai orang tua dari Farida dan juga mertuaku. Mulai hari ini aku sudah menceraikan Farida dan aku memulangkan Farida ke sini. Aku memasrahkan Farida padamu dan ia bukan lagi tanggung jawabku."Seakan berhenti berdetak jantung dan juga nadinya. Nani hanya melongo tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Ia masih merasa tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.Semua yang terucap dari mulut Adam seperti mimpi buruk baginya. Ia tak pern
Sampai denting jarum jam di tengah malam, Farida masih membuka matanya seolah enggan tidur untuk beristirahat.Ia duduk dengan kedua kaki yang dilipat hingga ke dada dan memeluknya erat. Matanya sudah sangat sembab. Entah sudah berapa jam Farida terus menitikkan air matanya tanpa henti.Wajahnya kian pucat dan matanya yang sayu juga sembab. Tubuhnya lemas tak bertenaga. Farida hanya duduk di atas kasur sembari termenung dan terkadang menitikkan air mata.Tiba-tiba saja Nani mengetuk pintu dan langsung masuk ke dalam kamar Farida meski ia belum dipersilahkan masuk."Farida, kamu masih belum tidur," ucap Nani yang datang dengan membawa sepiring nasi dan juga gelas berisi air minum.Ya, Farida menoleh sekilas saat Nani berjalan ke arahnya tapi tak lama ia kembali pada posisinya semula. Nani pun duduk di sebelah Farida."Farida, kamu makan dulu, ya. Kamu kan pasti belum makan dari tadi. Ini ibu sudah masakkan makanan kesukaan kamu. Tumis kangkung dan goreng tempe," ucap Nani menunjukkan l
Kini sudah 3 hari berlalu semenjak perceraiannya dengan Adam. Status baru yang ia sandang sebagai janda tak dapat lagi terelakkan.Farida masih belum dapat bangkit dari keterpurukannya. Bukan karena ia belum ikhlas tapi ia masih belum dapat menemui putrinya hingga kini.Farida berdiri memandang keluar jendela kamarnya. Tanpa sadar air matanya jatuh menitikkan air matanya.Tiba-tiba saja Nani datang mengetuk pintu lalu masuk menghampiri Farida yang masih berdiri menghadap jendela."Farida, Adam datang ingin bertemu denganmu," ucap Nani.Mendengar nama itu terucap tak lagi membuat hati Farida bergetar. Namun, Farida tak dapat menolak untuk menemui masa lalunya yang masih menyayat luka hatinya yang belum sembuh."Mau apa lagi dia datang menemui ku? Aku tidak ingin bertemu dengannya," jawab Farida menyapu buliran air matanya yang akan jatuh."Dia datang membawa Tasya." Seketika Farida menoleh kepada Nani. "Dia seperti membawa surat di tangannya mungkin itu adalah surat perceraian kalian,"
Keesokannya, tanpa membuang-buang waktu lagi, Farida mencoba bangkit dari keterpurukannya. Pagi ini Farida sudah bersiap untuk mulai mencari pekerjaan.Penampilannya sangat rapi meskipun sederhana tapi membuatnya sangat anggun. Farida keluar dari kamar menghampiri Nani yang tengah berada di dapur."Wah, kamu cantik sekali. Kamu mau kemana?" tanya Nani pada Farida."Aku mau cari kerja, Bu. Mulai hari ini aku akan bangkit dan membangun masa depanku yang baru. Aku harus bisa membuktikan pada mas Adam dan yang lainnya bahwa aku layak membesarkan Tasya," jawab Farida.Nani tersenyum semringah mendengar perkataan Farida. Kedua matanya tampak berkaca-kaca. Ia bangkit dari duduknya dan mengusap pundak Farida."Ibu senang sekali melihat kamu bangkit seperti ini. Ibu pikir kamu akan lama menyembuhkan luka di dalam hatimu tapi ternyata aku salah. Kamu lebih hebat daripada yang aku kira," ucar Nani memuji Farida.Farida pun tersenyum pada Nani. Tangannya meraih tangan Nani yang mengusap lembut p
