Malam harinya Hardi, Nadia dan Tasya makan malam bersama. Mereka makan malam tanpa Adam yang sejak sore pergi dan belum kembali.Nadia yang masih belum tahu bahwa Hardi membawa Tasya menemui Farida tadi siang masih bersikap biasa saja."Tasya makan yang banyak, ya, Sayang," ucap Nadia sembari menambah sayur sop ke piring Tasya."Iya Oma," jawab Tasya dengan tersenyum.Tiba-tiba terdengar suara motor Adam yang berhenti di depan rumah saat mereka sedang makan. Nadia yang mendengar pun lantas berhenti makan saat itu."Itu pasti si Adam. Dasar nggak tau diri anak itu! Kerjaannya cuma foya-foya aja nggak mikirin anaknya." Nadia yang merasa kesal bangkit dari duduknya dan hendak menyusul Adam yang masih di depan rumah."Ibu mau kemana?" tanya Hardi yang melihat Nadia bangkit dari duduknya."Aku mau menghampiri si Adam. Aku harus memarahinya biar dia nggak kebiasaan keluar seenaknya seperti itu," ucap Nadia kembali melangkahkan kakinya.Namun, sat Nadia tengah berjalan menghampiri Adam, tiba
Bagai malam yang menenangkan hati semua orang dalam kesunyiannya. Farida justru tak bisa memejamkan kedua matanya untuk tidur padahal esok adalah hari pertamanya bekerja.Tak terasa perceraiannya dengan Adam sudah hampir menginjak 2 Minggu dan Farida masih bertahan hingga kini.Terkadang ia merasa tak percaya bisa melewati titik terberat dal hidupnya itu tapi Farida selalu yakin bahwa apapun yang terjadi dalam kehidupan pasti akan berlalu seiring dengan berjalannya waktu.Farida membuka kedua matanya dan menarik panjang napasnya. Hatinya begitu gelisah hingga detak jantungnya berdegup tak teratur."Ya Allah, ada apa ini. Kenapa hatiku rasanya tidak tenang begini," batin Farida perlahan bangkit dari posisi tidurnya.Tangannya mengusap pelan dadanya mencoba menenangkan degup jantungnya kala itu. Pikirannya melayang jauh entah kemana. Banyak hal yang tiba-tiba mendarat di pikirannya. Mengenai Tasya, pekerjaan barunya bahkan keadaan Nani.Farida pun bangkit dan berjalan menuju ke kamar Na
Hari-hari demi hari terus berlalu namun belum ada tanda-tanda Tasya akan ke.bali ke sisinya. Hati Farida semakin resah tak karuan hingga membuatnya tak bisa memejamkan kedua matanya.Tubuhnya yang terbaring di atas ranjang tampak seperti seorang yang galau dan tak tenang. Hanya membolak-balikkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri.Sementara deru napasnya masih tak teratur. Tiba-tiba saja Farida bangkit dari tidurnya saat itu dan duduk di ranjangnya. Matanya melirik ke arah jam yang menunjukkan pukul satu malam.Ia bangkit dari duduknya dan berjalan mengarah ke jendela lalu membukanya setengah. Tampak kegelapan yang pekat ditemani suara binatang kecil seolah tengah bernyanyi ria."Ya Allah, tolong bantulah aku untuk membuat Tasya bisa tinggal di sisiku lagi. Aku hanya orang yang tak punya harta dan daya apapun. Hanya pada-Mu lah aku memohon," ucap Farida dengan bibir yang gemetaran. Sorot matanya masih jauh menyelami kegelapan di luar jendela.***Hari ini hari Minggu dan Farida libur beker
