Hari-hari terus berlalu, tanpa terasa sudah 3 bulan berlalu setelah pernikahan Adam dan Santi terjadi. Pagi itu Nadia dan Hardi sudah pergi untuk melakukan aktivitasnya seperti biasa sementara Santi sudah sibuk mengurusi anak tirinya yaitu Tasya."Tasya, Tasya makan dulu, ya, Sayang," ucap Santi dengan nada suara yang lembut.Tapi ekspresi wajahnya seketika berubah melihat respon yang diberikan oleh Tasya. Tasya menggelengkan kepalanya saat Santi memintanya untuk makan."Tasya nggak mau makan! Tasya mau ketemu sama ibu!" Teriak Tasya pada Santi.Santi pun membulatkan kedua matanya. Ia merasa sudah mulai lelah menghadapi Tasya yang masih terus menyebut-nyebut Farida meski sudah berbulan-bulan ia mengurusnya."Tasya! Kamu harus makan! Aku sudah capek-capek bangun pagi untuk memasak makanan ini untukmu jadi kamu harus makan!" Tangan Santi mencengkram kuat lengan tangan Tasya.Seketika Tasya pun mengasuh kesakitan dan menangis. "Awww sakit, Bu. Lepaskan," rengek Tasya memberontak tapi sa
"Tidak, Pak. Aku tidak akan mempermasalahkan hal ini lagi," ucap Farida sembari menyodorkan map cokelat yang telah ia baca.Tampak Hardi yang bingung dengan sikap Farida yang dirasa telah berubah.Kedua alis Hardi hampir tertaut dan saling bersentuhan satu sama lain. Pikirannya masih terus menebak penyebab Farida kini berubah."Kenapa sekarang kamu beribah begini, Farida. Bukankah kemarin kamu yang menggebu-gebu ingin mendapatkan hak asuh Tasya."Farida terdiam di hadapan Hardi membuat ia semakin kebingungan."Aku tahu kemarin aku yang terlalu menggebu-gebu ingin mendpatkan Tasya tapi setelah aku pikir-pikir lagi sepertinya itu memang yang terbaik untuk Tasya.""Lalu bagaimana dengan usahaku selama ini? apakah kamu tidak memikirkan itu semua? aku sudah susah payah mendapatkan surat pengalihan hak asuh ini.""Aku minta maaf, Pak. Tapi aku tidak mau memaksa lagi untuk Tasya bisa bersamaku. Biarlah dia bahagia dengan ayahnya yang bisa memberinya kebahagian.""Apa kamu yakin dengan keputu
Hardi masih mengintai ke arah rumah Farida meski keadaan di sana telah sunyi bahkan setelah Farida memutuskan untuk masuk ke dalam rumah menemani Nani."Loh itu kan bapak, ngapain dia di sini, ya? terus ngapain dia ngintai rumah Farida seperti itu?" tanya Nadia pada dirinya sendiri. Rasa penasaran pun mulai timbul di dalam hatinya.Beberapa menit Nadia telah mengawasi Hardi yang masih tampak mengintai rumah Farida hingga rasa penasaran di dalam hatinya tak bisa ia bendung lagi.Nadia berjalan menghampiri Hardi yang masih membelakanginya. Tampak Hardi yang berdiri bersembunyi di balik rumpun pohon pisang."Bapak ngapain di sini?" tanya Nadia mengejutkan Hardi.Sontak Hardi pun amat terkejut hingga membalikkan badannya dan melihat Nadia yang sudah berdiri tegak di belakangnya.Dengan cepat Hardi pun menyembunyikan map cokelat yang ia pegang ke belakang tubuhnya."I-ibu kok bisa ada di sini?" tanya Hardi yang masih syok melihat Nadia di depannya."Harusnya aku yang tanya ke bapak. Kenapa
Malam harinya saat keluarga Nadia tengah menikmati hidangan makan malam. Dari kejauhan Santi hanya bisa menatap.Belum lama pernikahannya dengan Adam terjadi, kini perubahan sikap dari keluarga Nadia sudah mulai ia rasakan."Sial! Bisa-bisanya mereka nggak ada satupun yang peduli sama aku. Bahkan mas Adam pun nggak mengajak aku untuk makan malam," batin Santi sangat kesal.Tubuhnya terasa sakit dan tangannya pun masih terasa perih karena pukulan dan siksaan dari Nadia padanya. Namun, meski begitu tak menyurutkan niatnya yang tengah menatap keluarga Nadia dari kejauhan."Ini Tasya makan yang banyak, ya, Sayang. Tambah lagi ayam gorengnya." Nadia mengambil ayam goreng bagian paha lalu menaruhnya ke piring Tasya sembari tersenyum."Iya Tasya, Tasya harus makan yang banyak ya," timpal Adam."Loh ini Santi nggak ikut makan malam sama kita?" tanya Hardi tiba-tiba saat menyadari ketiadaan Santi di tengah-tengah mereka."Jangan sebut nama itu lagi. Aku tidak mau mendengar nama wanita jahat it
