Bruk.Koper yang dibawa oleh Nadia dilempar hingga jatuh dan menghantam ubin berwarna putih."Pergi dari sini! Aku tidak mau melihat bapak lagi! Bisa-bisanya bapak mengkhianati aku seperti ini!" Dengan keras Nadia mengumpat Hardi hingga membuat Adam dan Santi yang mendengar suara riuh di ruang tengah lantas keluar bersamaan.Begitu juga dengan Tasya yang mendengar nada tinggi Nadia pun ikut keluar.Mereka langsung disuguhkan dengan pemandangan yang sangat dramatis dimana Hardi tengah bersujud di hadapan Nadia dan meminta maaf padanya."Maafkan bapak, Bu. Maafkan aku karena sudah melakukan itu padamu. Aku sangat menyesal." Hardi menjatuhkan buliran air matanya di hadapan Nadia.Namun, Nadia yang sudah telanjur marah justru menghempas kuat tubuh Hardi hingga tersungkur ke lantai."Minta maaf bapak bilang? Apa bapak lupa apa yang sudah bapak katakan tadi di hadapanku? Bapak bilang melakukan semua ini untuk Farida, kan? Wanita yang bapak cintai."Seketika Adam pun terbelalak saat mendenga
Adam yang sudah sangat marah dan kecewa pada Hardi tak lagi mendengarkan penjelasan bahkan permohonan maaf darinya.Dengan begitu tega Adam melangkahkan kakinya meninggalkan Hardi yang masih terduduk di lantai teras. Tak lupa Adam mengunci pintu rumah agar Hardi tak bisa masuk."Mas, ada apa sebenarnya? Kenapa Mama Nadia seperti marah sekali sama bapak?" tanya Santi yang saat itu langsung menghampiri Adam yang baru masuk kembali ke dalam rumah."Ayah, kenapa Opa nggak boleh masuk? Kasian Opa kalau di luar, nanti dia kedinginan," ucap Tasya dengan wajah memelas pada Adam.Adam yang masih belum menjawab pertanyaan dari Santi kini menjadi bingung harus menjawab pertanyaan yang mana dulu. Lebih dari itu, Adam harus memutar otaknya untuk mencari alasan agar bisa menenangkan Tasya saat itu.Adam menatap Tasya yang ada di bawahnya. Ia kemudian jongkok menyamakan posisinya dengan Tasya."Tasya, ini masalah orang dewasa jadi Tasya nggak boleh tahu, ya. Yang pasti Opa sudah melakukan kesalahan
Pagi harinya Farida yang tengah bersiap untuk bekerja tiba-tiba dikejutkan dengan suara pintu yang digedor keras dari arah luar. Terdengar pula teriakan yang memanggil-manggil namanya."Siapa ya itu, kok suaranya seperti suara pak Hardi, tapi mau apa dia ke sini pagi-pagi," ucap Farida pelan. Hatinya masih dipenuhi rasa penasaran.Tiba-tiba saja Nani datang menghampiri Farida. "Nak, itu siapa ya kok pagi-pagi begini sudah gedor-gedor pintu," ucap Nani pada Farida."Aku juga nggak tahu, Bu, tapi kalau dari suaranya seperti suaranya pak Hardi," ucap Farida."Kalau begitu kamu nggak usah buka pintunya. Biar ibu saja yang keluar untuk membuka pintunya," ucap Nani menahan tangan Farida.Dengan senyum dan nada suara yang lembut, Farida mencoba menenangkan Nani. "Nggak apa-apa, Bu. Aku bisa jaga diri kok, lagipula aku malah nggak tenang kalau ibu sendiri yang membukakan pintunya," ucap Farida."Ya sudah kalau begitu, kita buka pintunya sama-sama, ya," lanjutnya lagi.Setelah lama berpikir ak
Farida duduk di kursi dengan kepala menunduk. Dirinya masih sangat syok atas apa yang dilakukan Hardi padanya.Tiba-tiba Nani datang menghampiri Farida dengan membawakannya segelas air putih. "Ini, Nak, minumlah dulu supaya kamu bisa lebih tenang," ucap Nani menyodorkan gelas di tangannya.Farida pun menerima gelas berisi air dari Nani dan meminumnya beberapa teguk. Beberapa kali Farida menarik panjang napasnya untuk menenangkan dirinya."Bu, apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tak menyangka akan jadi seperti ini," ucap Farida dengan mata berkaca-kaca.Mendengar ucapan Farida tak lantas membuat Nani menjadi ikut panik. Nani berusaha tetap tenang di hadapan Farida agar tak semakin membuatnya banyak pikiran."Kamu tenang ya, Nak. Ibu yakin kamu bisa melewati semuanya ini dan ibu yakin kamu tidak bersalah dalam masalah ini." Nani mencoba menghibur Farida."Andai saja waktu itu aku tidak meminta bantuan bapak, ya, Bu. Pasti semua ini tidak akan terjadi. Aku tidak berpikir sejauh ini.