"Aku kan sudah bilang padaku Farida, kalau aku akan membantumu mendapatkan hak asuh Tasya lalu kenapa sekarang kamu malah ke sini," ucap Hardi sembari menenangkan Farida yang saat itu hanya bisa menangis sesenggukan."Aku harus menunggu sampai kapan, pak? Aku sudah menunggu berhari-hari tapi aku masih belum mendapatkan Tasya.""Kamu sabar dulu sebentar. Aku juga sedang berusaha," ucap Hardi sembari mengusap pundak Farida. Rupanya Hardi tak setulus itu membantu Farida. Ia mencoba mengambil kesempatan di tengah keputusasaan Farida saat itu.Tapi Farida yang menyadari perbuatan dari Hardi langsung mencoba menghindar. Ia bangun dari duduknya meski air matanya masih jatuh berlinang membasahi pipinya."Bapak jangan macam-macam, ya. Jangan menyentuhku sembarangan dengan dalih menenangkan aku," ucap Farida kesal."Dasar wanita yang menggemaskan. Kamu selalu saja membuatku selalu merasa semakin tertantang untuk bisa mendapatkan mu," batin Hardi.Dengan cepat Hardi sedikit menjauh. "M-maaf Far
Hari terus berlalu hingga akhirnya hari pernikahan Adam yang ditunggu-tunggu pun tiba.Ramai orang berdatangan ke rumah Nadia untuk memberi selamat pada Adam. Begitu juga dengan Adam yang menyambutnya dengan suka cita dan senyum yang begitu semringah.***"Farida, kamu mau kemana? Kok pakaian kamu tertutup begitu?" tanya Nani dengan kening mengkerut.Farida yang bisanya hanya mengenakan baju gamis panjang dan juga kerudung kini mengenakan kacamata dan juga cadar berwarna hitam yang menutupi setengah dari wajahnya."Aku mau mengambil Tasya dari mas Adam, Bu," jawab Farida."Apa kamu berniat datang ke rumah Adam?""Iya, Bu. Aku akan datang ke pernikahan mas Adam sebagai tamu lalu aku akan membawa Tasya pergi dari sana saat orang-orang tengah lengah tenggelam dalam suka cita pesta.""Apa kamu yakin dengan apa yang akan kamu lakukan? Ibu takut kamu kenapa-kenapa.""Ibu tenang saja. Aku akan berhati-hati kok, Bu. Aku harus menggunakan kesempatan ini untuk membawa Tasya. Aku yakin mereka pa
Pagi-pagi sekali Adam, Nadia dan juga Santi, istri baru Adam datang ke rumah Nani."Mana Tasya!" Teriak Adam pada Farida yang saat itu berdiri menghalangi pintu rumahnya bersama dengan Nani."Berani sekali kamu mengambil Tasya tanpa izin dari kita! Kembalikan Tasya pada kamu! Bentak Nadia yang saat itu wajahnya sudah ikut memerah."Aku tidak akan memberikan Tasya pada kalian lagi! Kalian tidak memperlakukan Tasya dengan baik, kan, selama ini! Aku tahu semuanya," ucap Farida masih menghalangi mantan suami dan juga mantan mertuanya untuk mengambil Tasya."Berani sekali kamu bicara seperti itu pada kita. Apa kamu mau memfitnah kita, hah!" Nadia melangkahkan kakinya selangkah mendekati Farida."Adam, singkirkan mereka dan cepat bawa Tasya keluar dari gubuk ini. Aku sudah tidak tahan di sini." Nadia melirik ke arah Adam.Adam pun mengangguk pada Nadia. "Baik, Bu." Adam pun mencoba menarik tangan Farida untuk menyingkirkannya dari pintu agar ia bisa menerobos masuk ke dalam.Namun, Farida
Dengan bangga Nadia membawa Tasya pergi dari hadapan Farida yang saat itu masih hanyut dalam kesedihannya."Jangan bawa Tasya, Bu. Saya mohon." Nani bersujud di hadapan Nadia sembari menahan Tasya agar tak dibawa pergi oleh mereka."Maaf, Bu. Tapi saya harus membawa Tasya pergi bersama saya karena saya tidak mau melihat cucu semata wayang saya hidup menderita bersama kalian. Makanya jadi orang kaya kalau kalian mau mendapatkan Tasya," ucap Nadia sembari menyunggingkan senyumannya lalu pergi meninggalkan Nani tanpa memedulikan permohonannya.Begitu juga dengan Adam dan juga Santi yang ikut pergi meninggalkan Nani mengikuti langkah kaki Nadia.Melihat Nani yang diacuhkan begitu saja oleh Nadia membuat batin dan hati Farida terenyuh. Ia pun memaksa tubuhnya untuk bangkit dan menghampiri Nani yang masih bersimpuh di tanah.Meski punggung tangan Farida telah berdarah tapi ia tak mempedulikannya, ia tetap berjalan menghampiri Nani."Ibu nggak kenapa-kenapa, kan, Bu?" tanya Farida pada Nani