Panas yang begitu menyengat tubuh Farida tak ia hiraukan. Rasa bahagia dalam hatinya begitu besar karena akhirnya ia bisa mendapatkan pekerjaan sekarang. Langkah kakinya terus menerjang panas yang membuat bayangannya tampak begitu terang mengikutinya di samping. Tiba-tiba langkah kakinya terhenti saat melihat Nani di kejauhan. Ia tengah menggendong singkong dalam karung seperti biasanya. Farida berhenti untuk menunggu Nani agar bisa berjalan bersama. Ada perasaan iba melihat orang tua tunggalnya yang sudah renta masih harus bekerja. "Farida, kamu sudah pulang, Nak? Kenapa kamu berdiri di sini?" tanya Nani. "Iya, Bu. Aku baru saja pulang tapi nggak sengaja aku liat ibu jadi yaudah aku tunggu saja biar kita bisa pulang bersama," jawabnya. Nani tampak menatap Farida dalam. Tiba-tiba senyum di bibirnya mengembang menatap Farida. "Kenapa, Bu? Kok ibu liatin aku begitu?" tanya Farida. "Ibu senang kamu sekarang sudah ceria lagi. Ibu benar-benar bahagia melihatmu seperti ini," ucap Nan
Dua bulan kemudian.Sudah 2 bulan semenjak kepergian Farida, keadaan Tasya semakin memburuk. Tubuhnya semakin kurus dan pucat bahkan Tasya sering kesulitan untuk menekan makanan membuatnya semakin tamoak kurus."Ma, bagaimana ini. Keadaan Tasya semakin memburuk. Kita harus bagaimana sekarang?" tanya Adam yang saat itu tengah duduk di samping Nadia."Sudahlah, Dam! Kamu jangan bikin Mama jadi tambah bingung. Sekarang kita udah nggak punya apa-apa lagi.!perkebunan juga udah kita jual dan rumah juga sudah digadai. Semua habis untuk biaya pengobatan Tasya yang sampai sekarang nggak sembuh-sembuh juga. Kita udah nggak punya apa-apa, Dam," ucap Nadia."Berikan saja Tasya pada Farida, biar dia yang mengurusnya," ucap Nadia ketus."Tapi kan kita nggak tahu keberadaan Farida sekarang, Ma.""Kamu benar, juga. Pokoknya kamu harus cari saja dia sampai ketemu dan berikan Tasya padanya. Biar dia yang gantian mengurus Tasya," ucap Nadia yang wajahnya tampak sangat kusut.Setelah obrolan keduanya, Na
Sudah dia hati Farida dan Feri mencari Tasya dan Adam namun mereka masih belum menemukannya."Mas, bagaimana ini? Besok aku sudah harus berangkat tapi sampai sekarang kita masih belum menemukan Tasya. Aku takut benar-benar tidak bisa bertemu dengan Tasya sebelum aku berangkat," ucap Farida sembari terisak.Sementara langkah kaki keduanya masih terus menyusuri jalanan yang tampak lengang karena mendung."Apa kamu benar-benar harus pergi, Farida? Kamu bisa tetap tinggal di sini kalau kamu mau," ucap Feri."Tapi aku ingin mengambil Tasya dari mas Adam suatu saat, Mas. Aku yakin jika aku sudah punya banyak uang dan bisa menghidupi Tasya, pasti mas Adam tidak punya alasan lagi untuk menahan Tasya dariku.""Kamu kan punya aku, Farida. Aku bisa menghidupi kamu dan juga Tasya saat kita sudah menikah nanti.""Tidak, Mas. Aku tidak ingin merepotkan kamu. Kamu adalah orang baru yang tidak seharusnya merasakan semua itu. Aku yakin bisa membuktikan pada semua orang bahwa aku bisa menghidupi Tasya