Bruk.Koper yang dibawa oleh Nadia dilempar hingga jatuh dan menghantam ubin berwarna putih."Pergi dari sini! Aku tidak mau melihat bapak lagi! Bisa-bisanya bapak mengkhianati aku seperti ini!" Dengan keras Nadia mengumpat Hardi hingga membuat Adam dan Santi yang mendengar suara riuh di ruang tengah lantas keluar bersamaan.Begitu juga dengan Tasya yang mendengar nada tinggi Nadia pun ikut keluar.Mereka langsung disuguhkan dengan pemandangan yang sangat dramatis dimana Hardi tengah bersujud di hadapan Nadia dan meminta maaf padanya."Maafkan bapak, Bu. Maafkan aku karena sudah melakukan itu padamu. Aku sangat menyesal." Hardi menjatuhkan buliran air matanya di hadapan Nadia.Namun, Nadia yang sudah telanjur marah justru menghempas kuat tubuh Hardi hingga tersungkur ke lantai."Minta maaf bapak bilang? Apa bapak lupa apa yang sudah bapak katakan tadi di hadapanku? Bapak bilang melakukan semua ini untuk Farida, kan? Wanita yang bapak cintai."Seketika Adam pun terbelalak saat mendenga
Adam yang sudah sangat marah dan kecewa pada Hardi tak lagi mendengarkan penjelasan bahkan permohonan maaf darinya.Dengan begitu tega Adam melangkahkan kakinya meninggalkan Hardi yang masih terduduk di lantai teras. Tak lupa Adam mengunci pintu rumah agar Hardi tak bisa masuk."Mas, ada apa sebenarnya? Kenapa Mama Nadia seperti marah sekali sama bapak?" tanya Santi yang saat itu langsung menghampiri Adam yang baru masuk kembali ke dalam rumah."Ayah, kenapa Opa nggak boleh masuk? Kasian Opa kalau di luar, nanti dia kedinginan," ucap Tasya dengan wajah memelas pada Adam.Adam yang masih belum menjawab pertanyaan dari Santi kini menjadi bingung harus menjawab pertanyaan yang mana dulu. Lebih dari itu, Adam harus memutar otaknya untuk mencari alasan agar bisa menenangkan Tasya saat itu.Adam menatap Tasya yang ada di bawahnya. Ia kemudian jongkok menyamakan posisinya dengan Tasya."Tasya, ini masalah orang dewasa jadi Tasya nggak boleh tahu, ya. Yang pasti Opa sudah melakukan kesalahan
Pagi harinya Farida yang tengah bersiap untuk bekerja tiba-tiba dikejutkan dengan suara pintu yang digedor keras dari arah luar. Terdengar pula teriakan yang memanggil-manggil namanya."Siapa ya itu, kok suaranya seperti suara pak Hardi, tapi mau apa dia ke sini pagi-pagi," ucap Farida pelan. Hatinya masih dipenuhi rasa penasaran.Tiba-tiba saja Nani datang menghampiri Farida. "Nak, itu siapa ya kok pagi-pagi begini sudah gedor-gedor pintu," ucap Nani pada Farida."Aku juga nggak tahu, Bu, tapi kalau dari suaranya seperti suaranya pak Hardi," ucap Farida."Kalau begitu kamu nggak usah buka pintunya. Biar ibu saja yang keluar untuk membuka pintunya," ucap Nani menahan tangan Farida.Dengan senyum dan nada suara yang lembut, Farida mencoba menenangkan Nani. "Nggak apa-apa, Bu. Aku bisa jaga diri kok, lagipula aku malah nggak tenang kalau ibu sendiri yang membukakan pintunya," ucap Farida."Ya sudah kalau begitu, kita buka pintunya sama-sama, ya," lanjutnya lagi.Setelah lama berpikir ak
Farida duduk di kursi dengan kepala menunduk. Dirinya masih sangat syok atas apa yang dilakukan Hardi padanya.Tiba-tiba Nani datang menghampiri Farida dengan membawakannya segelas air putih. "Ini, Nak, minumlah dulu supaya kamu bisa lebih tenang," ucap Nani menyodorkan gelas di tangannya.Farida pun menerima gelas berisi air dari Nani dan meminumnya beberapa teguk. Beberapa kali Farida menarik panjang napasnya untuk menenangkan dirinya."Bu, apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tak menyangka akan jadi seperti ini," ucap Farida dengan mata berkaca-kaca.Mendengar ucapan Farida tak lantas membuat Nani menjadi ikut panik. Nani berusaha tetap tenang di hadapan Farida agar tak semakin membuatnya banyak pikiran."Kamu tenang ya, Nak. Ibu yakin kamu bisa melewati semuanya ini dan ibu yakin kamu tidak bersalah dalam masalah ini." Nani mencoba menghibur Farida."Andai saja waktu itu aku tidak meminta bantuan bapak, ya, Bu. Pasti semua ini tidak akan terjadi. Aku tidak berpikir sejauh ini.