Keesokannya, pagi-pagi sekali Adam sudah bangun dan pergi meninggalkan rumah saat Nadia dan juga Santi masih tertidur."Aku harus segera memberitahu Farida agar lebih berhati-hati lagi. Aku nggak mau dia kenapa-kenapa karena Mama," ucap Adam yang semakin mempercepat langkah kakinya agar bisa segera sampai di rumah Farida yang jaraknya lumayan jauh.Dari kejauhan Adam sudah bisa melihat rumah Farida yang masih tampak sepi. Adam pun kembali melanjutkan langkahnya hingga sampai tepat di depan pintu."Assalamualaikum." Adam mengetuk pintu sembari mengucap salam."Wa'alaikumsallam." Cukup sekali Adam mengucapkan salam, sudah terdengar suara sahutan dari dalam rumah. Tak lama Farida pun keluar dari dalam rumah."M-mas Adam ... Ada apa ke sini pagi-pagi, Mas?" tanya Farida dengan raut wajah penasaran."Boleh aku masuk?" tanya Adam pada Farida."Tentu saja, Mas. Ini kan rumah kamu jadi tidak ada alasan untukku melarang mu," jawab Farida sembari membuka lebar pintu dan membiarkan Adam masuk k
"Kamu darimana Mas?" tanya Santi saat melihat Adam yang baru pulang.Tatapannya tajam menginterogasi Adam yang baru saja mendaratkan kakinya di rumah. Nadia yang tengah duduk di kursi meja makan pun ikut menatap Adam lekat."Aku habis ada urusan," jawab Adam singkat."Urusan apa yang membuatmu harus keluar pagi-pagi sekali?" tanya Nadia yang ikut nimbrung obrolan Santi dan Adam saat itu.Sementara itu Santi masih menyiapkan makanan untuk sarapan mereka. Adam pun menarik kursi dan mencoba memasang wajah yang tenang agar Nadia tak curiga padanya."Temen ngajakin aku usaha. Semalam dia menyuruhku ke rumahnya pagi-pagi untuk membahasnya makanya aku ke sana," jawab Adam santai.Adam berusaha keras menutupi rasa kecewa dan sedihnya karena telah ditolak mentah-mentah oleh Farida. Dalam ingatannya masih terus terngiang ucapan Farida padanya.Bagaimana bisa ia berbicara seperti itu pada Farida sementara ia telah memiliki istri. Tapi apakah Farida tahu bahwa rasa cintanya pada Santi kini telah
"Kenapa kamu mengundurkan diri dari tempat kerjamu, Farida? Ada apa? Apa ada sesuatu?" tanya Feri dengan raut wajah tegang.Farida menundukkan kepalanya tapi tak lama ia kembali menaikkan tatapan mengarah pada Feri."Emmm nggak kok, Mas. Aku nggak ada masalah apapun, aku hanya ingin beristirahat saja dari rutinitas ku," jawab Farida santai."Lalu sekarang apa yang ingin kamu lakukan jika kamu berhenti bekerja?" tanya Feri.Kali ini Farida terdiam cukup lama membuat Feri yang ada di depannya sedikit khawatir."Farida? Kamu baik-baik saja, kan? Kalau kamu ada masalah, kamu bicara padaku." Feri menawarkan."Bagaimana bisa aku mengatakannya padamu, Mas. Aku tidak mau membawamu dalam masalahku," batin Farida."Nggak kok, mas. Aku baik-baik saja. Mungkin untuk sementara aku tidak akan bekerja dulu dan benar-benar beristirahat. Nanti setelah aku ingin bekerja lagi, aku akan mencari kerjaan baru. Aku ingin mencari pengalaman baru di tempat lain," jelas Farida.Tapi sayangnya, Feri tak percaya
Setelah Feri pergi dari rumahnya, Farida kembali melanjutkan pekerjaannya di dalam rumah. Nani yang saat itu sedang memasak pun lantas berhenti dan menghampiri Farida."Apa nak Feri sudah pulang?" tanya Nani sembari mengemasi bekas masaknya saat itu. Kulit-kulit bawang dibuang ke tempat sampah."Sudah Bu," jawab Farida sembari tersenyum.Dengan wajah tampak serius, Nani berjalan menghampiri Farida yang saat itu tengah menyiapkan makanan untuk makan mereka."Farida, ibu ingin bicara denganmu," ucap Nani lalu duduk di kursi meja makan.Farida melirik ke arah Nani yang tampak sangat serius menatap ke arahnya membuatnya penasaran.Farida pun ikut menarik kursi di depannya dan duduk menghadap ke arah Nani. Batinnya mencoba menebak-nebak apa yang akan dikatakan oleh Nani."Apa kamu menyukai nak Feri?" tanya Nani.Farida pun menarik panjang napasnya. Kepalanya menunduk menatap jari-jemari tangannya yang ada di atas pahanya."Entahlah, Bu. Aku juga masih bingung. Sebenarnya aku ingin mencoba