Tok... Tok... Tok.Suara gedoran pintu yang cukup keras dari arah luar membuat Nadia yang sudah tidur harus tebangun.Dengan sedikit malas Nadia berjalan keluar dari kamar dan menghampiri pintu."Siapa sih malam-malam begini bertamu. Nggak punya sopan santun banget," umpat Nadia sembari berjalan menghampiri pintu.Saat pintu dibuka, Nadia langsung membulatkan kedua matanya melihat anak dan cucunya yang ternyata pulang tengah malam."Loh Dam, kamu kok malam-malam begini ke sini?" tanya Nadia sembari melirik ke arah Tasya yang digendong oleh Adam sementara kedua tangannya menjunjung taa besar.Seketika perasaan Nadia pun mulai tak enak dan menerka-nerka penyebab kedatangan Adam yang tiba-tiba.Nadia pun mempersilahkan Adam masuk. Setelah menidurkan Tasya di kamarnya, Adam kembali keluar menhampiri Nadia yang tengah duduk di sofa ruang tamu sembari meminum air putih yang ia pegang di tangan kanannya."Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu kembali ke rumah ini?" tanya Nadia tanpa basa-
Tiba-tiba saja Gladis bersimpuh di kaki Adam membuatnya semakin bingung."Maafkan aku, Mas. Aku minta maaf," ucap Gladis sembari menangis sesenggukan.Adam yang merasa belum puas dengan jawaban dari Gladis, segera meminta penjelasan yang lebih akurat."Hentikan nak Adam! Tespek itu memang milik Gladis," ucap Erna. Akhirnya Erna memberanikan diri angkat bicara mewakili Gladis yang saat itu hanya bisa menangis sesenggukan."Itu memang milik Gladis dan saat ini dia sedang hamil," ucap Erna lagi sembari melangkah kakinya menghampiri Gladis dan membangunkannya.Adam mengernyitkan keningnya tak mengerti. "Apa! H-hamil? Bagaimana bisa Gladis hamil sementara aku sendiri belum menyentuhnya," ucap Adam masih tak mengerti. Namun, dalam hatinya mulai berpikir yang tidak baik mengenai Gladis dan keluarganya.Hendaryo pun akhirnya menjelaskan semuanya pada Adam selagi Erna membawa Gladis kembali ke sisi mereka dan menenangkannya."Apa! Jadi kalian sudah menipu ku!" Adam tampak sangat marah setelah m
Setelah makan malam, Adam dan Gladis masuk ke dalam kamar dan duduk di pinggiran ranjang. Adam tampak ragu-ragu untuk mulai membahas apa yang dikatakan Nadia tadi di telpon."Emmm Gladis, Mas mau bicara sesuatu, " ucap Adam ragu-ragu.Gladis menatap ke arah Adam. "Ada apa, Mas? Mas mau bicara apa? Apa Ada sesuatu?" tanya Gladis.Adam terdiam sejenak memikirkan tentang apa yang akan ia katakan pada Gladis saat itu. Ia menimbang-nimbang dalam hatinya."Mas mau bicara apa? Bicara saja, tidak apa-apa kok," ucap Gladis meyakinkan.Adam yang tersadar mendengar kata-kata Gladis, langsung menoleh ke arahnya."Emmm b-begini, Gladis. Sebenarnya aku ingin menanyakan tentang dana yang akan keluarga kamu berikan untuk membantu perkebunan ku yang sedang memburuk," ucap Adam sedikit terbata.Gladis mengernyitkan keningnya mendengar apa yang dikatakan Adam saat itu."Mas, kamu ini bagaimana, sih. Sekarang kan Tasya sedang sakit tapi kok kamu memikirkan perkebunan! Seharusnya kamu memikirkan kesembuha
Hari-hari terus berlalu. Gladis dengan setia menemani Adam menjaga Tasya yang sakitnya semakin parah.Tasya membutuhkan pendonor namun masih belum mereka dapatkan sehingga sakitnya Tasya semakin parah.Gladis dan Adam bahkan belum melakukan malam pertama karena sibuk mengurus Tasya yang kondisinya terus memburuk.Dengan penuh kasih sayang, Gladis menyeka tubuh Tasya dengan air hangat yang ia siapkan sendiri."Terima kasih ya, Gladis. Aku benar-benar tidak menyangka kamu akan sesayang ini sama Tasya," ucap Adam mengusap lembut pundak Gladis lalu mengecupnya sekilas.Gladis pun menghentikan tangannya yang tengah menyapu tubuh Tasya. Ia menoleh ke arah Adam yang berdiri di sampingnya."Iya, Mas, sama-sama. Aku senang bisa melakukan ini semua," jawab Gladis lembut."Maaf ya karena sampai saat ini aku masih belum melakukan kewajiban ku sebagai seorang suami.""Nggak apa-apa, Mas. Aku mengerti kondisi kamu sekarang. Ya sudah katanya kamu mau pergi ke apotek untuk memberi obat. Lebih baik ka