Hari-hari terus berlalu, tanpa terasa sudah 3 bulan berlalu setelah pernikahan Adam dan Santi terjadi. Pagi itu Nadia dan Hardi sudah pergi untuk melakukan aktivitasnya seperti biasa sementara Santi sudah sibuk mengurusi anak tirinya yaitu Tasya."Tasya, Tasya makan dulu, ya, Sayang," ucap Santi dengan nada suara yang lembut.Tapi ekspresi wajahnya seketika berubah melihat respon yang diberikan oleh Tasya. Tasya menggelengkan kepalanya saat Santi memintanya untuk makan."Tasya nggak mau makan! Tasya mau ketemu sama ibu!" Teriak Tasya pada Santi.Santi pun membulatkan kedua matanya. Ia merasa sudah mulai lelah menghadapi Tasya yang masih terus menyebut-nyebut Farida meski sudah berbulan-bulan ia mengurusnya."Tasya! Kamu harus makan! Aku sudah capek-capek bangun pagi untuk memasak makanan ini untukmu jadi kamu harus makan!" Tangan Santi mencengkram kuat lengan tangan Tasya.Seketika Tasya pun mengasuh kesakitan dan menangis. "Awww sakit, Bu. Lepaskan," rengek Tasya memberontak tapi sa
Dua bulan kemudian.Sudah 2 bulan semenjak kepergian Farida, keadaan Tasya semakin memburuk. Tubuhnya semakin kurus dan pucat bahkan Tasya sering kesulitan untuk menekan makanan membuatnya semakin tamoak kurus."Ma, bagaimana ini. Keadaan Tasya semakin memburuk. Kita harus bagaimana sekarang?" tanya Adam yang saat itu tengah duduk di samping Nadia."Sudahlah, Dam! Kamu jangan bikin Mama jadi tambah bingung. Sekarang kita udah nggak punya apa-apa lagi.!perkebunan juga udah kita jual dan rumah juga sudah digadai. Semua habis untuk biaya pengobatan Tasya yang sampai sekarang nggak sembuh-sembuh juga. Kita udah nggak punya apa-apa, Dam," ucap Nadia."Berikan saja Tasya pada Farida, biar dia yang mengurusnya," ucap Nadia ketus."Tapi kan kita nggak tahu keberadaan Farida sekarang, Ma.""Kamu benar, juga. Pokoknya kamu harus cari saja dia sampai ketemu dan berikan Tasya padanya. Biar dia yang gantian mengurus Tasya," ucap Nadia yang wajahnya tampak sangat kusut.Setelah obrolan keduanya, Na
Sudah dia hati Farida dan Feri mencari Tasya dan Adam namun mereka masih belum menemukannya."Mas, bagaimana ini? Besok aku sudah harus berangkat tapi sampai sekarang kita masih belum menemukan Tasya. Aku takut benar-benar tidak bisa bertemu dengan Tasya sebelum aku berangkat," ucap Farida sembari terisak.Sementara langkah kaki keduanya masih terus menyusuri jalanan yang tampak lengang karena mendung."Apa kamu benar-benar harus pergi, Farida? Kamu bisa tetap tinggal di sini kalau kamu mau," ucap Feri."Tapi aku ingin mengambil Tasya dari mas Adam suatu saat, Mas. Aku yakin jika aku sudah punya banyak uang dan bisa menghidupi Tasya, pasti mas Adam tidak punya alasan lagi untuk menahan Tasya dariku.""Kamu kan punya aku, Farida. Aku bisa menghidupi kamu dan juga Tasya saat kita sudah menikah nanti.""Tidak, Mas. Aku tidak ingin merepotkan kamu. Kamu adalah orang baru yang tidak seharusnya merasakan semua itu. Aku yakin bisa membuktikan pada semua orang bahwa aku bisa menghidupi Tasya