Rupanya Nadia tidak main-main dengan kata-katanya. Pagi ini ia sudah berdandan sangat rapi dan siap untuk pergi ke perkebunan.Wajah sinisnya melirik ke arah Santi yang tengah menyiapkan sarapan pagi itu. Sementara Adam dan Tasya tak terlihat batang hidungnya."Dimana Adam? Apa dia belum bangun?" tanya Nadia sinis. Ia meletakkan tasnya di atas meja dan melirik kesana-kemari mencari Adam."Iya, Ma. Mas Adam belum bangun, semalam dia nggak bisa tidur seperti ada yang dipikirkan. Mungkin karena itu sekarang dia belum bangun.""Halah, biasanya juga belum bangun," sela Nadia dengan wajah ketusnya.Santi pun kemudian terdiam mendengar ucapan Nadia yang sangat ketus dan juga datar. Ia lebih memilih untuk fokus menyiapkan makanan."Bangunkan Adam sekarang!" Pinta Nadia tanpa menoleh ke arah Santi."Emmm t-tapi, Ma. Mas Adam pasti marah kalau tidurnya diganggu," jawab Santi ragu-ragu.Ia tahu bahwa Nadia paling tidak suka dibantah. Namun, Santi tak punya pilihan lain, ia pun tak mau Adam marah
"Fer, ayo dong bawa ibu ke rumah calon kamu. Ibu janji nggak akan aneh-aneh, cuma mau kenal dan ngobrol-ngobrol aja sama dia, kok," pinta Ratna pada Feri."Besok ya, Bu," jawab Feri."Tidak mau! Pokoknya ibu mau sekarang." Ratna kekeh meminta bertemu dengan Farida membuat Feri akhirnya kalah untuk menjanjikan hari lain pada Ratna.Akhirnya mereka pun bersiap-siap untuk pergi ke rumah Farida. Tampak Ratna yang tersenyum semringah saat akan pergi ke rumah Farida."Kita jangan datang dengan tangan kosong, dong, Fer. Kita harus bawakan sesuatu untuk mereka," ucap Ratna memukul Engan tangan Feri."Bawa apa ya, Bu. Aku bingung," ucap Feri menggaruk kepalanya yang tak gatal."Apa ya." Ratna ikut berpikir. "Itu saja," ucap Ratna menunjuk kue di dalam etalase toko milik Feri."Ibu benar juga." Feri pun lalu masuk dan mengambil kue itu lalu membungkusnya dengan sangat rapi.Tak lama mereka pun pergi ke rumah Farida menggunakan sepeda motor milik Feri yang biasa ia pakai sehari-hari. Tak sampai
Tanya masih terus memanggil-manggil nama Farida hingga membuat Adam tak tega."Ma, gimana kalau kita bawa Farida ke sini. Aku yakin kalau Tasya bertemu dengan Farida, dia akan membaik," ucap Adam akhirnya memberanikan diri untuk membawa Farida bertemu dengan Tasya."Tidak, Dam. Aku tidak setuju! Kamu kan tahu kalau aku sangat membenci wanita itu," tolak Nadira tegas."Tapi kita tidak mungkin membiarkan Tasya seperti ini terus, Ma." Adam menoleh ke arah Tasya yang masih terus memanggil Farida."Pokoknya aku tidak mau kalau sampai wanita itu ke sini! Lagipula memangnya kamu tahu dimana wanita itu berada?" tanya Nadia dengan raut menginterogasi.Adam yang saat itu keceplosan ingin membawa Farida kembali pun merasa bingung dan juga panik. "Duh gimana ini, aku keceplosan, lagi," batin Adam bingung."Dam, jawab aku! Apa kamu tahu dimana keberadaan Farida?" tanya Nadia lagi."Emmm i-itu anu, Ma. Sebenarnya aku tidak tahu dimana dia tapi jika Mama mengizinkan aku membawa Farida ke sini maka
"Aku adalah pria yang ingin menjalin hubungan dengan Farida," ucap Feri dengan sangat percaya diri.Bak disambar petir, tubuh Adam seketika lemas tak berdaya. Ia seperti tak memiliki harapan lagi untuk mendekati Farida dan mendapatkannya."Apa itu benar, Farida?" tanya Adam meminta sebuah jawaban dari mulut Farida."Itu tidak penting sekarang, Mas. Sekarang yang terpenting adalah keadaan Tasya dan kita harus segera menemuinya," celetuk Farida.Semua yang ada di sana pun terdiam. Tampak sangat jelas raut wajah Farida yang sangat gelisah dan juga panik saat itu. Mereka semua tahu apa yang sedang Farida rasakan. Bagaimanapun juga Nani dan Ratna adalah seorang ibu."Feri, ayo kita pulang. Ibu tidak akan merestui hubungan mu dan juga Farida, jadi lebih baik sekarang kita pulang saja dan lupakan tentang lamaran mu padanya," ucap Ratna dengan wajah kesal. Tangannya menarik paksa tangan Feri agar segera meninggalkan rumah Farida meski gerimis masih belum berhenti."T-tapi, Bu ...." Feri menah