Dengan perasaan sedih yang bercampur aduk dengan kebencian pada orang-orang yang telah memisahkannya dengan putri semata wayangnya.Langkah kaki Farida sedikit terhuyung. Matanya yang sembab dan berkaca-kaca membuat pandangannya tanoak sedikit buyar. Ia bahkan harus berhenti sejenak di depan teras rumah sebelum akhirnya ia masuk ke dalam rumah."Farida, kamu kenapa kok lemes gitu?" tanya Ratna yang saat itu baru kembali pulang ke rumah dan langsung melihat Farida yang tampak lemas tak berdaya.Sebelah tangan Farida memegang dinding untuk mempertahankan keseimbangan tubuhnya."B-bu ...." Belum selesai Farida menyelesaikan kalimatnya, air matanya telah lebih dulu jatuh. Ratna pun sontak langsung memeluk erat tubuhnya."Ada apa Farida? Apa yang telah terjadi sampai-sampai kamu seperti ini?" tanya Ratna dengan suara yang mulai parau."Tasya, Bu. Dia dibawa pergi entah kemana oleh mantan suamiku," ucap Farida dengan terbata."A-apa! Tasya dibawa pergi." Ratna ikut syok mendengar apa yang d
"Alhamdulilah ya, Mas. Akhirnya ibu sudah boleh pulang hari ini," ucap Farida menoleh ke arah Feri yang masih berjalan bersamanya."Iya, Farida," jawab Feri sembari tersenyum.Keduanya pun lalu masuk ke dalam sebuah ruangan. Dari kejauhan Adam masih mengamati keduanya."Oh ternyata mereka tidak ke ruangan Tasya. Tapi itu ruangan siapa, ya. Siapa yang sakit," ucap Adam lirih pada dirinya sendiri."Ah sudahlah, ngapain juga aku mikirin siapa yang ada di ruangan itu. Lebih baik sekarang aku fokus pada kesembuhan Tasya saja," ucap Adam lagi. Ia pun lalu pergi meninggalkan tempatnya dan kembali ke ruangan Tasya.***Pagi harinya Farida sudah bangun dan sudah menyiapkan sarapan di atas meja.Feri yang baru saja keluar dari dalam kamarnya, langsung menghampiri Farida."Farida, kamu nggak perlu masak begini. Kamu kan pasti capek dari kemarin ngurusin ibu sampai kurang tidur," ucap Feri."Oh nggak, kok, Mas. Alhamdulilah keadaan ibu sudah lebih baik jadi aku bisa meninggalkan ibu untuk melakuk
"Sah."Kalimat dari penghulu yang menikahkan Adam dan Gladis saat itu dapat didengar oleh semua saksi dan tamu undangan yang ada di dalam ruangan tempat akad Adam dan Gladis dilaksanakan."Sah," jawab para saksi dan para tamu yang hadir hampir bersamaan.Setelah seminggu berkenalan dengan Gladis, akhirnya Adam sudah sah menikahinya."Alhamdulillah," ucap Adam sembari mengusap kedua telapak tangannya ke wajahnya.Sama dengan apa yang Adam lakukan, Gladis pun melakukan hal yang sama. Tak lama Gladis menoleh ke arah Adam sembari tersenyum dan ia mengalami tangan Adam yang kini telah berstatus sebagai suaminya.Semua orang pun menyalami Adam dan Gladis untuk memberinya selamat. Tak terkecuali Nadia dan kedua orang tua Gladis yang ikut menyalami keduanya.Hari itu adalah hari yang paling membahagiakan untuk Adam dan juga Gladis karena keduanya telah sah menjadi suami istri.Sampai sore hari akhirnya acara pernikahan Adam dan Gladis telah selesai dan para tamu pun telah pulang."Dam, Gladis