Adam pun lantas menceritakan semuanya pada Farida mengenai syarat hak asuh Tasya yang Nadia temukan di dalam kamarnya sebelum ia mengusir Hardi dari rumahnya."J-jadi karena itulah ibu Nadia marah padaku?" Farida seolah tak percaya jika Hardi benar-benar berani mengatakan pada Nadia bahwa ia menyukai Farida dan akan menikahinya.Rupanya hal itu yang membuat Nadia sangat marah pada Farida hingga tak segan-segan menyakitinya sebelum akhirnya Adam yang pasang badan untuk menyelamatkan Farida."Demi Allah, mas. Aku benar-benar tidak tahu kalau bapak benar-benar ingin aku menjadi istrinya. Aku memang sempat minta tolong padanya untuk mendapatkan hak asuh Tasya tapi aku mengurungkannya setelah aku sadar bahwa Tasya akan lebih baik di tanganmu dan aku pun sudah mengikhlaskannya..... Aku bahkan tidak tahu kalau imbalan yang bapak inginkan adalah aku menjadi istrinya."Sedikit lega rasanya setelah tahu penyebab mengapa Nadia bisa sangat marah padanya dan Hardi yang terus mengejarnya untuk me
Berkali-kali Santi mengirimkan pesan singkat pada Adam, tapi tak satupun pesannya dibalas. Dengan perasaan marah, Santi pun membanting ponsel miliknya ke kasur."Mas Adam kemana sih, kenapa dia nggak angkat telpon ku. Pesan ku juga nggak dibalas," sungut Santi kesal.Sesekali ia melirik ke arah ponselnya yang masih tak juga menampilkan notifikasi apapun di layar ponselnya."Tujuanku nikah sama dia kan buat morotin dia dan kuras semua hartanya, tapi aku malah kayak cuma dijadiin pengasuh buat anaknya. Dikasih uang bulanan juga pas-pasan banget, itupun selalu dibatasi sama Mamanya yang jahat itu," umpat Santi sekali lagi.Seketika rasa marahnya memudar saat mendengar suara Nadia yang berteriak memanggil-manggil nama Adam dari ruang tengah. Dengan cepat, Santi berlari menghampiri Nadia yang sudah menunjukkan wajah cemberut."Ma, Mama cari mas Adam, ya?" tanya Santi pada Nadia."Kamu tuli, ya! Ya iyalah aku nyari Adam, masa iya aku nyari kamu. Dari tadi kan aku juga manggil nama Adam buka
"Apa! Membakar rumah Farida?" tanya Adam dengan kedua mata membulat sempurna. Adam mulai berakting di depan Nadia seolah ia tak tahu akan rencananya itu.Namun, tetap saja Adam tak menyangka jika Nadia bisa berbuat hingga sejauh itu hanya untuk membalas dendam pada Farida."T-tapi, Ma. Apa itu tidak berlebihan? Bagaimana kalau mereka mati?" tanya Adam."Justru itu yang aku mau. Kamu bilang mau bantu Mama." Nadia memasang wajah memelas.Akhirnya Adam pun mengangguk menyetujui apa yang ingin Nadia lakukan. Dalam hati Adam merasa sangat lega karena sudah bisa memindahkan Farida dan juga Nani ke rumah yang baru sehingga mereka tidak akan kenapa-kenapa meski Nadia menyuruh seseorang untuk membakar rumah mereka.Setelah percakapannya yang panjang dan lebar dengan Nadia, kini saatnya Adam masuk ke dalam kamar untuk berisitirahat. Tapi, ia mendapati Santi yang masih belum tidur padahal malam sudah cukup larut."Loh, Sayang? Kamu kenapa kok belum tidur?" tanya Adam pada Santi.Dengan wajah cem
Pagi harinya Adam berada di dalam kamar dan tengah bersiap-siap untuk mengawali aktivitasnya hari itu. Tiba-tiba Anita datang dari arah belakang menghampiri Adam."Mas, aku mau bicara denganmu," ucap Santi yang saat itu masih berada di belakang Adam.Adam yang tengah membenahi penampilannya di depan cermin pun lantas menoleh ke arah Santi yang ada di belakangnya."Ada apa, Sayang? Kamu mau bicara apa?" tanya Adam menatap Santi."Mas apa kamu beneran nggak bisa kasih aku uang? Nggak apa-apa deh setengahnya juga, Mas," ucap Santi yang kembali mengungkit pembicaraan mereka semalam."Kamu kenapa ngotot banget sih pengen perawatan, San? Kamu kan tahu kalau uang yang dikasih sama Mama minggu lalu sudah habis jadi ya kamu harusnya tunggu sampai Mama ngasih uang lagi dong, baru nanti kamu bisa bagi uangnya untuk kamu perawatan," jelas Adam yang saat itu kembali membelakangi Santi setelah tahu kemana arah pembicaraan mereka saat itu."Ah kamu gimana sih, Mas. Nggak becus banget jadi kepala rum