Tok... Tok... Tok.Suara gedoran pintu yang cukup keras dari arah luar membuat Nadia yang sudah tidur harus tebangun.Dengan sedikit malas Nadia berjalan keluar dari kamar dan menghampiri pintu."Siapa sih malam-malam begini bertamu. Nggak punya sopan santun banget," umpat Nadia sembari berjalan menghampiri pintu.Saat pintu dibuka, Nadia langsung membulatkan kedua matanya melihat anak dan cucunya yang ternyata pulang tengah malam."Loh Dam, kamu kok malam-malam begini ke sini?" tanya Nadia sembari melirik ke arah Tasya yang digendong oleh Adam sementara kedua tangannya menjunjung taa besar.Seketika perasaan Nadia pun mulai tak enak dan menerka-nerka penyebab kedatangan Adam yang tiba-tiba.Nadia pun mempersilahkan Adam masuk. Setelah menidurkan Tasya di kamarnya, Adam kembali keluar menhampiri Nadia yang tengah duduk di sofa ruang tamu sembari meminum air putih yang ia pegang di tangan kanannya."Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu kembali ke rumah ini?" tanya Nadia tanpa basa-
Tiba-tiba saja Gladis bersimpuh di kaki Adam membuatnya semakin bingung."Maafkan aku, Mas. Aku minta maaf," ucap Gladis sembari menangis sesenggukan.Adam yang merasa belum puas dengan jawaban dari Gladis, segera meminta penjelasan yang lebih akurat."Hentikan nak Adam! Tespek itu memang milik Gladis," ucap Erna. Akhirnya Erna memberanikan diri angkat bicara mewakili Gladis yang saat itu hanya bisa menangis sesenggukan."Itu memang milik Gladis dan saat ini dia sedang hamil," ucap Erna lagi sembari melangkah kakinya menghampiri Gladis dan membangunkannya.Adam mengernyitkan keningnya tak mengerti. "Apa! H-hamil? Bagaimana bisa Gladis hamil sementara aku sendiri belum menyentuhnya," ucap Adam masih tak mengerti. Namun, dalam hatinya mulai berpikir yang tidak baik mengenai Gladis dan keluarganya.Hendaryo pun akhirnya menjelaskan semuanya pada Adam selagi Erna membawa Gladis kembali ke sisi mereka dan menenangkannya."Apa! Jadi kalian sudah menipu ku!" Adam tampak sangat marah setelah m
Setelah makan malam, Adam dan Gladis masuk ke dalam kamar dan duduk di pinggiran ranjang. Adam tampak ragu-ragu untuk mulai membahas apa yang dikatakan Nadia tadi di telpon."Emmm Gladis, Mas mau bicara sesuatu, " ucap Adam ragu-ragu.Gladis menatap ke arah Adam. "Ada apa, Mas? Mas mau bicara apa? Apa Ada sesuatu?" tanya Gladis.Adam terdiam sejenak memikirkan tentang apa yang akan ia katakan pada Gladis saat itu. Ia menimbang-nimbang dalam hatinya."Mas mau bicara apa? Bicara saja, tidak apa-apa kok," ucap Gladis meyakinkan.Adam yang tersadar mendengar kata-kata Gladis, langsung menoleh ke arahnya."Emmm b-begini, Gladis. Sebenarnya aku ingin menanyakan tentang dana yang akan keluarga kamu berikan untuk membantu perkebunan ku yang sedang memburuk," ucap Adam sedikit terbata.Gladis mengernyitkan keningnya mendengar apa yang dikatakan Adam saat itu."Mas, kamu ini bagaimana, sih. Sekarang kan Tasya sedang sakit tapi kok kamu memikirkan perkebunan! Seharusnya kamu memikirkan kesembuha
Hari-hari terus berlalu. Gladis dengan setia menemani Adam menjaga Tasya yang sakitnya semakin parah.Tasya membutuhkan pendonor namun masih belum mereka dapatkan sehingga sakitnya Tasya semakin parah.Gladis dan Adam bahkan belum melakukan malam pertama karena sibuk mengurus Tasya yang kondisinya terus memburuk.Dengan penuh kasih sayang, Gladis menyeka tubuh Tasya dengan air hangat yang ia siapkan sendiri."Terima kasih ya, Gladis. Aku benar-benar tidak menyangka kamu akan sesayang ini sama Tasya," ucap Adam mengusap lembut pundak Gladis lalu mengecupnya sekilas.Gladis pun menghentikan tangannya yang tengah menyapu tubuh Tasya. Ia menoleh ke arah Adam yang berdiri di sampingnya."Iya, Mas, sama-sama. Aku senang bisa melakukan ini semua," jawab Gladis lembut."Maaf ya karena sampai saat ini aku masih belum melakukan kewajiban ku sebagai seorang suami.""Nggak apa-apa, Mas. Aku mengerti kondisi kamu sekarang. Ya sudah katanya kamu mau pergi ke apotek untuk memberi obat. Lebih baik ka