Spontan Adam yang melihat Nadia akan melukai wajah Farida langsung bergerak menyelamatkan Farida.Tangannya bergerak mengalihkan bambu runcing itu hingga menggores lengan tangannya. Seketika darah segar pun mengucur dari tangannya."Adam!" teriak Nadia histeris saat melihat tangan Adam terkena bambu runcingnya hingga terluka dan mengeluarkan darah.Tampak Adam memekik lirih menahan perih pada lengan tangannya yang terluka akibat goresan bambu runcing tadi."Ya Tuhan, kamu nggak kenapa-kenapa kan, Dam. Kamu ngapain sih merebut bambu itu dari tanganku. Kamu kan jadi luka begini," ucap Nadia yang kini melepaskan cengkraman tangannya pada Farida dan beralih pada Adam dan lukanya.Sementara Farida yang masih tak percaya bahwa ia Adam menyelamatkannya hanya bisa tertegun di posisinya dengan mata yang mengarah kepada Adam yang tengah terluka."Ya Tuhan, kenapa mas Adam menyelamatkan aku dan mengorbankan dirinya seperti ini," batin Farida masih menatap Adam.Nadia masih sibuk mengurus luka Ad
Tok ... Tok ... Tok.Suara ketukan pintu dari arah luar membuat Farida dan Nani terkejut. Keduanya kompak menoleh ke arah pintu yang masih tertutup rapat."S-siapa lagi, ya, Bu. Jangan-jangan itu pak Hardi. Jangan dia datang lagi ke sini untuk memaksaku menikah dengannya," ucap Farida yang sudah mulai menerka-nerka."Ibu juga nggak tahu, Farida. Kamu tunggu di sini dulu, ya. Biar coba ibu lihat dulu apa benar yang datang itu adalah pak Hardi." Nani lantas bangkit dari duduknya menghampiri jendela yang berada di samping pintu. Pelan-pelan Nani menyibakkan tirai jendela dan mengintip ke arah luar.Tak lama Nani kembali datang menghampiri Farida yang masih duduk di dalam kamarnya dengan wajah panik dan juga cemas."Bagaimana, Bu? Apa itu benar pak Hardi?" tanya Farida.Nani menggelengkan kepalanya pelan. "Bukan, Farida. Yang ada di luar itu justru Adam," jawabnya.Sementara suara ketukan dari arah luar masih terdengar jelas di telinga keduanya. Tapi, Farida masih tak habis pikir mengapa
Adam pun lantas menceritakan semuanya pada Farida mengenai syarat hak asuh Tasya yang Nadia temukan di dalam kamarnya sebelum ia mengusir Hardi dari rumahnya."J-jadi karena itulah ibu Nadia marah padaku?" Farida seolah tak percaya jika Hardi benar-benar berani mengatakan pada Nadia bahwa ia menyukai Farida dan akan menikahinya.Rupanya hal itu yang membuat Nadia sangat marah pada Farida hingga tak segan-segan menyakitinya sebelum akhirnya Adam yang pasang badan untuk menyelamatkan Farida."Demi Allah, mas. Aku benar-benar tidak tahu kalau bapak benar-benar ingin aku menjadi istrinya. Aku memang sempat minta tolong padanya untuk mendapatkan hak asuh Tasya tapi aku mengurungkannya setelah aku sadar bahwa Tasya akan lebih baik di tanganmu dan aku pun sudah mengikhlaskannya..... Aku bahkan tidak tahu kalau imbalan yang bapak inginkan adalah aku menjadi istrinya."Sedikit lega rasanya setelah tahu penyebab mengapa Nadia bisa sangat marah padanya dan Hardi yang terus mengejarnya untuk me
Berkali-kali Santi mengirimkan pesan singkat pada Adam, tapi tak satupun pesannya dibalas. Dengan perasaan marah, Santi pun membanting ponsel miliknya ke kasur."Mas Adam kemana sih, kenapa dia nggak angkat telpon ku. Pesan ku juga nggak dibalas," sungut Santi kesal.Sesekali ia melirik ke arah ponselnya yang masih tak juga menampilkan notifikasi apapun di layar ponselnya."Tujuanku nikah sama dia kan buat morotin dia dan kuras semua hartanya, tapi aku malah kayak cuma dijadiin pengasuh buat anaknya. Dikasih uang bulanan juga pas-pasan banget, itupun selalu dibatasi sama Mamanya yang jahat itu," umpat Santi sekali lagi.Seketika rasa marahnya memudar saat mendengar suara Nadia yang berteriak memanggil-manggil nama Adam dari ruang tengah. Dengan cepat, Santi berlari menghampiri Nadia yang sudah menunjukkan wajah cemberut."Ma, Mama cari mas Adam, ya?" tanya Santi pada Nadia."Kamu tuli, ya! Ya iyalah aku nyari Adam, masa iya aku nyari kamu. Dari tadi kan aku juga manggil nama Adam buka