Siang harinya Nadia pulang ke rumah. Wajahnya sedikit cemberut menahan amarah di dalam hatinya.Ia terus melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Seketika langkah kakinya terhenti saat mendengar suara tangisan Tasya dari dalam rumah.Dengan cepat Nadia berlari menghampiri Tasya yang saat itu tengah menangis dengan tangan yang masih mengeluarkan darah."Ya Tuhan, Tasya, kamu kenapa, Sayang?" tanya Nadia panik."Sakit, Oma," rintih Tasya sembari terisak."Iya, Sayang. Tasya sabar sebentar ya kita obati luka Tasya." Dengan cepat Nadia menaruh tas miliknya dan langsung beralih pada Tasya yang saat itu masih menangis menahan rasa sakit Nadia mengambil kotak p3k dan langsung mengobati luka di hati tangan Tasya. Keduanya duduk di sofa ruang tengah saat mengobati luka di tangan Tasya."Tasya, kenapa kok Tasya bisa luka seperti ini?" tanya Nadia saat ia telah selesai mengobati luka di tangan Tasya.Tasya yang takut menjawab pertanyaan Nadia hanya bisa diam sejenak menatap wajah Nadia yang s
Nadia membawa Santi ke dapur dan langsung mengambil gunting di dapur. Sementara tangan sebelahnya lagi masih memegang erat rambut Santi.Melihat Nadia yang sudah meraih gunting membuat Santi semakin merasa ketakutan. Ia pun kembali merintih memohon ampun pada Nadia meskipun tak didengarkan."Ampun, Ma. Aku benar-benar minta maaf, aku mohon jangan lakukan itu padaku," teriak Santi yang semakin meronta-ronta saat Nadia mendekatkan gunting di tangannya dan mengarahkannya ke kepala Santi."Ini akibatnya kalau kamu berani menyakiti Tasya, cucuku." Tanpa rasa kasihan, Nadia langsung menggunting rambut Santi meski tanpa persetujuannya.Santi menggunting habis rambut Santi hingga berserakan di lantai dapur. Melihat rambutnya yang sudah habis dicukur oleh Nadia membuat Santi semakin histeris.Santi semakin berteriak meminta tolong pada Adam meski Adam pun tak bergerak sama sekali untuk menolongnya.Belum puas dengan menghabisi rambut Santi yang biasa tergerai panjang, kini Nadia pun beralih pa
Dengan sedikit terburu-buru Farida melangkahkan kakinya menuju ke tempat kerjanya. Hari ini Farida mendapatkan jatah untuk menjaga shift malam sehingga ia berangkat sing hari.Tapi sayangnya karena satu hal Farida menjadi sedikit terlambat. Untungnya ia bisa segera sampai di tempat kerja."Maaf ya, pak, saya terlambat," ucap Farida pada bosnya."Lain kali jangan sampai terlambat lagi ya, Farida. Saya kan juga punya urusan lain," ucap bosnya yang sudah menjaga shift pagi saat itu."Iya, maaf, pak. Saya janji tidak akan mengulanginya lagi," ucap Farida merasa tak enak. Selama ini bosnya sudah sangat baik padanya sehingga Farida berusaha sangat hati-hati untuk menjaga kepercayaan bosnya. Ia tak mau membuat kecewa bosnya yang sudah memberikan kepercayaan padanya."Ya sudah kalau begitu kamu bereskan barang-barang yang baru datang itu. Saya mau pergi dulu.""Baik pak," jawab Farida lalu berjalan ke tempat barang-barang yang baru datang.Dengan sangat hati-hati Farida menyusun barang-baran
"Maaf mas, tapi aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya ini. Aku tidak mau hal kegagalan yang pernah aku alami terulang lagi jadi untuk kali ini aku akan benar-benar mempertimbangkannya," ucap Farida sembari menundukkan kepalanya."Baik mbak Farida, saya tidak masalah jika memang mbak Farida membutuhkan waktu untuk memikirkan ini semua. Saya tahu jika ini semua terlalu mendadak jadi wajar jika mbak Farida ingin mempertimbangkan matang-matang masalah ini." Feri dengan kemah lembut menerima permintaan Farida saat itu.Kecanggungan yang sempat tercipta pun segera sirna saat Feri dengan pintarnya membuat suasana menjadi lebih cair sehingga Farida dan Nani pun tampak lebih santai sekarang.Setelah cukup lama Feri di rumah Farida, kini saatnya ia berpamitan pada Farida dan juga Nani.Keduanya pun melepas kepergian Feri yang saat itu pulang tepat pukul 9 malam.Setelah kepergian Feri, Nani menatap ke arah Farida cukup lama membuat Farida menjadi malu."Ibu kenapa kok menatapku seperti itu?