Dengan perasaan sedih yang bercampur aduk dengan kebencian pada orang-orang yang telah memisahkannya dengan putri semata wayangnya.Langkah kaki Farida sedikit terhuyung. Matanya yang sembab dan berkaca-kaca membuat pandangannya tanoak sedikit buyar. Ia bahkan harus berhenti sejenak di depan teras rumah sebelum akhirnya ia masuk ke dalam rumah."Farida, kamu kenapa kok lemes gitu?" tanya Ratna yang saat itu baru kembali pulang ke rumah dan langsung melihat Farida yang tampak lemas tak berdaya.Sebelah tangan Farida memegang dinding untuk mempertahankan keseimbangan tubuhnya."B-bu ...." Belum selesai Farida menyelesaikan kalimatnya, air matanya telah lebih dulu jatuh. Ratna pun sontak langsung memeluk erat tubuhnya."Ada apa Farida? Apa yang telah terjadi sampai-sampai kamu seperti ini?" tanya Ratna dengan suara yang mulai parau."Tasya, Bu. Dia dibawa pergi entah kemana oleh mantan suamiku," ucap Farida dengan terbata."A-apa! Tasya dibawa pergi." Ratna ikut syok mendengar apa yang d
"Alhamdulilah ya, Mas. Akhirnya ibu sudah boleh pulang hari ini," ucap Farida menoleh ke arah Feri yang masih berjalan bersamanya."Iya, Farida," jawab Feri sembari tersenyum.Keduanya pun lalu masuk ke dalam sebuah ruangan. Dari kejauhan Adam masih mengamati keduanya."Oh ternyata mereka tidak ke ruangan Tasya. Tapi itu ruangan siapa, ya. Siapa yang sakit," ucap Adam lirih pada dirinya sendiri."Ah sudahlah, ngapain juga aku mikirin siapa yang ada di ruangan itu. Lebih baik sekarang aku fokus pada kesembuhan Tasya saja," ucap Adam lagi. Ia pun lalu pergi meninggalkan tempatnya dan kembali ke ruangan Tasya.***Pagi harinya Farida sudah bangun dan sudah menyiapkan sarapan di atas meja.Feri yang baru saja keluar dari dalam kamarnya, langsung menghampiri Farida."Farida, kamu nggak perlu masak begini. Kamu kan pasti capek dari kemarin ngurusin ibu sampai kurang tidur," ucap Feri."Oh nggak, kok, Mas. Alhamdulilah keadaan ibu sudah lebih baik jadi aku bisa meninggalkan ibu untuk melakuk
"Sah."Kalimat dari penghulu yang menikahkan Adam dan Gladis saat itu dapat didengar oleh semua saksi dan tamu undangan yang ada di dalam ruangan tempat akad Adam dan Gladis dilaksanakan."Sah," jawab para saksi dan para tamu yang hadir hampir bersamaan.Setelah seminggu berkenalan dengan Gladis, akhirnya Adam sudah sah menikahinya."Alhamdulillah," ucap Adam sembari mengusap kedua telapak tangannya ke wajahnya.Sama dengan apa yang Adam lakukan, Gladis pun melakukan hal yang sama. Tak lama Gladis menoleh ke arah Adam sembari tersenyum dan ia mengalami tangan Adam yang kini telah berstatus sebagai suaminya.Semua orang pun menyalami Adam dan Gladis untuk memberinya selamat. Tak terkecuali Nadia dan kedua orang tua Gladis yang ikut menyalami keduanya.Hari itu adalah hari yang paling membahagiakan untuk Adam dan juga Gladis karena keduanya telah sah menjadi suami istri.Sampai sore hari akhirnya acara pernikahan Adam dan Gladis telah selesai dan para tamu pun telah pulang."Dam, Gladis